Pesan Rahbar

Home » » Imam Husain Pasca Syahadah

Imam Husain Pasca Syahadah

Written By Unknown on Saturday, 23 April 2016 | 22:06:00


Pada hari itu juga, Umar bin Sa'ad melalui kurirnya, Khauli bin Yazid Al-Ashbahi dan Hamid bin Muslim Al-Azdi[1] mengirimkan kepala Al-Husain bin Ali as. kepada Ubaidillah bin Ziyad sebagai persembahannya. Tak cukup dengan itu, ia memerintahkan pasukannya untuk memenggal kepala para syuhada lainnya dan memberikannya kepada Syimr bin Dzil Jausyan, Qais bin Asy'ats dan 'Amr bin Hajjaj. Merekapun segera menempuh perjalanan menuju Kufah dengan membawa kepala-kepala suci korban kebiadaban pasukan Ibnu Ziyad.

Ibnu Sa'ad sendiri melewatkan hari itu di Karbala. Tengah hari berikutnya, ia bersama keluarga Al-Husain as. yang masih tersisa bergerak meninggalkan tempat itu. Para wanita ia tempatkan di atas unta tanpa alas dan atap. Wajah-wajah mereka menjadi tontonan para musuh Allah. Padahal mereka adalah pusaka Nabi yang paling mulia. Mereka digiring bagai tawanan perang dari Turki atau Rumawi dengan menanggung segala duka dan nestapa.

Sungguh tepat penyair yang berkata:
Seorang Nabi bani Hasyim dilimpahi salawat
Tapi cucunya ditawan, sungguh mengherankan[2].

Diriwayatkan bahwa kepala-kepala tentara Al-Husain yang berjumlah tujuh puluh delapan buah itu dibagi-bagikan di antara beberapa kabilah. Tujuannya adalah supaya mereka semua mendapat sedikit hadiah dari Ubaidillah bin Ziyad dan Yazid bin Mu'awiyah.

Bani Kindah datang dengan membawa tiga belas buah kepala, dipimpin oleh Qais bin Asy'ats
Bani Hawazin membawa dua belas buah kepala diketuai oleh Syimr bin Dzil Jausyan.
Bani Tamim membawa tujuh belas buah kepala.
Bani Asad membawa enam belas buah kepala.
Bani Midzhaj membawa tujuh buah kepala.
Dan orang-orang yang lain membawa tiga belas buah kepala.

Perawi berkata: Setelah Ibnu Sa'ad meninggalkan Karbala, sekelompok orang dari Bani Asad datang dan mensalati jasad-jasad suci yang bersimbah darah tersebut lalu menguburkannya di tempat yang ada sekarang ini.

Ibnu Sa'ad berjalan dengan tawanan Karbala. Ketika sampai di dekat kota Kufah, penduduk kota berduyun-duyun datang menonton tawanan yang sebenarnya adalah keluarga nabi mereka sendiri.

Perawi berkata: Seorang wanita Kufah dari atas atap bertanya, "Tawanan dari manakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah keluarga Nabi Muhammad saw. yang menjadi tawanan."

Mendengar itu, sang wanita langsung turun dan mengumpulkan kain, selendang dan kerudung yang ada lalu memberikannya kepada mereka. Dengan demikian, mereka kini dapat menutup badan mereka dengan sempurna.

Perawi berkata: Di antara para tawanan terdapat Ali bin Al-Husain as. yang kala itu sedang sakit sehingga kelihatan lemah. Juga Hasan bin Al-Hasan Al-Mutsanna[3] yang dengan penuh ketabahan membela paman dan imamnya, hingga menderita cukup banyak luka di tubuhnya[4]. Zaid[5] dan 'Amr[6], keduanya putra Al-Hasan as., juga bersama mereka.

Penduduk Kufah larut dalam ratapan dan tangisan. Ali bin Al-Husain as. berkata kepada mereka, "Kalau kalian meratapi dan menangisi kami, lalu siapa yang membantai kami?"

Basyir bin Khuzaim Al-Asadi[7] berkata: Aku melihat Zainab binti Ali as. saat itu. Tak pernah kusaksikan seorang tawanan yang lebih piawai darinya dalam berbicara. Seakan-akan semua kata-katanya keluar dari mulut Amirul Mukminin Ali as. Beliau memberi isyarat agar semuanya diam. Nafas-nafas bergetar. Suasana menjadi hening seketika. Beliau mulai berbicara:

"Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam atas kakekku Rasulullah Muhammad saw. dan keluarganya yang suci dan mulia.

Amma ba'du. Wahai penduduk Kufah! Wahai para pendusta dan licik. Untuk apa kalian menangis? Air mata ini tak akan berhenti mengalir. Tangisan tak akan cukup sampai di sini. Kalian ibarat wanita yang mengurai benang yang sudah dipintalnya dengan kuat hingga bercerai-berai kembali. Sumpah dan janji setia kalian hanyalah sebuah makar dan tipu daya.

Ketahuilah, wahai penduduk Kufah! Yang kalian miliki hanya omong kosong, cela dan kebencian. Kalian hanya tampak perkasa di depan wanita tapi lemah di hadapan lawan. Kalian lebih mirip dengan rumput yang tumbuh di selokan yang berbau busuk atau perak yang terpendam. Alangkah kejinya perbuatan kalian yang telah membuat Allah murka. Di neraka kelak kalian akan tinggal untuk selama-lamanya.

Untuk apa kini kalian menangis tersengguk-sengguk? Ya, demi Allah, banyaklah menangis dan sedikitlah tertawa, sebab kalian telah mencoreng diri kalian sendiri dengan aib dan cela yang tidak dapat dihapuskan selamanya. Bagaimana mungkin kalian dapat menghapuskannya sedangkan orang yang kalian bunuh adalah cucu penghulu para nabi, poros risalah, penghulu pemuda surga, tempat bergantungnya orang-orang baik, pengayom mereka yang tertimpa musibah, menara hujjah dan pusat sunnah bagi kalian.

Ketahuilah, bahwa dosa kalian adalah dosa yang sangat besar. Terkutuklah kalian! Semua usaha jadi sia-sia, tangan-tangan jadi celaka, dan jual beli membawa kerugian. Murka Allah telah Dia turunkan atas kalian. Kini hanya kehinaanlah yang selalu menyertai kalian.

Celakalah kalian wahai penduduk Kufah! Tahukah kalian, bahwa kalian telah mencabik-cabik jantung Rasulullah? Putri-putri beliau kalian gelandangkan dan pertontonkan di depan khalayak ramai? Darah beliau telah kalian tumpahkan? Kehormatan beliau kalian injak-injak? Apa yang telah kalian lakukan adalah satu kejahatan yang paling buruk dalam sejarah yang disaksikan oleh semua orang dan tak akan pernah hilang dari ingatan[8].

Mengapa kalian mesti keheranan menyaksikan langit yang meneteskan darah? Sungguh azab Allah di akhirat kelak sangat pedih. Di sana kalian tidak akan tertolong. Jangan kalian anggap remeh waktu yang telah Allah ulurkan ini. Sebab masa itu pasti akan datang dan pembalasan Allah tidak akan meleset. Tuhan kalian menyaksikan semua yang kalian lakukan."

Perawi berkata: Demi Allah, aku melihat orang-orang tertegun dan larut dalam tangisan. Tangan-tangan mereka berada di mulut mereka. Aku melihat seorang lelaki tua berdiri di sampingku sambil menangis hingga janggutnya basah. Ia berkata, "Demi ayah dan ibuku, kalian adalah sebaik-baik manusia. Keturunan kalian adalah sebaik-baik keturunan. Tak ada cela dan aib pada kalian."

Diriwayatkan dari Zaid bin Musa, dia berkata, "Ayahku menukilkan kepadaku apa yang dikatakan oleh kakekku as. Beliau berkata, Fatimah Sughra setelah memasuki ke kota Kufah, berpidato:

"Aku memuji Allah sebanyak butiran pasir dan kerikil, seberat 'arsy sampai tanah. Aku memuji-Nya, beriman dan bertawakkal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Aku menyaksikan bahwa keluarga Nabi, pembawa rahmat itu disembelih di tepi sungai Furat dan tidak ada orang yang datang untuk menuntut darahnya.

Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari melakukan kedustaan atas nama-Mu atau mengatakan atas nama-Mu hal-hal yang berlawanan dengan apa yang Kau perintahkan untuk menjaga wasiat Ali bin Abi Thalib as. Seorang yang hak-haknya dirampas lalu dibunuh di salah satu rumah Allah tanpa adanya kesalahan darinya sedikitpun -demikian juga hal yang dialami oleh putra Ali yang kemarin baru saja terbunuh-. Padahal di sana ada sekelompok orang yang di lisannya mengatakan bahwa mereka orang muslim dengan kepala yang tertunduk. Mereka tidak melindunginya dari kezaliman di masa beliau hidup maupun setelah kepergiannya. Sampai Engkau mengangkatnya ke sisi-Mu dengan jiwa yang mulia dan ruh yang suci.

Keutamaannya dikenal dan sikapnya ramai dipergunjingkan orang. Tak pernah ia gentar dalam menghadapi cacian dan cemoohan orang, dalam mencari ridha-Mu. Engkau bimbing ia menuju Islam kala ia masih kanak-kanak. Dan ketika telah menginjak usia dewasa, Kau bekali ia dengan segala keutamaan.

Dia selalu mengharap ridha-Mu dan ridha Rasul-Mu sampai Kau panggil ia menghadap-Mu. Hidupnya penuh dengan kezuhudan dan tidak pernah berlomba untuk mencari dunia. Hanya akhiratlah yang ia harapkan. Dia selalu berjuang di jalan-Mu. Sehingga Engkau meridhainya dan memilih serta membimbingnya ke jalan-Mu yang lurus.

Ammu ba'du. Hai ahli Kufah! Hai para penipu, orang-orang yang licik dan congkak! Kami Ahlul Bait kini tengah diuji oleh Allah hingga berhadapan dengan orang-orang seperti kalian. Dan Allah pun tengah menguji kalian dengan kami. Kami berhasil melalui ujian dengan hasil yang memuaskan. Sebagai ganjarannya Allah menganugerahi kami ilmu dan hikmah-Nya. Kamilah pemegang ilmu dan hikmah-Nya. Kamilah hujjah Allah atas seluruh penduduk bumi ini. Dialah yang telah memuliakan kami dengan kemurahan-Nya dan mengutamakan kami atas semua mahluk-Nya dengan menjadikan Muhammad, Nabi dan kekasih-Nya, dari golongan kami.

Tapi kalian malah mendustakan kami dan memperlakukan kami seperti memperlakukan orang-orang kafir. Kalian menganggap darah kami halal untuk ditumpahkan dan harta kamipun layak untuk dirampas. Seakan-akan kami ini orang-orang Turki atau Kabul. Hal seperti ini sudah pernah kalian lakukan terhadap kakek kami dahulu. Pedang-pedang kalian masih basah dengan darah kami, Ahlul Bait. Perbuatan kalian itu timbul karena dendam dan kedengkian kalian terhadap kami.

Kini kalian bersuka cita dan hati kalian berbunga-bunga. Sungguh yang kalian lakukan adalah suatu kedustaan besar atas nama Allah dan tipu daya akbar. Tapi ketahuilah bahwa Allah sebaik-baik yang berbuat makar dan tipu daya.

Jangan buru-buru terbawa rasa senang oleh apa yang kalian lakukan dengan menumpahkan darah dan merampas harta kami. Sebab semua musibah dan derita yang kami alami sudah termaktub di Kitab, sebelum Allah menciptakan mahluk-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Supaya kalian tidak kecewa karena hilangnya kesempatan atau bergembira atas apa yang kalian dapatkan. Allah tidak menyukai orang yang sombong dan congkak.[9]

Celaka kalian! Tunggulah datangnya kutukan dan azab yang akan segera turun atas kalian! Bencana dari langit akan datang bertubi-tubi. Kalian akan segera ditimpa azab. Kalian akan saling berperang satu sama lain. Lalu akan masuk ke neraka dengan siksaannya yang pedih di hari kiamat kelak, sebagai balasan atas kezaliman yang kalian lakukan terhadap kami. Ingatlah bahwa kutukan Allah pasti akan jatuh pada orang-orang zalim.

Celaka kalian! Tahukah apa yang telah kalian lakukan terhadap kami? Siapakah yang kalian bunuh? Kaki manakah yang kalian gunakan untuk maju memerangi kami?

Demi Allah, hati kalian telah berubah keras bagai batu. Perasaan kalian telah pekat. Hati kalian pun terkunci. Pendengaran dan penglihatan kalian telah tertutupi. Setan telah bermain-main dengan kalian, mendikte dan menutupi pandangan kalian. Karena itu, kalian telah menjadi sangat jauh dari hidayah Ilahi.

Celaka kalian, hai Ahli Kufah! Tahukah kalian hutang apa yang mesti kalian bayar pada Rasulullah saw.? Darah siapakah yang kalian tumpahkan dengan melawan saudaranya, Ali bin Abi Thalib as., kakekku, juga anak-anaknya dan keluarga Nabi yang suci? Lalu seorang dari kalian dengan bangga mengatakan:
Kami telah bunuh Ali dan anak-anak Ali
Dengan pedang Hindun dan seperangkat tombak
Kami tawan wanita mereka bak tawanan Turki
Kami bantai mereka dengan kemenangan telak

Semoga mulut itu menjadi sasaran hujan batu! Apakah kau bangga membantai mereka yang telah Allah sucikan dan bersihkan dari noda dan dosa sesuci-sucinya. Tunggu dulu! Jongkoklah kau seperti ayahmu berjongkok, karena semua orang akan mendapatkan segala ganjaran dari apa yang telah diperbuatnya.

