Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand, Nadirsyah Hosen, turut menanggapi soal tudingan “Syiah” yang dialamatkan pada Prof. Quraish Shihab. Menurut Nadirsyah, salah satu alasan tudingan itu karena dalam karyanya, Tafsir Al-Misbah (15 jilid), Habib Quraish sering merujuk kepada Tafsir Al-Mizan karya Muhammad Hussein Thabathaba’i.
Sebelum menjelaskan benar tidaknya tudingan itu, pria yang akrab disapa Gus Nadir ini menyampaikan kisah terkait kitab tafsir ini dan Quraish Shihab. Kisah ini dimulai dari lemari buku almarhum Ayah Gus Nadir, Prof. KH. Ibrahim Hosen, yang menyimpan satu set komplit (21 jilid) kitab Tafsir al-Mizan.
“Sekitar tahun 1990, Abah saya berdecak kagum membaca ulasan dari kitab tafsir ini. Saat itu saya tanyakan kepada Abah kenapa membeli tafsir milik ulama Syi’ah,” kata Gus Nadir mengenang masa itu.
Ayahnya pun menjawab, “Ini kitab tafsir bagus, Habib Quraish yang merokemendasikan dan ternyata beliau benar, isinya luar biasa.”
Gus Nadir bertanya lagi, “kalau begitu saya juga boleh membacanya?” dan sang ayah mengangguk.
Dari pengalaman ini, dosen senior Monash Law School ini berpendapat, kekaguman Quraish Shihab terhadap karya Thabathaba’i itu sudah sejak dulu. Itu sebabnya kitab tafsir Al-Misbah banyak mengutip Tafsir al-Mizan.
“Tapi apakah fakta ini menjadikan Habib Prof. Quraish seorang syi’ah? Saya berpendapat, “Tidak!”.
Pertama, kata Gus Nadir, merupakan hal wajar seorang profesor seperti Quraish Shihab dan Kiai Ibrahim membaca kitab lintas mazhab. Di lemari buku ayah Gus Nadir misalnya, juga terdapat Tafsir Al-Kasyaf karya Zamakhsyari yang beraliran Mu’tazilah.
“Juga ada kitab Nailul Authar karya Syaukani yang berasal dari tradisi Syi’ah Zaidiyah dan kabarnya kemudian beralih ke mazhab Zahiri. Karya Syaukani lainnya yang saya temukan di perpustakaan Abah saya adalah kitab Irsyadul Fuhul yang mengupas Ushul al-Fiqh,” kata Gus Nadir dalam channel telegramnya.
“Jadi, para guru besar itu memang membaca dan mengoleksi literatur dalam berbagai mazhab. Kalau gak gitu, ya bukan guru besar dong..,” tambahnya.
Kedua, bagi Gus Nadir, keliru besar kalau dikatakan Tafsir al-Misbah hanya merujuk pada Tafsir al-Mizan. Kalau kita baca dengan seksama, Habib Quraish itu sangat mengagumi al-Biqa’i yang menulis kitab Tafsir Nazm al-Durar.
“Karya al-Biqa’i ini menjadi bahan kajian disertasi Habib Prof. Quraish Shihab di Al-Azhar Mesir. Selain al-Biqa’i dan Thabathaba’i, beliau juga merujuk kepada Tafsir fi Zhilalil Qur’an karya Sayid Quthb dan al-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibn Asyur,” katanya.
Jadi, paling tidak ada 4 kitab tafsir utama yang dirujuk oleh Tafsir al-Misbahnya Habib Prof. Quraish Shihab: Thabathaba’i yang beraliran Syi’ah Imamiyah, al-Biqa’i yang bermazhab Syafi’i, Sayid Quthb ulama konservatif dari Ikhwanul Muslimin, dan Ibn Asyur ulama progresif bermazhab Maliki.
“Selain keempat kitab tafsir utama di atas, Habib Prof Quraish Shihab juga merujuk kepada kitab tafsir lainnya semisal Tafsir al-Wasith karya Sayid Thantawi (mantan Grand Syekh al-Azhar) dan juga kitab tafsir klasik semisal Tafsir al-Qurtubi,” katanya.
Dengan kata lain, Tafsir al-Misbah tidak hanya merujuk kepada tafsir syi’ah karya Thabathaba’i tapi juga kitab tafsir lainnya termasuk tafsir konservatif milik Sayid Quthb.
“Tentu menakjubkan karya tokoh syi’ah-sunni, progresif dan konservatif, klasik-modern semuanya diakomodir dalam Tafsir al-Misbah. Ini menunjukkan pendekatan beliau yang luas dan luwes.”
Ketiga, meskipun mengutip Tafsir al-Mizan karya ulama Syi’ah, namun dalam beberapa pembahasan Habib Prof. Quraish Shihab terang-terangan menunjukkan perbedaan pandangan beliau dengan Thabathaba’i.
“Ini sikap ilmiah beliau.”
Misalnya yang paling jelas dalam Surat ‘Abasa. Sejak lama ulama Sunni berbeda pandangan dengan ulama Syi’ah mengenai apakah Nabi Muhammad yang mendapat teguran Allah dalam surat tersebut atau orang lain.
Setelah menguraikan pandangan Thabathaba’i, Quraish Shihab menulis, “Hanya saja, alasan-alasan yang dikemukakannya tidak sepenuhnya tepat”.
“Dengan kata lain, Habib Prof. Quraish Shihab berpandangan sama dengan ulama Sunni dalam surat ‘Abasa ini. Ini bukti yang teramat jelas bahwa beliau bukan seorang Syi’ah,” jelasnya.
Perbedaan pandangan lainnya bisa terlihat saat membahas surat al-Hujurat ayat 12. Thabathaba’i menganggap larangan ghibah di ayat ini hanya berlaku jika yang digunjing itu seorang muslim sebagaimana diisyaratkan oleh kata “akh/saudara” dalam ayat ini.
Dengan merujuk pada QS al-Taubah : 9 yang menegaskan persaudaran seagama itu menggunakan redaksi “ikhwanukum fid din” Habib Prof. Quraish Shihab tidak menyetujui pendapat Thabathaba’i di atas.
Dengan demikian beliau berpendapat kata “akh/saudara” dalam al-Hujurat:12 tidak hanya berlaku untuk sesama Muslim. Ini contoh bagaimana Tafsir al-Misbah berbeda pandangan dengan Tafsir al-Mizan.
“Dalam dunia ilmiah, hal ini wajar saja,” katanya.
Dari ketiga point di atas terbantahlah mereka yang menganggap Habib Prof. Quraish Shihab sebagai syi’ah dikarenakan beliau merujuk kepada Tafsir al-Mizan ulama syi’ah. Semoga ini bisa meluruskan fitnah keji yang terus menerus diedarkan oleh sementara pihak terhadap beliau.
“Semoga beliau selalu dikaruniai kesehatan dan dijaga oleh Allah dalam membina umat lewat keteladanan, kesantunan dan kedalaman ilmu beliau,” katanya.[]
Sumber: telegram.me/GusNadir
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email