Setelah mengalami kerugian dan pukulan telak di bidang ekonomi, kini Arab Saudi berusaha keras untuk merugikan Republik Islam Iran di pasar minyak.
Setelah tidak mampu merubah diri menjadi negara kuat pertama di Timur Tengah dalam arena politik, sekarang Arab Saudi mengerahkan usaha mati-matian untuk menggantikan posisi Iran di pasar minyak.
Setelah siasat-siasat berbau sektarian dan radikal seperti agresi militer ke Yaman yang telah menciptakan kerugian finansial dan kondisi buruk ekonomi, Riyadh kini berusaha keras untuk juga menyeret Iran ke jurang kerugian.
Dilansir Kantor Berita Anatoli Turki, Badan Statistik Arab Saudi pada hari Ahad lalu mengeluarkan laporan bulanan. Laporan ini menegaskan, divisit perniagaan nonmigas Arab Saudi dibandingkan dengan tahun 2015 untuk bulan yang sama meningkat dari angka 7.2 milyar dolar ke angka 11.5 milyar dolar.
Produk-produk nonmigas Arab Saudi meliputi plastik, ban mobil, bahan kimia, logam, peralatan transportasi, dan barang-barang elektronik yang dirakit di Riyadh.
Krisis dan kasus minyak dunia yang semakin amburadul telah menghadapkan Arab Saudi sebagai negara terbesar pengekspor kepada sebuah krisis. Pendapatan negara juga ikut menurun drastis.
Badan Statistik Pusat Arab Saudi pada hari Senin lalu juga mengumumkan bahwa angka inflasi pada bulan September lalu meningkat menjadi lebih dari 3 persen.
Lembaga Perbankan Arab Saudi juga menurunkan laporan terbaru. Dalam tiga bulan terakhir, keuntungan murni perbankan mengalami penurunan sebesar 5.2 persen dan mencapai angka 2.7 milyar dolar.
Kondisi ekonomi yang semakin menukik ini mendorong rezim Riyadh untuk menaikkan biaya keluar masuk Arab Saudi. Hal ini telah menyebabkan Maroko, Mesir, dan Aljazair melarang warga mereka untuk melaksanakan umrah.
(Anatoli/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email