Pesan Rahbar

Home » » Kebijakan “Gunting Syafrudin”, Tonggak Sejarah Mata Uang Indonesia

Kebijakan “Gunting Syafrudin”, Tonggak Sejarah Mata Uang Indonesia

Written By Unknown on Thursday, 17 March 2016 | 03:21:00

Foto: finance.detik.com

Goncangan demi goncangan terus terjadi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Agresi Militer Belanda pada tahun 1947 dan 1949 membuat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia kian berat.

Awal 1950, situasi ekonomi Indonesia belum juga membaik, inflasi tinggi, dan harga semakin melambung. Syafrudin Prawiranegara yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet Hatta Jilid II, mulai berfikir keras untuk menemukan siolusi cepat dan tepat untuk menangkal krisis.

Dicetuskanlah kebijakan moneter yang mengejutkan banyak pihak dan tercatat sebagai kebijakan mata uang yang pertama di Indonesia. Kebijakan ini dilakukan dengan cara menggunting uang kertas menjadi dua bagian, bagian kanan dan bagian kiri. Guntingan uang kertas bagian kiri tetap merupakan alat pembayaran yang sah dengan nilai separuh dari nilai nominal yang tertera, sedangkan guntingan uang kertas bagian kanan ditukarkan dengan obligasi pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian. Kebijakan ini dilakukan pemerintah guna mengurangi jumlah uang beredar yang ada di masyarakat.

Ki Agus Ahmad Badaruddin, mantan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan berpandangan bahwa kebijakan ini mempunyai sasaran penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang baru. Kemudian mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi kemudian menurunkan harga barang.

Menurutnya kebijakan pemotongan uang rupiah menjadi dua bagian ditujukan untuk dua tujuan. Bagian kiri dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah dan bagian kanan dapat ditukarkan dengan obligasi negara berbunga tiga persen per tahun.

Gunting Sjafruddin adalah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Syafruddin Prawiranegara selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 WIB tanggal 10 Maret 1950.

Menurut kebijakan itu, “uang merah” (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9 Agustus pukul 18.00 WIB.

Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi alias dibuang.

Kebijakan ini mengusung konsep pemangkasan nilai mata uang, artinya satuan harga yang tertera hanya dihargai setengah saat berlaku dengan ketentuan yang berbatas waktu. Keputusan ini karena peredaran uang melebihi target, sementara kas negara semakin menipis.

Dengan kebijaksanaan itu, Syafrudin bermaksud “sekali tembak” untuk beberapa sasaran: penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang baru, mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi dan dengan demikian menurunkan harga barang, dan mengisi kas pemerintah dengan pinjaman wajib yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 miliar. Sayang sekali, sepak terjangnya dalam menyelamatkan ekonomi Indonesia jarang diungkap.

(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: