Pesan Rahbar

Home » » Masyaikh Wahhabi Salafi Saling Mengkafirkan: Kali Ini Syekh Salafy Kondang Al-Albani Kena Batunya! Berikut Bukti Fakta Ini!

Masyaikh Wahhabi Salafi Saling Mengkafirkan: Kali Ini Syekh Salafy Kondang Al-Albani Kena Batunya! Berikut Bukti Fakta Ini!

Written By Unknown on Friday 17 February 2017 | 22:31:00


Ada pepatah mengatakan, “Jika api tak menemukan kayu tuk dibakarnya, ia pasti akan membakar diri sendiri.” Demikian juga dengan para masyâikh, yang sejak sekolah dasarnya, pikirannya sudah dipenuhi dengan doktrin pengkafiran dan mulut-mulutnya di didik dan dilatih untuk memuntahkan racun takfir… maka bocah bersih itu tumbuh dewasa dalam kubangan gerombolan Jama’ah Takfiriyah, sehingga ketika dewasa, ia makin menjadi terlatih dan ganas sikap pengkafirannya, tidak kenal toleransi, ta’addudiyah. Yang ia kenal hanya mengarahkan moncong-moncong meriam pengkafiran, tuduhan syirik, bid’ah ilhâd/kafir terhadap ayat-ayat Allah dll.

Inilah yang terjadi di antara para masyâikh Wahhâbi-Salafi… jangan heran jika setelah tuntas mengkafirkan kaum Muslimin (yang karena bertawassul, bertabarruk dan praktik-praktik sejenis yang dianggap kaum Wahhabi sebagai menyembah selain Allah/syirik) mereka akhirnya saling melontar tuduhan kafir, sesat, ilhâd fi âyâtillah, memutar balikkan ayat-ayat Al Qur’an dll.

Kini giliran Syeikh Muhaddis kondang dan Muhaqqiq ulung Al-Albani (walau sering kali linglung) divonis oleh Syeikh agung Wahhabi lainnya bernama at-Tuwaijiri sebagai telah berilhâd fi fi âyâtillah dan memutar balikkan ayat-ayat Al Qur’an. Al-Bani benar-benar terganggu dengan vonis ini sehingga ia mengeluhkannya dalam sebuah kitabnya yang berjudul: Bantahan Membungkan atas Orang yang Menentang Para Ulama dan Berkeras-karas serta Bersikap Fanatik dan Mewajibkan Wanita Menutup Wajah dan Kedua telapak Tangannya, dan Ia Tidak Puas Menerima Ucapan Ulama Bahwa Hal Itu Hanya Sunnah dan Anjuran.

Al Mufhim Cover

Al-Mufhim 48

Al Mufhim 49

... Dan ia menuduh saya karena saya berbeda pendapat dengannya sebagai mengkufuri ayat-ayat Allah. Ia berkata pada hal.233: “Dan ucapan/pendapat al Al-Albâni dalam tafsir ayat (surah) al Ahzâb belum pernah didahului oleh seorang pun dari sahabat dan tabî’in. Ia bertentangan dengan pendapat tokoh Umat (Ibnu Abbas) dan lainnya dari pembesar tabî’in dalam tafsirnya. Ia termasuk mengkufuri ayat-ayat Allah dan mentahrif/merubah-rubah pembicaraan.”

Setelahnya Syeikh kembali menyerang at-Tuwaijiri dengan mengancam bahwa pengkafirannya atas dirinya akan berbalik mengenai dirinya sendiri sesuai dengan sabda Nabi saw.


“BARANG SIAPA MEMANGGIL SEORANG SEBAGAI KAFIR ATAU BERKATA, ‘HAI MUSUH ALLAH, SEDANGKAN YANG IA TUDUH TIDAK SEPERTI ITU, MAKA IA AKAN KEMBALI KEPADA PENGUCAPNYA.”

Setelahnya, al-Albâni memvonis bahwa at Tuwaijiri sebagai penyembah hawa nafsu, karenanya ia menyembunyikan riwayat lain dari Ibnu Abbas yang bertentanga dengan hawa nafsunya.


Ibnu Jakfari:

Demikianlah sikap kaku para masyaikh didikan para imam Wahhabi begitu mudahnya melontarkan vonis kafir, sesat, musyrik dan ahli bid’ah!!

Kalau sesama Wahhabi saja tidak selamat dari meriam pengkafiran pawa Wahabi-Salafi galak, lalu bagaimana bayangan kita dengan para ulama Ahlusunnah beraliran Asy’ariyah seperti Allamah Sayyid Muhammad al Maliki yang getol mempertahankan ajaran murni ulama Islam di sepanjang zaman dan tidak terkontaminasi dengan kesesatan pendapat Ibnu Taimyah dan Ibnu Abdil Wahhab!!

Pasti dalam pandangan gerombolan masyaikh Wahhabi Arab dari negeri terkutk Najd, al-Maliki lebih kafir dari Fir’aun dan Amr ibn Luhay!!

Inilah kesudahan dari didikan sekte Wahhabiyah-Salafiyah… hanya mengundang wailat/bencana bagi umat Islam sedunia!
*****

Albani Merasa Dirinya Lebih Pintar dari Imam Bukhari dan Imam Muslim


Mari kita lihat perkataan al-Albani dalam kata pengantar cetakan pertama kitabnya Shahih al-Kalim ath-Thayyib li ibn Taimiyyah yang tercantum di halaman 16, cetakan ke-1 tahun 1390 H:

انصح لكل من وقف على هذا الكتاب و غيره, ان لا يبادر الى العمل بما فيه من الاحاديث الا بعد التأكد من ثبوتها, وقد سهلنا له السبيل الى ذلك بما علقناه عليها, فما كان ثابتا منها عمل به وعض عليه النواجذ, والا تركه

“Aku nasihatkan kepada setiap orang yang membaca buku ini atau buku yang lainnya, untuk tidak cepat-cepat mengamalkan hadits-hadits yang tercantum di dalam buku-buku tersebut, kecuali setelah benar-benar menelitinya. Aku telah memudahkan jalan tersebut dengan komentar-komentar yang aku berikan atas hadits tersebut, apabila hal tersebut (komentar dariku) ada, maka barulah ia mengamalkan hadits tersebut dan menggigit gerahamnya. Jika tidak ada (komentar dariku), maka tinggalkanlah hadits tersebut.” Scan lengkapnya:

Shahih Al-Kalam Ath Thayyib

Perhatikan, dari perkataan al-albani diatas (perhatikan juga bahwa tata bahasa arab yang beliau gunakan dalam beberapa kalimat terakhir di atas juga sedikit kacau balau, namun meskipun susunannya kacau balau masih dapat ditangkap maksudnya) dapat dipahami bagaimana al-albani memposisikan dirinya sebagai ahli hadits yang kemampuannya melebihi ulama hadits mu’tabar yang terdahulu. Dia melarang umat muslim untuk mengamalkan hadits-hadits shahih dari para imam muhaddits besar seperti al-Imaam al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan lain-lain terkecuali setelah ada komentar dari al-albani bahwa hadits-hadits itu dinyatakan sebagai hadits shahih oleh al-albani. Jika tidak dikatakan shohih oleh al-albani, maka hadits-hadits tersebut ditinggalkan atau tidak boleh diamalkan sama sekali.

Sekarang yang menjadi permasalahan adalah, Apakah kapasitas keilmuan al-albani lebih jauh hebat daripada ulama’-ulama’ muhaddits terdahulu? Sedangkan ulama’ – ulama’ ahli hadits yang mu’tabar tersebut masa kehidupannya jauh lebih dekat dengan masa Rasulullah shollallaah ‘alaih wa sallam. Coba bandingkan dengan masa kehidupan al-albani di abad 20 Masehi ini yang sangat jauh dari masa Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam?

Dari statement singkat al-albani yang tercantum di dalam kata pengantar bukunya tersebut, dapat disimpulkan juga bahwasanya menurut al-albani dan pengikutnya apabila sebuah hadits tidak ada “embel-embel” dishahihkan oleh al-albani maka hadits tersebut diragukan keshahihannya meskipun hadits tersebut tercantum di dalam kitab-kitab hadits tershohih sekalipun seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

Kembali kepada kata pengantar dari al-albani diatas, perhatikan kalimat bergaris bawah:

فما كان ثابتا منها عمل به وعض عليه النواجذ, والا تركه …

“…apabila hal tersebut (komentar dariku) ada, maka barulah ia mengamalkan hadits tersebut dan menggigit gerahamnya.”

Kalimat bergaris bawah diatas akan sangat terasa rancu bagi mereka yang terbiasa dengan bahasa arab, karena terkesan canggung dan menggelikan. Seharusnya, apabila memang al-albani adalah orang yang mumpuni di bidang hadits, tentunya beliau tidak akan menuliskannya dengan tata bahasa yang kacau balau.
Syaikh Hasan bin Ali As-Saggaf meluruskan kalimat tersebut di dalam kitabnya “Tanaqqudhat al-Albani al-Wadhihah”:

الصحيح ان يقول: إعمل به وعض عليه بالنواجذ. وقد أخطأ فى التعبير لضعفه فى اللغة

“Kalimat yang benar seharusnya berbunyi: “I’mal bihi wa ‘adhdhu ‘alaihi bi an-nawajidz” yang artinya: amalkanlah dan gigitlah dengan gerahammu kuat-kuat. Dan sungguh ia telah salah di dalam mengungkapkan kalimat itu dikarenakan lemahnya ia di dalam berbahasa arab.”

Demikianlah apa adanya saya sampaikan daripada sebagian perkataan al-albani yang tercantum di dalam kitab-kitabnya. Silakan anda membuat kesimpulan sendiri.

(Jakfari/Al-Bani/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: