Demo penolakan FPI di kalteng (Foto: Istimewa)
Terkait dengan aksi damai yang digelar Jumat 4 November lalu yang dilakukan sebagian organisasi masyarakat (ormas) dan warga, tuai beragam kecaman. Salah satunya datang dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Manado.
Mereka menilai aksi ini sudah meresahkan seluruh masyarakat Indonesia dengan isu-isu yang memecah-belah persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal Ika.
Ketua PMKRI Cabang Manado, Andreas Sasuang menjelaskan, Indonesia yang dikenal sebagai negara kesatuan dan negara hukum, kini sudah tidak dikenal lagi karena adanya oknum-oknum yang menjadi provokator dan ingin memecah-belah keutuhan NKRI.
“Dengan peristiwa tersebut kami PMKRI Cabang Manado menyerukan suara kami. Guna mempertahankan NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, kita yang sementara ini sedang digoncang oleh bentuk-bentuk provokasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab.
Juga sebagai bentuk peringatan bagi seluruh warga Negara Indonesia, dimana saja untuk tidak terprovokasi oleh hal-hal yang sementara mengguncang NKRI sebagai negara kesatuan,” ungkapnya, Rabu (9/11) kemarin.
SEMUA ANAK BANGSA PUNYA HAK POLITIK SAMA
Dalam tuntutannya yang termuat dalam seruan moral dari anak bangsa demi keutuhan NKRI dan Pancasila, PMKRI Cabang Manado menyerukan, seluruh anak bangsa memiliki hak politik yang sama. Sesuai dengan cita-cita reformasi, isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) bukanlah alasan mendasar untuk menghalangi calon non-muslim berpartisipasi mencalonkan diri dalam pesta demokrasi.
“Seruan moral anak bangsa dalam menjamin kesadaran hidup berbangsa dan bernegara yang multicultural, memajukan toleransi antar suku agama dan ras maupun golongan lainnya. Serta, menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta Bhineka Tunggal Ika,” tuturnya.
Dalam seruan moral yang disampaikan, PMKRI Cabang Manado juga mendesak pemerintah untuk membubarkan organisasi-organisasi yang mengarah kepada radikalisme. “Bubarkan Front Pembela Islam (FPI) yang telah melakukan pergerakan-pergerakan yang memancing terjadinya perpecahan NKRI serta tangkap dan adili Habieb Riezik Shihab yang telah menginjak-injak dasar negara dan bertujuan menghancurkan keutuhan NKRI,” ujar Sasuang.
TNI DAN POLRI DIMINTA USUT PROVOKATOR
Selanjutnya PMKRI Cabang Manado meminta, pemerintah untuk menjalankan undang-undang Pemilu guna mengawasi jalannya demokrasi di seluruh nusantara. Serta, mendukung Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam upaya penegakkan hukum terkait peristiwa 4 November 2016. Termasuk mengusut tuntas kasus pengedit video pidato Ahok serta oknum-oknum yang telah menjadi provokator dalam peristiwa tersebut.
Tuntutan PMKRI Cabang Manado ini menurut Sasuang, dilandaskan dari Pasal 43 Ayat 1 UU Nomor 39 tahun 1999. Dimana setiap warga Negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Selain itu terdapat pula UU Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi undang-undang. Dimana pada pasal 7 ayat 1, setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota,” katanya.
Sekretaris PMKRI Cabang Manado, Michelle Rompis menambahkan, pernyataan ini dibuat sebagai bentuk kepedulian PMKRI terhadap Bhineka Tunggal Ika dan sebagai wujud keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kami juga menghimbau seluruh masyarakat Indonesia agar mampu melalui problema ini dengan dewasa dan mampu bertahan dalam multikultural kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa dipengaruhi oleh bentuk-bentuk provokasi yang berlebihan. Roh Kudus, Roh NKRI, Pro Ecclesia et Patria,” tutup Rompis.
Selain di Manado, Barisan Ansor Serba Guna (Banser) Nahdlatul Ulama Kabupaten Blitar, Jawa Timur, mendukung penuh wacana pembubaran Front Pembela Islam (FPI) di Indonesia. Organisasi massa Islam itu dinilai menjadi ancaman kesatuan bangsa dan azas Bhinneka Tunggal Ika yang selama ini dipertahankan mati-matian.
Komandan Banser Kabupaten Blitar Kabupaten Blitar Imron Rosadi mengatakan keberadaan FPI sudah sepatutnya ditinjau oleh pemerintah. Dalam berbagai peristiwa, FPI dituding selalu menebar kebencian yang mengancam kesatuan bangsa. “Saya mendukung penuh pembubaran FPI,” kata Imron yang juga aktivis NU kepada Tempo, Rabu 8 November 2016.
Menurut Imron, yang akrab disapa Baron, itu FPI selalu menganggap orang yang berbeda pandangan sebagai musuh. Termasuk dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Baron mengatakan, sebagai organisasi yang mengaku berlabel Islam, seharusnya FPI memberi tauladan dalam menyelesaikan masalah secara etis dan tak mengandalkan pengerahan massa. Sebab aksi-aksi seperti itu justru memantik reaksi minor dari umat Islam sendiri, serta menimbulkan ketakutan dan kecemasan bagi penganut agama lain.
Baron menegaskan, cara-cara yang dipakai FPI dalam menyelesaikan masalah sama sekali tidak merepresentasi umat Islam di Indonesia. FPI hanyalah ormas yang digerakkan oleh kepentingan dengan cara-cara yang jauh dari ajaran Islam yang penuh kedamaian. “Memangnya negara ini milik mbahe FPI sehingga semua orang harus tunduk,” ujarnya dengan nada mengecam.
Kemerdekaan Indonesia, lanjut Baron, adalah kristalisasi perjuangan seluruh rakyat Indonesia dari semua golongan. Mereka bahu membahu berjuang mengusir penjajah tanpa melihat latar belakang suku dan agama. Karena itu jika kemudian ada yang berusaha mengklaim sebagai kelompok mayoritas dan berkuasa atas kelompok lain, sudah jelas menjadi ancaman bagi kesatuan bangsa.
Dalam situasi karut marut seperti ini, kata Baron, semakin parah karena peran partai politik yang mengaku sebagai nasionalis justru tak banyak bicara. Mereka terkesan diam dan cuci tangan saat melihat gejala ancaman disintegrasi bangsa tengah berlangsung.
“Saya harus sampaikan jika NU adalah satu-satunya organisasi yang istiqomah mengawal Bhinneka Tunggal Ika di Indonesia,” ucap Baron.
Sebagai badan otonom NU, kata Baron, Banser siap mengawal NKRI dan memberangus kelompok radikal yang ingin membuat aturan sendiri di Indonesia.
Ketua Gerakan Pemuda Ansor Kota Blitar Hartono justru bersikap sebaliknya. Menurut dia karakter aktivis FPI di tiap-tiap daerah berbeda sesuai kultur setempat. Di Kota Blitar, Hartono mengklaim telah membangun komunikasi baik dengan FPI Blitar.
Bahkan FPI dan Ansor selalu bergerak bersama-sama saat terjadi persoalan yang menyangkut agama. “Terakhir saat terjadi penistaan agama oleh salah satu pendeta gereja di Kota Blitar, kami berkoodinasi dan bergerak bersama,” tutur Hartono.
Sebelumnya Forum Adat Dayak dan sekelompok warga Kupang menuntut hal yang sama yaitu pembubaran FPI.
(Berita-Teratas/JPNN/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email