Pesan Rahbar

Home » » Sebuah Kisah Yang Bukan Petunjuk Rasulullah Masalah Pengangkatan Umar Sebagai Khalifah. Inilah Saksi Penulis

Sebuah Kisah Yang Bukan Petunjuk Rasulullah Masalah Pengangkatan Umar Sebagai Khalifah. Inilah Saksi Penulis

Written By Unknown on Sunday, 24 April 2016 | 23:13:00


Setelah menjabat kholifah lebih dari 2 tahun, Abu bakar jatuh sakit, di atas tempat tidurnya, ia menyuruh orang memanggil Abdur rahman, dan kemudian Ustman menyampaikan keputusan untuk menunjuk Umar bin khattab sebagai kholifah yang akan menggantikan Abu bakar. Mendengar hal ini, beberapa sahabat terkemuka, yang di kepalai oleh Thalhah, mengirim delegasi menemui Abu bakar, dan berusaha meyakinkannya supaya tidak menunjuk Umar untuk menggantikan sebagai kholifah.
Abu bakar tidak merubah keputusannya, ia membuat surat wasiat yang berbunyi :

“Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.”

Ini adalah wasiat kepada kaum muslimin, dari saya Abu bakar saya telah mengangkat Umar sebagai kholifah setelahku untuk kalian maka dengarkanlah dan turuti dia. Saya membuat dia menjadi penguasa atas kalian semata-mata untuk kebaikan kalian. (Kitab Tarikh jilid 2 hlm 136).

Tidak ada catatan sejarah bahwa Abu bakar memusyawarahkan dengan masyarakat dan tidak pula dengan para sahabat atau dari ahlul bait. Penunjukkan ini semata-mata berdasarkan keputusan pribadi Abu bakar. Suatu hal yang menarik adalah kesamaan keadaan Abu bakar dan Rasul, tatkala membuat wasiat. Banyak ulama mempertanyakan sikap Umar yang menerima wasiat Abu bakar tetapi tidak memberi kesempatan Rasulullah untuk membuat wasiat.


- Pengangkatan Ustman bin Affan

Setelah menjabat kholifah selama 10 tahun, Umar bin khattab mengangkat 6 orang sahabat dari kaum muhajirin yang terkemuka untuk memilih diantara sesama mereka seorang khalifah. Badan yang terdiri dari 6 orang ini kemudian di namakan Syura permusyawaratan.

Syura ini terdiri dari : Ustman bin affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad abi waqqas, Ali bin abi Thalib, Zubair, thalhah, serta Abdullah bin Ammar (anak Umar). Mereka yang bertindak sebagai penasihat dan tidak berfungsi sebagai calon.

Dalam melakukan tugas pemilihan khalifah pengganti dari Umar telah menetap tata tertib sebagai berikut :
1. Khlifah yang akan dipilih haruslah anggota dari badan tersebut.
2. Bila dua calon mendapatkan dukungan yang sama besar, maka calon yang didukung oleh abdurrahman bin Auf yang di anggap menang.
3. Bila ada anggota dari badan ini yang tidak mau mengambil bagian dalam pemilihan, maka anggota tersebut harus dipenggal kepalanya.
4. Apabila seseorang telah terpilih dan minoritas, maka kepala mereka harus dipenggal, apabila ada calon yang didukung oleh abdurrahman bin Auf, dan sebagian lagi menolak maka kepalanya harus dipenggal.
5. Apabila dalam waktu 3 hari tidak berhasil memilih khalifah maka ke 6 anggota harus di penggal kepalanya dan menyerahkan kepada rakyat untuk mengambil keputusan.

Kemudian Abdurrahman bin Auf mengajukan syarat kepada Imam Ali, yang dimana syarat tersebut tidak mungkin diterima Imam Ali dan hanya formalitas belaka. Abdurrahman bertanya kepada Imam Ali. “apabila anda terpilih sebagai khalifah, dapatkah anda berjanji bahwa anda akan bertindak menurut al-qur’an, sunnah Rasul, dan mengikuti peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan dari khalifah sebelumnya..?”
Imam Ali menjawab “mengenai al-qur’an dan sunnah Rasul, saya akan mengikutinya dengan penuh keimanan dan kerendahan hati. Namun, mengenai peraturan-peraturan dari ke-2 khalifah yang terdahulu, apabila sesuai dengan al-qur’an dan sunnah Rasul, maka akan tidak menolaknya! Tetapi bila bertentangan dengan al-qur’an dan sunnah Rasul, siapa yang akan menerima dan mengikutinya! Saya menolak peratuaran-peraturan tersebut.

Tatkala pertanyaan diatas itu diajukan kepada Ustman, ia menerima persyaratan itu, ia menerima persyaratan itu. Abdurrahman bin Auf lalu berkata pada Ali : “Baitlah atauku penggal lehermu! Atau kami tidak akan memberi jalan lain kepadamu!

Suatu kesimpulan lain yang dapat ditarik dari tanya jawab ini ialah kenyataan bahwa ada terdapat perbedaan-perbedaaan yang jelas antara Abu bakar dan Umar di satu sisi dan Ali disisi lainnya dengan adanya penolakan Ali terhadap peraturan dan keputusan yang dibuat oleh para khalifah yang sebelumnya.
1. Keenam anggota syura tersebut di angkat sendiri oleh Umar bin Khattab.
2. Tiada seorang pun sahabat dari kaum Anshar diantara anggota syura tersebut.
3. Susunan anggota syura dan syarat yang diajukan Abdurrahman bin Auf, tidak memungkinkan Ali terpilih.


- Perbedaan Pendapat

Selama 24 tahun, yaitu selama pemerintahan Abu bakar, Umar dan Ustman. Ali bin abi Thalib hampir tidak keluar dari rumahnya, seakan-seakan ia bukan warga dari umat itu. Hanya sesekali ia memberikan pendapat, apabila dimintai Umar. Ada perkataan yang berbunyi “Apabila tidak ada Ali, celakalah Umar!” dan “mudah-mudahan jangan datang kesulitan apabila Ali tidak ada”

Tetapi orang meragukan sampai sejauh mana Umar mendengarkan pendapat Ali. suatu hari Imam Ali di masukkan dalam majelis permusyawaratan para kholifah, dan meskipun ia di minta untuk memberi nasihat dalam masalah hukum. Karena ia menguasai Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Sangatlah meragukan apakah nasihatnya akan di terima oleh Umar yang sebenarnya memegang kuasa, bahkan dalam kekholifahan Abu bakar sekalipun.

Di samping keyakinan Ali akan Imamah yang berdasarkan nash. Yang menjadi haknya. Ia juga berbeda pendapat dengan 3 kholifah sebelumnya dalam masalah-masalah keagamaan. Hal ini nyata sekali, apabila kita lihat bahwa pikiran-pikiran Umar mendapat tempat di kalangan mazhab Sunnih, sedangkan Imam Ali di kalangan Syiah. Dalam segi politik maupun administrasi, Ali juga berbeda pendapat dalam masalah pembagian gaji tahunan, misalnya Ali mengubahnya tatkala ia menjadi kholifah di kemudian hari.

Suatu pertanyaan akan muncul setelah kita lihat sikap Ali yang dengan tegas menolak pengangkatan Abu Bakar di Saqifah, dengan alasan bahwa Rasul telah menunjuknya sebagai pengganti setelah Rasul. Mengapa Ali tidak melawan dengan kekerasan atau dengan cara yang lainnya untuk merebut kembali apa yang menjadi haknya ? dapat di katakan di sini bahwa sebenarnya memang ada kesempatan untuk itu. Seperti perkataan Imam Ali “ Apabila aku mempunyai 40 orang pengikut, maka aku akan pergi merebut hakku dari mereka dengan cara kekerasan.”

Adapun pada saat wafat Rasul. Abbas berkata kepada Ali agar dirinya (Abbas) membaiat Ali. tetapi Ali tidak mau mendengarkanya. Agaknya Ali menolak pembaiatan dari pendukungnya, karena beberapa pertimbangan sebagai berikut :

1. Ali berpendapat bahwa penguburan Rasul harus di dahulukan dari segala-galanya dan hal ini telah di ketahui oleh Abu Bakar dan Umar.
2. Ia merasa telah di tunjuk oleh Rasul sebagai penggantinya. Dan ia tidak menyangka akan timbul peristiwa seperti yang terjadi di Saqifah.

Sesudah itu, Ali biasa menuggangi keledai bersama istrinya Fatimah untuk mencaridukungan. Tetapi orang-orang berkata kepada Fatimah. “ Wahai putri Rasul. Kami telah membaiat Abu Bakar. Andai suamimu datang lebih dulu, maka kami tidak akan memilih yang lain.”

Ali menjawab : “Sungguh memalukan !. apakah anda mengharapkan saya meninggalkan jenazah Rasul dan melibatkan diri dalam perjuagan untuk mendapatkan kekuasaan.”

Fatimah sering mengatakan bahwa Ali telah melakukan apa yang harus di lakukannya, dan Allah SWT akan menanyai mereka tentang apa yang mereka lakukan terhadap Ali.

(Menggapai-Kebenaran/Syiahali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: