Pesan Rahbar

Home » » Al-Hasan dan Al-Husein Bagian Dari Anggota Badan Nabi Saw, Keduanya Putra Mulia Sayyidah Fatimah Az Zahra dan Nabi Saw Memerangi Orang Yang Memerangi Ahlul Bait a.s

Al-Hasan dan Al-Husein Bagian Dari Anggota Badan Nabi Saw, Keduanya Putra Mulia Sayyidah Fatimah Az Zahra dan Nabi Saw Memerangi Orang Yang Memerangi Ahlul Bait a.s

Written By Unknown on Saturday 23 April 2016 | 21:28:00


Dalam Musnad Ahmad bin Hanbal 6/399, hadis ke 26334:
Ummul Fadhl berkata: Aku seakan melihat di rumahku bagian dari anggota badan Rasulullah saw. Lalu aku datang kepada Rasulullah saw menceritakan hal itu. Kemudian beliau bersabda: “Apa yang kamu lihat itu adalah kebaikan, Fatimah akan melahirkan bayi, dan kamu akan menyusuinya.” Ia berkata: Kemudian Fatimah melahirkan Al-Hasan lalu aku menyusuinya.

Dalam hadis yang lain: Ummul Fadhl binti Harits berkata: …Aku melihat seakan bagian anggota badan Rasulullah saw berada dalam pangkuanku. Kemudian aku datang kepada Rasulullah saw menceritakan hal itu. Kemudian beliau bersabda: “Apa yang kamu lihat adalah kebaikan, insya Allah Fatimah akan melahirkan bayi, dan ia akan berada dalam pangkuanmu.” Kemudian Fatimah (as) melahirkan Al-Husein (as) kemudian ia berada dalam pangkuanku sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah saw.

Hadis ini dan yang semakna terdapat juga dalam:
1. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 6 halaman 399, hadis ke 26334.
2. Usdul Ghabah, jilid 2 halaman 10, hadis ke 1165.
3. Al-Ishabah, Ibnu Hajar, jilid 5 halaman, hadis ke 1448.
4. Shahih Ibnu Majah, halaman 289, hadis ke 3923.
5. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 176.
6. Thabaqat Ibnu Sa’d, jilid 8 halaman 204.
___________________________________________

Nabi saw yang mendoakan Al-Hasan dan Al-Husein (as) seperti Nabi Ibrahim (as) mendoakan puteranya

Dalam Shahih Bukhari, kitab awal penciptaan: Ibnu Abbas berkata: Nabi saw membacakan doa perlindungan kepada Al-Hasan dan Al-Husein (a.s), dan beliau bersabda: “Sesungguhnya orang tua kalian berdua membacakan doa perlindungan untuk kalian berdua seperti doa perlindungan yang dibacakan oleh Ibrahim untuk Ismail dan Ishaq (a.s).”

Hadis ini dan yang semakna terdapat juga dalam:
1. Shahih Tirmidzi, jilid 1 halaman 6, bab 18, hadis ke 2060.
2. Shahih Ibnu Majah, bab 36, hadis ke 3525.
3. Sunan Abu Dawud, jilid 3 halaman 180, hadis ke 4737.
4. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 167.
5. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 3, halaman 167, hadis ke 2113.
6. Hilyatul Awliya’ Abu Na’im, jilid 4, halaman 299.
7. Kanzul Ummal, jilid 5 halaman 195.
8. Majma’ Az-Zawaid, jilid 10 halaman 188.
9. Dzakhir Al-Uqba, halaman 13
_______________________________________________

Nabi saw memerangi orang yang memerangi Ahlul bait a.s

Dalam Shahih At-Tirmidzi 2/319, bab 61, hadis ke 3870: Zaid bin Arqam berkata bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al- Husayn (a.s):

ﺃﻧﺎ ﺣﺮﺏ ﻟﻤﻦ ﺣﺎﺭﺑﺘﻢ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻤﻦ ﺳﺎﻟﻤﺘﻢ

“Aku memerangi orang yang kalian perangi, dan berdamai dengan orang yang kalian berdamai dengannya.”

Dzakhair Al-‘Uqba, halaman 25: Rasulullah saw juga bersabda:

ﺃﻧﺎ ﺣﺮﺏ ﻟﻤﻦ ﺣﺎﺭﺑﻜﻢ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻤﻦ ﺳﺎﻟﻤﻜﻢ

“Aku memerangi orang yang memerangi kalian, dan berdamai dengan orang yang berdamai dengan kalian.”

Dalam Musnad Ahmad 2/442, hadis ke 9405: Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw memandang pada Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husayn (a.s), lalu bersabda:

ﺃﻧﺎ ﺣﺮﺏ ﻟﻤﻦ ﺣﺎﺭﺑﻜﻢ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻤﻦ ﺳﺎﻟﻤﻜﻢ

“Aku memerangi orang yang memerangi kalian, dan berdamai dengan orang yang berdamai dengan kalian.”

Hadis-hadis tersebut dan yang semakna juga terdapat dalam:
1. Sunan Ibnu Majah, bab 11, hadis ke 145.
2. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 149, kitab ma’rifah shahabah.
3. Usdul Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 5 halaman 523, hadis ke 2479.
4. Kanzul ummal, Al-Muttaqi Al-Hindi, jilid 6 halaman 216, bab Fadhail Ahlul bait (sa), hadis ke 34159, mengutip dari Ibnu Hibban. Jilid 7 halaman 107, bab Fadhail Ahlul bait (sa), hadis ke 37618, mengutip dari Ibnu Syaibah, At- Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ath-Thabrani, Al-Hakim dan Adh-Dhiya’ Al-Muqaddisi.
5. Majma’ Az-Zawaid, Al-Haitsami, jilid 9 halaman 169, bab Fadhail Ahlul bait (sa).
6. Ar-Riyadh An-Nadhrah, jilid 2 halaman 199, bab 3 Manaqib Ali bin Abi Thalib (sa).
7. Dzakhair Al-‘Uqba, halaman 23, bab Fadhail Ahlul bait (sa).
8. Ad-Durrul Mantsur, tentang surat Al-Ahzab: 33.
____________________________________________

Nabi saw yang mengadzani Saat kelahiran Al-Hasan dan Al-Husein (a.s)

Dalam Shahih Tirmidzi 1/286, hadis ke 1514: Abu Rafi’ berkata: Aku melihat Rasulullah saw mengadzani di telinga Al-Hasan bin Ali (as) ketika dilahirkan oleh Fatimah (as) seperti adzan untuk shalat.

Hadis ini dan semakna juga terdapat dalam:
Sunan Abu Dawud, jilid 33 halaman 214, hadis ke 5105. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 6 halaman 9, hadis ke 23357. Musnad Abu Dawud Ath-Thayyalisi, jilid 4 halaman 130, hadis ke 970. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 179.
____________________________________________

Kekusyu'an Shalat Nabi Saw Sama Dengan Kekusyuan Imam Ali dan Keturunannya


Allah 'azza wa jalla berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِيْنَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُونَ

Sesungguhnya telah beruntung orang-orang yang beriman yang khusyû‘ di dalam shalatnya.

Itulah antara lain sifat orang-orang yang beriman yang beruntung, yaitu orang-orang yang khusyu‘ dalam shalatnya sebagaimana disebutkan pada ayat di atas.

عَنْ رَسُولِ اللهِ ص قَالَ بُنِيَتِ الصَّلاَةُ عَلَى أَرْبَعَةِ أَسْهُمٍ سَهْمٍ مِنْهَا إِسْبَاغُ الوُضُوءِ وَ سَهْمٍ مِنْهَا الرُّكُوعُ وَ سَهْمٍ مِنْهَا السُّجُودُ وَ سَهْمٍ مٍنْهَا الْخُشُوعُ فَقِيْلَ يَا رَسُولَ اللهِ وَ مَا الْخُشُوعُ قَالَ ص التَّوَاضُعُ فِي الصَّلاَةِ وَ أَنْ يَقْبَلَ الْعَبْدُ بِقَلْبِهِ كُلِّهِ عَلَى رَبِّهِ

Dari Rasûlullâh saw berkata, "Shalat itu dibangun di atas empat bagian: Satu bagian darinya menyempurnakan wudhu, satu bagian darinya ruku', satu bagian darinya sujud, dan satu bagian darinya khusyû'." Maka beliau ditanya: Wahai Rasûlullâh, dan apakah khusyû' itu? Beliau berkata, “Tawâdhu‘ (merendahkan diri) di dalam shalat, dan seorang hamba menghadapkan diri kepada Tuhannya dengan segenap hatinya.”

عَنْ زُرَارَةَ قَالَ قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ ع إِذَا قُمْتَ فِي الصَّلَاةِ فَعَلَيْكَ بِالْإِقْبَالِ عَلَى صَلَاتِكَ فَإِنَّمَا يُحْسَبُ لَكَ مِنْهَا مَا أَقْبَلْتَ عَلَيْهِ وَ لَا تَعْبَثْ فِيهَا بِيَدِكَ وَ لَا بِرَأْسِكَ وَ لَا بِلِحْيَتِكَ وَ لَا تُحَدِّثْ نَفْسَكَ وَ لَا تَتَثَاءَبْ وَ لَا تَتَمَطَّ وَ لَا تُكَفِّرْ فَإِنَّمَا يَفْعَلُ ذَلِكَ الْمَجُوسُ وَ لَا تَلَثَّمْ وَ لَا تَحْتَفِزْ وَ لَا تَفَرَّجْ كَمَا يَتَفَرَّجُ الْبَعِيرُ وَ لَا تُقْعِ عَلَى قَدَمَيْكَ وَ لَا تَفْتَرِشْ ذِرَاعَيْكَ وَ لَا تُفَرْقِعْ أَصَابِعَكَ فَإِنَّ ذَلِكَ كُلَّهُ نُقْصَانٌ مِنَ الصَّلَاةِ وَ لَا تَقُمْ إِلَى الصَّلَاةِ مُتَكَاسِلًا وَ لَا مُتَنَاعِساً وَ لَا مُتَثَاقِلًا فَإِنَّهَا مِنْ خِلَالِ النِّفَاقِ فَإِنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ نَهَى الْمُؤْمِنِينَ أَنْ يَقُومُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَ هُمْ سُكَارَى يَعْنِي سُكْرَ النَّوْمِ وَ قَالَ لِلْمُنَافِقِينَ وَ إِذا قامُوا إِلَى الصَّلاةِ قامُوا كُسالى يُراؤُنَ النَّاسَ وَ لا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

Dari Zurârah dari Abû Ja‘far as beliau berkata, "Hendaklah kamu menghadapkan hati di dalam shalatmu, sebab yang dihitung (yang diterima) untukmu dari shalat itu adalah bagian darinya yang kamu menghadap dengan hatimu, maka janganlah kamu bermain-main dalam shalat dengan tanganmu, janganlah dengan kepalamu, jangan dengan janggutmu, jangan biarkan dirimu bercerita yang lain (diluar urusan shalat), jangan kamu menguap, jangan kamu membusungkan dada, janganlah kamu sedekap (menumpangkan tangan kanan di atas tangan kiri atau sebaliknya), sebab yang demikian itu cara ibadah kaum majusi, janganlah sekali-kali kamu mengucapkan ãmîn setelah kamu membaca (Al-Fâtihah), kalaulah kamu mau, ucapkan saja: Alhamdu lillâhi rabbil ‘âlamin. Janganlah kamu mengendus (perhatian dengan indera penciuman), janganlah duduk bertimpuh (duduk seperti hendak lompat), janganlah kamu renggangkan kaki seperti halnya unta, janganlah kamu duduk di atas kedua tumit, janganlah kamu ham-parkan kedua hastamu (lenganmu), dan janganlah kamu bunyikan jari-jarimu, sungguh semuanya itu merupakan kekurangan dalam shalat. Janganlah kamu berdiri untuk menunaikan shalat dengan malas, janganlah dalam keadaan ngantuk, dan janganlah dalam keadaan merasa berat, sebab hal itu merupakan sifat-sifat nifâq. Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah melarang orang-orang yang beriman mendirikan shalat dalam keadaan mabuk, yakni mabuk tidur. Dan Dia berfirman tentang orang-orang munâfiq, Dan apabila mereka hendak berdiri kepada shalat, mereka berdiri dengan malas, mereka ingin terlihat orang lain dan mereka tidak ingat kepada Allah melainkan sedikit. "


Khusyû‘ dalam Al-Quran

Al-Thabrasi ketika menafsirkan firman-Nya ‘azza wa jalla, Walladzîna hum fî shalâtihim khâsyi‘ûn. Dia mengatakan, "Yaitu tunduk, tawâdhû‘ dan rendah diri, tidak mengangkat pandangan mereka dari tempat sujud mereka dan tidak menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan telah diriwayatkan bahwa Rasûlullâh saw melihat seorang lelaki yang memainkan anggota badannya di dalam shalatnya, kemudian beliau bersabda, 'Jika khusyu‘ hatinya, niscaya khusyu‘ pula anggota-anggota tubuhnya.' Hal ini menunjukkan bahwa kekhusyu‘an di dalam shalat itu terjadi dengan hati dan dengan anggota tubuh. Adapun khusyu‘ dengan hati, maka seseorang harus mencurahkan hatinya dengan segenap pikirannya kepada shalatnya, dan dia mesti berpaling dari selainnya, yang ada hanyalah dirinya dan Tuhan yang diibadatinya (Allah). Adapun kekhusyu‘an dengan anggota, maka menundukkan penglihatan, memusatkannya dan tidak berpaling serta tidak bermain-main dengan anggota badan atau pakaian. Dan dikatakan bahwa kekhusyu‘an yang disebutkan dalam Al-Quran yang mulia itu adalah:

- Khusyu‘ penglihatan (bashar ) sebagaimana dalam firman Allah ‘azza wa jalla yang artinya, Dengan khusyu‘ penglihatan-penglihatan mereka. Adapun khusyu‘ yang berkenaan dengan penglihatan dalam shalat, yaitu pada saat berdiri diarahkan kepada tempat meletakkan dahi, pada waktu ruku‘ diarahkan kepada tempat di antara dua telapak kaki, ketika sujud diarahkan kepada ujung hidung, dan pada waktu duduk diarahkan kepada pangkuan.

- Khusyu‘ hati (qalb ) sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ‘azza wa jalla, Apakah belum datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk mengkhusyu‘kan hati-hati mereka demi mengingat Allah.

- Khusyu‘ suara (shaut ) sebagaimana dalam firman Allah ‘azza wa jalla, Telah khusyu‘ suara-suara kepada Al-Rahmân (Tuhan yang maha pemurah) hingga tidak Engkau dengar selain bisikan. Dan khusyu‘ di dalam shalat itu mengandung ketiga makna khusyu' tersebut."


Adab-adab (Etika) Shalat

Agar shalat kita khusyu‘ dengan baik, coba perhatikan etika dan adab-adabnya sebagaimana disebutkan dalam hadîts berikut ini.

قَالَ الصَّادِقُ ع إِذَا اسْتَقْبَلْتَ الْقِبْلَةَ فَانْسَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا وَ الْخَلْقَ وَ مَا هُمْ فِيْهِ, وَ اسْتَفْرِغْ قَلْبَكَ عَنْ كُلِّ شَاغِلٍ يَشْغَلُكَ عَنِ اللهِ, وَ عَايِنْ بِسِرِّكَ عَظَمَةَ اللهِ, وَ اذْكُرْ وُقُوفَكَ بَيْنَ يَدَيْهِ يَوْمَ تَبْلُو كُلُّ نَفْسٍ مَا أَسْلَفَتْ وَ رُدُّوا إِلَى اللهِ مَوْلاَهُمُ الْحَقُّ, وَ قِفْ عَلَى قَدَمِ الْخَوْفِ وَ الرَّجَاءِ, فَإِذَا كَبَّرْتَ فَاسْتَصْغِرْ مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ الْعُلَى وَ الثَّرَى دُوْنَ كِبْرِيَائِهِ, فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا اطَّلَعَ عَلَى قَلْبِ الْعَبْدِ وَ هُوَ يُكَبِّرُ وَ فِي قَلْبِهِ عَارِضٌ عَنْ حَقِيْقَةِ تَكْبِيْرِهِ, قَالَ يَا كَاذِبُ أَ تَخْدَعُنِي وَ عِزَّتِي وَ جَلاَلِي لأَحْرِمَنَّكَ حَلاَوَةَ ذِكْرِي, وَ لأَحْجُبَنَّكَ عَنْ قُرْبِي وَ الْمَسَارَّةِ بِمُنَاجَاتِي, وَ اعْلَمْ أَنَّهُ غَيْرُ مُحْتَاجٍ إِلَى خِدْمَتِكَ وَ هُوَ غَنِيٌّ عَنْ عِبَادَتِكَ وَ دُعَائِكَ, وَ إِنَّمَا دَعَاكَ بِفَضْلِهِ لِيَرْحَمَكَ وَ يُبْعِدَكَ مِنْ عُقُوبَتِهِ, وَ يَنْشُرَ عَلَيْكَ مِنْ بَرَكَاتِ حَنَانِيَّتِهِ, وَ يَهْدِيَكَ إِلَى سَبِيْلِ رِضَاهُ, وَ يَفْتَحَ عَلَيْكَ بَابَ مَغْفِرَتِهِ, فَلَوْ خَلَقَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ عَلَى ضَعْفِ مَا خَلَقَ مِنَ الْعَوَالِمِ أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً عَلَى سَرْمَدِ الأَبَدِ لَكَانَ عِنْدَهُ سَوَاءٌ كَفَرُوا بِأَجْمَعِهِمْ بِهِ أَوْ وَحَّدُوهُ, فَلَيْسَ لَهُ مِنْ عِبَادَةِ الْخَلْقِ إِلاَّ إِظْهَارُ الْكَرَمِ وَ الْقُدْرَةُ, فَاجْعَلِ الْحَيَاءَ رِدَاءً وَ الْعَجْزَ إِزَارًا, وَ ادْخُلْ تَحْتَ سِرِّ سُلْطَانِ اللهِ تَغْنَمْ فَوَائِدَ رُبُوبِيَّتِهِ مُسْتَعِيْنًا بِهِ وَ مُسْتَغِيْثًا إِلَيْهِ

Al-Shâdiq as telah berkata, “Apabila kamu telah menghadap ke kiblat, lupakanlah dunia dan segala yang ada padanya, lupakan pula semua makhluk dengan segala aktivitasnya, kosongkan hatimu dari setiap yang menyibukkanmu dengan selain Allah, lihatlah kebesaran Allah dengan mata hatimu, ingatlah waktu kamu berdiri di hadapan-Nya pada hari diperhitungkan dari setiap diri tentang apa yang telah diperbuatnya, dan mereka dikembalikan kepada Allah Maulâ mereka yang benar, dan berdirilah kamu dengan perasaan takut dan harap.

Apabila kamu telah mengucapkan takbîr, anggaplah tidak berarti segala sesuatu yang ada di antara langit yang paling tinggi dan bumi yang paling rendah selain kebesaran-Nya, sebab Allah ‘azza wa jalla apabila melihat seorang hamba ber-takbîr sedangkan hatinya berpaling dari hakikat takbîr-nya, Dia berfirman, Wahai pendusta, apakah kamu hendak menipu-Ku? Demi keagungan-Ku dan kemulian-Ku, sungguh Aku haramkan kepada kamu untuk merasakan manisnya mengingat-Ku, dan Aku akan halangi kamu dari kedekatan kepada-Ku serta dari kenikmatan munajat dengan-Ku.

Camkanlah bahwa Dia tidak butuh kepada khidmatmu, dan Dia maha kaya dari ibadahmu dan doamu. Dia hanyalah menyerumu dengan karunia-Nya untuk menyayangimu, menjauhkanmu dari siksa-Nya, mencurahkan keberkahan kasih-Nya kepadamu, menunjukimu ke jalan rido-Nya dan untuk membukakan pintu ampunan-Nya bagimu.

Kalaulah Allah ‘azza wa jalla menciptakan berbagai alam dengan berlipat-lipat di sepanjang zaman, niscaya di sisi-Nya sama saja, baik mereka semuanya kufur kepada-Nya maupun mereka beriman kepada-Nya, maka pengabdian makhluk kepada-Nya hanyalah menampakkan kemuliaan dan kekuasaan (bagi-Nya). Oleh karena itu jadikanlah olehmu rasa malu sebagai selendang dan kelemahan diri sebagai kain. Dan masuklah kamu ke bawah rahasia kekuasaan Allah supaya kamu mendapatkan faidah rubûbiyyah-Nya dengan meminta bantuan dan pertolongan kepada-Nya.”

