Salah satu hadis penting yang diriwayatkan Rasul berbunyi: “Aku dan hari kiamat seperti dua ini.”306 Artinya, keberadaan diri beliau dengan keberadaan hari kiamat laksana dua jari yang berdekatan satu sama lain. Setiap kali berbicara tentang hari kiamat yang merupakan aspek batin dari ibadah, raut wajah Rasul senantiasa berubah. Keadaan ini mirip dengan wajah seseorang yang ingin menginformasikan adanya serangan musuh terhadap kelompoknya dalam sebuah pertempuran yang tidak seimbang. Bagaimanakah keadaan dan raut wajahnya ketika itu? Ia akan berkata: “Para musuh telah menyerang kita, maka bersiap-siaplah.” Setiap kali berbicara tentang hari kiamat, wajah Nabi pun berubah. Dalam keadaan demikian, sepertinya beliau ingin memberitahukan tentang adanya bahaya yang tengah mengancam kehidupan manusia.
Imam Shadiq meriwayatkan: “Pada saat di atas mimbar; raut wajah Rasulullah berubah. Beliau menatap orang-orang dan berkata: 'Wahai sekalian manusia, aku dan hari kiamat seperti dua ini, tidak terdapat pembatas antara aku dan hari kiamat.”
Imam Shadiq juga berkata: “Aku mengetahui hari kiamat, dan yang membuat muka Rasul berubah adalah karena beliau tahu akan hari kiamat yang tidak jauh darinya.” Imam Ali berkata: “Seandainya hijab yang menghalangiku ini disingkapkan, maka keyakinanku tidak akan bertambah.”307 Dengan demikian, bagi beliau tak ada beda antara berdiri di hadapan hijab atau di belakangnya. Sesungguhnya beliau sanggup menyaksikan keberadaan hari kiamat.
Rasul bersabda: “Aku dan hari kiamat seperti dua ini dan aku mengetahui apa yang terjadi di hari kiamat, seperti dua jari yang berdampingan, jiika salah satunya merasakan panas, maka yang satunya pun akan merasakannya. Jika salah satunya merasakan dingin, maka yang yang lainya juga akan merasakannya. Aku dan hari kiamat seperti ini, aku mengetahui berita-beritanya.sedangkan kalian mengabaikannya.”
Mengapa sebagian manusia dibangkitkan (pada hari kiamat) dalam keadaan buta? Sebabnya, ketika di dunia, mereka sudah terlanjur terbiasa menggunakan organ matanya untuk melihat segala sesuatu yang tidak terdapat pada hari kiamat. Pada hari kiamat kelak, seseorang membutuhkan mata yang layak untuk melihat. Akan tetapi, dikarenakan tidak dipersiapkan dengan baik, mereka pun tidak mampu melihat apapun. Mereka kemudian menjadi buta dan bisu.
Peraturan yang berlaku di sana tentu akan berbeda dengan peraturan yang berlaku di sini. Imam berkata: “Aku mengetahui berita tentang hari kiamat. Kalian memang dapat duduk dengan tenang karena kalian tidak mengetahui berita-berita hari kiamat sebagaimana yang aku ketahui.” Kemudian beliau mengatakan: “Wahai sekalian kaum muslimin, sesungguhnya paling baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad karena aku tidak meriwayatkan kepada kalian berita yang jauh, tetapi aku dekat dengan kejadian itu dan aku ada di dalamnya.”
Nabi dan keluarganya yang suci menegaskan tentang keadaan pada hari kiamat, surga, dan neraka, agar manusia dapat mengetahuinya serta mengarnbil pelajaran darinya.”Sebaik-sebaiknya ucapan adalah kitab Allah dan seburuk-buruknya urusan adalah yang dibuat-buat.” Sebaik-baiknya ucapan adalah ucapan Allah Swt. Dengan demikian, kita harus membaca al-Quran, sekaligus berusaha untuk memahami, mengamalkan, serta mengetahui rahasia batinnya. Sebagaimana pula kita harus menjaga berbagai sunnah Ilahiah. Segenap perbuatan bid’ah merupakan seburuk-buruk dan sehina-hinanya perbuatan.
“Wahai sekalian manusia, barang siapa yang meninggalkan harta, maka itu untuk keluarganya, dan barang siapa yang meninggalkan utang, maka itu untukku.”308 Wahai manusia, barang siapa yang meninggalkan seluruh hartanya sekalipun, maka itu diperuntukkan bagi keluarganya. Dan bila ia berutang, maka aku yang akan menanggungnya.
Karenanya, merujuklah kepadaku, karena pemerintahan Islam akan menanggung kebutuhan orang-orang miskin yang tidak diperbolehkan meminta-minta kepada orang lain.
Diriwayatkan dari kitab al-Qharat309 dari guru-gurunya, dikatakan: “Saat aku masih kecil, ayah membawaku ke kuffah dan Imam Ali bin Abi Thalib sedang menyampaikan khuthah shalat Jumat dan aku telah menyaksikan beliau mengerak-gerakan kerah bajunya, Saat itu masjid disesaki banyak orang. Ayahku kemudian mengajakku dan meletakannya di atas pundaknya agar aku dapat melihat keadaan. Karenanya, aku bisa melihat Imam. Kemudian aku berkata kepada Ayahku: ‘Amirul mukminin mengerak-gerakan kerah bajunya karena udara panas.’ Ayahku menjawab: ‘Bukan, Ali bin Abi Thalib tidak akan merasa panas dan dingin.’”
Benar, hal ini sesuai dengan doa yang dibacakan Nabi Muhammad kepada Imam Ali yang isinya: “Ilahi, janganlah engkau berikan rasa panas api neraka dan rasa dingin.” Sesungguhnya Imam Ali melakukan itu dikarenakan beliau tidak memiliki baju selain yang tengah dikenakannya. Baju itu baru beliau cuci (sehingga masih basah). Karena itulah beliau berusaha mengeringkannya dengan gerakan tersebut.310
Sesuatu yang harus senantiasa kita ingat adalah perkataan Amirul mukminin Ali: “Pemerintahan Islam tidak akan pernah membiarkan orang miskin.” Kepada seseorang yang berusia lanjut dan buta yang meminta sedekah, Imam Ali bertanya: “Siapakah ia?” Para sahabat menjawab: “Ia adalah seorang nasrani, wahai Amirul Mukminin.” Imam Ali berkata: “Apakah kalian mempekerjakannya sampai ia besar dan tua sekali, kemudian eninggalkannya? Berilah infak dari baitul mal.”
Pemerintahan Islam akan menanggung orang-orang yang sudah renta sehingga tidak menjadikan seorang pun darinya meminta kepada orang lain. Jika mampu bekerja, seseorang harus melakukannya. Sebaliknya, bila tidak mampu, berikanlah uang dari baitul mal kaum muslimin kepadanya.311
Sebenarnya kita juga mampu meraih maqam tempat kita bisa mengatakan: “Aku dan hari kiamat seperti dua hal ini.” Ya, kita bisa melakukannya. Namun, Rasul mengetahui seluruh keadaan dan persoalan yang terdapat pada hari kiamat, sementara kita hanya mengetahui hari kiamat berdasarkan pengaruh serta petunjuk Rasulullah. Almarhum Mula Abdurrazik al-Kasani ―semoga Allah merahmatinya― berkata: “Kami telah melihat orang yang memakan nanah.”312 Bobot ungkapan ini sangatlah dalam. Allah Swt berfirman: “Orang yang memakan makanan yang haram di dunia, akan memakan nanah di jahanam.”(al-
Haqaah: 37) Tak ada seorang pun yang memakan makanan yang haram kecuali orang yang berdosa. Kegelapan merupakan aspek batin dari makanan yang haram dan perbuatan maksiat. Sama halnya dengan keberadaan cahaya yang menjadi aspek batin ibadah.
Almarhum Sadr al-Muta’alihin berkata313: “Sebagian orang melihat api yang keluar dari mulut sebagian orang ketika mereka berbicara dan ketika mereka diam, sepertinya mulut mereka nampak ditutupi cahaya.” Ghibah, ucapan kotor, maksiat, tuduhan, penghinaan, dan menggangu orang lain, yang keluar dari mulut seseorang akan menjelma menjadi api. Keberadaan api tersebut merupakan aspek batin dari perbuatan dosa. Apabila kita tidak dapat mengatakan: “Kita dan api neraka seperti dua hal ini,“ maka kita bisa mengatakan: “Kita dan sebagian rahasia hari kiamat seperti dua hal ini.” Para imam telah mengatakan kepada kita: “Jalan untuk mencapai rahasia batin adalah amal shalih, yang dengannya manusia dapat mencapai malakut langit.”
Wajah Nabi akan berubah setiap kali berbicara tentang hari kiamat. Saat itu, ketakutan serta kegelisahan terhadap Allah segera tergambar di raut wajah beliau yang suci. Setelah Nabi memulai khutbah memuji Allah dan memaparkan kekhususan hidayah, suaranya akan meninggi dan wajahnya memerah. Keadaan tersebut terjadi dikarenakan beliau akan mengemukakan berita yang sangat penting.
Mengapa tatkala hendak mengatakan berita tentang hari kiamat dan keberadaanjahanam, raut wajah beliau mendanak berubah? Jawabannya; pembicaraan tentang hari kiamat bukanlah hat yang mudah. Kematian rnempakan sesuatu yang teramat sulit, sampai-sampai manusia akan lupa terhadap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Boleh jadi sekarang kita banyak mengerti dan hafal terhadap berbagai persoalan. Akan tetapi, di alam kubur, kita hanya akan ditanya tentang berbagai hal yang paling sederhana dalam Islam.
Sementara berbagai masalah yang pelik dan rumit tidak akan dipertanyakan. Kita tidak akan ditanya soal apakah mi’raj itu, apakah jabr dan tafwid, apakah qadha dan qadar, apakah lauh yang dihapus dan tidak, apakah lauh dan qalam, atau apakah yang dimaksud dengan Syaqqu al-Qamar. Pertanyaan yang diajukan kepada kita hanya berkisar tentang siapakah Tuhanmu, apa agamamu, kitabmu, dan kiblatmu.
Deret pertanyaan yang disodorkan ke hadapan kita hanya berkenaan dengan berbagai hal yang paling sederhana. Kita akan ditanya tentang keyakinan keislaman kita, serta seluruh hal yang diajarkan kepada anak- anak kita. Kendati demikian, kita akan menjadi begitu gagap dan lupa terhadap jawaban-jawaban dari seluruh pertanyaan yang sebenarnya sangat elementer tersebut. Alhasil, ketika itu akan banyak orang yang lupa terhadap jawabannya.
Tekanan di alam kubur sanggup menghapuskan ingatan manusia. Ini bisa diibaratkan dengan seseorang yang terkena penyakit campak. yang setelah sembuh dan keluar dari rumah sakit, akan menjumpai seluruh tubuhnya kembali bersih seperti semula. Dewasa ini, banyak sekali ularna yang terkena serangan penyakit otak sehingga menjadikan dirinya tidak mampu lagi mengingat pengetahuan-pengetahuan yang dipelajarinya. Bahkan, sekalipun dirinya telah sembuh.
Tatkala beranjak dari alam lahiriah menuju alam batiniah, dari al-Muluk ke al-Malakut, bertolak dari satu alam ke alam yang lain, mereka akan mendapat tekanan sedemikian rupa di alam kubur. Dalam keadaan itu, ketika ditanya tentang Tuhan dan Nabinya, dirinya sama sekali tidak mengingatnya. Karena itulah, kita diharuskan untuk senantiasa mengingat Allah: “Dan sebutlah nama tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang. Janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”(al-A’raf: 205).
Seseorang hendaknya senantiasa mengingat Allah. Kita telah diperintahkan untuk menunaikan shalat lima kali sehari, berpuasa satu bulan dalam setahun, dan menunaikan haji atau umrah sekali seumur hidup. Mungkin dengannya, ada sejumlah orang yang mengatakan: “Itu sudah cukup.” Padahal, mengingat Allah tidak memiliki batasan (waktu dan tempat) serta tidak cukup dilakukan hanya dengan sesaat. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”(al-Ahzab: 41)
Pada akhir tahun ajaran, Imam Khomaini ―semoga Allah menyucikan jiwanya― menasihati murid-muridnya dengan membawakan hadis yang kita telah bicarakan dalam pembahasan tentang hari kiamat: “Sebagian orang pada hari kiamat akan ditanya siapakah Nabimu?” Setelah disiksa beberapa tahun lamanya, mereka pun menjawab bahwa Nabi mereka adalah insan yang diturunkan kepadanya al-Quran. Jadi, mereka tidak ingat sama sekali siapa Nabi mereka 314, sekalipun hanya namanya.
Kematian dan kehidupan setelahnya bukanlah persoalan yang mudah untuk diungkapkan. Kalau memang mudah, tentu semua orang bisa menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan di alam kubur. Sekaitan dengan deret pertanyaan tersebut, seseorang tentu akan dengan mudah memenuhi kertas-kertas jawaban yang diberikan kepadanya di dunia dalam waktu yang sangat singkat. Ia bisa menuliskan jawabannya; agamaku adalah Islam, kitabku al-Quran, Ka’bah adalah kiblatku, dan seterusnya. Akan tetapi, di alam kubur kelak, keadaannya tidaklah seperti itu. Sebabnya, ia telah berpindah alam dari al-Muluk ke al-Malakut.
Ketika Nabi ingin berbicara tentang hari kiamat kepada para pengikutnya, raut wajah beliau mendadak berubah menjadi pucat. Jika seorang pemimpin perang ingin mengatakan kepada pasukannya, bangkitlah dan seranglah, dengan ekspresi apakah hal itu akan disampaikannya? Andaikata para prajurit sedang terlelap di tempat masing-masing, kemudian tiba-tiba musuh menyerang, apakah pemimpinya akan mengatakan kepada para prajurit (yang sedang tertidur) tersebut, silahkan sekarang bangkit, musuh telah menyerang kita? Ataukah ia akan berkata dalam intonasi yang sangat keras, bersuara lantang, dan dengan wajah yang memerah?
Tatkala berbicara tentang hari kiamat, kejadian-kejadiannya, masalah kematian, jahanam, sirat (jalan), hisab, dan pengadilan Ilahi, sepertinya Rasul hendak menyampaikan informasi ―layaknya mengingatkan sepasukan tentara315― tentang adanya serangan, dengan menyerukan; mungkin kiamat bakal datang pada pagi hari atau ketika matahari terbit. Kita sama sekali tidak mengetahui, kapan hari kiamat akan menjelang?
Dalam kehidupan ini, acapkali kita mengalami adanya sebuah perubahan secara tiba-tiba. Seseorang boleh jadi secara tiba-tiba berada di alam lain yang tidak diketahui sebelumnya. Apabila seseorang menutup kedua kelopak matanya kemudian mengalihkan pandangan wajahnya dari arah Timur ke arah Barat, atau sebaliknya, tentu ia tak akan menjumpai banyak perbedaan. Lain hal dengan seseorang yang menemui kematiannya. Saat itu, ia akan menjumpai dirinya secara tiba-tiba berada di alam yang lain, yang sama sekali tidak memiliki hubungan dengan alam sebelumnya. Dengan dcmikian, ia akan menjumpai keadaan yang jauh berbeda.
Nabi berkata: “Hari kiamat akan mendatangi Anda di pagi hari atau di petang hari.” Kemudian berkata: “Aku dan hari kiamat seperti dua hal ini, aku mengetahui berita-berita tentang hari kiamat dan mengetahui apa yang terjadi di jahanam, mengetahui apa itu sirat, dan apa itu mizan (timbangan).” Nabi berkata: “Manusia lupa atas apa yang akan terjadi di sana dan tidak mengetahui siapa pemilik kata-kata dan apa yang diinginkan-Nya dari manusia.” Setelah itu, Rasul berbicara tentang topik yang lain, yakni pemerintahan Islam dan berkata: “Barang siapa meninggalkan harta, maka itu untuk keluarganya, dan barang siapa meninggalkan utang maka itu untukku.”
Kita tidak pernah mendapati dari hadis-hadis dan khutbah-khutbah Nabi yang lain, keterangan bahwa raut wajah suci Nabi sampai memerah ketika menyampaikannya. Bahkan, sekalipun hendak menyerukan peperangan dan penyerangan terhadap kaum muslimin yang ketika itu tengah dilanda keletihan dikarenakan peperangan yang mereka jalani telah mencapai delapan puluh kali, dan peperangan tersebut tidaklah berimbang, baik dari segi sarana maupun jumlah, wajah suci Rasul tetap tidak sampai memerah. Keadaan kaum muslimin saat itu sedemikian rupa sampai-sampai untuk makan saja, mereka harus memotong kurma menjadi beberapa bagian untuk bisa disantap beberapa orang.
Sementara keadaan kaum musyrik justru sebaliknya. Sebagai santapan, mereka mampu memotong beberapa ekor unta. Walaupun dalam keadaan demikian, tatkala mengumumkan peperangan atau penyerangan, wajah Rasul tidak sampai memerah atau berubah.
Dalam perang Badr yang merupakan perang pertama kali dalam sejarah Islam, kaum Muslimin yang ketika itu tidak memiliki sarana yang memadai mengalami kekalahan. Ini wajar saja, mengingat kekuatan yang saling berhadapan waktu itu tidaklah berimbang, baik dari segi sarana maupun jumlah. Akan tetapi, dalam keadaan demikian, Rasul tetap memimpin perang tersebut dengan penuh semangat. Pada dirinya tidak nampak sedikit pun tanda-tanda kegelisahan dan wajabnya tidak sampai memerah.
Amirul Mukminin berkata: “Rasul berdiri pada malam perang Badr; beribadah kepada Allah di samping sebuah pohon sampai menjelang pagi316, sedangkan para sahabat begitu gelisah lantaran merasakan adanya bahaya, tetapi ketika pembicaraan tentang kematian dan kehidupan setelahnya, maka wajah beliau segera memerah, suaranya meninggi, dan raut wajahnya berubah. Beliau berkata: 'Wahai sekalian manusia, kematian dan kehidupan setelahnya bukanlah hal yang mudah, maka jagalah diri kalian. Diriku dan hari kiamat seperti dua hal ini. Tanyakanlah kepadaku apa yang akan terjadi setelah mati? Tanyakanlah kepadaku tentang makna surga dan sirat, makna hisab, dan kemana (manusia) akan pergi?”
Ucapan Rasul yang berbunyi “aku dan hari kiamat seperti dua hal ini” mengandung makna yang berkenaan dengan aspek batin ibadah. Allah berfirman: “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan.” Maksudnya, untuk mencapai kedudukan “yakin”, sembahlah Allah. Ini sesuai dengan firman: “Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin: niscaya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin’.”(al-Takasur: 5-6) Jika Anda telah memperoleh keyakinan, tentu Anda akan mampu melihat neraka jahanam. Rasul bersabda: “Aku bisa memberi tahu kepada kalian, karena kalian tidak melihat, tetapi aku melihat neraka dan hisab.”
Allah Swt telah memberi kemudahan dengan menunjukkan jalan ini bagi hamba-hamba-Nya yang hendak melaluinya. Para imam suci telah menunjukkanjalan-jalan tersebut satu persatu kepada kita. Misalnya Imam mengatakan: “Manusia pada bulan Ramadhan merasakan lebih tinggi daripada dosa, ia mengatakan kepada dirinya: ‘Aku lebih besar daripada dosa-dosa yang bersemayam dalam diriku.’” Keadaan seperti ini merupakan pengaruh yang dihasilkan dari ibadah puasa. Dan pengaruh pertama yang ditimbulkan ibadah puasa adalah kemampuan menjaga diri untuk tidak makan, atau minimal hanya makan sedikit sekali.
Suatu ketika, Aristoteles ditanya: “Mengapa Anda hanya makan sedikit sekali?” Ia menjawab: “Aku makan untuk hidup, sedangkan orang-orang hidup untuk makan.”
Imam Shadiq menyampaikan riwayat dari Rasul: “Datang Jibril kepadaku pada waktu yang tidak ditentukan, maka aku berkata: ‘Engkau datang kepadaku pada saat yang tidak ditentukan, apakah engkau memiliki berita yang sangat penting?’ Ia menjawab: ‘Jangan takut, Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang.’ Aku berkata: ‘Maka untuk apa engkau datang?’ Jibril menjawab: ‘Allah melarangmu dari beberapa hal. Pertama, menyembah berhala. Kedua, meminum minuman keras. Dan yang ketiga, berdebat.”317 Melakukan perdebatan merupakan sesuatu yang dilarang, sekalipun dalam pembahasan ilmiah.318
Kemudian Jibril berkata: “Dari ketiga hal itu, Allah telah menambah satu hal lagi yang dapat bermanfaat bagimu dalam kehidupanmu. Aku bertanya: ‘Apakah itu, wahai Jibril?’ Ia menjawab: ‘Tuhanmu berkata kepadamu bahwa Ia tidak membenci satu wadah pun sebagaimana Aku membenci perut yang penuh.’” Banyak makan akan mengurangi umur serta kesehatan seseorang. Lebih berbahaya dari sekadar itu, banyak makan akan mengurangi pemahaman, pemikiran, dan perasaan seseorang.
Referensi:
306. Syaikh al-Mufid, al-Amali, pertemuan ke-23 (hadis ke-14) dan pertemuan ke-24 (hadis ke-1).
307. Syaikh al-Kulainy, al-Kafi; Abu Na'im al-Isfahany, Hilyah al-Auliya’, juz 1, hal. 18; Ghazaly, ihya ulum ad-Din, dengan redaksi yang beragam.
308. Syaikh al-Mufid, al-Amali.
309. Kitab al-Qharat: Disusun satu abad lebih dulu dari Nahj al-Balaghah. Di dalamnya banyak terdapat kata-kata yang terdapat dalam Nahj al-Balaghah. Kitab ini disebut al-Qharat karena acapkali mcnyebutkan berbagai tipuan yang dilakukan Umawiyah di zaman pemerintahan Imam Ali.
310. Al-Qharat, juz 1, hal. 98; Bihar al-Anwar (cet.lama), juz 8, hal. 739.
311. Tahzib al-Ahkam, juz 2, hal. 88; Wasail al-Syi’ah, juz 11, Bab XIX dan Bab “Jihad terhadap Musuh“, hal. 49.
312. Tafsir Muhyu ad-Din bin Arabi, juz 2, hal. 695, pada akhir ayat ke-37 dari surat al-Haqah yakni: “Tak ada makanan kecuali dari sisa cucian penghuni neraka dan Kami benar-benar melihat mereka memakannya.” Untuk diketahui bahwa kitab tersebut dicetak dengan judul Tafsir Muhy ad-Din dan berisi berbagai takwil dari Mulla Abdurraziq al-Kasyany.
313. Syaikh ai-Baha’i, Arbain: al-Khutbah al-Sya’baniyah, hadis ke-9.
314. Berkenaan dengan hal ini, lihat hadis-hadis serta riwayat-riwayat yang khusus mengulas tentang hari kiamat; Surat al-Haj ayat 1.
315. Syaikh al-Saduq, al-Amuli, pertemuan ke-24, hadis ke-23.
316. Ad-Dilmy, Irsyad al-Qulub, hal. 239.
317. Hal-hal yang mendatangkan keberkahan adalah seseorang yang meninggalkan perdebatan di mana lawan bicaranya tidak mau menerima kebenaran, dan seseorang tersebut menolak melanjutkan perdebatan.
318. Bihar al-Anwar, juz 75 (hal. 107) dan juz 93 (hal. 314).
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email