Seperti disampaikan Wapres Jusuf Kalla bahwa pelaksanaan sertifikasi khatib shalat Jumat di Indonesia ini bukan perkara gampang. Bukan hanya karena jumlah masjid yang hampir satu juta, sehingga bisa saja jumlah khatib yang ada bisa mencapai angka dua juta orang. Ternyata di lapangan, ketika hal itu dilakukan oleh aparat kepolisian, terbukti rawan menimbulkan kesalahpahaman di kalangan para kiai dan pimpinan pondok pesantren yang selama ini biasa menjadi khatib shalat Jumat. Hal ini sebagaimana dirasakan oleh para ulama dan kiai di sejumlah wilayah di Jawa Timur.
Terkait hal tersebut, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Hasan Mutawakkil Alallah, mengaku sudah menerima konfirmasi dari Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Inspektur Jenderal Polisi Machfud Arifin, terkait heboh pendataan kiai dan ulama di sejumlah wilayah Jawa Timur dalam beberapa waktu terakhir, yang sebelumnya sempat meresahkan sejumlah kalangan, terutama para ulama dan kiai NU.
“Saya menyampaikan kerisauan para kiai dan para pimpinan pesantren itu, karena dikait-kaitkan dengan masa lalu, masa PKI. Beliau (Kapolda Jatim) bilang itu pelintiran. Pendataan oleh polisi hanya membantu untuk sertifikasi para khatib shalat Jumat,” kata Mutawakkil di kantor NU Jatim, Surabaya, pada Jumat (3/2/2017).
Mutawakkil berpendapat bahwa pendataan para kiai oleh polisi itu bagus jika memang seperti itu tujuannya. Dia sepakat bahwa para penyampai khotbah shalat Jumat harus bersertifikasi.
“Karena ada indikasi gerakan dari masjid ke masjid yang mengancam pilar-pilar kebangsaan,” ujarnya.
“Karena itu tidak salah jika polisi membantu para ulama agar penyampaian khotbah tidak menyimpang dari substansi keabsahan shalat Jumat itu sendiri,” ujar pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur itu.
Seperti disampaikan Mutawakkil, dalam kesempatan sebelumnya Kepala Polda Jatim, Inspektur Jenderal Polisi Machfud Arifin, memang sudah merespons dan berusaha meredam isu sensitif yang terlanjur berkembang di tengah masyarakat itu. Dia mengatakan, pendataan murni bertujuan untuk kepentingan silaturahmi.
“Saya bukan mendata ulama (seperti peristiwa kelam dulu). Saya hanya ingin tahu mana-mana ulama yang perlu disilaturahimi,” ujarnya usai bertemu ulama se-Jawa Timur di Markas Polda, Surabaya, pada Jumat pagi.
Kapolda menjelaskan, selain ulama dan pesantren, dia juga meminta Polres di jajarannya mendata hal lain berkaitan dengan keunggulan Jatim, seperti tempat wisata dan lain-lain.
“Cuma isunya kebablasan. Jadi, masyarakat jangan berpikir negatif,” katanya.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email