Atau mungkin kalian iri dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepada kami ?

Celakalah kalian!
Apa dosaku jika lautku penuh air
Sedang lautmu kering, tak menutupi cacing laut

Itulah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah, Zat dengan karunia ynag agung. Siapa saja yang tidak Dia beri cahaya, tak akan mendapat cahaya[10]."

Suara tangisan meledak. Mereka berkata, "Cukuplah wahai putri orang-orang suci! Anda telah membakar hati kami, menyesakkan dada dan mengobarkan perasaan kami." Beliaupun diam.

Giliran Ummu Kultsum binti Ali as. berpidato di hari itu dari belakang tabir yang menutupinya. Dengan suara parau dan isak tangisnya, ia berkata,

"Hai Ahli Kufah! betapa kejinya perbuatan kalian! mengapa kalian sampai menghinakan Al-Husain dan membunuhnya, merampas harta, menawan keluarga dan menyakitinya? Celaka dan terkutuklah kalian!

Tahukah kalian siapakah orang-orang yang memperdaya kalian? Dosa apakah yang kalian pikul di pundak kalian? Darah siapakah yang kalian tumpahkan? Siapakah wanita mulia yang kalian zalimi? Siapakah putri kecil yang kalian rampok? Harta apakah yang kalian rampas? Kalian telah membunuh sebaik-baik lelaki setelah Rasulullah saw. Rasa belas kasihan telah sirna dari hati kalian. Ingatlah bahwa tentara Allah akan menang dan tentara setan akan merugi !"

Kemudian beliau melanjutkan:
"Kalian bunuh saudaraku yang tabah, celakalah kalian
Neraka dengan api berkobar adalah tempat kalian
Kalian tumpahkan darah yang telah Allah haramkan
Al-Quranpun melarangnya, juga Muhammad
Bergembiralah dengan api neraka, sebab kalian esok
Akan berada di dalamnya dengan panas yang sangat
Aku hidup menangisi dan meratapi saudaraku
Sebaik-baik manusia setelah Nabi sampai hari akhir
Air mata tak kunjung reda meski telah kuhapus
Membasahi pipi terus menerus tanpa henti"

Perawi berkata: Orang-orang riuh dengan tangisan, raungan dan ratapan. Para wanita menguraikan rambut mereka, menaburkan pasir di kepala, memukuli wajah, menampar pipi dan memanjatkan kutukan dan laknat atas para durjana. Sedangkan para lelaki menangis dan menarik-narik janggut mereka. Demi Allah, aku tak pernah menyaksikan orang sebanyak itu menangis bersama-sama.

Kemudian Imam Ali bin Al-Husain Zainul Abidin as. memberi isyarat agar mereka supaya mereka diam. Suasana hening seketika. Beliau bangkit dan berdiri. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT dan menyampaikan salawat dan salam kepada Nabi saw., beliau berkata,

"Wahai orang-orang sekalian! Siapa yang mengenalku berarti dia mengenalku. Dan yang tidak mengenalku, aku akan perkenalkan diriku. Aku Ali putra Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Aku putra dia yang disembelih di tepi sungai Furat tanpa ada orang yang datang menuntut balas atas kematiannya.

Aku putra dia yang diinjak-injak kehormatannya, ketenangannya dirampas, hartanya dirampok, dan keluarganya ditawan.

Aku putra dia yang dibunuh dengan penuh kesabaran. Ini cukup menjadi kebanggaanku.

Wahai orang-orang Kufah! Kuingatkan kalian kepada Allah. Tahukah kalian bahwa kalianlah yang menulis surat kepada ayahku, tapi kemudian kalian tipu beliau ? Kalian telah berjanji untuk setia dan membaiatnya lalu kalian perangi dan menghinakannya.

Celakalah kalian atas apa yang kalian lakukan pada diri kalian sendiri! Betapa busuknya pikiran kalian! Dengan mata apakah kalian akan memandang Rasulullah saw. ketika beliau bersabda kepada kalian, "Kalianlah yang telah membunuh keluargaku dan menginjak-injak kehormatanku. Kalian tidak masuk dalam golongan umatku."

Perawi berkata: Suara tangis kembali meledak dari segala penjuru. Masyarakat saling berkata satu dengan yang lain, "Tanpa kalian sadari kalian kini telah binasa."

Beliau melanjutkan, "Semoga Allah merahmati orang yang mau menerima nasehatku dan menjaga wasiatku tentang Allah, Rasul-Nya dan Ahlul Bait. Karena Rasulullah adalah teladan yang baik bagi kita semua."

Serempak mereka menjawab, "Wahai putra Rasulullah! Kami siap untuk mendengar, mentaati dan menjaga janji kami padamu. Tak akan kami biarkan anda seorang diri. Kami tidak akan memusuhimu. Pilihan kami adalah apa yang anda pilih. Semoga Allah merahmati anda. Kami akan perangi orang-orang yang anda perangi dan berbuat baik kepada siapa saja yang anda perlakukan dengan baik. Kalau perlu kami akan seret Yazid dan berlepas diri dari orang-orang yang menzalimi anda dan menzalimi kami."

Beliau berkata, "Tidak mungkin kalian akan melakukan apa yang kalian katakan itu. Kalian adalah orang-orang licik dan pembuat makar. Kalian telah dihalang-halangi oleh syahwat dan hawa nafsu. Atau mungkin kalian akan memperlakukan aku seperti kalian memperlakukan ayahku kemarin? Demi Allah, hal itu tidak mungkin terjadi. Luka di hati ini belum sembuh. Baru saja ayahku dibantai bersama keluarganya. Aku belum dapat melupakan kesedihan Rasulullah, ayahku dan saudara-saudaraku. Aku belum dapat melupakan kemarahannya di tenggorokanku, kegetirannya di kerongkonganku dan kesedihannya yang merasuk menyesakkan dadaku. Aku hanya berharap kalian tidak berpihak pada kami dan tidak memerangi kami."

Kemudian beliau as. berkata,
"Tak heran Al-Husain dibunuh karena orang tuanya
yang lebih baik darinya dan lebih mulia
Jangan dulu gembira, hai ahli Kufah dengan apa
yang menimpa Al-Husain, hal itu lebih besar rasanya
Dialah korban di tepi Furat, jiwaku tebusannya
Ganjaran orang yang menzaliminya adalah neraka"

"Kami hanya akan puas dengan kalian bila kepala dibalas dengan kepala. Tak ada hari yang bersahabat dengan kami atau memusuhi kami" kata beliau lagi.

Perawi berkata: Ibnu Ziyad duduk di atas singgasana di istananya yang megah. Sesuai dengan perintahnya, izin masuk ke istana untuk menghadiri pertemuan yang ia adakan diberikan untuk umum. Kepala suci Al-Husain as. di bawa ke hadapannya bersama dengan para wanita keluarga Al-Husain as. dan anak-anaknya.

Zainab binti Ali as. duduk dengan wajah yang sulit dikenali. Ibnu Ziyad bertanya, "Siapakah dia ?" Terdengar jawaban, "Dia Zainab binti Ali."

Ibnu Ziyad berpaling kepadanya dan berkata, "Puji syukur kepada Allah yang telah mempermalukan kalian dan membuka kedok kebohongan kalian."

Zainab menjawab, "Yang sebenarnya dipermalukan adalah orang fasik dan yang mempunyai kebohongan adalah para pendosa, bukan kami."

Ibnu Ziyad menyahut, "Bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah Allah lakukan terhadap saudara dan keluargamu ?"

"Aku tidak melihat ketentuan Allah kecuali indah. Mereka adalah sekelompok orang yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk mati terbunuh. Merekapun bergegas menuju kematian itu. Allah kelak akan mempertemukanmu dengan mereka. Kelak kau akan dihujani pertanyaan dan disudutkan. Lihatlah, siapa pemenang di hari itu! Semoga ibumu memakimu, hai anak Marjanah!"

Perawi berkata: Ibnu Ziyad marah bukan kepalang. Hampir saja ia mengambil keputusan membunuh Zainab.

'Amr bin Huraits[11] segera menegurnya, "Tuan, dia hanya seorang wanita. Seorang wanita tidak akan dihukum karena kata-katanya."

Kepada Zainab, Ibnu Ziyad berkata, "Allah telah menyembuhkan luka hatiku dari Al-Husain, si durjana, juga para pendosa dan pembangkang dari keluargamu."

Zainab menyahut, "Sungguh kau telah membunuh pemimpinku, memotong rantingku dan mencabut pokokku. Jika kesembuhanmu adalah hal itu, berarti engkau telah sembuh."

Ibnu Ziyad berkata lagi, "Wanita ini memang ahli dalam bersajak. Dulu ayahnya juga seorang penyair."

"Hai Ibnu Ziyad! Untuk apa wanita bersajak," sergah Zainab.

Ubaidillah menoleh ke arah Ali bin Al-Husain as. dan bertanya, "Siapa dia ?"

Ada yang menjawab, "Dia adalah Ali bin Al-Husain."

"Bukankah Allah telah membinasakan Ali bin Al-Husain ?" tanyanya.

Ali bin Al-Husain as. mejawab, "Aku mempunyai saudara yang juga bernama Ali bin Al-Husain. Dialah yang dibantai oleh orang-orangmu."

"Allahlah yang telah membunuhnya," bantah Ibnu Ziyad.

Beliau menjawab,

الله يتوفى الأنفس حين موتها

"Allahlah yang mematikan jiwa-jiwa ketika ajalnya telah tiba."

"Lancang benar mulutmu berani membantah kata-kataku," hardik Ibnu Ziyad. "Seret dan penggal kepalanya!"

Zainab, bibi Ali bin Al-Husain, ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Ibnu Ziyad, berseru, "Hai Ibnu Ziyad! Kau tak mau menyisakan seorangpun untuk kami? Jika kau mau membunuhnya bunuh aku sekalian !"

Imam Ali bin Al-Husain as. berkata kepada bibinya, "Bibi, diamlah! Biar aku yang berbicara dengannya." Beliau berpaling kepada Ibnu Ziyad dan berkata, "Hai Ibnu Ziyad! Jangan kau takut-takuti aku dengan kematian! Tahukah kau bahwa kematian adalah hal yang biasa bagi kami. Bahkan kebahagian kami akan terasa lebih sempurna dengan kematian sebagai syahid."

Ibnu Ziyad memerintahkan para pengawalnya untuk memindahkan Ali bin Al-Husain as. dan tawanan yang lain ke suatu tempat di sebelah mesjid raya kota.

Zainab binti Ali berkata, "Jangan sampai ada seorang pun wanita Arab yang masuk ke tempat kami kecuali hamba sahaya. Karena mereka juga pernah ditawan seperti kami sekarang ini."

Kemudian Ubaidillah bin Ziyad memerintahkan agar kepala suci Al-Husain as. diarak keliling di lorong-lorong kota Kufah.

Di sini saya merasa perlu untuk menuliskan apa yang dikatakan oleh sebagian orang yang perpikiran sehat saat meratapi korban pembantaian dari keluarga suci Rasulullah saw. ini:
Kepala anak putri Nabi dan washinya
Di atas tombak menjadi bahan tontonan
Muslimin mendengar dan menyaksikannya
Tapi, tak ada protes ataupun keluhan
Semoga mata saksikan dirimu jadi buta
Dan telinga yang mendengar menjadi tuli
Kau buka banyak mata sedang kau terlelap
Kau tutup mata yang tak sedih atas deritamu
Tak satupun taman kecuali berharap
Agar kau disana dan menjadi kuburmu

Perawi berkata: Ibnu Ziyad naik ke atas mimbar. Setelah memanjatkan puji syukur ke hadirat-Nya, ia berpidato. Di antara isi khotbahnya adalah:

"Segala puji bagi Allah yang telah menampakkan kebenaran dan orang-orangnya sekaligus memberikan kemenangannya kepada Amirul Mukminin Yazid bin Mu'awiyah dan para pengikutnya dengan membinasakan pendusta putra pendusta."

Belum sempat ia meneruskan kata-katanya, tiba-tiba Abdullah bin 'Afif Al-Azdi[12] -seorang pengikut Ahlul Bait yang setia dan seorang yang zuhud. Matanya yang kiri cacat di perang Jamal dan yang satunya lagi di perang Shiffin. Pekerjaan sehari-harinya hanya duduk di mesjid agung kota dan sholat di dalamnya hingga malam tiba- bangkit dan berseru,

"Hai anak Marjanah! Pendusta anak pendusta itu adalah kau dan ayahmu, juga orang yang menempatkanmu di sini berikut ayahnya. Hai musuh Allah! Tidak cukupkah kau membunuh anak Nabi sehingga naik ke atas mimbar kaum muslimin dan berbicara seenaknya ?"

Perawi berkata: Ibnu Ziyad naik pitam dan berseru, "Siapa orang yang lancang membuka mulutnya ini ?"

"Akulah yang berbicara tadi, hai musuh Allah," jawabnya. "Apakah setelah membantai keturunan suci Rasulullah saw. yang telah Allah bersihkan dari segala noda dan dosa kau masih mengaku sebagai muslim ?

Oh, di manakah gerangan anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar yang akan membalas perbuatanmu dan pemimpinmu si laknat anak orang terlaknat itu ?"

Perawi berkata: Kemarahan Ibnu Ziyad makin memuncak, hingga urat-urat lehernya bertonjolan keluar. "Seret ia kemari!", perintahnya dengan galak. Para pengawal segera menghampiri dan mengepung dari segala penjuru untuk menangkapnya. Para pemuka bani Azd, sepupu-sepupu Abdullah bangkit menyelamatkannya dari tangkapan tentara Ibnu Ziyad lalu mengeluarkannya dari mesjid dan mengantarnya pulang ke rumah.

Dengan geram Ibnu Ziyad berkata, "Cepat pergi ke rumah orang buta ini. -orang buta keluarga Adz ini. Semoga Allah membutakan hatinya seperti membutakan matanya- dan bawa dia kemari!"

Para pengawal segera pergi menuju rumah Abdullah. Bani Azd yang mendengar berita ini bergegas menyusul mereka ke sana bersama beberapa kabilah Yaman untuk menyelamatkan saudara mereka itu.

Berita sampai ke telinga Ubaidillah bin Ziyad. Ia lantas mengumpulkan kabilah bani Mudhar bergabung dengan pasukan Muhammad bin Asy'ats dan memerintahkan mereka untuk membabat habis orang-orang tadi.

Perawi berkata: Kedua belah pihak terlibat pertempuran yang sengit. Beberapa orang jatuh sebagai korbannya.

Pasukan Ibnu Ziyad berhasil maju dan mendesak mereka sampai mendekati rumah Abdullah bin 'Afif. Setelah mendobrak pintu rumah, mereka berhamburan masuk ke dalamnya dan menyerbu tuan rumah.

"Ayah, musuh telah datang seperti yang kua cemaskan," jerit putri Abdullah.

Sang ayah menyahut, "Tenanglah! Tak akan terjadi apa-apa terhadapmu. Ambilkan pedangku!"

Pedang kini berada di tangan Abdullah. Dengan lincahnya ia memainkan pedang dan mempertahankan diri dari serangan musuh sambil berkata,

"Aku putra orang mulia dan terhormat

'Afif, ayahku dan aku putra Ummu Amir

Berapapun kalian, berbaju besi atau tidak

Juga jawara akan lemah saat bertempur"

Putri Abdullah berkata, "Jika saja aku seorang lelaki, akan kuhabisi orang-orang keparat yang telah membunuh keluarga Nabi ini."

Pasukan mengepungnya dari segala arah. Abdullah sibuk membela diri. Tak ada seorangpun yang mampu menaklukkannya. Setiap ada yang datang dari satu arah, sang anak berseru, "Ayah, mereka datang dari arah ini."

Mereka kemudian mengepungnya dan menyerang secara bersamaan. Sang anak yang setia berseru, "Oh malangnya ayahku! Dia kini dikepung dari segala arah tanpa ada yang datang menolongnya."

Mengetahui hal itu, Abdullah memutar-mutarkan pedangnya sambil berkata,

"Aku bersumpah jika kudapat melihat

Kalian semua akan terdesak olehku"

Perawi berkata: Keadaan ini berlangsung beberapa saat sampai akhirnya mereka berhasil menangkapnya. Kemudian Abdullah dibawa menghadap Ubaidillah bin Ziyad. Ketika melihatnya, Ibnu Ziyad berkata, "Puji syukur kepada Allah yang telah menghinakanmu."

"Hai musuh Allah! Dengan apa gerangan Allah menghinakanku seperti yang kau katakan tadi ?", jawab Abdullah bin 'Afif

"Aku bersumpah jika kudapat melihat

kalian semua akan terdesak olehku"

"Hai Abdullah! Apa pendapatmu mengenai Amirul Mukminin Utsman bin Affan[13]," tanya Ibnu Ziyad.

"Hai budak bani 'Ilaj! Hai putra Marjanah! Apa hubunganmu dengan Utsman, baikkah ia atau jelek, shalehkah ia atau fasik. Allahlah yang menangani segala urusan hamba-Nya. Dialah yang menjadi hakim di antara mereka dan Utsman dengan segala keadilan dan kebenaran. Lebih baik kau tanyakan kepadaku tentang dirimu, ayahmu, juga Yazid dan ayahnya," jawab Abdullah.

Ibnu Ziyad dengan geram berkata, "Demi Allah, aku tidak akan bertanya apapun lagi kepadamu, sampai kau mati perlahan-lahan."

Abdullah bin 'Afif menjawab, "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Ketahuilah! Dulu aku selalu memohon kepada Allah, Tuhanku, agar aku dianugerahi-Nya syahadah, jauh sebelum kau lahir. Aku juga memohon kepada-Nya agar aku mati di tangan orang yang paling terkutuk dan yang paling Dia benci. Sewaktu kedua mataku tidak dapat melihat lagi, aku putus asa untuk meraih syahadah. Tapi sekarang, Alhamdulillah, Dia memberiku karunia itu setelah aku putus asa dan menunjukkan kepadaku bahwa doaku telah dikabulkan-Nya."

"Penggal kepalanya!" perintah Ibnu Ziyad. Kepala Abdullah bin 'Afif melayang. Lalu badannya disalib di Sabkhah[14].

Perawi berkata: Ubaidillah bin Ziyad menulis surat kepada Yazid bin Mu'awiyah untuk memberitahunya berita terbunuhnya Al-Husain bin Ali as. dan keadaan keluarga beliau. Surat yang sama juga ia kirimkan kepada 'Amr bin Said bin 'Ash[15], gubernur Madinah.

'Amr setelah menerima surat kiriman Ibnu Ziyad tersebut, langsung naik ke atas mimbar dan memberitahu penduduk kota Madinah akan apa yang telah terjadi terhadap diri cucu Rasulullah saw. Jerit tangis bani Hasyim tak terbendung lagi. Acara berkabung dilaksanakan oleh semua. Zainab[16] binti Aqil bin Abi Thalib meratapi kematian Al-Husain saw. dan berkata,

"Apa yang kan kalian katakan jika Nabi bertanya

Sebagai akhir umat, apa yang telah kalian lakukan?
Terhadap anak dan keluargaku sepeninggalku
Kalian tawan mereka dan bantai bersimbah darah
Inikah balasan ajakan dan nasehatku
Dengan perbuatan keji terhadap keluargaku"

Ketika malam tiba, penduduk kota Madinah mendengar suara yang mengatakan:
"Hai para pembunuh Al-Husain dengan kejam
bersiap-siaplah mendapat azab dan balasan
Semua yang di langit menangisinya
Baik nabi, syahid maupun rasul utusan[17]
Terkutuklah kalian lewat lisan putra Daud
Juga Musa dan Isa pembawa injil Tuhan"

Adapun Yazid bin Mu'awiyah, sewaktu surat Ibnu Ziyad sampai ke tangannya, setelah membaca dan mengetahui isinya, segera menulis surat jawaban kepada Ubaidillah dan memerintahkannya untuk segera mengirimkan kepala Al-Husain as. dan para syuhada lainnya bersama dengan para tawanan dan barang peninggalan beliau kepadanya.

Ibnu Ziyad memanggil Muhaffar bin Tsa'labah Al-'Aidzi[18] dan menyerahkan kepala-kepala suci tersebut bersama para tawanan kepadanya. Muhaffar menggelandang mereka sampai ke Syam seperti menggelandang tawanan kafir. Wajah para wanita tersebut menjadi tontonan penduduk kota-kota yang mereka lalui.

Ibnu Lahi'ah[19] dan yang lainnya bercerita tentang sesuatu yang kami nukilkan di sini seperlunya saja. Dia berkata:

"Suatu hari aku sedang thawaf di Ka'bah. Tiba-tiba pandanganku jatuh pada seseorang yang sedang berdoa. Dalam doanya tersebut ia berkata, "Ya Allah, ampunilah aku! Tapi Engkau tidak mungkin akan mengampuniku."

Kepadanya kukatakan, "Hai hamba Allah, takutlah kepada-Nya dan jangan kau ulangi lagi kata-katamu itu ! Walaupun dosa-dosayang telah kau lakukan itu seluas negeri ini dan sebanyak daun seluruh pohon yang ada, lalu engkau meminta ampunan dari Allah, Dia pasti akan mengampunimu. Karena Dia Maha Pengampun dan Penyayang."

Ia menoleh kepadaku dan berkata, "Mendekatlah kemari, sehingga aku bisa bercerita kepadamu apa yang terjadi pada diriku."

Aku mendekat. Dia kemudian memulai pembicaraannya dan berkata,

"Ketahuilah bahwa aku termasuk salah satu dari lima puluh orang yang membawa kepala Al-Husain as. ke Syam. Setiap sore kami beristirahat dan meletakkan kepala tersebut di dalam peti dan asyik menenggak arak mengelilingi peti tersebut. Kawan-kawanku asyik minum-minuman sampai malam hari, hingga mabuk. Aku sendiri tidak ikut bergabung dengan mereka.

Ketika malam tiba, aku mendengar suara petir menyambar dan kilat yang menerangi angkasa. Tiba-tiba kulihat pintu langit terbuka. Tampaklah Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Ishaq, Isma'il dan Nabi kita Muhammad saw. disertai Jibril dan sekelompok malaikat.

Jibril mendekati peti tempat kepala Al-Husain as. berada, lalu mengeluarkan kepala tersebut, mendekap dan menciuminya. Para Nabi melakukan hal yang sama. Nabi Muhammad saw. tak kuasa menahan tangisnya menyaksikan kepala cucunya tercinta, Al-Husain as,. yang kini tanpa badan dan terbaring di padang sahara. Para Nabi menghibur beliau.

Kepada beliau Jibril berkata, "Wahai Muhammad, Allah memerintahkanku untuk mematuhi semua perintahmu mengenai umatmu ini. Jika kau perintahkan, akan kugoncang tempat tinggal mereka dan kujadikan bagian atasnya menjadi bagian bawah sehingga mereka terhimpit di tengah-tengahnya, seperti yang kulakukan terhadap kaum Luth."

Nabi saw. menjawab, "Tidak, wahai Jibril. Mereka akan berhadapan sendiri denganku di depan mahkamah Allah kelak di hari kiamat."

Setelah itu para malaikat mendatangi kami untuk menghabisi kami. Aku berteriak, "Ya Rasulullah, tolonglah aku."

Beliau menjawab,"Pergilah! Allah tidak akan mengampunimu[20]."[21]

Perawi berkata: Mereka bergerak dengan membawa serta kepala Al-Husain as. dan para tawanan menuju Syam. Sewaktu mereka hampir sampai di kota Damaskus, Ummu Kultsum mendekati Syimr – salah seorang yang ikut dalam rombongan itu – dan berkata, "Aku ada urusan denganmu."

"Apa keperluanmu ?", tanyanya.

Beliau menjawab, "Jika nanti kita sampai di kota, lewatkanlah kami lorong-lorong yang sepi, sehingga tidak banyak mata yang menonton kami. Kemudian perintahkan pasukanmu untuk memisahkan kepala-kepala ini dari bawaan mereka dan menjauhkannya dari kami. Kami sudah cukup tersiksa dengan banyaknya mata yang memandang kami dalam keadaan seperti ini."

Menanggapi permintaan itu, Syimr memerintahkan pasukannya untuk menancapkan kepala-kepala suci tersebut di ujung tombak tepat di tengah-tengah rombongan dan barang bawaan mereka -untuk lebih menunjukkan sikap keji dan kekufurannya- dan melewati jalan yang ramai untuk mempertontonkan para tawanan di depan khalayak ramai. Sesampainya mereka di pintu kota Damaskus, mereka berhenti di jalan menuju pintu mesjid Jami', tempat para tawanan diistirahatkan.

Diriwayatkan bahwa sebagian tabi'in setelah menyaksikan kepala Al-Husain as., mengurung diri selama sebulan, menghindar dari kawan-kawannya. Sewaktu mereka menemukannya dan menanyakan penyebab tindakan itu, ia menjawab, "Tidakkah kalian melihat apa yang kita alami ini?" Kemudian ia bersenandung:
Mereka datang membawa kepala cucu Muhammad
Yang telah berlumuran dengan darahnya
Seakan dengan membunuhmu, wahai cucu Muhammad
Mereka membunuh Rasul dengan sengaja
Mereka bunuh engkau dengan dahaga tanpa perduli
Padahal mereka telah mengubur Al-Quran dan ilmu
Mereka berseru bahwa engkau telah terbunuh
Padahal mereka juga mengubur takbir dan tahlil

Perawi berkata: Seorang lelaki tua datang mendekati para tawanan keluarga Al-Husain as. dan berkata, "Puji syukur ke hadirat Allah yang telah membinasakan kalian, menjadikan dunia ini aman dari kekacauan yang kalian buat dan memberi kesempatan kepada Amirul Mukminin untuk menghabisi kalian."

Ali bin Al-Husain as. bertanya kepada orang itu, "Hai syekh, apakah anda pernah membaca Al-Quran ?"

"Ya,"jawabnya.

"Tahukah anda ayat ini:

قل لا أسألكم عليه أجرا الا المودة في القربى

"Katakanlah: Aku tidak meminta sesuatu upahpun dari kalian atas seruanku ini kecuali kasih sayang kalian kepada keluargaku.[22]"

"Ya, ayat ini sudah pernah aku baca,"jawabnya.

"Kamilah yang keluarga Nabi saw. yang dimaksudkan ayat itu. Hai Syekh, pernahkah kau membaca ayat yang ada di surath bani Israil ini:

وآت ذا القربى حقه

"Berikanlah kepada keluarga dekat hak-hak mereka[23]," tanya beliau lagi.

"Ya, aku pernah membacanya,"jawab orang tua itu.

"Kamilah keluarga yang dimaksud ayat itu. Hai Syekh pernahkah kau membaca ayat ini:

واعلموا أنما غنمتم من شيء فأن لله خمسه وللرسول ولذي القربى

""Ketahulah bahwa sesungguhnya apa saja yang kalian dapatkan sebagai ghanimah, maka seperlimanya adalah milik Allah, Rasul, keluarga dekat Rasul …[24]", tanya beliau lagi.

"Ya," sahut si syekh.

"Kamilah keluarga dekat Rasul itu. Hai Syekh, pernahkah kau membaca ayat:

انما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا

"Sesungguhnya Allah berkehendak untuk menghilangkan dosa kalian, wahai Ahlul bait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.[25]"

"Ya, aku pernah membacanya," jawabnya mantap.

Beliau berkata, "Kamilah Ahlul Bait yang telah Allah istimewakan dalam ayat thaharah ini, wahai Syekh."

Perawi selanjutnya berkata: Pak tua itu terdiam menyesali kata-kata yang telah keluar dari mulutnya itu dan berkata, "Bersumpahlah demi Allah bahwa kalian adalah mereka yang disebutkan dalam ayat-ayat tadi !"

Ali bin Al-Husain as. menjawab, "Demi Allah, tanpa diragukan lagi, kami adalah mereka. Demi kakek kami Rasulullah, kamilah mereka yang dimaksudkan oleh ayat-ayat itu."

Orang tadi menangis sejadi-jadinya seraya melemparkan serban yang dikenakannya. Lalu mengangkat kepala ke atas dan berkata, "Ya Allah, aku berlepas tangan dari musuh-musuh keluarga Muhammad, baik jin maupun manusia." Kemudian ia berpaling ke Ali bin Al-Husain as. dan berkata, "Masih adakah kesempatanku untuk bertaubat ?"

Beliau menjawab, "Tentu, jika kau benar-benar mau bertaubat, Allah pasti akan menerimanya dan kau akan bersama kami."

"Aku kini bertaubat," ujarnya.

Berita mengenai orang tua tersebut sampai ke telinga Yazid bin Mu'awiyah. Dengan perintahnya, orang tersebut dibunuh.

Perawi berkata: Barang-barang milik Al-Husain as., para wanita dan keluarganya yang masih tersisa, dihadapkan kepada Yazid bin Mu'awiyah dengan kaki dan tangan yang terbelenggu.

Ketika para tawanan yang dengan keadaan mengenaskan itu sampai di hadapan Yazid, Ali bin Al-Husain as. berkata kepadanya,

"Hai Yazid, kuingatkan kau pada Allah. Menurutmu apa yang bakal terjadi jika Rasulullah melihat kami dalam keadaan yang seperti ini?"

Yazid memerintahkan pengawalnya untuk melepaskan belenggu yang mengikat para tawanan.

Kemudian kepala suci Al-Husain as. diletakkan di hadapannya, sedangkan para wanita berada di belakangnya supaya tidak melihat langsung kepala itu. Tetapi Ali bin Al-Husain bisa menyaksikan kepala sang ayah dengan jelas. Dan sejak saat itu, beliau tidak pernah memakan kepala apapun juga.

Adapun Zainab, sewaktu pandangannya jatuh ke kepala Al-Husain as., ia langsung menarik-narik bajunya dan menjerit histeris dengan suara yang menyayat hati, "Oh Husain! Oh kekasih Rasulullah! Oh putra Mekah dan Mina! Oh putra Fatimah Zahra, penghulu para wanita ! Oh anak putri Mustafa!"

Perawi berkata: Demi Allah, dengan jeritannya itu, seluruh orang yang hadir di majlis Yazid, hanyut dalam tangisan. Yazid hanya terdiam membisu.

Seorang wanita dari bani Hasyim yang tinggal di istana Yazid meratapi Al-Husain as. dan berkata, "Oh Husain! Oh sang kekasih Allah! Oh tuanku! Oh pemimpin Ahlul Bait! Oh putra Muhammad! Oh pengayom para janda dan anak yatim! Oh korban kebiadaban anak-anak sundal!"

Perawi berkata: Mereka yang mendengarnya menangis terisak-isak.

Yazid mengambil tongkat kayunya. Dengan tongkat tersebut, ia memukul-mukul wajah dan menusul-nusuk gigi seri Al-Husain as.

Melihat itu, Abu Barzah Al-Aslami[26] bangkit dan berseru, "Hai Yazid, celakalah kau! Gampangnya kau memukul-mukul gigi seri Al-Husain dengan tongkatmu itu? Aku bersumpah bahwa dulu aku sering melihat Nabi saw. menciumi mulut Al-Husain dan abangnya, Al-Hasan, seraya bersabda,

"Kalian berdua adalah dua penghulu pemuda ahli surga. Semoga Allah membinasakan orang yang membunuh kalian, melaknat dan menyiapkan untuknya tempat di neraka yang merupakan seburuk-buruk tempat kembali."

Perawi berkata: Yazid naik pitam dan memerintahkan para pengawalnya untuk mengeluarkan Abu Barzah dari majlis. Iapun lantas diseret keluar istana.

Selanjutnya Yazid mendendangkan bait-bait syair Ibnu Zi'bari[27] yang mengatakan:
Andai saja nenek moyangku di Badar menyaksikan
Betapa paniknya Khazraj menghindari tikaman
Niscaya mereka kan bersuka cita ceria
dan berkata, Hai yazid kau luar biasa
Kami bantai mereka hingga pemimpin tertinggi
Hutang kita di Badar lunaslah kini
Hasyim hanya bermain dengan kekuasaan
Padahal tak ada berita atau wahyu Tuhan
Jangan sebut aku dari Khandaf jika tak kuasa
Membalas Ahmad, dengan anak cucunya

Perawi berkata: Zainab binti Ali bangkit dan berkata, "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat atas Muhammad dan keluagranya. Maha benar Allah kala berfirman,

ثم كان عاقبة الذين أساؤو السوآى أن كذبوا بآيات الله وكانوا بها يستهزءون

"Kemudian, akhir cerita dari orang-orang yang melakukan kejahatan adalah azab yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan selalu mempermainkannya."[28]

Hai Yazid, kau kira dengan menyiksa kami sedemikian rupa dan menggiring kami seperti menggiring hamba-hamba sahaya, kami lantas menjadi hina di sisi Allah dan engkau menjadi mulia? Atau mungkin dengan perbuatanmu itu, kau mendapatkan derajat yang istimewa di sisi-Nya? Sehingga kau sombongkan dirimu dengan segala kebanggaan, karena melihat dunia tengah berpihak kepadamu, semua urusanmu mudah, sedangkan kami kini tak memiliki kekuasaan apapun? Nanti dulu, jangan tergesa-gesa! Lupakah kau bahwa Allah SWT telah berfirman:

ولا يحسبن الذين كفروا أنما نملي لهم خير لأنفسهم انما نملي لهم ليزدادوا اثما ولهم عذاب مهين

"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir mengira bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik buat mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka supaya dosa mereka bertambah. Dan bagi mereka azab yang menghinakan."[29]

Hai Ibn thulaqa'[30], adilkah tindakanmu memberikan pakaian yang layak kepada istri-istri dan hamba sahayamu, sedang putri-putri Rasulullah kau giring sebagai tawanan? Pakaian mereka compang-camping. Wajah mereka terbuka. Musuh-musuh menggiring mereka dari satu kota ke kota lainnya. Mereka menjadi bahan tontonan khalayak ramai. Wajah-wajah mereka dipandang oleh semua orang. Tak ada lelaki yang menjaga kehormatan mereka dan menjadi penolong.

Bagaimana mungkin anak orang yang memuntahkan hati orang-orang mulia dan dagingnya tumbuh dari darah para syuhada, dapat diharapkan perlindungannya ?

Bagaimana mungkin orang yang melihat kami dengan mata permusuhan, kebencian dan kedengkian, dikatakan sebagai orang yang bernaung di bawah atap hidayah kami, Ahlul Bait ?

Lalu dengan enaknya kau katakan,
Niscaya mereka kan bersuka cita ceria
dan berkata, Hai Yazid kau luar biasa

Kau katakan itu sambil memukul-mukulkan tongkatmu di mulut dan gigi seri Abu Abdillah Al-Husain as., penghulu pemuda ahli surga.

Pantas sekali kata-kata ini keluar dari mulutmu yang kotor itu. Bukankah kau yang telah menambah luka hati kami dengan menumpahkan darah cucu Muhammad saw., bintang-bintang di bumi dari keluarga Abdul Mutthalib. Lalu kau berbicara dengan nenek moyangmu dan mengira bahwa kau dapat memanggil mereka ?!

Tak lama lagi kau pun akan menyusul mereka. Saat itulah kau akan menyesali perbuatanmu dan berharap agar kau bisu dan lemah, hingga tak dapat mengucapkan kata-katamu itu dan tak melakukan kekejaman yang telah kau lakukan terhadap kami.

Ya Allah, ambillah hak-hak kami. Balaslah kezaliman yang telah mereka perbuat terhadap kami! Jatuhkanlah kemurkaanmu kepada mereka yang telah menumpahkan darah kami dan membantai para pelindung kami !

Hai Yazid, demi Allah, apa yang kau lakukan itu tidak lain hanyalah menguliti dirimu dan mencincang dagingmu sendiri. Kelak kau akan berhadapan dengan Rasulullah saw. dengan memikul dosamu menumpahkan darah cucu beliau dan menginjak-injak kehormatan beliau lewat apa yang kau lakukan terhadap keluarganya. Itu akan terjadi setelah sebelumnya Allah memberi kekuasaan kepda mereka dan mengembalikan hak-hak mereka sepenuhnya.

ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربهم يرزقون

"Dan janganlah kau kira mereka yang gugur di jalan Allah itu mati, mereka hidup di sisi Tuhan mereka dan mendapat rizqi"[31]

Cukup Allah yang menghukumi, Muhammad yang menuntut dan Jibril yang membantu beliau. Saat itulah, orang yang mengangkatmu dan mendudukkanmu di singgasana kepemimpinan atas kaum muslimin sadar akan apa yang sebenarnya terjadi. Hal yang amat buruklah yang akan dialami oleh orang-orang zalim. Kau akan tahu siapakah sebenarnya yang memiliki tempat terburuk dan penolong sedikit.

Jika kata-kataku ini dapat mengakibatkan petaka bagiku karena merendahkanmu, membesarkan kejahatanmu dan mencacimu, aku siap menerimanya. Inilah yang keluar dari mata yang letih menangis dan dada yang terasa sesak dan panas.

Ketahuilah! Hal yang mengherankan adalah bahwa orang-orang mulia, para pecinta Allah, gugur di tangan orang-orang thulaqa'. Tangan-tangan kotor itu telah berlumuran oleh darah kami. Mulut-mulut mereka mengunyah dan melumat daging kami. Jasad-jasad suci ini menjadi rebutan mereka, pencari kesempatan. Bila kini kau rampas semua hak kami, ketahuilah, bahwa tak lama lagi kau akan melihat bahwa kesuksesan dan kemenangan ada di pihak kami di saat kau tak memiliki apapun juga kecuali amal perbutan jahatmu. Allah tidak akan berbuat zalim kepada para hamba-Nya. Hanya Dialah yang dapat memberikan pertolongan.

Silahkan, lakukanlah apa yang kau inginkan. Demi Allah, kau tak akan pernah bisa menghapuskan nama baik kami atau memadamkan wahyu yang turun kepada kami. Kau tidak akan pernah mengungguli kami dan tidak akan dapat menghilangkan cela yang kau lakukan.

Akal busuk, kekuasaan dan kekuatanmu tak akan berarti apa-apa di saat terdengar suara yang menyerukan, "Ketahuilah bahwa laknat dan kutukan Allah telah dijatuhkan atas orang-orang zalim."

Segala puji bagi Allah yang telah menutup umur orang pertama kami dengan kebahagiaan dan ampunan, dan orang terakhir kami dengan kematian syahid dan rahmat.

Kepada Allah aku memohon, agar Dia menyempurnakan pahala mereka, menambah cucuran rahmat-Nya kepada mereka dan memperlakukan kami dengan baik setelah kepergian mereka. Dia Maha pengasih dan penyayang. Bagi kami cukuplah Allah, Dia sebaik-baik yang mengatur urusan hamba-Nya.

Yazid, dengan nada mengejek, berkata:

Ini hanya jeritan dari mulut wanita
Betapa ringan maut bagi wanita berduka

Perawi berkata: Yazid bermusyawarah dengan para penasehatnya perihal apa yang mesti ia perbuat terhaadap para tawanan itu.

Mereka menjawab, "Tuan, jangan sampai anjing liar dan buas mempunyai anak."

Nu'man bin Basyir menyela, "Cobalah lihat bagaimana Rasulullah memperlakukan mereka. Kaupun melakukan yang demikian."

Seorang penduduk Syam ketika pandangannya jatuh pada Fatimah binti Al-Husain as. berkata, "Wahai Amirul Mukminin, kalau boleh aku meminta gadis ini sebagai budak."

Mendengar Fatimah mendekap Zainab, bibinya, dan berkata, "Bibi, setelah aku jadi yatim, aku hendak dijadikan budak."

Zainab menenangkannya dan berkata, "Tidak. Tak akan kubiarkan itu terjadi. Orang fasik ini tak akan mendapat kemuliaan."

"Siapakah gadis ini ?", tanya orang tadi.

Yazid menjawab, "Fatimah binti Al-Husain dan yang itu bibinya, Zainab binti Ali."

"Maksud anda Al-Husain putra Fatimah dan Ali bin Abi Thalib ?", tanyanya dengan nada terkejut.

"Ya," jawab Yazid enteng.

"Semoga Allah melaknatmu, hai Yazid! Kau telah membantai keluarga Nabimu dan menawan putri-putrinya? Demi Allah, aku kira mereka ini tawanan perang dari Rumawi," serunya.

"Demi Allah, kau akan segera menyusul mereka," kata Yazid. Dia lalu memerintahkan algojonya untuk memenggal kepala orang Syam tersebut.

Perawi berkata: Yazid memanggil seorang penceramah dan menyuruhnya untuk naik ke atas mimbar dan mencaci Al-Husain dan ayahnya.

Iapun naik ke atas mimbar dan mulai mencaci maki Amirul Mukminin Ali as. dan Al-Husain as. secara membabi-buta, lalu memuji dan menyanjung Mu'awiyah dan Yazid.

Ali bin Al-Husain as. yang hadir di situ, dengan suara lantang, berkata,

"Celakalah kau, hai pengkhotbah ! Kau beli kepuasan hati seorang manusia fasik dengan kemurkaan Allah SWT, Sang Pencipta. Bersiap-siaplah kau untuk masuk ke neraka !"

Abu Sinan Al-Khafaji[32], sangat tepat dalam menggambarkan keadaan Amirul Mukminin dan anak-anaknya dalam sebuah bait syair:

Di atas mimbar kalian caci mereka
Padahal kekuasaan kalian karena pedangnya

Perawi berkata: Hari itu Yazid menjanjikan kepada Ali bin Al-Husain as. bahwa ia akan mengabulkan tiga permintaan beliau.

Selanjutnya ia memerintahkan supaya para tawanan di tempatkan di sebuah rumah yang tidak cukup melindungi mereka dari udara panas dan hawa dingin. Mereka tinggal di sana sampai wajah-wajah mereka memucat. Selama berada di negeri itu, hari-hari mereka lalui dengan ratapan dan tangisan untuk Al-Husain as.

Sakinah berkata: Pada hari keempat kami berada di Syam, saya bermimpi. Beliau lantas menceritakan mimpinya itu dengan panjang lebar. Di akhir ceritanya, beliau berkata- Saya melihat seorang wanita yang duduk di haudaj (tempat tertutup yang diletakkan di atas punggung unta.pent) sambil meletakkan tangannya di kepala. Saya bertanya, "Siapakah dia ?" "Fatimah binti Muhammad,"jawab mereka.

"Aku bersumpah bahwa aku harus bertemu langsung dengan beliau dan menceritakan apa yang mereka perbuat terhadap kami," kataku selanjutnya.

Akupun berlari menghampirinya. Begitu sampai dan berdiri di hadapannya, aku menangis dan berkata, "Ibu, mereka telah merampas hak-hak kami. Ibu, mereka telah menghancurkan kami. Mereka telah menginjak-injak kehormatan kami. Mereka telah membunuh Al-Husain, ayah kami."

Beliau lalu berkata, "Cukup Sakinah! Kau telah menyayat jantungku dan menambah luka hatiku. Lihatlah! Ini baju Al-Husain, ayahmu, yang tak akan pernah berpisah dariku selamanya sampai kelak aku menemui Allah dengan membawanya. ''

Ibnu Lahi'ah meriwayatkan dari Abul Aswad Muhammad bin Abdur Rahman[33], dia berkata, "Aku pernah bertemu dengan Ra'su Al-Jalut. Dia berkata, "Aku adalah keturunan Daud as. melalui tujuh puluh perantara. Umat Yahudi bila bertemu denganku, mereka akan menghormatiku. Tapi kalian malah membunuh cucu Nabi kalian sendiri yang hanya selisih satu generasi dari beliau."

Diriwayatkan dari Imam Ali bin Al-Husain Zainal Abidin as., beliau berkata, "Ketika kepala suci Al-Husain as. dibawa ke istana Yazid, ia mengadakan pesta minum-minuman arak dan meletakkan kepala tersebut di hadapannya sambil menenggak minuman.

Seorang duta Kaisar Rumawi dan para pembesar negeri itu, ikut hadir pada acara tersebut. Sang duta bertanya, "Wahai penguasa Arab, kepala siapakah ini ?"

"Apa urusanmu dengan kepala ini ?", tanya Yazid.

"Jika aku pulang ke negeriku, kaisar akan bertanya kepadaku tentang semua hal yang aku saksikan di sini. Karena itulah aku ingin sekali menceritakan pada beliau perihal kepala ini sehingga beliau ikut bergembira dengan kegembiraan anda," jawab sang duta.

"Ini adalah kepala Al-Husain bin Ali bin Thalib," sahut Yazid.

"Siapakah nama ibunya?", tanya orang Rumawi itu lagi.

"Fatimah putri Rasulullah," jawabnya

"Betapa rendahnya diri dan agamamu ini!" ujarnya. "Agamaku jauh lebih baik dari agamamu. Ayahku termasuk keturunan Nabi Daud as. melalui banyak generasi. Orang-orang Nasrani selalu mengagungkanku dan berebut mengambil tanah yang kupijak untuk mendapat berkah sebab aku masih keturunan Daud as. Tetapi kalian malah membunuh anak dari putri Nabi kalian sendiri, padahal antara dia dan kekeknya itu tak ada pemisah kecuali seorang ibu saja. Agama apa ini yang kalian peluk?"

Kepada Yazid, ia berkata lagi, "Pernahkah anda mendengar kisah tentang gereja Hafir ?"

"Ceritakanlah! Aku siap mendengarkannya," kata Yazid.

Iapun mulai bercerita, "Di antara Oman[34] (Amman)[35] dan Cina[36] ada sebuah lautan dengan jarak tempuh perjalanan enam bulan[37]. Tak kehidupan di sana kecuali hanya satu kota di tengah laut dengan panjang delapan belas farsakh dan lebar delapan farsakh. Tak ada satu kotapun di dunia yang lebih besar dari kota ini. Kafur dan Yaqut banyak dihasilkan dari sini. Kota ini memiliki banyak perkebunan za'faron dan kayu gahru. Penduduk kota ini beragama kristen. Roda pemerintahan tidak dijalankan oleh raja, tapi oleh mereka sendiri.

Di kota ini banyak terdapat gereja, dengan gereja terbesar yang lazimnya disebut Hafir. Di mihrab gereja ini terdapat sebuah tempat yang terbuat dari emas dan digantungkan. Di situlah tempat Hafir. Menururt kepercayaan mereka, Hafir adalah nama seekor keledai yang biasa dinaiki oleh Isa. Tempat itu mereka hias sedemikian rupa dengan kain sutera dan emas.

Setiap tahun umat kristen berbondong-bondong datang menziarahinya. Mereka berthawaf mengelilinginya, menciuminya dan memanjatkan doa kepada Allah SWT di situ. Inilah yang mereka lakukan terhadap Hafir, keledai yang menurut kepercayaan mereka sering ditunggangi oleh Isa, Nabi mereka. Tetapi yang kalian lakukan terhadap anak dari putri Nabi kalian sendiri adalah pembantaian atas dirinya. Semoga Allah tidak memberkati kalian dan agama kalian."

Yazid dengan geram berteriak, "Bunuh orang nasrani ini, biar tidak mencoreng namaku di negerinya !"

Si Nasrani yang merasa bahwa perintah Yazid bukan main-main, segera menyahut, "Rupanya kau juga ingin membunuhku?"

"Ya, benar," jawab Yazid.

Lalu katanya, "Ketahuilah, bahwa semalam aku bermimpi bertemu dengan Nabi kalian. Kepadaku beliau bersabda, "Hai nasrani, kau akan segera masuk surga." Aku terkejut keheranan mendengar kata-kata beliau itu. Dan kini aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah."

Kemudian ia melompat ke tempat kepala Al-Husain as., lalu mendekap dan menciuminya sambil menangis sampai ia terbunuh.

Suatu hari Ali bin Al-Husain Zainal Abidin as. keluar berjalan-jalan di pasar Damaskus. Minhal bin 'Amr[38] yang melihat beliau segera menyambut dan menyapa, "Bagaimana keadaan anda, wahai putra Rasulullah ?"

Beliau menjawab, "Keadaanku tak ubahnya bagaikan Bani Israil yang hidup di tengah-tengah kaum Fir'aun. Lelaki mereka dibunuh sedangkan para wanitanya dibiarkan hidup.

Hai Minhal, bangsa Arab bangga di hadapan bangsa Ajam, sebab Nabi Muhammad saw. adalah orang Arab. Suku Quraisy berbangga di depan suku-suku Arab lainnya sebab Muhammad dari golongan mereka. Tapi kami, keluarga Nabi, hak-hak kami dirampas, orang-orang kami dibantai dan kami diusir. Melihat keadaan kami yang seperti ini, kami hanya dapat mengatakan, Inan lillahi wa inna ilahi raji'un."

Sungguh tepat apa yang dikatan oleh Mihyar[39].
Mereka agungkan kayu mimbar beliau
Sedang di kaki mereka, tergolek anak-anaknya
Atas dasar apa mereka mengikuti kalian
Sedang kalian hanya sahabat kakek mereka

Suatu hari Yazid memanggil Ali bin Al-Husain as. dan 'Amr bin Al-Hasan[40]. 'Amr ketika itu masih kecil. Diriwayatkan bahwa usianya kala itu masih sebelas tahun. Kepadanya Yazid berkata, "Kau mau bergulat dengannya (anaknya yang bernama Khalid[41]) ?"

'Amr menjawab, "Tidak. Tapi kalau kau beri kami berdua pisau, aku siap membunuhnya."

Mendengar itu Yazid bergumam:

Tabiat yang sudah kukenal dari ular berbisa
Bukankah ular akan melahirkan ular juga


Lalu Kepada Imam Ali bin Al-Husain as. ia berkata, "Sebutkan tiga permintaanmu yang kujanjikan akan kupenuhi itu !"

Beliau as. menjawab, "Pertama beri aku kesempatan untuk melihat wajah tuan dan junjunganku Al-Husain as., sehingga aku dapat mengenangnya kembali dan mengucapkan selamat tinggal.

Kedua, semua barang milik kami yang telah disita dan dirampas oleh pasukanmu supaya dikembalikan lagi kepada kami.

Ketiga, jika kau mau membunuhku, tunjuklah seseorang yang bertugas mengantarkan para wanita ini pulang ke kota kakek mereka Nabi Muhammad saw."

Yazid berkata, "Mengenai ayahmu, kau tidak akan pernah melihatnya lagi. Adapun tentang hukuman mati yang sedianya akan dijatuhkan atasmu, telah aku aku hapuskan. Karena itu yang akan mengantarkan mereka pulang ke Madinah tidak lain adalah kau sendiri. Masalah barang-barang yang telah disita itu, aku ganti kalian dengan berlipat kali lebih banyak dari harga sebenarnya."

"Kami tidak membutuhkan hartamu, karena hartamu adalah milikmu sendiri. Tapi yang kuminta adalah barang-barang milik kami yang telah disita. Sebab di antaranya terdapat kain, kerudung, kalung dan baju milik nenek kami Fatimah binti Muhammad Rasulullah," jawab beliau.

Yazid memerintahkan untuk mengembalikan seluruh barang yang telah disita dari keluarga suci Nabi Muhammad saw. dan menambahnya dengan dua ratus dinar. Imam Ali Zainal Abidin menerima uang tersebut lalu membagi-bagikannya kepada kaum fakir miskin.

Setelah itu ia mengirimkan tawanan keluarga besar Fatimah as.[42] pulang ke kampung halaman mereka di kota suci Rasulullah saw., Madinah.

Adapun kepala Al-Husain as., menurut riwayat, dibawa kembali ke Karbala dan dimakamkan bersama jasadnya yang mulia di sana. Hal inilah yang diyakini kebenarannya oleh pengikut madzhab Syiah.

Selain dari pendapat ini, ada banyak riwayat yang berbeda-beda yang tidak kami sebutkan di sini, mengingat yang kami inginkan adalah buku yang ringkas seputar tragedi Karbala.

Perawi berkata: Ketika rombongan keluarga Al-Husain as. yang pulang dari Syam, sampai di Irak, kepada penunjuk jalan mereka berkata,

"Lewatlah jalan Karbala!"

Sesampainya mereka di tempat Al-Husain as., keluarga dan para sahabatnya terbunuh, mereka melihat Jabir bin Abdillah Al-Anshari[43] bersama sekelompok orang dari bani Hasyim dan keluarga Nabi saw. yang lainnya datang di sana untuk menziarahi kubur Al-Husain as. Secara kebetulan mereka berkumpul menjadi satu. Mereka saling peluk diiringi oleh tangisan dan kesedihan sambil memukul-mukul pipi mereka sendiri. Di sana mereka mendirikan acara berkabung yang menyayat hati semua insan. Para wanita yang tinggal di sekitar Karbala, ikut bergabung. Acara ini berlangsung selama beberapa hari.

Diriwayatkan dari Abu Janad Al-Kalbi[44], ia berkata, "Saya mendengar dari para pedagang kapur yang mengatakan, "Pada malam terbunuhnya Al-Husain as., kami sedang keluar menuju Jibbanah[45]. Sayup-sayup terdengar terdengar suara bangsa Jin yang sedang meratapi Al-Husain as. Mereka berkata, "

Rasul sering mengusap dahinya
Hingga cahaya memancar dari pipinya
Ayah ibunya pembesar Quraisy
Kakeknya sebaik-baik orang tua

Perawi berkata: Mereka kemudian bergerak meninggalkan tanah Karbala menuju Madinah

Basyir bin Hadzlam[46] berkata: Ketika kami sampai di suatu tempat dekat kota Madinah, Ali bin Al-Husain as. turun dari kudanya dan mengikatnya. Kemudian beliau mendirikan kemah dan menyuruh para wanita dari keluarganya untuk turun. Selanjutnya beliau berkata kepadaku, "Hai Basyir[47], semoga Allah merahmati ayahmu. Dia dulu seorang penyair. Bagaimana denganmu, bisakah engkau bersyair ?"

Aku menjawab, "Tentu, wahai putra Rasulullah. Akupun seorang penyair."

"Kalau begitu, pergilah ke kota Madinah dan dendangkan bait-bait syair ratapan untuk Abu Abdillah Al-Husain as. !"

Kemudian Bisyr mengatakan, "Aku segera menaiki kudaku dan memacunya dengan cepat sampai masuk ke dalam kota Madinah. Sesampainya aku di mesjid Nabawi, sambil menangis dengan suara keras, aku berkata:

"Wahai ahli Madinah, bukan saatnya kalian tinggal
Al-Husain terbunuh, lihatlah, air mataku mengalir
Jasadnya terbujur di Karbala berlumur darah
Sedang kepalanya tertancap di ujung tombak"


"Kini Ali bin Al-Husain as. bersama bibi dan keluarganya telah tiba di kota kalian. Dan aku adalah orang yang beliau utus untuk memberitahu kalian di mana mereka kini berada."

Seluruh wanita Madinah melepaskan kerudung mereka, dan dengan wajah yang awut-awutan mereka memukuli pipi mereka sendiri sambil meneriakkan kutukan atas para pembunuh Al-Husain as. Aku sendiri, belum pernah menyaksikan drama tangisan massal seperti yang kusaksikan hari itu. Dan tak ada hari yang lebih getir dari hari itu, setelah Rasulullah saw. wafat.

Tiba-tiba aku mendengar seorang wanita berkata:
Ratapannya untuk Al-Husain begitu menyayat hatiku
Ratapan yang begitu menyakitkan dan membuatku pilu
Hai mata, cucurkan deras air matamu
Sambunglah tetesan itu satu demi satu
Meratapi orang pengguncang 'arsy Ilahi
Agama dan norma terancam musnah kini
Ratapilah putra Nabi dan putra washi
Walau berjarak jauh hingga lelah badan ini


Lalu katanya lagi, "Hai kau yang membawa berita duka ini, kau telah mengorek lagi kesedihan kami atas kepergian Abu Abdillah as. Kau tambah lagi luka yang belum sembuh ini. Semoga Allah merahmatimu, Siapakah namamu ?"

"Aku adalah Basyir bin Hadzlam, utusan junjunganku Ali bin Al-Husain as. Beliau kini tengah berada di suatu tempat bersama sanak keluarga Abu Abdillah as.," jawabku.

Mereka segera meninggalkanku dan beranjak ke tempat yang kutunjukkan. Akupun tak ingin ketinggalan. Buru-buru kupacu kudaku hingga dapat menyusul mereka. Kini aku menyaksikan jalan-jalan, bahkan semua tempat telah dipenuhi oleh lautan manusia. Aku turun dari kuda dan berjalan melangkahi kepala orang-orang yang telah berkumpul di sana, hinggga sampai di pintu kemah Imam Ali bin Al-Husain as. Beliau masih berada di dalam kemah.

Tak lama setelah itu, Ali-bin Al-Husain as. keluar dari kemah dengan menggenggam secarik kain yang beliau gunakan untuk menyeka air mata beliau. Di belakangnya, seorang pembantu yang membawa kursi. Kursi ia letakkan. Ali bin Al-Husain as. duduk di atasnya. Tampak sekali bahwa beliau tak kuasa menahan rasa sedih dan duka yang amat dalam. Menyaksikan pemandangan tersebut, tangisan para hadirin meledak, diiringi oleh jerit histeris para wanita. Semua orang menyampaikan bela sungkawa mereka kepada pewaris tunggal Al-Husain as. itu. Tempat itu kini ramai dengan jerit tangis lautan manusia.

Ali bin Al-Husain as. memberi isyarat agar semua diam. Seketika suasana menjadi hening.

Kemudian beliau berkata, "Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Dialah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Dialah Zat yang jauh setinggi langit dan dekat hingga mendengar bisikan suara. Kami memuji-Nya atas segala perkara yang agung, atas peristiwa yang terjadi sepanjang masa, kegetiran bencana, kepedihan musibah, besarnya petaka dan ujian yang akbar, yang menyesakkan, yang berat dan menyayat hati ini.

Wahai kaumku, Allah yang Maha Tinggi -segala puji baginya- telah menguji kami dengan suatu ujian yang amat besar dan bencana yang agung bagi Islam, yaitu dengan terbunuhnya Abu Abdillah Al-Husain as. beserta keluarganya. Sedangkan para wanita dari kelurga beliau bersama putri-putrinya ditawan. Kepala suci beliau yang tertancap di ujung tombak diarak keliling negeri. Oh, tak ada bencana yang lebih besar dari ini.

Wahai orang-orang sekalian, siapakah di antara kalian yang gembira mendengar berita kematian beliau ini? Mata siapakah gerangan yang enggan mencucurkan air mata?

Binatang buas ikut menangisi kematiannya. Juga lautan bersama ombak, langit dengan tiang penyangganya, bumi dan seluruh penjurunya, pohon-pohon dengan rantingnya, ikan-ikan di dasar laut, malaikat yang dekat dengan Allah dan seluruh penghuni langit.

Wahai orang-orang sekalian, hati siapakah yang tak iba dan terluka menyaksikan pembantaian ini ? Telinga manakah yang tak menjadi tuli mendengar berita duka yang menimpa Islam ini ?

Wahai kaumku, kami terusir, diburu, dikejar-kejar dan diasingkan dari kampung halaman kami sendiri. Kami telah diperlakukan bagai tawanan dari Turki atau Kabul, padahal tak ada kejahatan yang kami lakukan. Tak ada cela yang telah kami perbuat. Dan tak ada tindakan kami yang merongrong Islam. Sungguh kami belum pernah mendengar bahwa orang-orang tua kami telah melakukan hal-hal yang dituduhkan itu. Ini hanyalah sebuah rekayasa musuh-musuh kami.

Demi Allah, apa yang mereka lakukan terhadap kami adalah puncak dari kekejaman mereka. Kekejaman mereka sampai pada tingkat jika Nabi saw. memerintahkan mereka untuk membantai kami, niscaya mereka tak akan dapat melakukan kekejaman yang lebih dari ini kepada kami. Tapi Nabi saw. telah memerintahkan mereka untuk memelihara kami. Kami hanyalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kelak akan kembali.Sungguh musibah yang menimpa kami sangat pahit, menyedihkan dan menyakitkan. Kami hanya mengharapkan pahala dari Allah atas apa yang menimpa kami ini. Dia Maha Mulia dan Dialah yang akan membalas semua perbuatan dengan ganjarannya."

Perawi berkata: Shauhan bin Sha'sha'ah bin Shauhan[48] –yang kala itu cacat – bangkit dan meminta izin dari beliau as. karena cacat yang ia derita di kedua kakinya. Beliau menerima alasannya dan memujinya serta mendoakan ayahnya.

Ali bin Musa bin Ja'far bin Muhammad bin Thawus, penulis kitab ini, mengatakan: Setelah itu beliau as. bergerak menuju Madinah bersama keluarganya. Sesaat pandangan beliau tertuju pada rumah-rumah para kesatria Karbala. Beliau melihat bahwa rumah-rumah tersebut tengah meratapi para syhuhada' dengan bahasanya. Air mata mereka tak henti-hentinya luruh dengan derasnya, karena ditinggal oleh pahlawan dan penjaga mereka. Bagai orang perempuan mereka meratap dan menangis.

Kepada orang-orang yang berada di tepi sungai Furat mereka menanyakan nasib para jawara mereka. Duka dan kesedihan seketika meledak kala mendengar berita gugurnya orang-orang suci tersebut. Jerit tangis ratapan mereka membahana meramaikan keheningan padang Karbala.

Mereka berkata, "Wahai orang-orang sekalian, bantulah aku dalam kesedihan dan tangisan ! Ringankanlah derita yang berat ini! Mereka yang kutangisi dan kurindukan kemuliaan perangainya adalah orang-orang yang selalu terjaga di malam dan siang hari. Mereka adalah cahaya di kegelapan malam dan dini hari. Tali kemuliaan dan kebanggaanku. Sumber kekuatan dan kemenanganku. Pengganti matahari dan rembulanku.

Berapa banyak malamku yang mencekam menjadi tenang dengan kehadiran mereka yang membawa kemuliaan. Martabatku menjadi tinggi karena mereka. Rintihan ruhani mereka di malam hari selalu menghiburku. Tak jarang mereka membisikkan kepadaku rahasia yang mereka miliki

Berapa banyak hari-hariku berlalu dengan kegiatan ruhani mereka di tempatku. Tabiatku menjadi semerbak harum karena kemuliaan mereka. Ranting-rantingku yang telah mengering kembali mengeluarkan daunnya berkat janji setia mereka. Kemalanganku terusir dengan kemujuran mereka.

Berapa banyak kemuliaan mereka tanamkan padaku dan berapa banyak mereka menjagaku dari petaka dan bencana.

Betapa aku dapat berbangga, karena mereka, di hadapan rumah-rumah yang lain bahkan istana-istana yang megah sekalipun dan membusungkan dada dengan segala kebesaran karena ini.

Betapa mereka telah menghidupkan kembali apa-apa yang telah mati di lembahku. Betapa mereka telah mengeluarkan puing-puing keharaman dariku.

Tapi panah kematian memburuku karena mereka. Takdir merasa iri paadaku karena mereka. Karenanya mereka menjadi asing di antara para musuh yang mengepung dan menjadi sasaran anak panah pembantaian. Kemuliaan terpotong-potong dengan terpotongnya jari-jari mereka. Kebajikan mengadu karena kehilangan simbolnya. Kebaikan sirna dengan hilangnya anggota badan mereka. Hukum Ilahi meratap karena kekalutan mereka.

Alangkah mengherankan, darah ketaqwaan tertumpah dalam peperangan. Panji kesempurnaan tumbang dalam tragedi ini.

Jika aku harus binasa karena orang-orang bijak ini sedang orang-orang pandir menertawakanku karena musibah ini, ketahuilah bahwa sunnah yang sirna dan panji kebenaran yang tersingkir ikut meratap sepeti ratapanku dan bersedih seperti kesedihanku.

Andai saja kalian mendengar salat meratapi mereka, orang-orang yang menyepi mengasihi mereka, lubuk hati kebajikan merindukan mereka, kelompok orang-orang mulia akrab dengan mereka, mihrab-mihrab mesjid menangisi kepergian mereka, curahan keberuntungan memanggil-manggil mereka, saat itulah kalian akan ikut larut dalam kesedihan, terbawa oleh suara-suara tersebut dan kalian akan mengetahui kesalahan kalian dalam musibah dan bencana agung ini.

Lebih dari itu, jika kalian menyaksikan kesedihan, duka dan sepinya tempatku, kalian akan melihat apa yang sebenarnya menyakitkan hati orang penyabar sekalipun dan yang membangkitkan kesedihan. Rumah-rumah yang selama ini iri terhadapku tertawa kegirangan melihat keadaanku. Tangan-tangan bahaya dengan eratnya mencengkeramku

Oh, alangkah rindunya aku pada tempat tinggal mereka kini dan mata air yang mereka tempati.

Andai saja aku ini manusia, niscaya akan kulindungi mereka dari tebasan pedang dan pahitnya kematian. Akan kuhindarkan mereka dari mara bahaya. Akan kujadikan diriku ini benteng yang menghalangi musuh untuk sampai pada mereka dan akan kutangkis semua anak panah dan tombak musuh dengan badanku.

Andai saja setelah aku tidak berkesempatan untuk memberikan pembelaan dan perlindungan yang seharusnya kepada mereka, aku bisa menjadi tempat peristirahatan yang terakhir bagi jasad-jasad mereka yang tercabik-cabik, atau menjadi penjaga perangai mulia mereka dari segala bencana, atau paling tidak, terhindar dari rasa takut akan keterasingan dan kemarahan ini.

Oh, andai saja aku ditakdirkan menjadi pusara jasad-jasad suci itu, dan tempat bagi jiwa-jiwa mulia tersebut, niscaya akan kujaga mereka sebaik-baiknya. Akan kutepati janjiku yang terdahulu kepada mereka. Hak-hak mereka akan kupenuhi. Akan kujaga mereka dari batu besar yang mungkin jatuh menimpa mereka. Akan kulayani mereka bagai seorang budak yang patuh pada tuannya. Akan kupersembahkan untuk mereka apa saja yang dapat kulakukan. Akan kebentangkan untuk pipi dan badan mereka apa yang semestinya. Semua itu dengan segala penghormatan dan pengagungan. Dengan memeluk mereka, kudapatkan apa yang selama ini kucita-citakan dan dengan pancaran cahaya mereka kuterangi kegelapan tempatku.

Oh rindunya aku untuk menggapai semua citaku itu. Alangkah risaunya hati ini karena ditinggal penghuniku. Tak ada kesedihan yang melebihi kesedihanku saat ini. Tak ada obat yang dapat menawarkan rasa sakitku kecuali mereka.

Lihatlah! Kini aku mengenakan baju hitam tanda duka atas kepergian mereka. Setelah kematian mereka aku akan memakai selalu baju ini. Aku telah putus asa untuk tabah dan bersabar. Hanya inilah yang dapat kukatakan.

Wahai pelipur lara, di akherat kelak kita kembali bersua."

Ibnu Qattah[49] ra. mempunyai bait syiar yang cukup indah dalam melukiskan apa yang dialami oleh rumah-rumah tersebut.

"Kulewati rumah-rumah keluarga Muhammad
Tak pernah kusaksikan mereka seperti itu
Semoga saja mereka tak jauh dari penghuninya
Walau kini sepi sunyi dengan kepergian mereka
Ketahuilah, korban Karbala dari bani Hasyim ini
Telah membuat kepala tertunduk bersedih atasnya
Mereka para pengayom menjadi korban
Betapa besar dan agungnya bencana ini
Tidakkah kau sakikan mataharipun bersedih
Karena kepergian Al-Husain, dan bumi tergoncang"


Wahai anda yang mendengar, sebagai orang yang membawa ajaran Al-Quran, larutlah dalam kesedihan ini dan berikan contoh teladan bagi orang lain.

Diriwayatkan dari Imam Ali bin Al-Husain Zainal Abidin as. -pribadi dengan budi pekerti yang jauh untuk disifati- bahwa beliau sering menangisi tragedi yang menimpa ayahanda dan keluarganya di Karbala ini dan selalu larut dalam kesedihan yang panjang.

Diriwayatkan dari Imam Ja'far Shadiq as., beliau berkata, "Imam Zainal Abidin as. selama empat puluh tahun menangisi peristiwa yang menimpa ayahnya. Di siang hari beliau selalu berpuasa dan di malam harinya larut dalam ibadah. Jika saat buka puasa tiba, pelayan beliau membawakan makanan dan minuman yang lalu diletakkan di hadapan beliau. Kemudian dia berkata, "Silahkan makan tuanku."

Beliau menjawab, "Cucu Rasulullah dibunuh dalam keadaan lapar dan dahaga." Kata-kata itu beliau ulang-ulangi sambil menangis sampai makanan beliau basah oleh air mata dan minuman beliau bercampur dengan air mata beliau. Keadaan ini berlangsung terus sampai beliau pergi menemui Tuhannya dan meninggalkan alam fana ini."

Suatu hari beliau memberitahu budaknya bahwa beliau akan pergi ke padang sahara. Sang budak berkata, "Akupun lantas mengikuti beliau. Kulihat beliau sujud di atas sebongkah batu besar dan yang kasar. Aku berdiri sambil memperhatikan suara rintihan dan tangisannya. Kuhitung beliau seribu kali mengucapkan:
لا إله إلا الله حقا حقا لا إله إلا الله تعبدا و رقا لا إله إلا الله إيمانا و صدقا

Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari sujud sedang airmata telah membasahi seluruh janggut dan wajahnya.

Kepada beliau kukatakan, "Tuanku, sampai kapankah kesedihan anda akan berakhir dan tangisanmu akan selesai?"

Beliau menjawab, "Tahukah kamu bahwa Nabi Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim as. adalah seorang nabi, anak nabi dan cucu nabi ? Beliau mempunyai dua belas orang anak. Ketika Allah menjauhkan salah seorang dari mereka, rambut kepalanya memutih karena sedih, punggungnya membungkuk karena duka dan matanya menjadi buta karena selalu menangis. Padahal anaknya masih hidup di dunia. Sedangkan aku, aku dengan mata kepalku sendiri menyaksikan ayah, saudara dan tujuh belas orang dari sanak keluargaku dibantai dan terkapar di padang Karbala. Bagaiman mungkin kesedihanku akan berakhir dan tangisanku akan berkurang ?"

Bait-bait di bawah ini menggambarkan apa yang terjadi pada mereka:

Siapa yang memberi kabar orang yang melepaskan
jubah kesedihan yang tak rusak tapi merusak kami
Sungguh masa ikut tertawa bersama kami kala
kami bersama mereka dan menangis saat ditinggal
Mereka pergi, hari-hariku kini jadi gelap
Padahal malam bersama mereka dulu jadi terang


Sampai di sinilah akhir dari tujuan kami menyusun kitab ini. Siapa saja yang memperhatikan susunannya yang singkat dan bentuknya yang mungil akan mengethui kelebihan buku ini dari buku-buku sejenisnya.

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam-Nya atas Muhammad dan keluarganya yang kudus dan suci.

Catatan Kaki:
[1] Tanqihu Al-Maqal 1 hal. 380: Hamid bin Muslim Al-Kufi. Kami tidak mendapatkan satu sumberpun yang menyebutkan biografinya, kecuali Syekh Thusi yang memas.ukkannya ke dalam kelompok sahabat Imam Sajjad as. Tampaknya ia adalah seorang pengikut Ahlul Bait as. Hanya saja, keadaan yang sebenarnya dari orang ini tidak diketahui dengan pasti.
Mustadraku 'Ilmi Al-Rijal 3 hal. 289: Hamid bin Muslim Al-Kufi, dikategorikan oleh para ulama sebagai sahabat Imam Sajjad as. Dialah yang meriwayatkan banyak hal dari tragedi Karbala yang menunjukkan bahwa ia hadir saat itu… Dia termasuk salah seorang prajurit Sulaiman bin Shurad dari pihak Mukhtar dalam tragedi 'Ainu Al-Wardah pada suatu peperangan melawan tentara Syam untuk menuntut darah Al-Husain as.
Menurut hemat saya, ada kemungkinan bahwa Hamid bin Muslim nama dari dua orang yang berbeda, yang salah satunya adalah orang yang hadir dalam peristiwa Karbala dan menceritakan banyak hal yang terjadi pada waktu itu. Dia jugalah yang diperintahkan oleh Umar bin Sa'ad untuk membawa kepala Al-Husain bersama sekelompok orang yang lain. Ini menunjukkan bahwa dia adalah salah satu antek Bani Umayyah. Sedangkan yang lain adalah orang yang termas.uk sahabat Imam Sajjad as. dan tentara di barisan Sulaiman bin Shurad.
[2] Dalam naskah A setelah ini disebutkan: Ada pula yang mengatakan:
Apakah umat yang membantai Al-Husain
Masih mengharap syafaat kakeknya di hari kiamat

[3] Hasan bin Al-Hasan bin Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, dikenal Al-Mutsanna. Anaknya yang juga bernama Hasan disebut dengan Hasan Al-Mutsallats. Beliau adalah seorang yang mulia , terhormat dan wara'. Beliaulah yang mengurusi harta-harta sedekah atas. nama Amirul Mukminin as. di zamannya. Beliau menikah dengan saudara sepupunya, Fatimah binti Al-Husein as. Ikut bersama pamannya, Al-Husain as., dalam peristiwa Karbala. Setelah berperang dan terluka, Allah memberinya kesembuhan. Ibunya bernama Khaulah binti Mandhur Al-Farrazi. Wafat sekitar tahun 90-an H, di Madinah. Beliau tidak pernah mengaku sebagai Imam atau diangkat sebagai imam oleh sekelompok orang, berbeda dengan anaknya, Hasan Al-Mutsallats
( Rujuk, Tasmiatu Man Qutila Ma'a Al-Husain hal. 157, Tahdzibu Ibni Asakir 4 hal. 162, Al-A'lam 2 hal. 187 dan Mu'jamu Rijali Al-Hadis 4 hal. 301 ).
[4] Naskah A setelah ini menyebutkan:
Penulis kitab Al-Mashabih meriwayatkan bahwa Hasan bin Al-Hasan Al-Mutsanna di hari itu berhasil mempersembahkan tujuh belas nyawa musuh untuk pamannya. Sedang ia sendiri mengalami delapan belas buah luka, hinggga jatuh tersunggur di tanah. Salah seorang kerabatnya yang bernama Asma' bin Kharijah segera mengambil dan membawanya ke Kufah lalu merawatnya hingga sembuh. Setelah itu ia mengirimnya kembali ke kota Madinah.
[5] Zaid bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Abul Hasan Al-Hasyimi, sepupu sekaligus sahabat Imam Sajjad as., Ia seorang yang mulia, berperangai baik, berjiwa besar dan banyak melakukan kebajikan. Beliaulah yang mengurusi sedekah Rasulullah saw. Sebagian sejarawan menulis bahwa beliau tidak ikut menyertai pamannya, Al-Husain as., ke Irak. Wafat tahun 120 H Beliau tidak pernah mengklaim imamah untuk dirinya atau diangkat sebagai imam oleh orang lain.
( Rujuk, Mu'jamu Rijali Al-Hadis 7 hal. 339 yang menukil dari Rijalu Al-Syekh, Al-Irsyad karangan Syekh Mufid dan Al-Umdah karangan Sayyid Mihna, Biharu Al-Anwar 46 hal. 329 ).
[6] Dalam kitab Mukhtasharu Tarikh Dimas.yq 19 hal. 198 disebutkan dengan nama: Umar bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, ikut bersama pamannya dalam perjalanan beliau ke Irak. Beliau termas.uk salah seorang yang dibawa ke Damaskus bersama Ali bin Al-Husain as. Beliau memiliki seorang anak bernama Muhammad, tapi sayang, keturunannya hanya sampai di sini. Beliau juga dikenal sebagai orang yang rajin beribadah dan orang yang shaleh.
[7] Naskah R: Syubair bin Khuzaim Al-Asadi
Mustadraku 'Ilmi Al-Rijal 2 hal. 37. Basyir bin Jazim Al-Asadi, biografinya tidak tertulis. Dialah yang meriwayatkan khotbah Zainab di kota Kufah.
[8] Dalam sebagian riwayat disebutkan: Kejahatan kalian sanagtlah besar dan tak mungkin untuk disembunyikan, sebesar bumi dan sepenuh langit.
[9] Q. S. Al-Hadid: 22-23.
[10] Q.S. Nur: 40.
[11] Naskah R: Umar bin Huraits.
Dia adalah 'Amr bin Huraits bin 'Amr bin Utsman bin Abdullah Al-Makhzumi. Meriwayatkan hadis dari Abu Bakar dan Ibnu Mas.'ud. Anaknya yang bernaama Ja'far, Has.an A-'Arani, Mughirah bin Sabi' dan lainnya meriwayatkan darinya. Rumahnya menjadi tempat berkumpul musuh-musuh Ahlul Bait, Pernah menjabat sebagai gubernur Kufah dari pihak Ziyad dan anaknya Ubaidillah. Meninggal dunia pada tahun 85 H.
(Rujuk, Siyaru A'lami Al-Nubala' 3 hal. 417-419 dan Al-A'lam 5 hal. 76).
[12] Ansabu Al-Asyraf hal. 210. Abdullah bin 'Afif Al-Azdi Al-Ghamidi, seorang pengikut Ahlul Bait yang mata kirinya buta di perang Jamal dan mata kanannya di perang Shiffin. Beliau tidak pernah meninggalkan masjid agung.
[13] Utsman bin Affan bin Abu Al-'Ash bin Umayyah, masuk Islam pada permulaan da'wah Nabi saw. Setelah kematian Umar, ia dibaiat sebagai khalifah kaum muslimin pada tahun 23 H. Rakyat bangkit memberontak setelah ia memberikan keistimewaan bagi sanak kerabatnya untuk memegang pos-pos penting pemerintahannya. Selain itu ia juga membagi-bagikan harta Baitul Maal kepada mereka. Ia dikepung di dalam rumahnya dan dibunuh beramai-ramai pada tahun 35 H.
( Rujuk, Tarikh Ibnu Atsir peristiwa tahun 35 H, Syarhu Nahji Al-Balaghah 2 hal. 61, Al-Bad'u wa Al-Tarikh 5 hal. 79, dan Al-A'lam 4 hal. 210 ).
[14] Mu'jamu Al-Buldan 3 hal. 30 menyebutkan: Sabkhah adalah tanah yang gembur dan bergaram di kota Bashrah … Sabkhah adalah nama satu desa di Bahrain.
Saya tidak menemukan di buku-buku dan kamus yang menyebutkan bahwa Sabkhah adalah nama satu tempat di Kufah. Tetapi ada satu tempat antara masjid Sahlah dan masjid Kufah yang lazim dikenal dengan nama Sabkhah. Menurut satu pendapat bahwa Sabkhah berarti tempat pembuangan sampah.
[15] 'Amr bin Said bin 'Ash bin Umayyah bin Abdi Syams Al-Umawi, gubernur Mekah dan Madinah, yang dilantik oleh Mu'awiyah dan anaknya, Yazid. Setelah itu ia pergi ke Syam. Ketika Marwan bin Hakam berusaha memperoleh kursi khilafah, 'Amr mendukungnya. Karenaitu, Marwan mengangkatnya sebagai putra mahkota setelah anaknya Abdul Malik. Setelah Abdul Malik naik tahta, ia berniat untuk menggeser kedudukan 'Amr sebagai putra mahkota. 'Amr melarikan diri setelah terlibat perselisihan dengan Abdul Malik. Abdul Malik terus memburunya, hingga akhirnya pada tahun 70 H, ia berhas.il menangkap 'Amr dan membunuhnya.
( Rujuk, Al-Ishabah biografi No.: 6850, Fawatu Al-Wafayat 2 hal. 118, Tahdzibu Al-Tahdzib 8 hal. 37 dan Al-A'lam 4 hal. 78 ).
[16] Dalam kitab Ansabu Al-Asyraf hal. 221 disebutkan: Zainab ini adalah istri Ali bin Yazid bin Rukanah dari Bani Muththalib bin Abdi Manaf, yang melahirkan anak untuknya. Di antara anak-anaknya adalah Abdah yang kemudian mempunyai anak bernama Abu Al-Bukhturi, Wahb bin Wahb, hakim yang terkenal.
[17] Naskah A:
Hai para pembunuh Al-Husain dengan kebodohan
Bersiap-siaplah mendapat azab dan balasan
Semua yang di langit mengutuk kalian
Juga para Nabi, Malik dan semua insan

[18] Naskah-naskah dan buku rujukan berbeda dalam menukilkan namanya. Yang kami sebutkan di sini diambil dari naskah A. Naskah R: Mujaffar. Naskah B: Mukhaffar.
Dia adalah Muhaffar bin Tsa'labah bin Murrah bin Khalid dari Bani 'Aidzah dari kabilah Khuzaimah bin Luayy. Salah seorang tentara bayaran Bani Umayyah di awal-awal kekuasaan mereka.
( Rujuk, Nasabu Quraisy hal. 441 yang menyebutnya dengan nama Mukhaffar, Jamharatu Al-Ansab hal. 165 dan Al-A'lam 5 hal. 291).
[19] Ibnu Lahi'ah bernama Abdullah bin Lahi'ah bin Far'an Al-Hadhrami Al-Misri, Abu Abdur Rahman, seorang muhaddits Mesir dan hakim di sana. Beliau termasuk salah seorang penulis kitab hadis dan seorang yang pengetahuan luas. Wafat tahun 174 H di Kairo Mesir.
(Rujuk, Al-Walatu wa Al-Qudhat hal. 368, Al-Nujumu Al-Zahirah 2 hal. 77, Mizanu Al-I'tidal 2 hal. 64 dan Al-A'lam 4 hal. 115 ).
[20] Naskah B:
"Mereka akan berhadapan denganku di pengadilan Allah kelak di hari kiamat."
Mereka lalu mensalati kepala Al-Husain as. Kemudian sekelompok malaikat datang dan berkata, "Allah memerintahkan kami untuk membunuh lima puluh orang ini." Kepada mereka Nabi saw. bersabda, "Silahkan! Selesaikanlah urusan kalian dengan mereka !"
Merekapun lantas sibuk memukuli kami dengan tombak pendek mereka. Salah satu dari mereka hendak memukulku dengan tombaknya. Aku segera berteriak minta tolong, "Ya Rasulullah, selamatkan aku, selamatkan aku !" Rasulullah menjawab, "Pergilah ! Tapi Allah tidak akan mengampunimu." Keesokan harinya, aku melihat kawan-kawanku tersungkur di tanah dengan badan yang hangus terbakar.
[21] Naskah A setelah ini menyebutkan:
Aku mendapatkan bagian akhir biografi Ali bin Nasr Al-Syabuki yang ditulis oleh Muhammad bin Najjar, guru besar hadis di Baghdad, dengan sanadnya, riwayat yang lebih panjang lagi. Beliau menyebutkan: Ketika Al-Husain terbunuh dan kepalanya diarak beramai-ramai, mereka lalu duduk-duduk untuk minum-minuman. Kepala tersebut dikelilingkan dari satu tangan ke tangan yang lain. Tiba-tiba keluarlah sebuah tangan yang lalu menulis di tembok dengan pena besi:
Apakah umat yang telah membantai Al-Husain
Mengharapkan syafa'at kakeknya di hari kiamat
Sewaktu mereka menyaksikan hal itu, mereka tinggalkan kepala itu dan lari tunggang langgang.

[22] Q.S. Syuro: 23
[23] Q.S. Bani Israil: 26
[24] Q.S. Al-Anfal: 41
[25] Q.S. Al-Ahzab: 33
[26] Fadhlah bin 'Ubaid bin Harits Al-Aslami. Abu Barzah, julukannya, lebih populer dari pada nama aslinya, yang masih diperselisihkan. Beliau adalah sahabat Nabi saw. yang tinggal di Madinah sebelum kemudian pindah ke Bashrah. Ikut bersama Amirul Mukminin Ali as. dalam perang Nahrawan. Meninggal dunia pada athun 65 H, di Khurasan.
( Rujuk, Tahdzibu Al-Tahdzib 10 hal. 446, Al-Ishabah biografi No. 8718 dan Al-A'lam 8 hal. 33 ).
[27] Abdullah bin Zi'bari bin Qais Al-Sahmi Al-Quraisyi, Abu Saad, seorang penyair Quraisy di jaman Jahiliyyah. Dia dikenal sebagai orang yang anti terhadap kaum muslimin sampai kota Mekah jatuh ke tangan pas.ukan Rasulullah saw. Ia lalu melarikan diri ke Najran dan meninggal pada tahun 15 H.
(Rujuk, Al-A'lam 4 hal. 87 dan kitab-kitab lain yang menyebutkan biografinya ).
[28] Q.S. Ar-Rum: 10
[29] Q.S. Ali 'Imran: 178
[30] Sebutan bagi penduduk Mekkah yang masuk Islam setelah kota tersebut ditaklukkan oleh Rasulullah saw.. Pent.
[31] Q.S. Al-Imran: 169
[32] Abdullah bin Muhammad bin Said bin Sinan, Abu Muhammad Al-Khafaji Al-Halabi, seorang penyair. Beliau belajar sastera dari Abu 'Ala' dan lannya. Wafat tahun 466 H, karena diracun.
( Rujuk, Al-A'lam 4 hal. 122 yang menyebutkan sumber rujukan biografinya antara lain: Fawatu Al-Wafayat 1 hal. 233 dan Al-Nujum Al-Zahirah 5 hal. 96 ).
[33] Abul Aswad, Muhammad bin Abdur Rahman bin Naufal bin As.wad bin Naufal Al-Quraisyi Al-Asadi. Pergi ke Mesir dan banyak bercerita tentang kisah peperangan Nabi saw. kapada 'Urwah bin Zubair. Dia mengambil riwayat dari Imam Ali bin Al-Husain as., Nu'man bin Abi 'Iyasy dan beberapa orang lainnya. Habwah bin Syuraih, Malik bin Anas., dan lain-lain mengambil riwayat darinya. Wafat tahun 130-an H.
( Rujuk, Siyaru A'lami Al-Nubala' 6 hal. 150 biografi No. 62).
[34] Oman adalah nama satu kota di di pesisir laut Yaman dan India … Mayoritas. penduduknya pengikut aliran Khawarij Ibadhiyyah… Penduduk negeri Bahrain yang bertetangga dengan mereka menganut kepercayaan yang sama sekali bertentangan dengan mereka …
[35] Amman , sebuah kota di kawasan Syam dengan banyak benteng
( Rujuk, Mu'jamu Al-Budan 4 hal. 150-151 )
[36] Cina nama sebuah negeri di laut Timur yang menjorok ke selatan. Di sebelah kiri negeri ini adalah negeri Turki.
( Rujuk Mu'jamu Al-Buldan 3 hal. 444 ).
[37] Naskah B dan A: satu tahun.
[38] Naskah R: Minhal bin Umar
Minhal bin 'Amr Al-Asadi, Syekh Thusi kadang menyebutnya sebagai sahabat Imam Husain as., kadang sahabat Imam Ali bin Al-Husain as., kadang dengan menambah kata "Maulahum" di akhir namanya sebagai sahabat Imam Baqir as., terkadang pula sebagai sahabat Imam Ja'jar Shadiq as. Syekh husi berkata, "Minhal bin 'Amr Al-As.adi maulahum Kufi, meriwayatkan dari Ali bin Al-Husain, Imam Abu Ja'far Al-Baqir dan Abu Abdillah Ja'far Shadiq as..
Al-Barqi menyebutnya sebagai sahabat Ali bin Al-Husain as..
Beliau meriwayatkan dari Ishbaq. Ali bin Abbas meriwayatkan darinya …
( Rujuk, Mu'jamu Rijali Al-Hadis 19 hal. 8 ).
[39] Mihyar bin Marzwaih, Abul Hasan atau Abul Husain, Al-Dailami, seorang penyair besar yang memiliki daya cipta tinggi dan gaya bahasa yang kuat. Dia berasal dari negeri Persia dan tinggal di Baghad. Beliau masuk Islam di tangan Syarif Radhi yang menjadi gurunya dan belajar dari syair dan ilmu sastera Arab. Wafat di Baghdad pada tahun 428 H.
( Rujuk, Al-A'lam 7 hal. 317, yang menyebutkan sumber rujukan biografinya seperti Tarikh Baghdad 13 hal. 276, Al-Muntadhim 8 hal. 94, Al-Bidayatu wa Al-Nihayah 12 hal. 41 dan lainnya ).
[40] Naskah A: 'Amr bin Al-Husain
Sebelum ini kami telah menyebutkan biografi singkatnya.
[41] Khalid bin Yazid bin Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Abu Has.yim Al-Quraisyi Al-Umawi. Mengambil riwayat dari ayahnya, dan Dihyah, padahal dia tidak pernah berjumpa dengannya.
Menurut riwayat ia meninggal dunia pada tahun 84, atau, 85 atau 90 H.
( Rujuk, Siyaru A'lami Al-Nubala' 4 hal. 382 )
[42] Naskah A: Tawanan keluarga Al-Husain as..
[43] Jabir bin Abdillah bin 'Amr bin Hizam Al-Khazraji Al-Anshari Al-Salmi, wafat pada tahun 78 H. Beliau termasuk sahabat yang meriwayatkan banyak hadis dari Nabi saw. Banyak sahabat yang mengambil riwayat darinya. Beliau ikut serta dalam tujuh belas. peperangan Nabi saw. Di akhir hayatnya, beliau membuka majlis ilmu di masjid Nabawi.
(Rujuk, Rijalu Al-Syekh hal. 72, Al-A'lam 1 hal. 213, Al-Ishabah 1 hal. 213, Tahdzibu Al-As.ma' 1 hal. 142).
[44] Dalam bas.kah-nas.kah otentik disebutkan: Abu Habbab Al-Kalbi. Sedangkan yang tertuilis di sini adalah namanya yang sebenarnya.
Dia adalah Yahya bin Abi Hayyah AL-Kalbi. Dia menukil hadis dari ayahnya, juga Sya'bi, Abu Ishaq Al-Sabi'I dan lainnya. Abdur Rahman Al-Muharibi juga meriwayatkan hadis darinya.
( Rujuk, Al-Ikmal 2 hal. 134 ).
[45] Jibbanah nama beberapa tempat di Kufah seperti Jibbanah Kindah yang terkenal, Jibbanah Sabi' yang pernah dikuas.ai oleh tentara Mukhtar, Jibbanah Maimun …, Jibbanah 'Arzam…, Jibbanah Salim…, dan lain-lain yang kesemuanya berada di Kufah.
( Rujuk, Mu'jamu Al-Buldan 2 hal. 99-100 ).
[46] Naskah R: Bisyr bin Khudaim
Naskah B: Basyir bin Hadzlam
Naskah A: Basiyir bin Jadzlam.
Kami tidak menemukan seorang ahli sejarahpun yang menulis biografinya atau menyebutkan nama. Memang ada beberapa penulis di masa-masa akhir ini yang menyebutkan sesuatu tentang orang ini yang mereka ambil dari kitab Al-Malhuf (kitab yang ada di tangan pembaca ini).
[47] Naskah B: Hai Basyir.
Demikianlah naskah ini menyebutnya dalam seluruh riwayat ini.
[48] Ayahnya, Sha'sha'ah bin Shauhan, disebutkan oleh para ahli sebagai sahabat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Adapun sang anak, Shauhan bin Sha'sha'ah, sejauh ini kami tidak menemukan satu kitabpun yang menulis tentang biografinya. Sedangkan para penulis sejarah yang menyebutkannya, mereka bersandar pada apa yang ditulis Sayyid Ibnu Thawus dalam kitab Al-Mulhuf ini.
[49] Naskah R: Ibnu Qubbah.
Naskah A: Ibnu Qutaibah.
Yang benar adalah Ibnu Qattah. Beliau adalah Sulaiman bin Qattah Al-'Adawi Al-Taimi, bekas. budak Bani Tami bin Murrah. Wafat pada tahun 126 H. Beliau adalah seorang pecinta Bani Hasyim.
( Rujuk, Siyaru A'lami Al-Nubala' 4 hal. 596 yang menyebutkan bahwa Qattah adalah nama ibunya, seperti yang disebutkan dalam Adabu Al-Thaff 1 hal. 54 ).

(Alimamali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: