Saudi mensyaratkan Qatar memutus hubungan dengan Hamas untuk menormalisasi hubungan.
Bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza, Qatar adalah dewa penolong. Saya menyaksikan sendiri ketika Emir Qatar Syekh Hamad bin Khalifah ats-Tsani mengunjungi Gaza lima tahun lalu.
Syekh Hamad bin Khalifah menjadi pemimpin Arab pertama ke Gaza sejak wilayah dikuasai Hamas itu diblokade Israel dan Mesir sejak 2007. Dia begitu dielukan. Bendera dan posternya berjejer di sepanjang Jalan Salahuddin al-Ayyubi, menghubungkan Rafah (selatan Gaza) dan Bait Hanun (utara Gaza).
Maklum saja, Syekh Hamad bin Khalifah datang untuk meresmikan beragam proyek dibiayai Qatar senilai US$ 400 juta, termasuk perbaikan Jalan Salahuddin, pembangunan rumah sakit dan permukiman.
Kini, ketika tengah dimusuhi negara-negara Arab tetangganya, Qatar menghadapi sebuah dilema. Negara Arab mungil ini mesti memutus mengusir semua anggota Hamas dari negaranya dan membekukan semua rekening mereka. Qatar juga harus memutuskan hubungan dengan Iran.
Itulah tiga dari sepuluh syarat diajukan oleh Arab Saudi sebagai syarat bagi Qatar untuk menormalisasi hubungan.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, dan Yaman Senin pekan lalu memutuskan hubungan dengan Qatar. Mereka beralasan Qatar menyokong terorisme.
Arab Saudi, UEA, dan Bahrain juga melakukan blokade darat, laut, dan udara terhadap Qatar.
Ironisnya ketiga syarat normalisasi bikinan Saudi itu sejalan dengan kepentingan Israel. Seperti Saudi, bagi negara Zionis itu, Iran adalah musuh bebuyutan dan dianggap sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan kawasan serta dunia.
Sejak kemenangan Revolusi Islam pada 1979, Iran tidak mengakui negara Israel, didirikan pada 1948. Bahkan Teheran bertekad menghapus negara Bintang Daud itu dari peta dunia.
Iran pula mendanai dan mendukung Hamas di Palestina dan Hizbullah di Libanon, dua milisi anti-Israel.
Hamas, menang pemilihan umum pada Januari 2006, tidak diakui dan dicap teroris oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Israel. Ironisnya, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adil al-Jubair pun baru-baru ini mencap Hamas sebagai organisasi teroris. Padahal negara Kabah itu kerap gembar gembor menyokong perjuangan rakyat Palestina menghadapi penjajah Israel.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Qatar Syekh Muhammad bin Abdurrahman ats-Tsani menekankan Hamas adalah gerakan perlawanan rakyat Palestina yang sah.
Pandangannya itu sejalan dengan pendapat para pengguna media sosial di dunia Arab. Tanda pagar #Hamas adalah perlawanan bukan terorisme sedang populer di Twitter.
Ribuan pengguna media sosial menegaskan perlawanan merupakan hak bangsa Palestina untuk membebaskan diri dari penjajahan Israel.
Pernyataan Adil al-Jubair menyebut Hamas sebagai gerakan teroris sama saja melayani kepentingan Israel dan mirip ungkapan sering dilontarkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Sungguh ironis memang. Arab Saudi getol menggalang dukungan untuk memusuhi dan mengisolasi Qatar, negara tetangga sesama muslim. Tapi Riyadh tidak pernah mengumpulkan sokongan untuk memusuhi dan memblokade Israel.
(Al-Jazeera/TRT/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Emir Qatar Syekh Tamim bin Hamad ats-Tsani. (Foto: Faisal Assegaf/Albalad.co)
Bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza, Qatar adalah dewa penolong. Saya menyaksikan sendiri ketika Emir Qatar Syekh Hamad bin Khalifah ats-Tsani mengunjungi Gaza lima tahun lalu.
Syekh Hamad bin Khalifah menjadi pemimpin Arab pertama ke Gaza sejak wilayah dikuasai Hamas itu diblokade Israel dan Mesir sejak 2007. Dia begitu dielukan. Bendera dan posternya berjejer di sepanjang Jalan Salahuddin al-Ayyubi, menghubungkan Rafah (selatan Gaza) dan Bait Hanun (utara Gaza).
Maklum saja, Syekh Hamad bin Khalifah datang untuk meresmikan beragam proyek dibiayai Qatar senilai US$ 400 juta, termasuk perbaikan Jalan Salahuddin, pembangunan rumah sakit dan permukiman.
Kini, ketika tengah dimusuhi negara-negara Arab tetangganya, Qatar menghadapi sebuah dilema. Negara Arab mungil ini mesti memutus mengusir semua anggota Hamas dari negaranya dan membekukan semua rekening mereka. Qatar juga harus memutuskan hubungan dengan Iran.
Itulah tiga dari sepuluh syarat diajukan oleh Arab Saudi sebagai syarat bagi Qatar untuk menormalisasi hubungan.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, dan Yaman Senin pekan lalu memutuskan hubungan dengan Qatar. Mereka beralasan Qatar menyokong terorisme.
Arab Saudi, UEA, dan Bahrain juga melakukan blokade darat, laut, dan udara terhadap Qatar.
Ironisnya ketiga syarat normalisasi bikinan Saudi itu sejalan dengan kepentingan Israel. Seperti Saudi, bagi negara Zionis itu, Iran adalah musuh bebuyutan dan dianggap sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan kawasan serta dunia.
Sejak kemenangan Revolusi Islam pada 1979, Iran tidak mengakui negara Israel, didirikan pada 1948. Bahkan Teheran bertekad menghapus negara Bintang Daud itu dari peta dunia.
Iran pula mendanai dan mendukung Hamas di Palestina dan Hizbullah di Libanon, dua milisi anti-Israel.
Hamas, menang pemilihan umum pada Januari 2006, tidak diakui dan dicap teroris oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Israel. Ironisnya, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adil al-Jubair pun baru-baru ini mencap Hamas sebagai organisasi teroris. Padahal negara Kabah itu kerap gembar gembor menyokong perjuangan rakyat Palestina menghadapi penjajah Israel.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Qatar Syekh Muhammad bin Abdurrahman ats-Tsani menekankan Hamas adalah gerakan perlawanan rakyat Palestina yang sah.
Pandangannya itu sejalan dengan pendapat para pengguna media sosial di dunia Arab. Tanda pagar #Hamas adalah perlawanan bukan terorisme sedang populer di Twitter.
Ribuan pengguna media sosial menegaskan perlawanan merupakan hak bangsa Palestina untuk membebaskan diri dari penjajahan Israel.
Pernyataan Adil al-Jubair menyebut Hamas sebagai gerakan teroris sama saja melayani kepentingan Israel dan mirip ungkapan sering dilontarkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Sungguh ironis memang. Arab Saudi getol menggalang dukungan untuk memusuhi dan mengisolasi Qatar, negara tetangga sesama muslim. Tapi Riyadh tidak pernah mengumpulkan sokongan untuk memusuhi dan memblokade Israel.
(Al-Jazeera/TRT/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email