Pesan Rahbar

Home » , » Hukum Bacaan Imam Yang Salah

Hukum Bacaan Imam Yang Salah

Written By Unknown on Friday, 10 June 2016 | 09:57:00


SOAL 587:
Apakah ada perbedaan dalam masalah keabsahan membaca (qiraah) antara shalat secara perorangan dan shalat makmum atau imam? Ataukah keabsahan qiraah merupakan masalah yang sama dalam segala keadaan?

JAWAB:
Jika bacaan mukallaf tidak benar dan ia tidak mampu belajar, maka sahlah shalatnya. Namun orang-orang lain tidak sah bermakmum dengannya.

SOAL 588:
Bacaan sebagian imam jamaah tidak betul di dalam cara mengucapkan huruf (darimakhraj-nya). Apakah boleh orang-orang yang dapat mengucapkan huruf-huruf darimakhrajsecara benar mengikuti bermakmum dengan mereka? Sebagian orang mengatakan kepada saya, Anda shalat berjamaah lalu anda wajib mengulanginya. Namun saya tidak sempat mengulangnya. Apa tugas saya? Apakah saya boleh bergabung dalam jamaah, namun membaca Al-fatihah dan surah dengan suara dalam (ikhfat)?

JAWAB:
Jika bacaan imam tidak benar menurut makmum, maka bermakmum dan berjamaah dengannya batal. Jika tidak dapat mengulangi shalat, maka tidak ada larangan untuk tidak bermakmum. Sedangkan membaca (Al-fatihah dan surah) denganikhfatdalam shalatjahriyahdengan dalih menampakkan sikap bermakmum (berlagak seperti makmum) dengan imam jamaah tidak sah dan tidak cukup.

SOAL 589:
Sebagian orang beranggapan bahwa bacaan sejumlah imam jumat salah, karena tidak mengucapkan huruf sebagimana mestinya sehingga keluar dari huruf aslinya, atau karena mengubah nada harakat sehingga keluar dari harakat aslinya. Apakah sah bermakmum dengan mereka tanpa perlu mengulangi shalat lagi?

JAWAB:
Standar keabsahan bacaan (qiraah) ialah mengucapkan huruf darimakhraj-nya sedemikian rupa, sehingga para pengguna asli bahasa menganggapnya sebagai pengucapan huruf tertentu dan bukan huruf yang lain, dan memperhatikan harakat-harakat dan seluruh yang berkaitan dengan bentuk kalimat sesuai dengan ketentuan para ahli Bahasa Arab. Jika makmum meyakini bahwa pembacaan imam tidak sesuai dengan aturan-aturan dan tidak tepat, maka tidaklah sah bermakmum dengannya. Jika ia bermakmum maka shalatnya tidak sah dan ia wajib mengulanginya.

SOAL 590:
Seorang imam jamaah ragu saat sedang shalat dalam hal pengucapan kata setelah ia meninggalkan posisi (bacaan) tersebut. Namun, seusai shalat, ia tahu bahwa ia salah mengucapkannya. Apa hukum sholatnya dan sholat para makmum?

JAWAB:
Shalat dihukumi sah.

SOAL 591:
Apa tugas syari seseorang terutama bagi guru Al-Quran yang beranggapan bahwa imam jamaah salah dalam tajwid ? Padahal ia menghadapi banyak tuduhan karena tidak ikut serta dalam shalat jamaah?

JAWAB:
Jika bacaan imam jamaah menurut makmum keliru, sehingga menyebabkan shalatnya tidak sah dalam pandangan makmum-, maka ia tidak dapat bermakmum dengannya. Namun tidak ada larangan bergabung secara simbolik demi tujuanuqalaai(yang dapat diterima oleh orang-orang berakal).


IMAM YANG CACAT

SOAL 592:
Apa hukum bermakmum dengan imam yang cacat, dalam kasus-kasus sebagai berikut:
1. Orang-orang cacat yang tidak kehilangan salah satu anggota tubuh, namun karena lumpuh kaki, tak dapat berdiri tanpa berpegangan pada tongkat atau bersandar pada tembok.
2. Orang-orang cacat yang kehilangan sebagian dari jari atau satu jari tangan atau kaki..
3. Orang-orang cacat yang kehilangan seluruh jari-jati tangan atau kaki atau keduanya.
4. Orang-orang cacat yang kehilangan sebagian dari salah satu tangan atau salah satu kaki, atau kedua-duanya sekaligus.
5. Orang-orang cacat yang kehilangan salah satu anggota tubuh. Karena tangannya cacat, maka mereka mengunakan orang untuk mewakilinya berwudhu.

JAWAB:
Secara umum jika tenang dalam berdiri dan mampu mempertahankan ketenangan dan kemapanan saat membaca zikir-zikir dan perbuatan-perbuatan shalat, dan jika mampu melakukan ruku dan sujud secara sempurna di atas tujuh anggota sujud, dan jika mampu berwudhu secara benar, maka tidak ada masalah (isykal) orang-orang lain bermakmum dengannya dalam shalat setelah memenuhi syarat-syarat memimpin jamaah (imamah). Jika tidak, maka tidak sah dan tidak cukup.

SOAL 593:
Saya adalah pelajar ilmu agama yang kehilangan tangan kanan saya akibat operasi bedah. Akhir-akhir ini saya baru mengetahui bahwa Alm. Imam tidak memperbolehkan orang cacat menjadi imam bagi makmum yang tidak cacat. Karenanya, saya mohon Anda berkenaan menerangkan hukum shalat orang-orang yang hingga kini menjadi makmum saya?

JAWAB:
Shalat makmum-makmum yang telah berlalu dan orang-orang yang bermakmum dengan anda karena tidak tahu tentang hukum syariy dihukumi sah dan mereka tidak wajib mengulangi maupun mengqadhanya.

SOAL 594:
Saya pelajar ilmu agama yang dalam perang yang dipaksakan atas Republik Islam Iran mengalami luka di jari-jari kaki (tentunya, ibu jari saya masih utuh dan selamat). Kini saya menjadi imam jamaah di salah satu husainiyah. Apakah ada masalah (isykal) secara syariy ataukah tidak? Kami mohon Anda sudi memberikan penjelesan.

JAWAB:
Jika ibu jari kaki Anda masih utuh dan masih dapat diletakkan di atas bumi bila bersujud, maka, dari sudut pandang ini, tidak ada masalah bagi Anda untuk menjadi imam jamaah.


KEIKUTSERTAAN WANITA DALAM SHALAT JAMAAH

SOAL 595:
Apakah syariah menekankan keikutsertaan kaum wanita dalam shalat jamaah di masjid dan dalam shalat jumat sebaimana kaum lelaki? Ataukah para wanita lebih utama melaksanakan shalat di rumah?

JAWAB:
Tidak ada masalah (isykal) dalam keikutsertaan kaum wanita, jika mereka menghendakinya. Mereka juga mendapatkan pahala shalat berjamaah.

SOAL 596:
Kapan wanita dapat menjadi imam jamaah?

JAWAB:
Wanita boleh menjadi imam dalam shalat jamaah wanita saja.

SOAL 597:
Jika para wanita, sebagaimana kaum pria, bergabung dalam shalat jamaah, apa hukumnya berkenaan dengan kemustahaban dan kemakruhannya? Dan apa hukumnya wanita berdiri (dalam shalat jamaah) di belakang para lelaki? Apakah perlu dipisahkan dengan tirai atau penghalang? Apa hukum wanita melakukan shalat di sebelah para lelaki berkenaan dengan tirainya? Padahal keberadaan para wanita di balik tirai penutup dalam jamaah-jamaah atau saat penyampaian khotbah-khotbah dan dalam upacara-upacara keagamaan dan lainnya berarti merendahkan dan melecehkan derajat mereka?

JAWAB:
Tidak ada masalah (isykal) jika para wanita hadir untuk ikut serta dalam shalat jamaah. Jika mereka berdiri di belakang lelaki, maka penutup (saatir) dan penghalang (hail) tidak diperlukan. Jika para wanita berdiri di samping para lelaki, maka harus ada penghalang demi menghilangkan kemakruhan para wanita bersebelahan dengan lelaki dalam shalat.
Anggapan bahwa adanya penghalang antara wanita dan pria ketika shalat nerendahkan martabat dan melecehkan kehormatan mereka tidak lebih dari sekedar khayalan dan tidak berdasar. Di samping itu, tidak dibenarkan memasukkan pendapat pribadi dalam fiqh.

SOAL 598:
Apa tolok ukur "bersambung" dan "tidak bersambung" antar shaf (barisan) para wanita dan shaf para lelaki dalam shalat jamaah tanpa penutup dan penghalang?

JAWAB:
Yaitu, apabila para wanita berdiri di belakang para lelaki tanpa jarak pemisah.


BERMAKMUM DENGAN AHLUS SUNNAH

SOAL 599:
Apakah boleh shalat jamaah di belakang orang-orang sunni?

JAWAB:
Boleh melakukan shalat jamaah di belakang mereka, jika didasari dengan tujuan memelihara persatuan Islam.

SOAL 600:
Tempat kerja saya terletak di salah satu wilayah Kurdistan. Sebagian besar para imam Jum'at dan jamaah di sana dari kalangan Ahlussunah. Apa hukum bermakmum dengan mereka? Dan apakah boleh menggunjing (ghibah) mereka?

JAWAB:
Boleh bergabung dalam shalat jamaah dan Jum'at bersama mereka. Sedangkan ghibah hendaknya dihindari.

SOAL 601:
Di tempat dimana kita bergaul dan berbaur dengan para penganut mazhab sunni, ketika bergabung dalam jamaah shalat-shalat harian, kami melakukan hal-hal tertentu seperti mereka, seperti shalat dengan bersedekap, tidak menjaga waktu dan bersujud di atas sajadah. Apakah shalat demikian perlu diulang?

JAWAB:
Jika untuk memelihara persatuan Islam mengharuskan itu semua, maka shalat bersama mereka sah dan cukup, meski dengan bersujud di atas sajadah dan sebagainya. Namun, bersedekap dalam shalat bersama mereka tidak diperbolehkan, kecuali bila keadaan mendesak.

SOAL 602:
Di Mekkah dan Madinah kami melakukan shalat jamaah bersama para penganut mazhab sunni, berdasarkan fatwa Imam Khomaini (qs). Kadang kala dan demi mengejar keutamaan shalat di masjid, seperti melakukan shalat ashar setelah dhuhur atau melakukan shalat isya setelah shalat maghrib, kami shalat sendiri-sendiri di masjid-masjid Ahlussunah tanpa turbah lalu bersujud di atas sajadah. Apa hukumnya shalat-shalat demikian?

JAWAB:
Dalam contoh kasus yang Anda sebutkan, shalat-shalat anda dihukumi sah.

SOAL 603:
Bagaimanakah keikutsertaan kami, orang-orang Syiah, dalam shalat (jamaah) di masjid-masjid mancanegara bersama para penganut mazhab sunni yang melaksanakan shalat sambil bersedekap? Apakah kami wajib mengikuti mereka (dalam) bersedekap seperti mereka, ataukah kami shalat tanpa bersedekap.

JAWAB:
Boleh bermakmum dengan ahlussunah jika dengan tujuan memelihara persatuan Islam. Shalat bersama mereka sah dan cukup. Namun, tidak wajib dan bahkan tidak diperbolehkan bersedekap kecuali jika situasi mendesak menuntut hal itu juga.

SOAL 604:
Pada saat bergabung dalam shalat jamaah bersama Ahlussunah, apa hukumnya menempelkan jari kelingking kaki pada jari kelingking dua orang di sebelah kanan dan kiri ketika berdiri yang dipegang teguh oleh mereka?

JAWAB:
Hal itu tidak wajib. Jika melakukannya, hal itu tidak mengganggu keabsahan shalat.

SOAL 605:
Para penganut mazhab sunni melakukan shalat wajib sebelum adzan maghrib dikumandangkan (karena perbedaan dalam masalah waktu maghrib). Apakah sah pada musim haji atau lainnya, kami bermakmum dalam shalat jamaah dengan mereka dan menganggap cukup shalat tersebut (tanpa mengulanginya)?

JAWAB:
Tidak dapat dipastikan bahwa mereka shalat sebelum tiba waktunya. Namun, jika seorang mukallaf belum memastikan masuknya waktu, maka tidak boleh memulai shalat. Kecuali jika menjaga persatuan Islam menuntut hal itu juga, maka boleh memulai shalat bersama mereka dan menganggap cukup shalat tersebut.


SHALAT JUM'AT

SOAL 606:
Apa pendapat Anda mengenai keikutsertaan dalam shalat Jum'at, padahal kita hidup pada masa kegaiban Imam Al-Hujjah (as). Dan jika ada orang-orang yang tidak meyakini keadilan (adalah) imam Jum'at, apakah taklif mereka untuk bergabung dalam shalat Jum'at gugur atau tidak?

JAWAB:
Shalat Jum'at, meskipun pada zaman ini, bersifat wajibtakhyiridan tidak wajib menghadirinya. Namun, mengingat manfaat-manfaat dan pentingnya kehadiran dalam shalat Jumat, maka tidak sepantasnya bagi orang-orang mukmin menjauhkan diri mereka dari berkah-berkah keikutsertaan dalam shalat semacam ini hanya karena meragukan keadilan imam Jum'at, atau alasan-alasan rapuh lainnya.

SOAL 607:
Apa arti "wajib takhyiri" dalam masalah shalat Jum'at?

JAWAB:
Artinya ialah bahwa seorang mukallaf dalam melaksanakan kewajiban (faridhah) pada hari Jum'at boleh memilih antara melakukan shalat Jum'at dan shalat dhuhur.

SOAL 608:
Apa pendapat Anda tentang (orang yang) tidak bergabung dalam shalat Jum'at karena tidak peduli ?

JAWAB:
Tidak hadir dan tidak ikut serta dalam shalat Jum'at yang merupakan aktifitas ritual-politik karena tidak peduli tercela secara syariy.

SOAL 609:
Sebagian orang tidak bergabung dalam shalat Jum'at karena alasan-alasan yang tidak berdasar, mungkin juga karena perbedaan pandangan. Apa pendapat Anda tentang hal ini?

JAWAB:
Meskipun shalat Jum'at bersifat wajibtakhyiri, keengganan bergabung di dalamnya secara terus-menerus tidaklah berdasar secara syariy.

SOAL 610:
Apakah boleh melaksanakan shalat dhuhur secara jamaah berbarengan dengan pelaksanaan shalat Jum'at di tempat lain yang berdekatan?

JAWAB:
Pada dasarnya, hal itu tidak dilarang dan menyebabkan mukallaf terbebas dari dzimmah (tanggungan) kewajiban shalat jumat, mengingat bahwa kewajiban shalat Jum'at bersifattakhyiripada masa sekarang. Namun, mengingat bahwa pelaksanaan shalat dhuhur secara jamaah pada hari Jum'at di tempat yang dekat dengan tempat pelaksanaan shalat Jum'at menyebabkan terpecahnya barisan orang-orang mukmin dan boleh jadi hal tersebut dikategorikan, menurut opini masyarakat, sebagai pelecehan dan penghinaan terhadap imam Jum'at dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap shalat Jum'at, maka orang-orang mukmin tidak patut melaksanakannya. Bahkan, jika tindakan tersebut menimbulkan dampak-dampak buruk dan menyebabkan keharaman, maka mereka wajib menghindari, dan tidak melakukannya.

SOAL 611:
Apakah boleh melakukan shalat dhuhur pada jedah waktu antara shalat Jum'at dan shalat ashar imam? Jika seseorang, selain imam Jum'at, melakukan shalat ashar, apakah boleh bermakmum dengannya dalam shalat ashar?

JAWAB:
Shalat Jumat cukup mengganti shalat dhuhur. Namun, tidak ada masalah (isykal) melakukan shalat dhuhur untuk kehati-hatian (ihtiyath) setelah shalat Jum'at. Jika ingin shalat ashar secara berjamaah, maka ihtiyath yang sempurna adalah jika ia bermakmum dalam shalat asharnya dengan orang yang juga melaksanakan shalat dhuhur untuk kehati-hatian setelah shalat Jum'at.

SOAL 612:
Jika imam jamaah tidak shalat dhuhur setelah shalat Jum'at, apakah makmum boleh melakukan shalat tersebut untuk kehati-hatian (ihtiyath) ataukah tidak?

JAWAB:
Boleh melakukannya.

SOAL 613:
Apakah imam shalat jumat wajib meminta izin (ijazah) dari hakim syariy? Siapakah yang dimaksud dengan hakim syariy? Dan apakah hukum ini berlaku di daerah-daerah yang jauh juga?

JAWAB:
Asal kebolehan menjadi imam untuk mendirikan shalat Jum'at tidak bergantung pada izin dari hakim syariy. Namun, ketentuan-ketentuan yang berlaku atas imam Jum'at yang diangkat oleh wali amr muslimin hanya berlaku bagi imam Jumat yang diangkat oleh beliau. Hukum ini meliputi setiap negara, atau setiap kota dimana wali amr muslimin menjadi penguasa yang ditaati.

SOAL 614:
Apakah imam Jum'at yang ditunjuk boleh melaksanakan shalat Jum'at di selain tempat yang ditentukan tanpa ada penghalang atau kendala ataukah tidak?

JAWAB:
Pada dasarnya hal itu boleh. Namun, hukum-hukum berkaitan dengan pengangkatan imam Jum'at tidak berlaku atasnya.

SOAL 615:
Apakah memilih imam-imam Jum'at sementara wajib dilakukan oleh wali faqih, ataukah para imam Jum'at sendiri boleh memilih orang-orang sebagai imam-imam Jum'at sementara (cadangan)?

JAWAB:
Imam Jum'at yang ditunjuk boleh memilih wakil sementara bagi dirinya. Namun, hukum-hukum pengangkatan (nashb) oleh wali faqih tidak berlaku atas ke-imam-an wakil tersebut.

SOAL 616:
Jika seorang mukallaf tidak menganggap imam Jum'at yang diangkat sebagai orang yang adil, atau meragukan ke-adil-annya apakah ia boleh bermakmum dengannya demi menjaga persatuan muslimin? Dan apakah orang yang tidak menghadiri shalat Jum'at boleh mendorong orang-orang lain untuk tidak hadir?

JAWAB:
Tidak sah bermakmum dengan orang yang tidak dianggapnya adil atau ia ragukan ke-adil-annya. Shalatnya jika dilakukan dalam jamaah bersamanya tidaklah sah. Namun tidak ada halangan menghadiri dan bergabung dalam jamaah secara simbolis (lahiriah) demi memelihara persatuan. Bagaimanapun, ia tidak boleh mengajak dan mendorong orang lain untuk tidak menghadiri shalat Jum'at.

SOAL 617:
Apa hukum tidak menghadiri shalat Jum'at yang diimami oleh orang yang terbukti kebohongannya, di mata seoarang mukallaf?

JAWAB:
Hanya karena ucapan seorang imam Jum'at terbukti tidak sesuai dengan kenyataan bukanlah bukti akan kebohongannya, karena boleh jadi, ia mengucapkannya karena kehilafan, keliru atau bermaksud lain (tauriyah). Karenanya, ia hendaknya tidak menghalangi dirinya mendapatkan berkah-berkah shalat Jum'at, hanya karena dugaan bahwa imam Jum'at keluar dari sifat adalah (ke-adil-an).

SOAL 618:
Apakah makmum wajib mengidentifikasi dan memastikan ke-adil-an imam Jum'at yang ditunjuk oleh Imam Khomaini (qs) atau wali faqih yang adil ataukah pengangkatannya sebagai imam Jum'at cukup untuk menetapkan ke-adil-annya?

JAWAB:
Jika pengangkatannya sebagai imam Jum'at menimbulkan rasa percaya dan mantap bagi makmum akan sifat adilnya, maka cukuplah hal itu bagi keabsahan bermakmum derngannya.

SOAL 619:
Apakah penunjukan para imam jamaah di masjid-masjid yang dilakukan oleh para ulama yang terpercaya, atau pengangkatan para imam Jum'at oleh wali amr muslimin dianggap sebagai kesaksian (syahadah) akan ke-adil-an mereka ataukah tetap wajib menyelidiki ke-adil-an mereka?

JAWAB:
Jika pengangkatannya sebagai imam Jum'at atau imam jamaah menimbulkan rasa percaya dan mantap bagi makmum akan ke-adil-annya, maka boleh bersandar pada hal tersebut dalam bermakmum dengannya.

SOAL 620:
Jika kami meragukan ke-adil-an imam Jumat atau yakin bahwa ia tidak adil padahal kami telah shalat di belakangnya, apakah kami harus mengulanginya?

JAWAB:
Jika keraguan akan ke-adil-an, atau terbukti bahwa ia tidak adil seusai shalat, maka shalat yang telah anda lakukan sah dan tidak wajib mengulanginya.

SOAL 621:
Apa hukum shalat Jum'at yang diselenggarakan di negara-negara Eropa dan lainnya oleh mahasiswa-mahasiswa dari negara-negara Islam yang sebagian besar pesertanya, demikian pula imam Jum'at, dari kalangan sunni? Dalam situasi begitu, apakah mereka harus melakukan shalat dhuhur seusai melaksanakan shalat Jum'at?

JAWAB:
Diperbolehkan ikut serta di dalamnya demi memelihara kesatuan dan persatuan muslimin. Dan tidak wajib melakukan sholat Dhuhur (setelahnya).

SOAL 622:
Di sebuah kota di Pakistan telah dilaksanakan shalat Jum'at sejak 40 tahun lalu. Kini ada seseorang yang menyelenggarakan shalat Jum'at lain tanpa mempedulikan jarak syariy antara dua shalat Jum'at sehingga menyebabkan adanya perselisihan di kalangan jamaah shalat. Apa hukum syariy perbuatan demikian?

JAWAB:
Tidak diperbolehkan berbuat sesuatu apapun yang menyebabkan terjadinya perselisihan antara mukminin dan porak-poranda barisan mereka, apalagi menyebabkan hal tersebut melalui sesuatu seperti shalat Jum'at yang merupakan salah satu syiar Islam dan salah satu simbol persatuan barisan-barisan muslimin.

SOAL 623:
Khatib masjid jami Al-jafariyah di Rawalpindi telah mengumumkan bahwa shalat Jum'at di masjid tersebut diliburkan karena akan direnovasi dan dibangun. Kini, setelah proses perbaikan masjid telah usai, kami menghadapi problema, yaitu pada jarak empat kilo meter telah diselenggarakan shalat Jum'at di masjid lain. Dengan memperhatikan jarak tersebut, apakah pelaksanaaan shalat Jum'at di masjid tersebut sah ataukah tidak?

JAWAB:
Jika jarak pemisah antara dua (tempat) shalat Jum'at tersebut tidak mencapai satufarsakhsyariy, maka batallah shalat Jum'at yang terakhir. Dan jika dilakukan berbarengan, maka keduanya sama-sama batal.

SOAL 624:
Apakah sah melakukan shalat Jum'at -yang diselenggarakan secara berjamaah- secara perorangan (furada), seperti apabila seseorang melakukan shalat Jumat sendiri berdampingan dengan orang-orang yang melakukannya secara berjamaah?

JAWAB:
Salah satu syarat keabsahan shalat Jum'at ialah dilaksanakan secara berjamaah. Karenanya, tidaklah sah melakukannya sendirian.

SOAL 625:
Jika seorang yang wajib shalatqashringin melaksanakan shalat jamaah, apakah sah jika ia shalat di belakang imam yang sedang shalat Jum'at?

JAWAB:
Shalat Jum'at seorang makmum musafir sah hukumnya dan mencukupkannya dari shalat dhuhur.

SOAL 626:
Apakah wajib menyebut nama Az-zahra (as) sebagai salah satu imam muslimin dalam khotbah kedua, ataukah wajib menyebut namanya dengan tujuan istihbab?

JAWAB:
Sebutan para Imam muslimin tidak mencakup Az-zahra Al-Mardhiyyah (as). Tidak wajib menyebut nama beliau yang diberkati dalam khotbah Jum'at. Namun tidak ada larangan bertabarruk dengan menyebut nama beliau yang mulia (as).

SOAL 627:
Apakah makmum boleh melakukan shalat wajib selain shalat Jum'at dengan bermakmum kepada imam yang sedang malaksanakan shalat Jum'at?

JAWAB:
Keabsahannya masih tergolong bermasalah (mahallu isykal).

SOAL 628:
Apakah sah melaksanakan dua khotbah dalam shalat Jum'at sebelum tiba waktu syariy dhuhur?JAWAB:
Boleh melaksanakan kedua khutbah sebelum matahari tergelincir (zawal) sedemikian rupa sehingga selesai pada saat matahari tergelincir. Namun, berdasarkanahwathhendaknya sebagian dari keduanya dilakukan pada waktu dhuhur.

SOAL 629:
Jika makmum tidak dapat mengikuti dua khotbah sama sekali, melainkan ia hadir saat shalat dilaksanakan lalu bermakmum dengan imam, apakah shalatnya sah dan cukup?

JAWAB:
Shalatnya sah dan cukup apabila sempat mengikuti satu rakaat bersama imam, meskipun ketika imam sedang ruku dalam rakaat terakhir shalat Jum'at.

SOAL 630:
Di kota kami shalat Jum'at dilaksanakan setelah satu setengah jam dari adzan dhuhur. Apakah shalat ini cukup untuk menggantikan shalat dhuhur, ataukah harus mengulang shalat dhuhur?

JAWAB:
Waktu shalat Jumat mulai dari saat tergelincirnya matahari (zawal). Berdasarkanahwath, hendaknya tidak menundanya dari saat-saat pertama waktu zawal menurut umum (zawalurfi) lebih dari satu sampai dua jam berikutnya. Jika belum melaksanakan shalat Jum'at sampai batas waktu tersebut, maka, berdasarkanahwathhendaknya melakukan shalat dhuhur sebagai gantinya.

SOAL 631:
Ada seseorang yang tidak mampu menghadiri shalat Jum'at. Apa ia dapat melakukan shalat dhuhur dan ashar pada awal waktu, ataukah ia wajib menunggu hingga usainya shalat Jum'at lebih dulu sebelum melakukan kedua shalat tersebut?

JAWAB:
Ia tidak wajib menunggu, melainkan boleh melaksanakan shalat dhuhur dan ashar pada awal waktu.

SOAL 632:
Jika imam Jum'at yang ditunjuk dalam keadaan sehat dan berada ditempat, apakah ia boleh menugasi imam Jum'at sementara (cadangan) melakukan faridhah shalat Jum'at? Dan apakah ia boleh (sah) bermakmum dengan imam Jum'at sementara?

JAWAB:
Tidak ada larangan mendirikan shalat Jumat yang dipimpin oleh wakil imam yang ditunjuk. Dan tidak ada larangan imam yang diangkat bermakmum dengan wakilnya.


SHALAT IDUL FITRI DAN IDUL ADHA

SOAL 633:
Menurut Anda YM, dua shalat id dan Jum'at termasuk kategori wajib apa?

JAWAB:
Di masa kini dua shalat id tidaklah wajib, namunmustahab(dianjurkan). Sedangkan shalat Jum'at adalah wajibtakhyiri.

SOAL 634:
Apakah kelebihan dan kekurangan dalam (jumlah) qunut shalat id meyebabkan batalnya shalat?JAWAB:
Shalatnya tidak batal karena hal itu.

SOAL 635:
Lazimnya dahulu setiap imam jamaah menyelenggarakan shalat idul fitri di masjidnya. Apakah sekarang para imam jamaah boleh menyelenggarakan dua shalat id ataukah tidak?

JAWAB:
Pada saat ini, para wakil (mumatstsil) wali faqih yang diberi izin untuk menyelenggarakan shalat id, demikian pula para imam jumat yang ditunjuk olehnya boleh mendirikan shalat id berjamaah. Adapun selain mereka, sesauiahwathhendaknya melaksanakan shalat id secarafurada(perorangan), dan boleh melakukannya secara berjamaah dengan niatraja, tidak dengan niatwurud(dengan hanya berharap dan tanpa memastikan bahwa hal itu benar-benar diajarkan dalam syareat, pent.) Namun bila maslahat menuntut hanya satu shalat id diselenggarakan di satu kota, maka sepatutnya selain imam Jum'at yang ditunjuk oleh wali faqih tidak mendirikannya.

SOAL 636:
Apakah shalat id (dapat) diqadha?JAWAB:
Tidak ada qadhanya.

SOAL 637:
Apakah dalam shalat Idul fitri adaiqamah?JAWAB:
Tidak ada.

SOAL 638:
Bila imam jamaah melakukan shalat Idul fitri denganiqamahsebelumnya, apakah hukum shalatnya dan shalat jamaah lainnya?

JAWAB:
Hal itu tidak merusak keabsahan shalat id bagi imam jamaah maupun para makmum.


SHALAT MUSAFIR

SOAL 639:
Apakah (hukum) wajib meng-qashrbagi musafir berlaku untuk semua faridhah ataukah hanya sebagiannya saja?JAWAB:
Kewajiban meng-qashrhanya berlaku pada shalat-shalat harianrubaiyah(berjumlah empat rakaat), yaitu dhuhur, ashar dan isya. Shalat subuh dan maghrib tidak adaqashrdi dalamnya.

SOAL 640:
Apa syarat-syarat wajib meng-qashrshalat-shalatrubaiyahbagi musafir?

JAWAB:
Ada delapan (8) syarat:
1. Jarak perjalanan (masafah) mencapai 8 farsakh syariy secara memanjang, dalam perjalanan pergi atau perjalanan pulang, atau gabungan antara perjalanan pulang dan pergi, dengan syarat jarak kepergiannya tidak kurang dari 4 farsakh.
2. Bertujuan akan menempuhmasafahsejak keluar untuk bepergian. Jika seseorang tidak bertujuan menempuhmasafah, atau bertujuan pergi ke suatu tempat yang tidak mencapaimasafah, kemudian setelah sampai ke tempat tujuan, ia bermaksud menuju suatu tempat yang jarak tempuhnya dari tujuan pertama tidak sampaimasafahsyariyah, namun majmuk dua perjalanannya mencapaimasafah, maka ia tidak boleh meng-qashrshalat.
3. Hendaknya tetap bertujuan menempuhmasafahhingga sampai ke tujuan. Apabila ia berpaling dari tujuannya sebelum mencapai empat farsakh, atau bimbang, maka hukum safar tidak berlaku atasnya setelah itu, meskipun sebelumnya ia telah melakukan shalat secaraqashrsebelum berpaling dari tujuannya semula.
4. Hendaknya tidak berniat memutuskan perjalanan dengan melintasi kotatempat tinggalnya (wathan) atau bertujuan bermukim di satu tempat selama sepuluh hari atau lebih.
5. Hendaknya perjalanan yang dilakukan halal (dibenarkan) secara syariy. Jika perjalanannya tergolong maksiat dan haram, baik karena perjalanan itu sendiri seperti lari dari medan tempur, maupun karena tujuan perjalanannya yang haram, seperti perjalanan untuk merampok maka tidak berlaku atasnya hukum safar.
6. Hendaknya pelaku perjalanan (musafir) tidak tergolong orang yang membawa serta rumahnya dalam perjalanan (tidak memiliki tempat tinggal yang tetap) seperti para badui yang tidak memiliki tempat tinggal tertentu yang selalu berjalan di darat dan berhenti didekat tempat air dan pandang rumput.
7. Hendaknya tidak menjadikan safar sebagai pekerjaan seperti penjaja jasa mengangkut orang atau barang dalam perjalanan, sopir, pelaut dan sebagainya, demikian pula (digolongkan dengan mereka) orang yang pekerjaannya dalam perjalanan.
8. Perjalanan telah mencapai batastarakhkhush. Yaitu tempat yang sekiranya suara adzan di kota tidak lagi terdengar atau dinding-dinding kota tidak lagi terlihat.

(Hajj/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: