Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi (Foto: purwakartapost.co.id)
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengaku keberatan dengan stereotipe Provinsi Jawa Barat sebagai daerah paling intoleran. Ia menyatakan, mayoritas orang Sunda di Jabar adalah masyarakat toleran.
Hal itu diungkapkan Dedi Saat memberikan materi pada dialog publik dan workshop desa inklusi di Hotel Grage Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa 9 Agustus 2016.
Acara ini digagas oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Wahid Foundation dan Gedhe Foundation menghadirkan tokoh-tokoh Indonesia salah satunya Bupati Purwakarta dan Yenny Wahid putri dari bapak Pluralisme Indonesia, Abdurrachman Wahid atau Gusdur.
“Saya heran kok masyarakat yang sangat toleran ini disebut intoleran. Harus dicek betul-betul siapa yang sesungguhnya intoleran itu,” ujar Dedi.
Sebagai contoh, kata Dedi, Kabupaten yang dia pimpin untuk masuk menjadi salah satu nominasi penerima gelar Kota Paling Toleran versi Badan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa.
“Yang terjadi di Jawa Barat, sambung Dedi, adalah provokasi yang berasal dari luar paham orang Sunda. Posisi orang Sunda hanya terbawa klaim saja,” katanya.
“Kesemerawutan di Desa-desa itu justru lahir dari paham yang secara ‘toleran’ dipraktikan oleh masyarakat desa. Saking ‘tolerannya’ mereka itu, dulu memelihara ternak sekarang rela memelihara kendaraan bermotor. Padahal sebelum gaya hidup yang merusak itu masuk, Desa selalu baik-baik saja. Kita ini mengaku pintar tapi ternyata mengubah tatanan moral kehidupan,” paparnya disambut oleh gelak tawa peserta dialog publik tersebut.
Dedi menjelaskan, apalagi desa yang merupakan sumber nilai inklusifitas yang penuh toleransi. Dia mencontohkan, perilaku ramah dan gotong-royong sebagai soko guru sikap toleran sampai hari ini dipraktikan masyarakat di pedesaan.
Pegiat pluralis Indonesia, Yenny Wahid mengamini pernyataan Kang Dedi tersebut. Yenny mengatakan, Jabar sering menjadi pion provokasi yang mengatasnamakan agama. Aktor intelektualnya, sambung Yenny, bukanlah asli orang Sunda tetapi pendatang dari luar kota bahkan luar negeri.
“Saya sepakat dengan Kang Dedi, setelah dicek betul-betul memang kasian ini orang Sunda jadi sasaran provokasi atas nama agama terus. Padahal dalangnya bukan orang Sunda. Implikasinya daerah Jawa Barat menduduki peringkat tertinggi Intoleransi,” ucapnya.
Yenny menegaskan, sudah waktunya daerah-daerah di Jabar berkiblat ke Purwakarta dalam hal membangun toleransi beragama dan berbudaya.
Seperti diketahui, Kongres Kebebasan Beragama 2016 menyebutkan, Jabar menduduki peringkat pertama provinsi intoleran atau menolak kebebasan beragama. Pada 2015, dari 87 aduan yang masuk ke Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), 20 di antaranya terjadi di Jabar. Angka ini menunjukkan Jabar tertinggi dalam hal intoleran.
(Purwakarta-Post/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email