Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Yaman menegaskan, “Kesepakatan gencatan senjata memang terkesan retak. Akan tetapi, masih tetap berlaku.”
Begitu pernyataan Ismail Walad Al-Syaikh, utusan khusus PBB untuk Yaman, dirilis oleh situs berita Akhbar Mishr kemarin.
“Kami meminta kepada seluruh pihak yang sedang bertikai di Yaman supaya menghormati seluruh butir kesepakatan gencatan senjata yang telah mulai dijalankan pada hari Kami lalu itu,” ungkap Walad Al-Syaikh melalui sebuah pernyataan resmi tertulis.
Walad Al-Syaikh melanjutkan, “Kesepakatan gencatan senjata memang terlihat retak. Akan tetapi, masih tetap berlaku dan bisa memperbaiki kondisi keamanan di Shan‘a dan beberapa kawasan Yaman.”
Walad Al-Syaikh mengajak seluruh pihak yang sedang berperang supaya mengedepankan kesabaran, menghindari aksi kekerasan, dan komitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata 72 jam yang telah disetujui.
Walad Al-Syaikh juga meminta kepada seluruh pihak yang sedang bertikai supaya menjamin keamanan agar bala bantuan kemanusiaan bisa dikirimkan tanpa halangan.
Kesepakatan gencatan senjata di Yaman dijalankan hari Rabu kemarin pukul 23:59 waktu setempat setelah tekanan-tekanan internasional dilancarkan.
Untuk diketahui, Arab Saudi Pada tanggal 25 Maret 2015 lalu, Arab Saudi membentuk Koalisi Arab guna mendukung Abdurabbih Manshur Hadi, presiden Yaman yang melarikan diri dari rakyat, dan memulai serangan-serangan udara ke Yaman. Koalisi yang pertama kali diberi nama “Topan Ketegaran” ini diganti dengan nama “Menghidupkan Harapan” baru-baru ini. Jet-jet tempur lima anggota Dewan Kerja Sama Teluk Persia (GCC); yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, dan Bahrain, disertai Maroko, Mesir, Jordania, dan Sudan memiliki andil dalam serangan-serangan ini. Somalia juga mengizinkan pangkalan-pangkalan militerya digunakan untuk serangan-serangan ini. Serangan-serangan udara tersebut hingga kini telah menelan korban sebanyak 3.800.000 warga Yaman dan merusak infrastruktur serta menciptakan kerugian ekonomi Yaman sebesar milyaran dolar.
(Akhbar-Mishr/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email