Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut gerakan literasi saat ini menjadi sangat penting ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang pada saat ini menurun perhatiannya terhadap tradisi membaca, dan juga tradisi menulis. Menurut Haedar, gerakan literasi menjadi tantangan baru, karena saat ini masyarakat cenderung menjadi masyarakat yang instan dalam bermedsos (media sosial).
“Orang bisa gampang berkomunikasi di medsos nulis banyak-banyak, panjang-panjang seperti luapan rasa dan pikiran, tetapi ketika menulis buku, menulis tulisan di media, dan sebagainya menjadi minim,” kata Haedar membuka Diskusi dan Peluncuran 12 Buku Karya Baru Muhammadiyah di Kantor PP Muhammadiyah Menteng, Jakarta Pusat, 4 November 2016.
Haedar menambahkan, yang tidak kalah pentingnya di tengah masyarakat saat ini dimana lebih mengedepankan oral dan aksi budaya, sehingga literasi menulis dan membaca menjadi terasingkan. “Disinilah pentingnya MPI (Media Pustaka dan Informasi) PP Muhammadiyah untuk dapat lebih menggerakan kembali tradisi literasi, baik tradisi literasi menulis, maupun membaca,” katanya seperti dilaporkan portal resmi Muhammadiyah (4/11).
Dan sejatinya, lanjut nahkoda Muhammadiyah ini, gerakan literasi merupakan ciri awal gerakan Muhammadiyah. Pada awal gerakan itu, Muhammadiyah mempunyai taman pustaka sebagai gerakan literasi.
“Ketika itu, orang belum mengenal gerakan literasi Muhammadiyah, dan gerakan ini sering ditertawakan orang. Namun Muhammadiyah konsisten, bahkan menerbitkan Suara Muhammadiyah, dua tahun setelah Muhammadiyah berdiri pada 1912,” katanya seperti dikutip harian kompas.
Diskusi buku ini menghadirkan tiga orang pembahas 12 buku karya baru Muhammadiyah, Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, Prof. Azyumardi Azra dan Antropolog Budaya dari Chiba University, Jepang, Prof. Emeritus Mitsuo Nakamura. []
(Wacana-Mizan/Islam-Indonesaia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email