Saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakerrnas) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Jumat pekan lalu di Gedung Serbaguna Pondok Pesantren ats-Tsaqafah Ciganjur Jakarta Selatan, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj berpesan agar kader Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) konsisten dalam bersikap moderat (tawasuth). Berada di tengah-tengah, tidak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.
“Tawasuth adalah sikap yang memerlukan kecerdasan dan keberanian. Seperti telah dicontohkan Imam Syafi’i dalam bidang Fiqh, Abu Musa Al-Asy’ari dalam bidang Tauhid, Imam Ghazali dalam bidang akhlak dan Hadratusysekh KH M Hasyim Asy’ari dalam bidang kenegaraan,” terangnya.
Ia menjelaskan, Muhammad bin Idris Asy-Syahfi’i atau Imam Syafi’i berjasa meletakkan pemikiran tawasuth dalam fiqh. Imam Syafi’i meletakkan dasar penetapan hukum itu dua, yakni adillah naqliyah dan adillah aqliyyah.
“Adillah naqliyah, yakni dalil-dalil syariat yang ada dalam Al-Qur’an dan hadits. Kedua, hujjah aqliyah. Dalil-dalil secara akal yang diambil dengan proses ijma (akal kolektif) dan qiyas (akal personal),” jelas pengasuh Pesantren ats-Tsaqafah tersebut.
Jadi, imam Syafi’i tidak hanya mempertimbangkan dalil nash saja, tapi juga dalil hasil pemikiran.
Tokoh berikutnya adalah Abdullah bin Qais bin Sulaim al-Asy’ari atau dikenal Abu Musa al-Asy’ari. Ia meletakkan pemikiran tawasuth dalam bidang tauhid. Produknya adalah ilmu kalam, salah satunya Sifat 20.
“Beberapa sifat 20 disebutkan dalam Al-Qur’an. Tapi Al-Asy’ari tidak menjadikan sifat-sifat itu sebagai sifat yang pertama. Justru, sifat 20 yang pertama adalah wujud, yang tidak ada dalam Al-Qur’an,” paparnya.
Alasannya, untuk apa sifat-sifat sama’ (Maha Mendengar), bashar (Maha Melihat), dan yang lainnya kalau tidak ada wujud.
Ulama yang bisa tawasuth lainnya adalah Abu Hamid Muhammad al Ghazali. Imam Ghazali adalah orang cerdas dalam akhlak Kita berakhlak dengan tengah. Syariat dijalankan dengan baik, hakikat diterapkan dalam hati secara khusuk.
Sementara Hadratusysyekh KH Hasyim Asy’ari juga cerdas dalam menyandingkan Islam dan Nasionalisme.
“Memelihara Indonesia juga memerlukan kecerdasan, dalam menjaga NU juga memerlukan kecerdasan. Agar Indonesia menjadi negara moderat dan toleran,” tegas Guru Besar bidang Tasawuf tersebut.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email