Sekarang marilah kita perhatikan beberapa riwayat tentang kekhusyu‘an orang-orang suci dalam shalatnya, mudah-mudahan kita dapat mengambil ‘ibrah atau pelajaran dari perhatian mereka kepada shalatnya.

1. Khusyu‘ Rasûlullâh saw
Ja‘far bin Ahmad Al-Qummi telah meriwayatkan di dalam Kitab Zuhd Al-Nabiyy, “Adalah Nabi saw apabila hendak mendirikan shalat, berubahlah warna wajahnya karena takut kepada Allah ‘azza wa jalla, sementara dadanya atau rongganya bergemuruh seperti gemuruhnya wajan yang besar.”

Dalam riwayat yang lain, “Sesungguhnya Nabi saw apabila berdiri shalat seolah-olah beliau itu pakaian yang teronggok di lantai (tidak bergerak).”

Ummul Mu`minîn ‘Âisyâh berkata, “Adalah Rasûlullâh saw bercakap-cakap kepada kami dan kami juga berbicara kepadanya, namun apabila telah tiba waktu shalat, seakan-akan beliau tidak pernah mengenal kami dan kami pun tidak pernah mengenalnya.”


2. Khusyu‘ Imam ‘Ali bin Abî Thâlib as

Abû Ja'far bin Bâbawaih meriwayatkan dalam kitab Zuhdu Amîrul Mu`minîn as dengan isnâd -nya kepada Abû 'Abdillâh as berkata, “Adalah ‘Ali as apabila berdiri shalat, lalu beliau membaca: Wajjahtu wajhiya lilladzî fatharas samâwâti wal ardha..., maka berubahlah warnanya, dan hal ini diketahui dari wajahnya.”

Dari Tafsîr Al-Qusyairi bahwa Amîrul Mu`minîn as apabila telah tiba waktu shalat warna kulitnya berubah dan beliau menggigil, lalu beliau ditanya, “Mengapakah Engkau menjadi demikian?” Beliau menjawab, “Telah datang waktu amanat yang Allah ta‘âlâ telah tawarkan amanat tersebut kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan memikulnya, kemudian amanat tersebut dipikul oleh manusia, maka dalam kelemahanku ini aku tidak tahu, apakah aku bisa memikul amanat itu dengan baik atau tidak.”

Telah diriwayatkan bahwa Imam ‘Ali bin Abî Thâlib as apabila mengambil air wudhu, maka berubahlah (warna kulit) wajahnya karena beliau takut kepada Allah yang maha tinggi.

Telah diriwayatkan bahwa Imam ‘Ali as jika telah tiba waktu shalat, maka seakan-akan beliau itu adalah bangunan yang tetap atau tiang yang tidak bergerak, barangkali seandainya pada waktu beliau rukû‘ atau sujud, maka burung bisa hinggap di atasnya (karena burung tersebut tidak merasa terganggu). Dan seorang pun tidak akan dapat melukiskan shalat Rasûlullâh saw selain Imam ‘Ali bin Abî Thâlib as dan Imam ‘Ali bin Husain as.


3. Khusyu‘ Fâthimah Al-Zahrâ` as

Telah diriwayatkan bahwa Fâthimah as terengah-engah dalam shalat karena beliau takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Rasûlullâh saw---dalam sabdanya yang panjang---mengabarkan sebagian kezaliman orang yang terhadap Ahlulbait as, kemudian sampailah kepada perkataannya tentang Fâthimah as, “Adapun putriku Fâthimah, dia itu adalah penghulu kaum perempuan alam semesta dari kalangan ummat terdahulu dan terakhir - hingga beliau mengatakan - apabila dia berdiri shalat di mihrabnya di hadapan Tuhannya yang maha agung kemuliaan-Nya, terpancarlah cahayanya kepada para malaikat langit sebagaimana terpancar cahaya bintang-bintang untuk penduduk bumi dan Allah yang maha tinggi berfirman kepada malaikat-Nya, Wahai para malaikat-Ku, lihatlah hamba-Ku Fâthimah, dia adalah pemuka hamba-hamba-Ku yang perempuan, dia sedang berdiri di hadapan-Ku, dia menggigil karena takut kepada-Ku, dia menghadap dalam pengabdian kepada-Ku dengan segenap hatinya. Aku memberikan kesaksian kepada kalian bahwa Aku akan mengamankan para pengikutnya dari api neraka.”


4. Khusyu‘ Imam Hasan bin ‘Ali as

Abû ‘Abdillâh as berkata, "Sesungguhnya Al-Hasan bin ‘Ali as apabila beliau berdiri di dalam shalatnya, beliau menggigil ketakutan di hadapan Tuhannya ‘azza wa jalla, dan adalah beliau apabila ingat surga dan neraka berguncanglah seperti berguncangnya orang yang luka dan mendekati kematian."

Adalah beliau jika telah selesai dari wudhunya, berubah warnanya, lalu ditanyakan kepadanya mengapa demikian, maka beliau berkata, "Adalah hak (harus) bagi orang yang hendak masuk kepada Tuhan yang punya ‘arasy berubah warnanya."

Adalah Al-Hasan bin ‘Ali as apabila beliau berwudhu, berubahlah warnanya, gemetarlah persendiannya, lalu ditanyakan kepadanya yang demikian itu, maka beliau berkata, "Adalah hak bagi orang yang berdiri di hadapan Tuhan yang punya ‘arasy menjadi pucat warnanya dan menggigil persendiannya."


5. Khusyu‘ Imam ‘Ali Zainul ‘Âbidîn as

Adalah beliau as apabila memulai bersuci untuk shalat, pucat wajahnya dan tampak ketakutan atasnya.

Adalah beliau as jika berwudhu untuk shalat, dan beliau bersiap-siap untuk memasukinya, menjadi pucat wajahnya dan berubah (warnanya), maka pernah sekali ditanyakan kepadanya hal yang demikian itu, lantas beliau berkata, "Aku hendak berdiri di hadapan Raja yang maha agung."

Adalah beliau as apabila hendak berdiri shalat, berubah warnanya, apabila sujud, beliau tidak mengangkat kepalanya hingga meninggalkan keringat.

Adalah beliau as apabila telah datang (waktu) shalat, gemetar kulitnya dan menjadi pucat warnanya dan beliau berguncang seperti pelepah pohon kurma.

Imam Muhammad Al-Bâqir as berkata, "Adalah ‘Ali bin Al-Husain shalawâtullâh ‘alaihimâ apabila beliau berdiri dalam shalat, seolah-olah beliau itu batang pohon yang tidak bergerak selain apa yang digerakkan angin darinya."


6. Khusyu‘ Imam Al-Bâqir dan Al-Shâdiq as

Imam Ja‘far Al-Shâdiq as berkata, "Dan sesungguhnya Abû Ja‘far as shalat suatu hari, lalu sesuatu menimpa kepalanya, maka beliau tidak mencopotnya dari kepalanya hingga Ja‘far (putranya) berdiri mencabutnya, karena ta‘zhîm kepada Allah dan fokus pada shalatnya, dan itulah firman Allah, Luruskanlah dirimu kepada ajaran dengan tulus."

Diriwayatkan bahwa maulânâ Ja‘far bin Muhammad Al-Shâdiq as membaca Al-Quran di dalam shalatnya, lalu beliau semaput, maka tatkala beliau siuman ditanyakan apa yang menyebabkan keadaannya seperti itu? Maka beliau berkata, "Aku senantiasa mengulangi ayat-ayat Al-Quran hingga sampai kepada suatu keadaan seakan-akan aku mendengarnya secara langsung bicara dari Tuhan yang telah menurunkannya."

Dari Ibnu Thawûs berkata: Telah diriwayatkan dengan isnâd- nya (jalan ceritanya) dari Abû Ayyûb dia berkata, "Adalah Abû Ja‘far dan Abû ‘Abdillâh as apabila mereka berdiri hendak shalat, berubah warna (kulit) mereka kemerahan dan terkadang kuning (pucat) seakan-akan mereka bermunajat kepada sesuatu yang mereka lihat."

(Abu-Zahra/Tafsir-Tematis/Al-Shia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: