Saat menyampaikan refleksi akhir tahun di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (30/12/2016), Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengungkap fakta terkait menurunnya toleransi antar umat beragama di Indonesia dalam setahun terakhir.
Hal ini ditandai dengan masih banyaknya gangguan terhadap kebebasan beragama yang kerap terjadi dan dilakukan oleh kelompok-kelompok intoleran.
Kondisi inilah yang dalam pandangan PBNU dinilai dapat mengancam keragaman yang selama ini memang sudah niscaya di tengah umat dan bangsa kita.
Untuk itulah pihaknya meminta pemerintah agar bersikap lebih tegas dalam menindak kelompok-kelompok intoleran yang berpotensi memecah-belah persatuan tersebut.
“PBNU menyerukan pemerintah dan aparat penegak hukum menindak tegas kelompok intoleran yang melanggar hukum dan juga ketertiban sosial,” kata pria yang akrab disapa Kang Said itu.
Sikap intoleran, menurutnya merupakan cermin kegagalan para pemeluk agama dalam memahami apa yang disebut sebagai maqashid al-syariah atau tujuan-tujuan syariah dalam pandangan Islam.
“Tanpa ketegasan pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menindak aksi-aksi intoleran, negara akan kalah oleh kelompok yang menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendak,” tegasnya.
Lebih lanjut Kang Said menyebut perkembangan teknologi dan informasi di tengah era kebebasan berekspresi, telah pula menyumbangkan pengaruh cukup signifikan terhadap perkembangan pemahaman radikal yang anti kebhinnekaan dan penyebaran isu-isu SARA yang dapat mengancam keutuhan NKRI.
“Kebebasan telah memberikan panggung kepada kelompok radikal mengekspresikan pikiran dan gerakannya yang berpotensi menggerogoti NKRI melalui isu SARA, provokasi permusuhan, dan terorisme,” kata Kang Said.
Menurutnya perkembangan teknologi informasi yang melahirkan situs internet dan media sosial dimanfaatkan betul oleh kelompok radikal untuk menyebarluaskan pengaruhnya.
“PBNU melihat pemerintah gagap membangun kontranarasi sehingga radikalisme dapat tumbuh subur di dunia maya. Moderatisme dan toleransi digempur setiap hari oleh tayangan dan konten radikal yang begitu mudah disebar dan viral di media sosial,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama Ketum PBNU juga menyoroti kondisi masyarakat Indonesia sebagai sebuah bangsa, yang hingga kini belum bisa beranjak dari kegusaran terhadap radikalisme beragama. Yakni bentuk tindak kekerasan, eksklusifitas, pemahaman yang rigid, sempit, dan cenderung memonopoli kebenaran. Radikalisme dalam pengertian semacam inilah yang bila tak segera diantisipasi, tak mustahil akan berujung pada tindakan terorisme dengan klaim sepihak atas nama agama.
PBNU menilai sikap tegas pemerintah terhadap kelompok-kelompok intoleran dan anti keragaman, di samping upaya deradikalisasi yang lebih intensif dan serius, hendaknya dianggap sebagai PR besar yang harus segera dituntaskan oleh negara.
“Sebab tanpa usaha itu, berarti negara sudah ‘tidak hadir’ di kehidupan rakyatnya,” tandas Kang Said.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email