Pesan Rahbar

Home » , » Nasab Utsman Bin Affan (Utsman Bin Affan Bin Abi Al-‘Ash Bin Umayyah)

Nasab Utsman Bin Affan (Utsman Bin Affan Bin Abi Al-‘Ash Bin Umayyah)

Written By Unknown on Friday, 28 October 2016 | 22:51:00


Utsman bin Affan bin Abi al-‘Ash bin UmayyahUtsman bin Affan

Nama Lengkap: Utsman bin Affan bin Abi al-‘Ash bin Umayyah
Julukan: Abu Amr, Abu Abdillah
Kelompok: Sahabat
Asal Usul: Muhajirin
Kabilah: Quraisy, Bani Umaiyyah
Tempat dan Tanggal Lahir: Mekah, tahun 7- 8 Tahun Gajah
Tanggal Wafat: 35 H/ 656 M. Pada peristiwa pemberontakan terhadap pemerintahannya
Reputasi Terkemuka: Sebagai sahabat Nabi Saw, Khlaifah ketiga
Pusara/Makam: Madinah
Aktifitas lainnya: Hijrah ke Habasyah


Utsman bin Affan (Bahasa Arab:عثمان بن عفان)(meninggal tahun 35 H/ 656 M) adalah khalifah ketiga, Khulafa al-Rasyidin di kalangan Ahlusunnah dan termasuk salah seorang sahabat Rasulullah Saw.

Utsman memegang kekhalifahan lewat syura (musyawarah) yang telah ditunjuk oleh Umar bin Khattab sebelum wafatnya untuk memilih khalifah dan memerintah sejak tahun 23 H (atau 24 H) sampai terbunuhnya pada tahun 35 H.

Ia meninggal dunia di tangan para pemberontak dalam sebuah protes terhadap metode pemerintahannya di Madinah.


Nasab, Keluarga dan Kriteria

Sejarah Permulaan Islam


Tokoh-tokoh
1. Nabi Muhammad Saw
2. Imam Ali As
3. Sayidah Fatimah Sa
4. Abu Bakar
5. Umar bin Khattab
6. Utsman bin Affan

Peperangan: Ghazwah dan Sariyyah
1. Ghazwah Badar
2. Ghazwah Uhud
3. Ghazwah Nabi Saw lainya
4. Sariyyah Nabi Muhammad Saw

Kota-kota dan Situs-situs Bersejarah
1. Mekkah
2. Madinah
3. Thaif
4. Saqifah
5. Khaibar
6. Pemakaman Baqi

Peristiwa-peristiwa
1. Bi'tsah
2. Hijrah ke Habasyah
3. Hijrah ke Madinah
4. Perjanjian Hudaibiyah
5. Haji Perpisahan
6. Peristiwa Ghadir

Terkait
1. Islam
2. Syiah
3. Haji
4. Quraisy
5. Bani Hasyim
6. Bani Umayyah


Kepustakaan sejarah Islam mencatat keturunannya sebagai berikut: Utsman bin Affan bin Abi al-‘Ash bin Umayyah bin Abd al-Syams bin Abd Manaf bin Qushai al-Qurasyi al-Umawi. Utsman dari klan Bani Umayyah[1] , dan nenek moyangnya dan Bani Hasyim berujung pada Abdi Manaf. [2]

Dengan demikian, ia dari klan Bani Umayyyah, keturunan Abi al-‘Ash. [3]

Ibunya Arwa dari klan ayahnya, dan nasabnya adalah sebagai berikut: Binti Kuraiz bin Rabi’ah bin Hubaib Ibn Abd al-Syams bin Abd Manaf bin Qushai. [4]

Ibu Utsman adalah keturunan Ummu Hakim Bidha’ binti Abdul Mutthalib, bibi Rasulullah Saw. [5]

Terdapat perselisihan tentang kelahiran Utsman, tahun ketujuh[6] dan keenam[7] tahun Gajah. Ia memiliki dua gelar; Abu Amr dan Abu Abdillah, sementara yang pertama lebih tenar. [8]

Ruqayyah putri Rasulullah Saw termasuk salah seorang istrinya, dimana sebagian mengatakan bahwa ia telah melahirkan Amr dan Abdullah, namun tidak ada satupun dari mereka yang hidup dan meninggal di saat masih kecil. [9]

Sebagian yang lain berpendapat bahwa Amr bukanlah keturunan Ruqayyah dan mereka menuturkan bahwa Amr lahir pada masa Jahiliyyah dari istri lainnya dan dengan demikian gelar Utsman pada masa Jahiliyyah adalah Abu Amr dan dikarenakan memeluk Islam dan menikah dengan Ruqayyah, kemudian ia melahirkan Abdullah, maka gelar Abu Abdillah lebih diprioritaskan ketimbang Abu Amr. [10]

Menurut referensi, Ummu Kultsum putri lainnya Rasulullah Saw juga diakadkan dengan Utsman sepeninggal Ruqayyah. [11]

Referensi Ahlusunnah menyebutnya Dzunnurain (pemilik dua cahaya) dikarenakan menikahi dua putri Rasulullah Saw. [12]


Latar Belakang Islam

Dikatakan bahwa Utsman memeluk Islam atas ajakan Abu Bakar. [13]

Tahun keislamannya tidak diketahui secara mendetail; namun mereka mengatakan ia memeluk Islam di awal-awal dakwah Rasulullah Saw di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam. [14]

Utsman termasuk orang pertama yang hijrah dari Mekah menuju Ethiopia. [15]

Meski pada masa pertempuran Badar ada di Madinah, namun ia tidak ikut berpartisipasi dalam pertempuran tersebut. Para sejarawah mengatakan sebab ketidakikutsertaannya dalam pertempuran itu adalah istrinya Ruqayyah , putri Rasulullah Saw menderita sakit dan dia sendiri yang memaksanya untuk tinggal di Madinah dan Ruqayyah meninggal dunia di penghujung pertempuran tersebut. [16]


Kekhalifahan 

Syura Enam Orang

Utsman memegang kekhalifahan lewat syura yang telah ditunjuk oleh Umar bin Khattab sebelum kematiannya untuk memilih khalifah dan memerintah sejak tahun 23 H (atau 24 H) [17] sampai terbunuhnya pada tahun 35 H. [18]

Pemilihan khalifah dengan metode musyawarah semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya. Tentang peristiwa kekhalifahan Abu Bakar sepeninggal Rasulullah Saw, sejumlah sahabat berkumpul di Saqifah dan (menurut keyakinan Syiah) dengan tanpa melihat pemilihan Ghadir, mereka memilih Abu Bakar sebagai khalifah dan setelah itu dengan cara khusus mengambil baiat dari semua masyarakat. Argumentasi mereka adalah masalah pemilihan khalifah diserahkan kepada masyarakat dan mereka harus mengungkapkan pendapatnya terkait pemimpinnya; namun Abu Bakar di akhir-akhir umurnya melakukan perubahan dan melantik Umar sebagai penggantinya.

Umar bin Khattab mengenyampingkan dua metode sebelumnya dan menempuh metode lainnya dan dengan mengakui bahwa pemilihan Abu bakar bukan berdasarkan pendapat kaum muslim dan setelah ini harus dengan musyawarah mereka[19], ia membentuk dewan syura yang terdiri dari enam orang, sehingga dengan bermusyawarah satu sama lain memilih salah satu dari mereka sebagai khalifah. Anggota musyawarah ini adalah sebagai berikut: Ali bin Abi Thalib As, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf. [20]


Peristiwa-peristiwa Masa Kekhalifahan

Laporan-laporan sejarah tentang kinerja Utsman saat memegang pemerintahan bahwa hal pertama kali yang ia lakukan adalah ia banyak mencopot para gubernur dan para pejabat kekhalifahan dan mengangkat sanak familinya sebagai pengganti mereka. [21]

Semisalnya ia mengangkat saudara tirinya Walid bin ‘Uqbah di Kufah dan menggantikan Ammar bin Yasir dan mengangkat Abdullah bin Amir, anak bibinya yang masih belia dan menggantikan Abu Musa al-Asy’ari di Bahsrah. Utsman juga mengangkat Amr bin al-Ash sebagai pemimpin penaklukan dan pertempuran-pertempuran utara Afrika dan saudara sesusunya Abdullah bin Abi Sarh sebagai pengurus keuangan (upeti dan ghanimah) dan penaklukan-penaklukan kawasan tersebut; lantas ia mencopot Amr Ash dan menggantikannya dengan Abdullah. [22]


Penaklukan

Jumlah kaum muslimin semakin bertambah pada saat Utsman menaklukkan pelbagai kawasan. Semisalnya sebagian kota kawasan Persia jatuh ke tangan Arab, sementara pemimpin penaklukan tersebut adalah Utsman bin Abi al-‘Ash. Demikian juga pada tahun 29 H kawasan-kawasan utara Afrika dapat ditaklukkan dengan dipimpin oleh Abdulah bin Abi Sarh dan kepulauan Siprus dengan dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. [23]

Sebagian kawasan, seperti kota-kota kawasan Persia Iran juga melakukan pemberontakan pada masa itu dan berupaya mendapatkan kemerdekaannya; namun dapat dipadamkan. [24]

Terbunuhnya Yazdgerd ketiga, penguasa Sasaniyan terakhir pada masa Utsman. Menurut referensi yang ada, Yazdgerd terakhir kali berhadap-hadapan dengan pasukan Arab di kolam renang dan Utsman bin Abi al-‘Ash dan Abdullah bin al-‘Ash yang memimpin Arab di kawasan tersebut melakukan pertempuran dengannya. Yazdgerd pun kalah dan kabur ke Marv dan dalam sebuah insiden yang dinukilkan dalam referensi, di situ – di alam mimpi – ia dibunuh oleh seorang tukang giling di Marv. [25]


Pengumpul Al-Quran

Al-Quran pada masa Rasulullah Saw selain tertulis, juga banyak sekali sahabat-sahabat dekat beliau yang menghafal ayat-ayatnya. Meski demikian, dengan adanya alasan-alasan tertentu, Al-Quran sampai masa Abu Bakar masih belum terkumpul dalam bentuk satu kitab. Peristiwa Yamamah yang menyebabkan banyak sekali para hafiz Al-Quran meninggal dunia memunculkan perihal penyusunan Al-Quran dalam sebuah buku untuk kaum muslim. Abu Bakar menunjuk Zaid bin Tsabit untuk pekerjaan tersebut. [26]

Zaid mengumpulkan semua tulisan Al-Quran yang tercerai berai dan menerima setiap ayat Al-Quran, meski puluhan hafiz dan puluhan tulisan mengafirmasi dan selaras dengannya, dengan mengambil minimal dua orang saksi (satu dari penulisan, satu dari hafalan). Al-Quran kumpulan dan sususan Zaid masih dalam bentuk lembaran-lembaran dan belum dalam bentuk mushaf dan akhirnya lembaran-lembaran tersebut ditaruh dalam sebuah peti dan memerintahkan seseorang untuk menjaga dan menyimpannya. Pengumpulan ini terus berlangsung selama 14 bulan dan maksimal sampai meninggalnya Abu Bakar pada tahun 13 H. Naskah ini sesuai dengan wasiat Abu Bakar supaya diberikan kepada Umar. Pasca Umar juga sesuai dengan wasiatnya, naskah tersebut diserahkan kepada Hafsah binti Umar, Istri Rasulullah Saw. [27]

Dengan penaklukan-penaklukan Islam pada masa kekhalifahan Utsman dan masuknya Al-Quran ke kawasan-kawasan yang baru ditaklukkan, maka muncullah perselisihan dan banyak problem dalam pembacaan kalimat-kalimat Al-Quran. Utsman membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Said bin ‘Ash, Abdullah bin Zubair dan Abdurrahman bin Harits. Kelompok ini dengan kerjasama 12 orang dari Quraisy dan Anshar, yang kinerjanya dipantau dan diawasi oleh Ali As[28] , mulai mentranskip naskah akhir. Mereka mengumpulkan semua naskah-naskah yang ada pada masa Rasulullah Saw. Kemudian meminjam naskah tulisan Zaid pada masa Abu Bakar, yang tersimpan oleh Hafsah.

Diputuskan setiap 3 orang rekan Zaid berselisih dengannya dalam penulisan sebuah kalimat, maka ditulis dengan dialek Quraisy. Dengan demikian, penyusunan akhir berdasarkan sahifah-sahifah peninggalan Rasulullah Saw dan naskah-naskah khusus, seperti naskah Hafsah dan naskah Zaid sendiri dan dengan bersandar pada hafalan para hafiz dan kesaksian dua orang saksi dan mushaf Imam yakni mushaf contoh dan resmi serta akhir yang populer dengan mushaf Utsmani rampung dalam kurun waktu empat lima tahun dari tahun 24 H sampai sebelum 30 H dan dari situ diperbanyak 5 atau 6 naskah.

Dua naskah disimpan di Mekah dan Madinah sedangkan 3 atau 4 naskah lainnya dikirim ke markas-markas penting dunia Islam bersama seorang hafiz Al-Quran yang memiliki peran pengajar dan pembimbing bacaan yang benar, yakni Basra, Kufah, Syam dan Bahrain. Kemudian Utsman memerintahkan untuk melenyapkan semua tulisan dan naskah-naskah terdahulu sehingga hilanglah akar perselisihan dan konflik secara menyeluruh di tengah-tengah masyarakat. [29]


Perubahan dalam Hukum

Utsman melakukan perubahan dalam sebagian hukum-hukum Islam. Di Mina ia melakukan salat secara sempurna, yang menyalahi sunnah Rasulullah Saw dan ketika mendapatkan protes dari para sahabat, seperti Abdurrahman bin Auf dan ia tidak dapat menjawab dengan baik kepada mereka, lantas ia mengatakan, “Hadza Ra’yun Raaituhu”, ini adalah pandangan yang aku berpendapat sendiri. [30]

Menurut penuturan al-Muttaqi Hindi, perubahan dalam wudhu dan perselisihan dalam wudhu Syiah dan Ahlusunnah juga dimulai sejak masa kekhalifahannya. [31]

Meski di satu tempat ia mengatakan Rasulullah Saw setelah membasuh muka dan tangan, dan mengusap kepala, beliau juga mengusap kaki[32] , namun di tempat lain wudhu Rasulullah Saw dengan membasuh kaki. [33]

Amirul Mukminin Ali As dalam hal ini mengatakan, “Jika agama mengikuti pendapat orang-orang, maka setiap ajaran yang mengusap telapak kaki lebih baik ketimbang di atas kaki; namun aku melihat bahwa Rasulullah Saw mengusap di atas kaki.” [34]

Berdasarkan riwayat dari Ahlusunnah, malaikat Jibril juga mengajari Rasulullah Saw dengan mengusap kaki. [35]


Pemberontakan terhadap Utsman 

Sebab Pemberontakan

Menurut referensi Islam, sebab pemberontakan terhadap Utsman adalah perubahan yang tidak wajar metode para khalifah sebelumnya dalam menggunakan dan mengangkat para staf pemerintah serta ketidakadilan dalam pembagian kekayaan umum dan sumber-sumber keuangan masyarakat Islam. Atensi Utsman terhadap sanak famili dan menyerahkan baitul mal kepada mereka dan jabatan-jabatan kepemerintahan serta keistimewaan-keistimewaaannya sudah terlihak sejak awal kepemerintahannya yang lambat laun hal itu menimbulkan protes dan ini merupakan motivasi utama pemberontakan tersebut. [36]

Problem dan himpitan ekonomi muslim di sebagian kawasan seperti Irak telah membangkitkan banyak penentangan dengan pemerintahan Utsman dan diskriminasi ekonomi dan politiknya semakin memperuncing penentangan. Mungkin pencopotan para penguasa Basra dan Kufah sebelumnya dan pengangkatan sanak familinya yang menggantikan mereka telah membangkitkan ketidakpuasan pertama terhadap Utsman. [37]

Penguasaan orang-orang dari klan Bani Umayyah yang tidak memiliki latar belakang Islam atas harta benda dan kekayaan umum bagi kalangan sahabat dan tabi’in Rasulullah Saw sangatlah tidak elegan. Semisalnya, Utsman memberikan sebuah tempat bernama Muhriqah yang terletak di timur Madinah kepada Harits bin Hakam; sebuah tempat dimana saat Rasulullah Saw sampai di tempat tersebut, beliau menginjakkan kakinya di atas tanah dan mengatakan, ini adalah tempat salat kita, tempat meminta turun hujan dan tempat Idul Adha dan Idul Fitri kita. Ini janganlah engkau rusak dan janganlah engkau meminjamkannya. Laknat Allah atas seseorang yang mengurangi sesuatu dari pasar kita.

Adapun hal lainnya adalah Utsman memberikan Fadak kepada Marwan bin Hakam dan juga menyerahkan khumus ghanimah Afrika kepadanya. Peristiwa ini sangat berat bagi sebagian kaum muslim, sampai-sampai Abdurrahman bin Hanbal Jumahi menyenandungkan sebuah syair untuk mencelanya. [38]

Demikian juga menurut referensi yang ada, Utsman telah mengkhususkan empat ratus ribu Dirham dari ghanimah tersebut kepada Abdullah bin Khalid bin Asid bin Rafi’ dan seratus ribu Dirham kepada Hakam bin Abi al-Ash. [39]

Dari penuturan sebagian referensi, dikemukakan bahwa metode Utsman dimulai pada masa Umar atau sebelumnya, namun dikarenakan alasan-alasan tertentu seperti takut penganiayaan mereka tidak mampu memprotes. Laporan yang ada menegaskan, masyarakat menyalahkan kinerja-kinerja Utsman, padahal jika hal itu dikerjakan oleh Umar bin Khattab, maka mereka tidak menyalahkannya dan hal itu karena masyarakat takut terhadap Umar. Umar membungkam protes-protes yang ada, namun Utsman sangatlah lembek dan hal ini menimbulkan protes secara terang-terangan terhadapnya dan terus meningkat. [40]

Dinukilkan dari Abdullah bin Umar, bahwasanya Utsman melakukan hal-hal yang salah, namun tidak salah jika dilakukan oleh Umar. [41]

Utsman sendiri juga menukilkan bahwa ia pergi ke mimbar di awal-awal permulaan protes dan mengatakan, wahai orang-orang Muhajirin dan Anshar! Demi Allah! Kalian menyalahkan perbuatan-perbuatan saya, yang semestinya kalian perlakukan juga kepada putra Khattab, namun ia telah mengenyahkan dan membasmi kalian semua, tetapi tidak ada seorangpun dari kalian yang berani menatapnya dengan mata kalian. [42]


Pencopotan dan Pelantikan Politik

Utsman mencopot Ammar Yasir dari kepemimpinan Kufah dan melantik saudara ibunya Walid bin Uqbah bin Abi Mu’ith untuk memimpin Kufah, ia mencopot Abu Musa Asy’ari dari kepemimpinan Basra dan melantik Abdullah bin Amir bin Kuraiz, anak pamannya yang masih belia untuk memipin di situ dan mengangkat Amr bin Ash sebagai panglima perang Mesir dan Abdullah bin Abi Sarh untuk upeti Mesir, yang mana ia juga merupakan saudara sesusu Utsman. Kemudian ia mencopot Amr bin Ash dari panglima perang dan menyerahkan dua pekerjaan tersebut kepada Abdullah bin Abi Sarh. [43]

Sebagian orang-orang ini menurut pandangan kaum muslimin tidaklah terlalu komitmen dengan ajaran Islam dan warisan spiritual Rasulullah Saw. Menurut riwayat yang ada, beberapa orang yang diasingkan oleh Rasulullah Saw dari Madinah dikembalikan lagi ke kota pada masa Utsman dan atas permintaanya diberikan pangkat jabatan kepemerintahan. Misalnya, Utsman mengembalikan kerabatnya Hakam bin Abi al-Ash dari pengasingan dan menjadikan putranya, Marwan sebagai penasehatnya[44] , Marwan memiliki andil secara langsung dalam sebagian konflik pada tahun-tahun berikutnya. Rasulullah Saw mengasingkan Hakam bin Abi al-Ahs dikarenakan ia telah menyebarkan rahasia-rahasia beliau. [45]

Sebagian berkeyakinan bahwa Marwan yang selaku menantu Utsman, berpengaruh secara penuh atas sikapnya dan banyak sekali keputusan-keputusan salah Utsman muncul dari induksi dan bisikan-bisikan Marwan. (butuh referensi) Namun, keberadaan Marwan dalam sebuah jabatan pemerintah sangat berpengaruh dalam meningkatkan ketidakpuasan di tengah-tengah kaum muslimin, khususnya kalangan sahabat. Abdullah bin Abi Sarh, saudara sesusu Utsman yang menjadi gubernur Mesir[46] tidak memiliki latar belakang baik dalam Islam. Dituturkan bahwa ia dalam beberapa waktu menjadi penulis wahyu di Madinah, namun akhirnya murtad dan bergabung dengan Quraisy. Bahkan sebuah surat (surat Al-An’am: 93) diturunkan dalam rangka mencelanya. [47]

Dengan melihat pengetahuannya terhadap spirit Rasulullah Saw, ia bermusyawarah dengan Quraisy untuk menghadapi Nabi Saw. [48]

Rasulullah Saw mengeluarkan perintah supaya membunuhnya pada penaklukan Mekah, namun ia berlindung kepada Utsman dan dalam situasi yang tepat menemui Rasulullah dan diampuni atas perantara Utsman. [49]

Meski secara lahiriah, Rasulullah tidaklah terlalu ridho dengan pengampunan tersebut. Referensi yang ada menuturkan bahwa Utsman menemui Rasulullah Saw dan mengetengahkan pengampunan Abdullah dan Nabi Saw sama sekali tidak berbicara dan akhirnya ia pun diampuni dengan pengulangan permintaannya tersebut; namun beliau berkata kepada para sahabatnya yang ada didekatnya, kenapa salah satu dari kalian tidak membunuhnya sebelum aku mengampuninya. [50]

Walid bin ‘Uqbah, sanak famili dan gubernur Utsman di Kufah bahkan tidak mengindahkan lahiriah-lahiriah Islam. Ia melakukan salat Subuh sebanyak empat rakaat dalam keadaan mabuk dan berkata kepada para jemaah di masjid, jika kalian menghendaki maka akan aku menambahkannya lagi. Peristiwa meminum minuman keras Walid sampai ke telinga semua orang, namun Utsman tidak menjalankan hukuman had minuman keras terhadapnya. [51]

Walid adalah orang di masa Rasulullah Saw yang diturunkan sebuah ayat untuknya, dimana ia dalam ayat tersebut disebut dengan Fasiq. [52]

Akhirnya Utsman dalam sebuah tindakan yang telat dan di bawah tekanan kaum muslimin mencopot Walid dari pemerintahan Kufah dan menggantikannya dengan Sa’id bin Ash; namun kinerja Sa’id semakin memperburuk kondisi. Dalam praktik dan ucapannya menjelaskan bahwa Irak adalah milik Quraisy dan Bani Umayyah.

Sebagian sahabat dan para pemuka termasuk Malik al-Asytar memprotes perangainya, namun protes-protes itu tidak ada gunanya dan hanya memperuncing konflik antara Sa’id dan mereka dan menimbulkan protes-protes yang lebih besar. Utsman memerintahkan kepada pendukungnya supaya mengasingkan para pemimpin demo ke Syam. Diantara mereka terdapat para pembesar Kufah, seperti Malik al-Asytar dan Sha’sha’ah bin Shuhan.


Deskripsi Peristiwa Pemberontakan

Cara Utsman dalam memerintah dan melantik orang-orang yang tidak becus atas kota dan wilayah-wilayah kekuasaan Islam, para pembesar dan sahabat akhirnya membangkitkan protes besar-besaran. Para demonstran berkali-kali melayangkan protes ke telinganya dengan surat ataupun dengan berhadap-hadapan.

Utsman berdialog dan menjanjikan perbaikan urusan kepada mereka; namun tindakan-tindakannya tampak tidak terlalu serius sehingga menimbulkan kepuasan. Secara lahiriah, Ia banyak bermusyawarah dengan banyak orang, namun ia hanya menjalankan permusyawarahan yang dilakukan dengan sanak familinya saja, seperti Marwan bin Hakam dan Muawiyah. [53]

Utsman pergi ke mimbar sekali pada awal-awal protes, ia mengakui kesalahan-kesalahannya dan bertaubat keharibaan Allah di hadapan masyarakat dan meminta maaf kepada mereka, Marwan bin Hakam mencegah pengakuannya dan mengatakan, batalkanlah taubatmu dan janganlah meminta maaf kepada seorangpun dan kinerja-kinerja Utsman setelah ini menunjukkan bahwa ia menjalankan perkataan Marwan tersebut. [54]


Surat Protes Sahabat

Setelah masyarakat putus asa atas perubahan metode Utsman, dimana sebagian dari mereka juga terdapat para sahabat, dalam sebuah surat yang berbicara kepada Utsman mengisyaratkan beberapa hal, yang menurut keyakinan mereka, ia telah menyalahi sunnah Rasulullah Saw dan dua khalifah sebelumnya.

Sebagian hal tersebut adalah: Penyerahan khumus Afrika kepada Marwan bin Hakam, sementara dalam khumus tersebut ada hak Allah dan Rasul-Nya Saw, pembangunan tujuh bangunan di Madinah, pembangunan sebuah rumah untuk istrinya Nailah binti al-Farafishah, pembuatan sebuah rumah untuk Aisyah, pembuatan rumah dari kayu untuk Marwan yang dibangun dalam bentuk istana, penyerahan harta-harta Allah di tangan Marwan dan selainnya, menguasakan kota dan kawasan-kawasan kepada orang-orang sekitarnya, pendonasian untuk para budak dan anak-anak Bani Umayyah yang sama sekali tidak ada kaitan dan keselarasan dengan Rasulullah Saw, pengangkatan Walid bin Uqbah sebagai gubernur Kufah, yang tidak mengindahkan syariat dan hukum-hukum Islam secara lahiriah dan peminum minuman keras, namun Utsman tidak menjalankan hukuman had meminum minuman keras untuknya, jauh dari Muhajirin dan Anshar sampai-sampai tidak menyerahkan kepada mereka suatu pekerjaan apapun dan tidak bermusyawarah dengan mereka, pemagaran tanah-tanah sekitar Madinah, memberikan tanah dan makanan dan penganugerahan yang melimpah kepada seorang yang sama sekai tidak selaras dan tidak berbicara dengan Rasulullah Saw dan mengganti kayu rotan (bamboo lunak yang tidak menyakitkan) dengan cambuk (yang sangat menyakitkan ) untuk menghukum kaum muslim.

Masyarakat sekali lagi berjanji menghantarkan surat ini ke tangan Utsman. Ammar yang menyampaikan surat kepada Utsman.

Ketika itu Marwan bin Hakam dan sejumlah bani Umayyah berada bersama Utsman. Ammar menyerahkan surat kepada Utsman dan iapun membaca surat tersebut.
Utsman mengatakan, kamu yang menulis surat ini?
Ammar menjawab, iya. Utsman bertanya siapa yang membantumu dalam menulis surat ini?
Ammar menjawab, beberapa orang membantu saya dalam menulis surat tersebut, dan mereka tidak datang. Utsman berkata, perkenalkanlah siapa saja mereka?
Ammar tidak menerima dan Utsman mengatakan, bagaimana engkau lancang berbicara terhadapku?
Marwan bin Hakam berkata, Amirul mukminin! Budak hitam ini telah mempropokasi masyarakat untuk menentangmu. Jika kamu membunuhnya maka engkau telah meringankan jerih payah selainnya. Utsman mengatakan, pukullah dia. Dan dia bersama yang lainnya memukuli Ammar. Kemudian mereka menyeretnya keluar dari Darul Imarah khalifah. Kemudian sebagian masyarakat membawa Ammar dengan perintah Ummu Salamah menuju rumahnya. [55]


Peristiwa Pemerintahan Mesir

Termasuk salah satu peristiwa yang merintangi redanya pemberontakan terhadap Utsman adalah insiden dimana konflik dan dalam kerusuhan Madinah, masyarakat Mesir mengadukan pemerintahan Abdulllah bin Abi Sarh kepada Utsman.

Para pembesar sahabat di Madinah seperti Ali As menasehati Utsman supaya mencopot Abdullah dan menggantikannya dengan Muhammad bin Abu Bakar sebagai penguasa Mesir. Utsman melakukan demikian dan memberikan sebuah surat pengangkatan kepada Muhammad bin Abu Bakar.

Sekelompok penentang dan masyarakat Madinah juga menuju Mesir bersama Muhammad. Di pertengahan jalan mereka melihat seorang budak yang bergerak dengan cepat; seolah-olah lari dari satu masalah. Mereka menahannya dan mereka mengetahui bahwa ia adalah budaknya Marwan bin Hakam sedangkan ia membawa sepucuk surat darinya untuk Abdullah bin Abi Sarh.

Dalam surat tersebut ditulis tentang kisah Muhammad bin Abu Bakar dan rombongannya dan meminta Abdullah supaya membunuh Muhammad bin Abu Bakar beserta rombongan tersebut dan tetap pada pemerintahan Mesir sampai tiba surat berikutnya.

Hal ini menyebabkan Muhammad kembali lagi ke Madinah dan membongkar isi surat itu di hadapan para sahabat Rasulullah Saw dan kaum muslimin dan dengan demikian ketegangan kota Madinah semakin meningkat. Masyarakat mengepung Darul Imarah dan rumah Utsman dan menghalangi keluar masuknya mereka dan mereka juga memblokade akses air. [56]


Pengepungan

Dengan meningkatnya ketegangan di Hijaz, Utsman tidak dapat memenuhi tuntutan-tuntunan masyarakat dan yang paling terpenting adalah pengunduran diri Utsman sendiri, para demonstran kota Madinah bersama sejumlah penduduk dari Kufah dan Mesir memutuskan untuk meningkatkan aksi-aksi mereka terhadap sang khalifah. [57]

Akhirnya al-Asytar al-Nakha’i dengan seribu orang dari Kufah dan Ibn Abi Khudzaifah dengan empat ribu masyarakat Mesir pergi menuju rumah Utsman dan mengepung rumah Utsman siang dan malam. Sementara itu, Thalhah memprovokasi dua kelompok tersebut terhadap Utsman. Ia mengatakan kepada mereka: Utsman yang sudah kalian kepung tidaklah takut dan khawatir; karena Ali As mengantarkan air dan makanan untuknya.

Cegahlah air untuk sampai ke Utsman. Sebelumnya, Ali As menginformasikan kepada Utsman untuk sementara waktu akan pergi dari Madinah dan Utsman setuju. [58] Meski Imam Ali As menunjuk dua orang putranya dengan bersenjata guna menjaga rumah Utsman, dengan keluarnya beliau, maka kondisi semakin parah. [59]

Utsman dan orang-orang yang ada bersamanya di dalam rumah, persediaan makanan dan minuman mereka semakin menipis. Utsman menulis sepucuk surat ke Mekah dan Syam dan meminta bantuan kepada kaum muslim dua kota ini dan dalam surat tersebut ia menulis bahwa saya telah bertaubat, namun masyarakat ini tidak menerima taubat saya dan mereka tidak puas kecuali dengan pengunduran diri saya; saya khawatir persediaan makanan di rumah akan habis. [60]

Dinukilkan dari al-Waqidi bahwa pengepungan Utsman selama empat puluh sembilan hari. [61]


Pembunuhan Utsman

Lambat laun para pemberontak sampai pada kesimpulan bahwa Utsman sama sekali tidak ingin mengundurkan diri dan memenuhi keinginan mereka dan merekapun hendak menghabisinya, namun sebagian rintangan seperti penjagaan Hasan bin Ali As dan tidak inginnya para pemberontak untuk bersitegang dengan Al-Hasan As dan Bani Hasyim yang menghalangi mereka untuk menyerbu rumah Utsman.

Akhirnya rumah Utsman dihujani panah dari jarak jauh dan Hasan bin Ali As pun terluka. Anak panah juga mengena Marwan dan Muhammad bin Thalhah juga bersimbah darah dan kepala dan wajah Qanbar budak Ali As pun terkana. Muhammad bin Abu Bakar sangat takut karena Hasan bin Ali terluka, jangan sampai Bani Hasyim ikut campur karena masalah ini dan semakin memperluas konflik. [62]

Dikarenakan Hasan bin Ali terluka, maka dua orang membawanya keluar dari rumah Utsman, para pengepung mengatakan jika Bani Hasyim melihat darah di kepala dan wajah Al-Hasan As maka akan menyingkirkan masyarakat dari sekitar rumah Utsman. Dengan demikian harus membunuh Utsman secepat mungkin sebelum ada yang mengetahuinya. Kemudian beberapa orang menyelinap dari rumah salah satu Anshar dan memasuki rumah Utsman, sehingga tidak ada satupun orang-orang di sekitar Utsman yang mengetahui masuknya mereka.

Pada waktu itu, hanya Istri Utsman saja yang ada di dekatnya dan merekapun membunuh Utsman dan Istrinya pun mulai berkabung. Ketika Al-Hasan dan Al-Husein memasuki Darul Imarah melihat bahwa Utsman telah terbunuh dan badannya pun dimutilasi. Ali, Thalhah, Zubair dan Sa’ad mengetahui kondisi dan merekapun membaca ayat istirja’, Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rajiun. [63]

Dainuri menukilkan bahwa beberapa orang seperti Ali juga menangis atas pembunuhan Utsman bahkan sampai tak sadarkan diri. [64]

Pembunuhan Utsman terjadi pada tahun 35 Hijriah. [65]

Ada perselisihan tentang umurnya saat terbunuh. Dinukilkan dari Waqidi, bahwa umurnya 82 tahun. [66]

Sebagian referensi menulis bahwa nama pembunuh Utsman adalah Sudan bin Hamran. [67]


Sikap Imam Ali As dalam Pembunuhan Utsman

Berdasarkan referensi sejarah Islam, Imam Ali As menentang pembunuhan Utsman dan untuk mencegah pembunuhan, beliau menunjuk dua orang putranya, Al-Hasan dan Al-Husein dan beberapa orang lainnya untuk menjaga rumah tersebut. [68]

Menurut sebagian referensi, dia menangis setelah mengetahui pembunuhan Utsman dan mencela para penjaga rumahnya dan mengatakan tidak ada justifikasi untuk pembunuhan Utsman. [69]

Dalam nukilan yang lain dinukilkan dari ucapan Imam Ali As bahwa Utsman, dia, Al-Hasan dan Al-Husein As yang menjaganya, yang menghalangi serbuan para penyerbu rumahnya. [70] Sebelum pembunuhan Utsman juga, Imam Ali As berkali-kali menjadi perantara dan mengirimkan bantuan-bantuan kepadanya; semisalnya ketika para pemberontak mengepungnya dan menutup akses air, Imam Ali As membawakan air dan makanan untuknya. [71]

Berdasarkan referensi Ahlusunnah dari Imam Ali, dikatakan jika Utsman meminta bantuan kepadaku untuk membelanya, maka aku tidak akan menahan diri, aku ridho dengan kematian Hasan dan Husein, aku sudah mewanti-wanti masyarakat akan pembunuhan Utsman. [72]

Dikatakan ketika para demonstran Mesir hendak mengepung dan membunuh Utsman, mereka menemui Ali As. Mereka berkata: Bangkitlah dan mari bersama kami untuk pergi ke sana, Allah telah menghalalkan darahnya. Ali As berkata: Demi Allah! aku tidak akan demikian dan aku tidak akan datang bersama kalian. Masyarakat Mesir mengatakan, lantas untuk apa kamu menulis surat untuk kami? Beliau berkata: Demi Allah, aku sama sekali tidak menulis sepucuk surat untuk kalian. Di sini mereka saling menengok satu sama lainnya. [73]


Konsekuensi Pembunuhan Utsman

Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan di tangan para pemberontak, kaum muslimin bergegas berbai’at kepada Ali bin Abi Thalib As dan menjadikannya sebagai khalifah. Muawiyah yang menjadi penguasa Syam pun mengklaimkan kekhalifahan, namun bertolak bahwa ia tidak mempunyai kemampuan cukup untuk melontarkan klaim tersebut di hadapan kedudukan Ali bin Abi Thalib As di tengah-tengah masyarakat setelah Rasulullah Saw, maka ia mencari alasan dengan pembunuhan Utsman dan mengklaim bahwa Ali As memiliki peran dalam pembunuhan Utsman dan menyebut dirinya sebagai wali (penuntut) darah Utsman dan menggerakkan masyarakat Syam untuk memeranginya.

Muawiyah dalam menjawab orang-orang yang memintanya supaya mengikuti kekhalifahan secara resmi Ali bin Abi Thalib As mengatakan, Ali tidak luput dalam pembunuhan Utsman dan jika tidak salah hendaknya ia menyerahkan para pembunuh Utsman, kemudian baru kita membahas pembahasan berikutnya yaitu kekhalifahan kaum muslimin dan kita memikirkan bersama-sama tentangnya. [74]

Dari sisi lain, istri Utsman mengirim baju berlumuran darah dan sisa-sisa jenggot Utsman bersama sepucuk surat untuk Muawiyah dan menuntut darahnya. Muawiyah menggunakan surat dan pakaian Utsman ini untuk kemaslahatan dirinya, untuk mengambil baiat masyarakat dan menyalahkan Imam Ali As dalam pembunuhan Utsman.

Selain itu, Muawiyah memprovokasi masyarakat Syam untuk memerangi Ali As dengan pakaian Utsman. Dengan demikian, pakaian berdarah dan penuntut darah Utsman berubah menjadi dalih untuk menunjukkan ketidakabsahan kekhalifahan Ali As dan keabsahan kekhalifahan Muawiyah. Masyarkat Syam juga sepakat dengannya dan berkata kepada Muawiyah, Utsman adalah anak pamanmu dan kamu adalah wali darahnya, kami juga akan menyokongmu. [75]

Pembunuhan Utsman dan imbasnya telah membebankan klaim kekhalifahan Muawiyah, pertempuran-pertempuran besar seperti perang Shiffin kepada kaum muslimin dan ribuan orang termasuk sebagian sahabat Rasulullah Saw seperti Ammar Yasir ikut gugur dalam pertempuran tersebut. Kesyahidan Imam Ali As dan kepemimpinan Muawiyah dan perubahan rute kekhalifahan Islam menjadi sebuah pemerintahan warisan termasuk konsekuensi-konsekuensi pembunuhan Utsman bin Affan.


Catatan Kaki

1. Ibn ‘Abd al-Barr, Al-Isti’āb, jild. 3, hlm. 1037.
2. Ibid.,
3. Dāirat al-Ma’ārif Islam (Inggris), di bawah kata 'UTHMAN B. 'AFFAN.
4. Ibn ‘Abd al-Barr, Al-Isti’āb, jild. 3, hlm. 1038.
5. Ibid.,
6. Ibid., hlm. 1037.
7. Ibn Hajar, al-Ishābah, jild. 3, hlm. 377.
8. Ibn ‘Abd al-Barr, Al-Isti’āb, jild. 3, hlm. 1037.
9. Ibid.,
10. Ibnu al-Jauzi, al-Muntadzam, jild. 4, hlm. 334.
11. Ibn ‘Abd al-Barr, Al-Isti’ab, jild. 3, hlm. 1039.
12. Ibid.,
13. Ibnu al-Jauzi, al-Muntadzam, jld. 4, hlm. 335.
14. Ibnu al-Jauzi, al-Muntadzam, jld. 4, hlm. 335.
15. Ibn ‘Abd al-Barr, Al-Isti’āb, jld. 3, hlm. 1038.
16. Rujuklah, Waqidi, al-Maghāzi, jld. 1, hlm. 101; Ibn ‘Abd al-Barr, al-Isti’āb, jld. 3, hlm. 1038; Dzahabi, Usud al-Ghabah, jld. 3, hlm. 482.
17. Ibn ‘Abd al-Barr, Al-Isti’ab, jild. 3, hlm. 1044.
18. Lihatlah, Dinawari, al-Imamah wa al-Siyasah, jild. 1, hlm. 44-46; Zarkali, al-A’lam, jild .4, hlm. 210.
19. Al-Mushannif, jld. 5, hlm. 445; al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 3, hlm. 344.
20. Suyuthi, Tārikh Khulafā, hlm. 129.
21. Dainuri, al-Akhbar al-Thiwal, hlm. 139.
22. Ibid.,
23. Lihatlah, Dainuri, al-Akhbar al-Thiwal, hlm. 139.
24. Ibid.,
25. Ibid., hlm. 139 dan 140.
26. Khoramshahi, Daneshnameh Quran wa Qur’an Pazuhi, jild. 2, hlm. 1634.
27. Ibid., hlm. 1635.
28. Tarikh Quran, Mahmood Ramyar, hlm. 423; Khoramshahi, Daneshnameh Quran wa Qur’an Pazuhi, jild. 2, hlm. 1635.
29. Tarikh Quran, Mahmood Ramyar, hlm. 407-431; Khoramshahi, Daneshnameh Quran wa Qur’an Pazuhi, jild. 2, hlm. 1635.
30. Tarikh Islam, jild. 4, hlm. 268.
31. Kanzul Ummal, jild. 9, hlm. 443, hadis 26890.
32. Al-Mushannaf fi al-Ahadits wa al-Atsar, jild. 1, hlm. 16.
33. Musnad al-Darumi, jild. 1, hlm. 544.
34. Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf fi al-Ahadits wa al-Atsar, jild. 1, hlm. 25; Kanzul Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al, jild. 9, hlm. 606.
35. Shan’ani, al-Mushannaf, jild. 1, hlm. 19; al-Mushannaf fi al-Ahadits wa al-Atsar, jild. 1, hlm. 26.
36. Semisalnya lihatlah, Muqaddasi, al-Bad’u wa al-Tarikh, jild. 5, hlm. 299.
37. Dairat al-Ma’arif Islam (Inggris), jild. 10, hlm. 947, dibawah kata 'UTHMAN B. 'AFFAN.
38. Al-Bad’u wa al-Tarikh, jild. 5, hlm. 200.
39. Ibid.,
40. Lihatlah, Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 48.
41. Ibid.,
42. Ibid.,
43. Dainuri, Akhbar al-Thiwal/ Terjemahan, hlm. 147.
44. Ibn ‘Abd al-Barr, al-Isti’ab, jild. 3, hlm. 1388.
45. Al-Bad’u wa al-Tarikh, jild. 5, hlm. 200.
46. Dainuri, Akhbar al-Thiwal, hlm. 139.
47. Lihatlah, Ibn ‘Abd al-Barr, al-Isti’ab, jild. 1, hlm. 69.
48. Lihatlah, Waqidi, Maghazi, jild. 2, hlm. 787.
49. Ibn Atsir, Usud al-Ghabah, jild. 2, hlm. 249.
50. Waqidi, al-Maghazi, jild. 2, hlm. 856.
51. Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 54.
52. Lihatlah, Thabari, Tafsir Jami’ al-Bayan, jild. 26, hlm. 78.
53. Tentang bermusyawarah dengan Muawiyah, lihatlah Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 52.
54. Lihatlah, Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 53.
55. Ibid., hlm. 53-55.
56. Dainuri, Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 60 dan 61.
57. Lihatlah, Dinawari, Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 61.
58. Ibid., hlm. 57 dan 58.
59. Lihatlah, Dinawari, Imamah wa Siasah (Terjemahan Persia), hlm. 57, 58 dan 64.
60. Lihatlah, Dinawari, Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 58 dan 59.
61. Lihatlah, Ibn ‘Abd al-Barr, al-Isti’ab, jild. 3, hlm. 1044.
62. Dainuri, Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 67.
63. Untuk rincinya peristiwa, lihatlah: Dinawari, Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 67-70.
64. Dainuri, Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 69.
65. Ibn ‘Abd al-Barr, al-Isti’ab.
66. Ibn ‘Abd al-Barr, al-Isti’ab, jild. 3, hlm. 1048.
67. Ibid., hlm. 1045.
68. Dainuri, Imamah wa Siasah (Terjemahan Persia), hlm. 64; juga lihatlah, Ibn ‘Abd al-Barr, al-Isti’ab, jild. 3, hlm. 1046.
69. Dainuri, Imamah wa Siasah (Terjemahan Persia), hlm. 69.
70. Ibid., hlm. 76.
71. Ibid., hlm. 61.
72. Ibid., hlm. 76.
73. Ibid., hlm. 61.
74. Lihatlah, Ibn Muzahim, Waqi’ah Shiffin/ Terjemahan, hlm. 271.
75. Lihatlah, Dainuri, Imamah wa Siasah/ Terjemahan, hlm. 110.


Daftar Pustaka

1. Dainuri, Ahmad bin Dawud (m 282), al-Akhbar al-Thiwal, Riset. Abdul Mun’im Amir, Perujuk. Jamaluddin Syayyal, Qom, Mansyurat al-Radhi, 1368 S.
2. Dainuri, Ibn Qutaibah (28), Imamah wa Siasah (Tarikh Khulafa), Penerj. Sayid Nasir Thabathabai, Tehran, Qaqnus, 1380 S.
3. Daneshnameh Quran wa Quran Pazuhi, Riset Bahauddin Khoramshani, Tehran, Dustan – Nahid, 1377 S.
4. Daneshnameh Quran wa Quran Pazuhi, Riset. Bahauddin Khoramshani, Tehran, Dustan – Nahid, 1377 S.
5. Darumi, Abdullah bin Abdurrahman (255 H), Musnad al-Darumi, Riset. Husein Salim Asad al-Darumi, Dar al-Mughni lin Nashri wal al-Tauzi’, al-Mamlikah al-A’rabiyyah al-Saudiyyah, cet. 1, 1412 H.
6. Hashimi Bashri (230 H), al-Thabaqat al-Kubra, Riset. Muhammad Abdul Qadir ‘Atha, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet. 1, 1410/ 1990.
7. Ibn ‘Abd al-Barr (m 463 H), al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashhab, Riset. Ali Muhammad al-Bajawi, Beirut, Dar al-Jail, cet. 1, 1412/ 1992.
8. Ibn Atsir (m 630 H), Usud al-Ghabah fi Ma’rifah al-Shahabah, Beirut, Dar al-Fikr, 1409/ 1989.
9. Ibn Atsir (m 630 H), Usud al-Ghabah fi Ma’rifah al-Shahabah, Beirut, Dar al-Fikr, 1989 M.
10. Ibn Muzahim, Nashr (m 212), Waqi’ah Shiffin, Penrj. Parviz Atabaki, Tehran, Intisyarat wa Amuzesh Inqilabe Islami, cet. 2, 1370 S.
11. Ibnu al-Jauzi (m 597), al-Muntadzam fi Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Riset. Muhammad Abdul Qadir ‘Atha dan Mustafa Abdul Qadir ‘Atha, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet. 1, 1412/ 1992.
12. Muqaddasi (m 507), al-Bad’u wa al-Tarikh, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, Bur Sa’id, Bi Ta.
13. Muttaqi Hindi, Ali bin Hasam ( 975 H), Kanzul Ummal, Riset. Bakri Hayani, Shafwah al-Saqa, Muassasah al-Risalah, cet. 5, 1401 H.
14. Ramyar, Mahmood, Tarikh Quran, Tehran, Amir Kabir, 1369 S.
15. Ramyar, Mahmud, Tarikh Quran, Tehran, Amir Kabir, 1369 S.
16. Shan’ani, Abu Bakar Abdurrazaq (211 H), al-Mushannaf, Riset. Habiburrahman al-A’dzami, al-Maktab al-Islami, Beirut, cet. 2, 1403.
17. Suyuthi, Jalaluddin, Tarikh al-Khulafa, Riset. Lajnah min al-Adibba’, Distributor Dar al-Ta’awun Abbas Ahmad al-Baz, Makkah al-Mukarramah.
20. Thabari, Muhammad bin Jurair (310 h), dibawah kata 'UTHMAN B. 'AFFAN.
21. Waqidi, Muhammad bin Umar (m 207) Kitab al-Maghazi, Riset. Marsden Jones, Beirut, Muassasah al-A’lami, cet. 2, 1409/ 1989.

(Thabari/Ibn-Atsir/Ibnu-Al-Jauzi/Wiki-Shia/Berbagai Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: