Ribuan muslim di sebuah kawasan, melewati bulan Ramadhan dengan kesukaran dan kesulitan, dimana di situ perang sedang berkecamuk.
Menurut laporan IQNA seperti dikutip dari Al-Badil, saat banyak sekali kaum muslim di penjuru dunia menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan ceria dan gembira, namun ribuan muslim di kawasan melewatinya dengan kesukaran dimana di situ perang berkecamuk.
Sementara itu masyarakat internasional tetap bungkam di hadapan segala aksi-aski yang dilakukan yang melanggar HAM dan merasa cukup dengan duduk dan statemen-statemen yang sama sekali tidak memiliki prestasi.
Ramadhan di Palestina
Kaum muslim Palestina pada bulan Ramadhan menanggung banyak kesukaran. Rezim penjajah Israel dengan memblokade rakyat Palestina, semakin membuat sukar kondisi hidup mereka, dan mereka menyambut bulan suci Ramadhan dengan harapan mencari jalan untuk mengakhiri kesukaran-kesukarannya.
Rezim Zionis sesuai adatnya dengan tibanya bulan suci Ramadhan, dengan memberikan undang-undang yang memberatkan, melarang pelaksanaan ritual-ritual agama kaum muslim.
Gaza menyambut bulan suci Ramadhan, sementara hampir 11 tahun dalam kondisi pemblokadean yang sangat sukar.
Sejumlah pasar kawasan ini mengalami resesi dikarenakan lonjakan harga, tidak adanya pembeli, meningkatnya kemiskinan dan merasa cukupnya konsumen dengan membeli kebutuhan-kebutuhan pokok hidupnya.
Sementara itu, Israel dengan menjalankan kebijakan blokade ketat dalam semua aspek, bahkan tidak mengizinkan sebagian barang masuk ke Gaza.
Kawasan jajahan Palestina lainnya juga tidak jauh berbeda dan rakyat Palestina mengalami beragam kelaliman, khususnya larangan menjalankan syiar-syiar Islam dan larangan memasuki Quds dan Masjidil Aqsha oleh rezim Zionis.
Setiap tahunnya, Palestina dengan tibanya bulan suci Ramadhan, meski semua statemen telah dikeluarkan oleh lembaga HAM supaya mengakhiri pelanggaran hukum oleh rezim Zionis pada bulan Ramadhan, namun masih tetap menyaksikan banyak sekali penangkapan rakyat Palestina.
Ramadhan di Suriah
Krisis Suriah memasuki tahun ke-8 dan masyarakat negara ini dikarenakan berkecamuknya perang dengan para teroris takfiri, melihat kondisi tersukar dalam sejarahnya.
Menurut laporan PBB, ribuan rakyat Suriah mengalami kekurangan bahan makanan.
Dengan persenjataan para teroris takfiri dan penyebaran cakupan pembunuhan dan kekerasan antar seperangkat senjata, Suriah mengalami krisis di sektor pertanian dan hal ini menyebabkan menurunnya produksi-produksi makanan, yang berimbas pada kehidupan warga Suriah.
Ramadhan di Irak
Warga Irak hampir dua abad hidup di bawah peperangan, dari perang teluk sampai masuknya Amerika ke negara ini dan sekarang ini juga kehadiran ISIS di Mosul, kota terbesar kedua Irak.
Sejumlah ancaman dan bahaya keamanan di Irak dengan persenjataan para teroris, pembunuhan dan sejumlah ledakan pada tahun-tahun terakhir mengalami peningkatan dan hal ini menyebabkan masyarakat tidak dapat melaksanakan syiar-syiar Islam pada bulan suci Ramadhan.
Demikian juga kondisi ekonomi buruk di negara ini hasil dari menurunnya harga minyak dan problem poilitik mengakibatkan minimnya bahan makanan di sejumlah pasar Irak dan pelonjakan sejumlah harga.
Kaum muslim Mosul dimana sampai sekarang ISIS masih menguasai bagian kecil darinya, pada akhirnya mengalami kesukaran dan masyarakat meski mengharap dapat merasakan Ramadhan dengan kemenangan, namun sampai sekarang masih mengalami kerasnya perbudakan.
ISIS di kawasan ini melarang masyarakat untuk melakukan setiap tindakan guna menyambut bulan suci Ramadhan, seperti menghias rumah, memberi makan, menghidangkan manisan dan syiar-syiar lainnya dan para penduduk kawasan ini terpaksa, dikarenakan takut siksaan keras ISIS, yang dilakukan untuk memberikan peringatan kepada selainnya di depan umum, melewati Ramadhan dengan keheningan.
Ramadhan di Myanmar
Kaum muslim Myanmar termasuk minoritas dibanding para penganut Buddha, sampai-sampai menurut laporan PBB, minoritas muslim negara ini mengalami banyak kesukaran.
Sementara kesukaran dan kesusahan mereka pada bulan Ramadhan semakin bertambah, disamping itu mereka keluar dari rumah dan tempat tinggal serta terpaksa bermigrasi di hadapan kejahatan-kejatan brutal dari pihak para ekstremis Buddha.
Kondisi sukar dan interaksi diskriminasi pemerintah dengan kaum muslim semakin mempersukar kehidupan mereka, sampai-sampai mereka lebih memilih untuk kabur dari tempat tinggalnya dan memilih bermigrasi ke kawasan-kawasan lain.
Menurut laporan PBB, sekitar 300 ribu muslim Rohingnya kabur ke Bangladesh dan dan sekitar 24 ribu orang kabur ke Malaysia.
Ramadhan di Bahrain
Demikian juga, sejumlah laporan yang ada menunjukkan rakyat Bahrain juga bertahun-tahun mengalami kesukaran dari pihak pemerintahan lalim Al Khalifa dan meminta kebebasannya dari aksi-aksi diskriminasi pemerintah, penjara dan penganiayaan terus menerus mengancam komunitas Syiah.
Mereka menyambut bulan Ramadhan dalam kondisi dimana Syaikh Isa Qassim, pemimpin perjuangannya dipenjara dan berkali-kali disiksa oleh pasukan pemerintah.
Serbuan pasukan pemerintah ke kediaman Ayatullah Isa Qassmi di al Diraz dan pembunuhan masyarakat yang berkumpul dalam rangka membela pemimpin spiritualnya telah membuat duka para keluarga Bahrain menjelang bulan Ramadhan sampai-sampai organisasi Amnesty internasional dalam menaggapi kekerasan rezim Bahrain atas aksi damai masyarakat di kawasan al-Diraz, meminta agar dilakukan riset independen di kawasan ini dan menghukum para pelaku pembunuhan para pendukung Syaikh Isa.
Ramadhan di Yaman
Nampaknya rakyat Yaman termasuk kaum muslim teraniaya, dimana jarang sekali orang-orang mau mendengarkan teriakan keteraniayaan mereka. Meski berkali-kali di sejumlah berita dipaparkan tentang krisis Yaman dan buruknya asupan gizi anak-anak, mewabahnya penyakit menular, dan pembunuhan setiap hari mereka dalam pertempuran yang tidak imbang, namun organisasi internasional mengacuhkan ucapan-ucapan ini dan tidak melakukan aksi apapun untuk mengakhiri kesukaran kaum muslim teraniaya negara ini.
Kaum muslim Yaman memulai bulan Ramadhan dengan kelaparan. Masyarakat Yaman melewati bulan Ramadhan dalam rasa kesakitan dan bangun sahur dengan suara mortir dan bom serta robohnya atap rumah mereka. Masyarakat Yaman berbuka dengan kehangatan anak-anaknya yang tersungkur di tanah yang diakibatkan oleh sahabatnya sendiri yang secara lahiriah mengaku muslim.
(Al-Badil/IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email