Salah satu pembahasan riwayat yang banyak diriwayatkan Syi’ah dan Ahlu Sunnah adalah ciri Imam Mahdi afs saat kemunculannya.
Shabestan News Agency, mengenai keyakinan terhadap Mahdawiyat serta kemunculannya, dalam sebuah penjelasannya Ayatullah Najmuddin Tabasi mengatakan bahwa salah satu pembahasan riwayat yang banyak diriwayatkan Syi’ah dan Ahlu Sunnah adalah ciri Imam Mahdi afs saat kemunculannya.
Keyakinan terhadap kemunculan dan kebangkitan yang akan dilakukan Imam Zaman afs serta Intizharnya tidak hanya khusus untuk Syi’ah dan orang-orang Iran saja, akan tetapi merupakan yang tidak terbantahkan bagi seluruh kaum muslimin.
Banyak riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang Mahdawiyat yang dirawikan oleh ulama-ulama besar dan juga ulama haidts, baik dari sisi Syi’ah maupun Ahlu Sunnah, seperti Abu Daud, Muhammad bin Isa At-Tarmidzi, Ibnu Majjah, An-Nasa’i, Ahmad bin Hambal, Hakim Naisaburi dan lain sebagainya.
Diriwayatkan dari Abu Daud, dari Zaidah, dari ‘Ashim, dari Zurr, dari Abdullah, dari Nabi saw bahwa beliau bersabda, “Seandainya tidak tersisa dari (usia) dunia ini kecuali hanya sehari, niscaya Allah akan memanjangkan hari itu hingga Ia membangkitkan seseorang dariku (dari Ahlulbaitku) yang namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku . Ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman.”
Dalam hal ini Amirul Mu’minin Imam Ali as saat menjawab pertanyaan dari Malik Al-Asytar tentang zaman kebangkitan Imam Mahdi afs, Imam as mengatakan “saat kebatilan telah binasa, dan tersembunyi kebenaran, dan orang-orang mengikuti yang berlawanan, terjadinya fenomena-fenomena, segala urusan saling mendekat satu sama lainnya, terhalangnya kemurahan hati, mereka menghancurkan benteng-benteng, mereka membuka Irak, mereka menyelesaikan perselisihan dengan pertumpahan darah, maka pada keadaan seperti ini Imam Mahdi afs akan muncul.”
*****
Penjelasannya:
Kewajiban Mencintai Ahlulbait atau Keluarga Rasulullah
قُلْ لاَ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبِى
Katakanlah: Aku tidak meminta upah apa pun kepada kalian atas penyampaian risâlah-Nya selain kecintaan kepada keluarga.
Dari Ibnu ‘Abbâs berkata: Tatkala turun ayat ini: Qul lâ as`alukum ‘alaihi ajran illal mawaddata fil qurbâ , mereka berkata, “Wahai Rasûlullâh, siapakah kerabatmu yang wajib atas kami mencintai mereka?” Beliau berkata, “‘Ali, Fâthimah dan kedua putra mereka (Hasan dan Husain).”
Ayat ke-23 dari sûrah Al-Syûrâ ini nashsh yang mewajibkan atas kaum muslim untuk mencintai keluarga Nabi saw, dan mencintai keluarga beliau yang disucikan itu termasuk asas dalam ajaran Islam. Maka mengenal, mencintai dan mengikuti mereka adalah suatu kewajiban bagi ummat Islam.
Membaca Shalawât bagi Nabi adalah Salah Satu Bentuk Kecintaan
Membaca shalawât bagi Nabi adalah salah satu bentuk kecintaan. Dan shalawât juga dikaitkan dengan shalat dan doa hingga shalat tanpa shalawât menjadi tidak sah dan doa tanpa shalawât menjadi mahjûb (terhalang). Dan shalawât bagi Nabi itu mesti disertakan keluarganya supaya tidak batrâ (buntung), dan shalawât batrâ itu dilarang, Rasûlullah saw berkata:
لاَ تُصَلُّوا عَلَيَّ الصَّلاَةَ الْبَتْرَاءَ. فَقَالُوا : وَ مَا الصَّلاَةُ الْبَتْرَاءُ ؟ قَالَ : تَقُولُونَ : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ تَمْسِكُونَ, بَلْ قُولُوا : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
“Janganlah kamu ber-shalawât atasku dengan shalawât yang buntung.” Lalu mereka bertanya, “Apakah shalawât yang buntung itu wahai Rasûlullah?” Beliau berkata, “Kalian ber-shalawât atasku dan kalian diam (tidak ber-shalawât bagi keluargaku), tetapi ucapkanlah: Ya Allah, curahkanlah shalawât atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad.”
Maka singkatan saw mesti dibaca: Shallallâhu ‘alaihi wa ãlihi wa sallam atau shallallâhu ‘alaihi wa ãlih (Allah mencurahkan shalawât dan salâm atasnya dan keluarganya) supaya tidak melanggar larangan Rasûlullah dalam ber-shalawât .
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : أَحِبُّوا اللهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ وَ أَحِبُّونِي لِحُبِّ اللهِ وَ أَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي لِحُبِّي.
Dari Ibnu ‘Abbâs berkata: Rasûlullâh saw bersabda, “Cintailah Allah karena Dia telah memberimu kenikmatan, cintailah aku karena kecintaan kepada Allah, dan cintailah keluargaku kerena kecintaan kepadaku.”
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ, وَ عَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ, وَ عَنْ مَالِهِ فِيْمَا أَنْفَقَهُ وَ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ, وَ عَنْ حُبِّنَا أَهْلِ الْبَيْتِ
Rasûlullâh saw berkata, “Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dia ditanya tentang empat perkara: Tentang umurnya pada apa dia telah menghabiskannya, tentang jasadnya yang pada apa dia telah merusakkannya, tentang hartanya ke mana saja dibelanjakannya dan dari mana diperolehnya, dan tentang kecintaan kepada kami Ahlulbait.”
Pahala bagi Orang yang Mencintai Ahlulbait as
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ شَهِيْدًا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ مَغْفُورًا لَهُ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ تَائِبًا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ مُؤْمِنًا مُسْتَكْمِلَ الإِيْمَانِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ بَشَّرَهُ مَلَكُ الْمَوْتِ بِالْجَنَّةِ ثُمَّ مُنْكَرٌ وَ نَكِيْرٌ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ يُزَفُّ إِلَى الْجَنَّةِ كَمَا تُزَفُّ الْعَرُوسُ إِلَى بَيْتِ زَوْجِهَا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ فُتِحَ لَهُ فِي قَبْرِهِ بَابَانِ إِلَى الْجَنَّةِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ جَعَلَ اللهُ قَبْرَهُ مَزَارً لِمَلاَئِكَةِ الرَّحْمَنِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ عَلَى السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ
Rasûlullâh saw berkata, “Siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati sebagai syahîd. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati dalam keadaan diampuni dosanya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, dia mati dalam keadaan bertobat. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati dalam keadaan beriman dengan sempurna keimanannya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya Malakul Maut memberikan kabar gembira dengan surga, lalu malaikat Munkar dan Nakîr. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, dia akan diantarkan ke surga seperti pengantin perempuan yang diantarkan ke rumah suaminya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dibukakan baginya dua pintu ke surga di dalam kuburnya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya Allah menjadikan kuburnya tempat ziarah para malaikat Al-Rahmân. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati di atas Al-Sunnah wal jamâ‘ah.”
عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: اِلْزَمُوا مَوَدَّتَنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَإِنَّهُ مَنْ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ هُوَ يَوَدُّنَا دَخَلَ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَتِنَا. وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَنْفَعُ عَبْدًا عَمَلُهُ إِلاَّ بِمَعْرِفَةِ حَقِّنَا
Dari Al-Hasan bin ‘Ali as: Sesungguhnya Rasûlullâh saw telah berkata, “Teguhkanlah oleh kalian kecintaan kepada kami Ahlulbait, karena sesungguhnya siapa yang berjumpa dengan Allah ‘azza wa jalla sedang dia mencintai kami, niscaya dia masuk surga dengan syafa‘at kami. Demi yang diriku di tangan-Nya, tidak berguna bagi seorang hamba akan amalnya kecuali dengan mengenal hak kami.”
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : شَفَاعَتِي لِأُمَّتِي مَنْ أَحَبَّ أَهْلَ بَيْتِي وَهُمْ شِيْعَتِي
Dari ‘Ali bin Abî Thâlib as berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Syafa‘atku bagi ummatku yang mencintai Ahlulbaitku dan mereka adalah para pengikutku.”
عَنْ عَلِيِّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ : أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ. قَالَ : ذَاكَ مَنْ أَحَبَّ اللهَ وَ رَسُولَهُ وَ أَحَبَّ أَهْلَ بَيْتِي صَادِقًا غَيْرَ كَاذِبٍ
Dari ‘Ali as bahwa Rasûlullâh saw tatkala turun ayat ini: Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah tenteramlah hati-hati . Dia berkata, “Yang demikian itu ialah orang yang mencintai Allah dan Rasûl-Nya dan mencintai Ahlulbaitku dengan benar tidak dusta.”
عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : اِلْزَمُوا مَوَدَّتَنَا أَهْلَ الْبَيْتِ, فَإِنَّهُ مَنْ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ هُوَ يَوَدُّنَا دَخَلَ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَتِنَا, وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَنْفَعُ عَبْدًا عَمَلُهُ إِلاَّ بِمَعْرِفَةِ حَقِّنَا
Dari Al-Hasan bin ‘Ali as: Sesungguhnya Rasûlullâh saw telah berkata, “Tetaplah dalam mencintai kami Ahlulbait, sebab sesungguhnya orang yang berjumpa dengan Allah ‘azza wa jalla dan dia mencintai kami niscaya masuk ke surga dengan syafa‘at kami, demi yang diriku di tangan-Nya, tidak berguna bagi seorang hamba amalnya kecuali dengan mengenal hak kami.”
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ يُحِبُّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَ لاَ يُبْغِضُنَا إِلاَّ مُنَافِقٌ شَقِيٌّ
Dari Jâbir bin ‘Abdullâh berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Tidak mencintai kami Ahlulbait selain orang mu`min yang ber-taqwâ, dan tidak membenci kami kecuali orang munâfiq yang celaka.”
عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : حُبِّي وَ حُبُّ أَهْلِ بَيْتِي نَافِعٌ فِي سَبْعَةِ مَوَاطِنَ, أَهْوَالُهُنَّ عَظِيْمَةٌ: عِنْدَ الْوَفَاةِ, وَ فِي الْقَبْرِ, وَ عِنْدَ النُّشُورِ, وَ عِنْدَ الْكِتَابِ, وَ عِنْدَ الْحِسَابِ, وَ عِنْدَ الْمِيْزَانِ, وَ عِنْدَ الصِّرَاطِ
Dari ‘Ali bin Al-Husain berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Mencintaiku dan mencintai Ahlulbaitku bermanfaat pada tujuh tempat yang ketakutannya sangat besar: (1) Ketika wafat, (2) di dalam kubur, (3) ketika dibangkitkan, (4) ketika dibagi kitab, (5) ketika dihisab, (6) ketika ditimbang amal, dan (7) ketika di Al-Shirâth.”
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ رَزَقَهُ اللهُ حُبَّ اْلأَئِمَّةِ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَقَدْ أَصَابَ خَيْرَ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ فَلاَ يُشَكَّنَّ أَحَدٌ أَنَّهُ فِي الْجَنَّةِ, فَإِنَّ فِي حُبِّ أَهْلِ بَيْتِي عِشْرُونَ خَصْلَةً : عَشْرٌ مِنْهَا فِي الدُّنْيَا, وَ عَشْرٌ مِنْهَا فِي اْلآخِرَةِ. أَمَّا الَّتِي فِي الدُّنْيَا فَالزُّهْدُ, وَ الْحِرْصُ عَلَى الْعَمَلِ, وَ الْوَرَعُ فِي الدِّيْنِ, وَ الرَّغْبَةُ فِي الْعِبَادَةِ, وَ التَّوبَةُ قَبْلَ الْمَوْتِ, وَ النَّشَاطُ فِي قِيَامِ اللَّيْلِ, وَ الْيَأْسُ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ, وَ الْحِفْظُ لِأَمْرِ اللهِ وَ نَهْيِهِ عَزَّ وَ جَلَّ, وَ التَّاسِعَةُ بُغْضُ الدُّنْيَا, وَ الْعَاشِرَةُ السَّخَاءُ. وَ أَمَّا الَّتِي فِي اْلآخِرَةِ: فَلاَ يُنْشَرُ لَهُ دِيْوَانٌ, وَ لاَ يُنْصَبُ لَهُ مِيْزَانٌ, وَ يُعْطَى كِتَابُهُ بِيَمِيْنِهِ, وَ يُكْتَبُ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ, وَ يُبَيَّضُ وَجْهُهُ, وَ يُكْسَى مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ, وَ يُشَفَّعُ فِي مِائَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ, وَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِ بِالرَّحْمَةِ, وَ يُتَوَّجُ مِنْ تِيْجَانِ الْجَنَّةِ, وَ الْعَاشِرَةُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ. فَطُوبَى لِمُحِبِّي أَهْلِ بَيْتِي
Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri berkata: Telah berkata Rasûlullâh saw, “Siapa yang diberi karunia oleh Allah mencintai para imam dari Ahlulbaitku, maka sesungguhnya dia telah memperoleh kebaikan dunia dan akhirat, dan seseorang (yang mencintai mereka) tidak diragukan bahwa dia di surga, maka sesungguhnya dalam mencintai Ahlibaitku itu ada dua puluh perkara: Sepuluh darinya di dunia, dan sepuluh lagi di akhirat. Adapun sepuluh yang di dunia adalah: (1) Zuhud (tidak dikuasai dunia), (2) semangat dalam beramal, (3) wara‘ (berhati-hati menjalankan) dalam ajaran, (4) senang dalam ibadah, (5) bertobat sebelum mati, (6) giat dalam bangun malam, (7) putus asa dari apa-apa yang ada pada tangan orang lain, (8) menjaga perintah Allah dan larangannya ‘azza wa jalla, (9) benci kepada dunia dan (10) dermawan. Adapun yang sepuluh di akhirat adalah: (1) Tidak dibentangkan dîwân (penayangan amal) baginya, (2) tidak ditegakkan neraca baginya, (3) diberikan kitabnya di sebelah kanannya, (4) dicatatkan baginya 'bebas dari neraka', (5) diputihkan wajahnya, (6) diberi busana surga, (7) disyafa‘ati 100 orang dari keluarganya, (8) Allah memandang kepadanya dengan kasih, (9) dimahkotai dengan mahkota surga dan (10) masuk ke surga tanpa hisab. Maka beruntung manusia-manusia yang mencintai Ahlibaitku.”
Hukuman bagi Orang yang Membenci Ahlulbait
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى بُغْضِ آلِ مُحَمَّدٍ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَكْتُوبًا بَيْنَ عَيْنَيْهِ آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى بُغْضِ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ كَافِرًا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى بُغْضِ آلِ مُحَمَّدٍ لَمْ يَشُمَّ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
Rasûlullâh saw berkata, “Ketahuilah siapa yang mati di atas kebencian kepada keluarga Muhammad, dia datang pada hari kiamat dengan tertulis di antara kedua matanya: Orang yang putus asa dari rahmat Allah. Ketahuilah siapa yang mati di atas kebencian kepada keluarga Muhammad, dia mati sebagai orang yang kâfir. Ketahuilah siapa yang mati di atas kebencian kepada keluarga Muhammad, dia tidak mencium harum surga.”
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ إِنِّي سَأَلْتُ اللهَ لَكُمْ ثَلاَثًا : أَنْ يُثَبِّتَ قَائِمَكُمْ, وَ أَنْ يَهْدِيَ ضَالَّكُمْ, وَ أَنْ يُعَلِّمَ جَاهِلَكُمْ وَ سَأَلْتُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَكُمْ جَوْدَاءَ نُجَدَاءَ رُحَمَاءَ, فَلَوْ أَنَّ رَجُلاً صَفَنَ فَصَلَّى وَ صَامَ ثُمَّ لَقِيَ اللهَ وَ هُوَ مُبْغِضٌ لِأَهْلِ بَيْتِ مُحَمَّدٍ دَخَلَ النَّارَ
Dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs bahwa Rasûlullâh saw berkata, “Wahai anak-anak ‘Abdul Muththalib, sesungguhnya aku meminta kepada Allah tiga hal bagi kalian: Meneguhkah qâ`im kalian (Al-Mahdi as yang menegakkan keadilan), Dia menunjuki orang yang tersesat dari kalian dan Dia mengajari orang jahil dari kalian dan aku meminta kepada Allah agar Dia menjadikan kalian manusia-manusia yang murah hati, mulia dan penyayang, maka kalaulah seseorang memberdirikan kakinya lalu dia shalat dan shaum kemudian dia bertemu dengan Allah sedang dia benci kepada Ahlulbait Muhammad, tentu dia masuk ke neraka.”
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يُبْغِضُنَا أَهْلَ الْبَيْتِ أَحَدٌ إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللهُ النَّار
Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Demi yang diriku di tangan-Nya, tidak seorang pun membenci kami Ahlulbait melainkan Allah memasukkannya ke dalam neraka.”
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لَيْسَ فِي الْقِيَامَةِ رَاكِبٌ غَيْرُنَا وَ نَحْنُ أَرْبَعَةٌ – فَذَكَرَ النَّبِيُّ ص وَ صَالِحٌ وَ حَمْزَةُ وَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ ع (إِلَى أَنْ قَالَ) وَ لَوْ أَنَّ عَابِدًا عَبَدَ اللهَ بَيْنَ الرُّكْنِ وَ الْمَقَامِ أَلْفَ عَامٍ وَ أَلْفَ عَامٍ حَتَّى يَكُونَ كَالشِّنِّ الْبَالِي وَ لَقِيَ اللهَ مُبْغِضًا لِآلِ مُحَمَّدٍ أَكَبَّهُ اللهُ عَلَى مِنْخَرِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
Dari Ibnu ‘Abbâs berkata: Rasûlullâh saw bersabda, “Pada hari kiamat, tidak ada yang berkendaraan selain kami berempat---maka Nabi saw menyebutkan (dirinya) dan Shâlih, Hamzah dan ‘Ali bin Abî Thâlib as sampai beliau mengatakan---dan kalaulah seorang ahli ibadah mengabdi kepada Allah di antara rukun (sudut Ka‘bah yang padanya terdapat Hajar Aswad) dan maqâm (tempat berdiri Nabi Ibrâhîm as) selama seribu tahun dan seribu tahun sampai kurus lagi lusuh dan dia bertemu dengan Allah dalam keadaan benci kepada keluarga Muhammad, niscaya Allah menyeretnya di atas batang hidungnya ke dalam neraka Jahannam.”
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ أَبْغَضَنَا أَهْلَ البَيْتِ فَهُوَ مُنَافِقٌ
Dari Abû Sa‘îd berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Siapa yang membenci kami Ahlulbait maka dia itu orang munâfiq.”
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ خَدِيْجٍ قَالَ : أَرْسَلَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ إِلَى الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ أَخْطُبُ عَلَى يَزِيْدَ بِنْتًا لَهُ – أَوْ أُخْتُا لَهُ – فَأَتَيْتُهُ فَذَكَرْتُ لَهُ يَزِيْدَ فَقَالَ: إِنَّا قَوْمٌ لاَ نُزَوِّجُ نِسَاءَنَا حَتَّى نَسْتَأْمِرَهُنَّ. فَأَتَيْتُهَا فَذَكَرْتُ لَهَا يَزِيْدَ فَقَالَتْ: وَ اللهِ لاَ يَكُونُ ذَلِكَ حَتَّى يَسِيْرَ فِيْنَا صَاحِبُكَ كَمَا سَارَ فِرْعَوْنُ فِي بَنِي إِسْرَائِيْلَ يَذْبَحُ أَبْنَاءَهُمْ وَ يَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ. فَرَجَعْتُ إِلَى الْحَسَنِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقُلْتُ: أَرْسَلْتَنِي إِلَى فَلَقَةٍ تُسَمِّي أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِرْعَوْنَ. قَالَ: يَا مُعَاوِيَةُ لاَ يُبْغِضُنَا وَ لاَ يَحْسُدُنَا أَحَدٌ إِلاَّ ذِيْدَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَنِ الْحَوْضِ بِسِيَاطٍ مِنَ النَّارِ
Dari Mu‘âwiyah bin Khadîj telah berkata, “Mu‘âwiyah bin Abû Sufyân mengutusku kepada Al-Hasan bin ‘Ali as saya melamar putrinya----atau saudara perempuannya----atas nama Yazîd lalu saya mendatanginya, maka saya menyebutkan Yazîd kepadanya. Maka dia berkata, 'Kami tidak menikahkan perempuan-perempuan kami sehingga kami bermusyawarah dengan mereka.' Maka saya mendatangi perempuan tersebut dan saya sebutkan Yazîd kepadanya, lalu dia berkata, 'Demi Allah hal itu tidak terjadi walau sahabatmu (Yazîd) berjalan kepada kami sebagaimana Fir‘aun berjalan pada Banî Isrâ`îl membunuh anak-anak lelaki mereka dan membiarkan hidup kaum perempuan mereka.' Kemudian aku kembali kepada Al-Hasan as, lalu saya berkata: Kamu telah mengirimku kepada suatu bencana dia (perempuan itu) menyebut Amîrul Mu`minîn Fir‘aun.” Dia berkata, “Wahai Mu‘âwiyah, janganlah kamu membenci kami karena Rasûlullâh saw telah berkata, ‘Tidak membenci kami dan tidak iri kepada kami seseorang melainkan pada hari kiamat dia dihalau dari telaga dengan cambuk dari neraka.’”
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيِّ قَالَ : جَطَبَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَسَمِعْتُهُ وَ هُوَ يَقُولُ : أَيُّهَا النَّاسُ مَنْ أَبْغَضَنَا أَهْلَ البَيْتِ حَشَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَهُودِيًّا. فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ وَ إِنْ صَامَ وَ صَلَّى. قَالَ : وَ إِنْ صَامَ وَ صَلَّى وَ زَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ
Khilafah
Khilâfah atau Imâmah
Khilâfah atau Imâmah artinya kepemimpinan, dan maksudnya adalah kepemimpinan Islam setelah nubuwwah atau risâlah (kenabian atau kerasulan). Orang yang memegang kendali khilâfah atau imâmah dijuluki khalîfah atau imâm .
Bagi setiap nabi dan rasûl ada washinya atau khalîfahnya yang meneruskan kepemimpinan Islam setelahnya. Dan ada tiga orang rasûl yang jumlah khalîfahnya itu sama-sama dua belas khalîfah , yaitu Mûsâ, 'Îsâ dan Muhammad---salam bagi mereka.
Masa antara Mûsâ dan 'Îsa seribu tahun, dalam masa itu diisi oleh dua belas khalîfah . Antara 'Îsâ dan Muhammad lima ratus tahun, sepanjang masa itu diisi oleh dua belas khalîfah . Dan antara Muhammad sampai terompet yang menakutkan ditiup Isrâfîl as juga diisi oleh dua belas khalîfah secara estapet, maka dunia ini tidak pernah kosong dari pemimpin yang Allah 'azza wa jalla pilih baik secara terbuka (musta'lîn ) ataupun sembunyi-sembunyi (mustakhfîn ).
Jika para nabi dan rasûl itu Allah pilih sebagai pemimpin bagi ummat manusia, maka para khalîfah juga dipilih Allah untuk pemimpin manusia. Jika para nabi banyak ditolak manusia, maka para khalîfah juga banyak ditolak manusia. Nabi, rasûl dan khalîfah -nya yang dipilih Allah 'azza wa jalla tetap saja sebagai nabi, rasûl dan khalîfah atau imâm walaupun tidak diterima banyak orang.
Urusan khalîfah dipilih Allah 'azza wa jalla sebagaimana halnya nabi dan rasûl, jadi pemilihannya tidak diserahkan kepada manusia, baik dipilih secara demokratis atau dengan penunjukkan seseorang atau dipilih oleh sebuah lembaga.
Ahlulbait Nabi Disucikan Sesuci-sucinya
Allah 'azza wa jalla berfirman:
إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا
Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan keraguan darimu wahai Ahlulbait, dan mensucikanmu sesuci-sucinya. [Surah Al-Ahzâb 33/33].
Ayat Al-Quran ini diturunkan berkenaan dengan Rasûlullâh saw, ‘Ali, Fâthimah, Hasan dan Husain as, mereka adalah orang-orang yang disucikan Allah sesuci-sucinya, lihatlah bab Ahlulbait as yang telah lalu.
Dari Ummul Mu`minîn ‘Âisyah
عَنْ صَفِيَّةٍ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ : قَالَتْ عَائِشَةُ : خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ غَدَاةً وَ عَلَيْهِ مِرْطٌ مُرَحَّلٌ مِنْ شَعْرٍ أَسْوَدَ, فَجَاءَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ فَأَدْخَلَهُ, ثُمَّ جَاءَ الْحُسَيْنُ فَدَخَلَ مَعَهُ, ثُمَّ جَائَتْ فَاطِمَةُ فَأَدْخَلَهَا, ثُمَّ جَاءَ عَلِيٌّ فَأَدْخَلَهُ, ثُمَّ قَالَ : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا
Dari Shafiyyah binti Syaibah berkata: ‘Âisyah berkata: Rasûlullâh saw keluar pada suatu pagi dan dia membawa kain berbulu yang dijadikan pelana dari bulu yang hitam, kemudian datanglah Al-Hasan bin ‘Ali, lalu dia memasukkannya (ke bawah kain), kemudian datanglah Al-Husain, lalu dia masuk bersamanya, kemudian datang Fâthimah, lalu dia memasukkannya, kemudian datang ‘Ali, lalu dia memasukkannya, kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan keraguan darimu wahai Ahlulbait, dan mensucikanmu sesuci-sucinya. ”
Dari Ummul Mu`minîn Ummu Salamah
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا قَالَتْ : فِي بَيْتِي نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ. قَالَتْ : فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ إِلَى عَلِيٍّ وَ فَاطِمَةَ وَ الْحَسَنِ وَ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ فَقَالَ : اللَّهُمَّ هَؤُلاَءِ أَهْلُ بَيْتِي. قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ : يَا رَسُولَ اللهِ مَا أَنَا مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ ؟ قَالَ : إِنَّكِ إِلَى خَيْرٍ, وَ هَؤُلاَءِ أَهْلُ بَيْتِي, اللَّهُمَّ آلُ بَيْتِي أَحَقُّ
Dari Ummu Salamah bahwa dia telah berkata: Di rumahku telah turun ayat ini, Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlalbaiti …Dia berkata: Lalu Rasûlullâh saw mengutus orang kepada ‘Ali, Fâthimah, Al-Hasan dan Al-Husain as. Kemudian beliau berkata, “Ya Allah, mereka ini ahlul-baitku.” Ummu Salamah berkata, “Wahai Rasûlullâh, apakah aku bukan dari Ahlulbait?” Dia berkata, “Sesungguhnya engkau menuju kepada kebaikan, dan mereka ini ahlulbaitku, ya Allah, keluargaku lebih berhak.”
عَنْ أُمِّ سَاَمَةَ قَالَتْ : نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِي بَيْتِي : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا. وَ فِي الْبَيْتِ سَبْعَةٌ : جِبْرِيْلُ وَ مِيْكَائِيْلُ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ وَ عَلِيٌّ وَ فَاطِمَةُ وَ الْحَسَنُ وَ الْحُسَيْنُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَ أنَا عَلَى بَابِ الْبَيْتِ. قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَلَسْتُ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ ؟ قَالَ : إِنَّكِ إِلَى خَيْرٍ, إِنَّكِ مِنْ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ
Dari Ummu Salamah berkata: Telah diturunkan ayat ini di rumahku, Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlalbaiti wa yuthahhirakum tathhîrâ. Di dalam rumah ada tujuh: Jibrîl, Mîkâ`îl as, ‘Ali, Fâthimah, Al-Hasan dan Al-Husain ra sedang aku di pintu rumah, aku berkata, “Wahai Rasûlullâh, bukankah aku dari Ahlulbait?” Beliau berkata, “Sesungguhnya engkau menuju kepada kebaikan, sesungguhnya engkau di antara istri-istri Nabi.”
وَ أخْرَجَ التُّرْمُذِيُّ وَ صَحَّحَهُ وَ ابْنُ جَرِيْرِ وَ ابْنُ الْمُنْذِرِ وَ الْحَاكِمُ وَ صَحَّحَهُ, وَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ وَ الْبَيْهَقِيُّ فِي سُنَنِهِ مِنِ طُرُقٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : فِي بَيْتِي نَزَلَتْ : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا. وَ فِي الْبَيْتِ فَاطِمَةُ وَ عَلِيٌّ وَ الْحَسَنُ وَ الْحُسَيْنُ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ فَجَلَّلَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِكِسَاءٍ كَانَ عَلَيْهِ, ثُمَّ قَالَ : هَؤُلاَءِ أَهْلُ بَيْتِي فَأَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَ طَهِّرْ تَطْهِيْرًا
Al-Tirmidzi telah mengeluarkan dan dia mensahkannya, Ibnu Jarîr, Ibnu Al-Mundzir, Al-Hâhim dan dia mensahkannya, Ibnu Mardawaih dan Al-Baihaqi dalam sunannya dari jalan Ummu Salamah ra dia berkata: Di rumahku telah turun, Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlal baiti wa yuthahhirakum tathhîrâ. Di dalam rumahku ada Fâthimah, ‘Ali, Al-Hasan dan Al-Husain as, lalu Rasûlullâh saw mengerudungi mereka dengan sehelai kain yang ada pada beliau, kemudian beliau berkata, “Mereka ini Ahlulbaitku, maka hilangkanlah keraguan dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.”
Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri
عَنْ أَبْي سَعِيْدٍ قَالَ : كَانَ يَوْمُ أُمِّ سَلَمَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا, فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِهَذِهِ الآيَةِ : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا. قَالَ : فَدَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِحَسَنٍ وَ حُسَيْنٍ وَ فَاطِمَةَ وَ عَلِيٍّ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ, فَضَمَّهُمْ إِلَيْهِ وَ نَشَرَ عَلَيْهِمُ الثَّوْبَ وَ الْحِجَابُ عَلَى أُمَّ سَلَمَةَ مَضْرُوبٌ, ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَ طَهِّرْهُمْ تَطْهِيْرًا. قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : فَأَنَا مَعَهُمْ يَا نَبِيَّ اللهِ ؟ قَالَ : أَنْتِ عَلَى مَكَانِكِ وَ إِنَّكِ عَلَى خَيْرٍ
Dari Abû Sa‘îd berkata: Adalah hari Ummu Salamah Ummul Mu`minîn ra, maka Jibrîl telah turun kepada Rasûlullâh saw dengan ayat ini, Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlalbaiti wa yuthahhirakum tathhîrâ. Dia berkata: Maka Rasûlullâh saw memanggil Hasan, Husain, Fâthimah dan ‘Ali as, kemudian beliau memeluk mereka kepadanya dan membentangkan kain ke atas mereka, dan tirai diturunkan atas Ummu Salamah, kemudian beliau berkata, “Ya Allah, mereka ini Ahlulbaitku, ya Allah, hilangkanlah dari mereka keraguan dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.” Ummu Salamah ra berkata, “Aku bersama mereka wahai Nabi Allah?” Beliau berkata, “Engkau tetap saja di tempatmu, sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan.”
وَ أَخْرَجَ ابْنُ جَرِيْرٍ وَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ وَ الطَّبْرَانِيُّ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِيَّ وَ فِي عَلِيٍّ وَ فَاطِمَةَ وَ حَسَنٍ وَ حُسَيْنٍ : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا
Dan Ibnu Jarîr, Ibnu Abî Hâtim dan Al-Thabrâni telah mengeluarkan dari Abû Sa‘îd Al-Khudri ra berkara: Rasûlullâh saw berkata, “Telah turun ayat ini tentangku, dan tentang ‘Ali, Fâthimah, Hasan dan Husain: Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlalbaiti wa yuthahhirakum tathhîrâ. "
وَ أَخْرَجَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ : لَمَّا دَخَلَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِفَاطِمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا, جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا إِلَى بَابِهَا يَقُولُ : السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ. الصَّلاَةَ رَحِمَكُمُ اللهُِ : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا. أَنَا حَرْبٌ لِمَنْ حَارَبْتُمْ, أَنَا سِلْمٌ لِمَنْ سَالَمْتُمْ
Ibnu Mardawaih telah mengeluarkan dari Abû Sa‘îd Al-Khudri berkata: Tatkala ‘Ali ra masuk dengan Fâthimah ra, datanglah Nabi saw selama empat puluh pagi ke pintunya beliau berkata, “Salâm bagi kalian wahai Ahlulbait rahmat Allah dan berkah-Nya, al-shalâh semoga Allah mencurahkan rahmat kepada kalian, Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlalbaiti wa yuthahhirakum tathhîrâ. ”
عَنْ أَبْي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِي خَمْسَةٍ : فِيَّ وَ فِي عَلِيٍّ وَ حَسَنٍ وَ حُسَيْنٍ وَ فَاطِمَةَ : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا
Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri berkata: Rasûlullâh asw telah berkata, “Telah turun ayat ini mengenai lima orang: Mengenai aku, ‘Ali, Hasan, Husain dan Fâthimah: Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlalbaiti wa yuthahhirakum tathhîrâ. ”
Dari ‘Abdullâh bin Ja‘far bin Abî Thâlib
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ : لَمَّا نَظَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ إِلَى الرَّحْمَةِ هَابِطَةً قَالَ : اُدْعُوا لِي اُدْعُوا لِي. فَقَالَتْ صَفِيَّةُ : مَنْ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : أَهْلُ بَيْتِي عَلِيًّا وَ فَاطِمَةَ وَ الْحَسَنَ وَ الْحُسَيْنَ. فَجِيءَ بِهِمْ فَأَلْقَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ كِسَاءَهُ, ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ هَؤُلاَءِ آلِي فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ. وَ أَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا
Dari ‘Abdullâh bin Ja‘far bin Abî Thâlib berkata: Tat-kala Rasûlullâh saw melihat kepada rahmat yang turun beliau berkata, “Panggilkan untukku, panggilkan untukku!” Shafiyyah berkata, “Siapakah wahai Rasûlullâh?” Beliau berkata, “Ahlulbaitku; ‘Ali, Fâthimah Al-Hasan dan Al-Husain." Kemudian mereka dihadirkan, maka Nabi saw mengerudungkan ke atas mereka kainnya, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya, lalu berkata, “Ya Allah, mereka ini keluargaku, maka curahkanlah shalawât kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad.” Allah ‘azza wa jalla menurunkan ayat, Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlalbaiti wa yuthahhirakum tathhîrâ.
Dari Wâtsilah bin Al-Asqa‘
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أََبِي عَمَّارٍ قَالَ : دَخَلْتُ عَلَى وَاثِلَةِ بْنِ الأَسْقَعِ وَ عِنْدَهُ قَوْمٌ فَذَكَرُوا عَلِيًّا عَلَيْهِ السَّلاَمُ, فَلَمَّا قَامُوا قَالَ لِي : أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَا رَأَيْتُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ؟ قُلْتُ : بَلَى. قَالَ : أَتَيْتُ فَاطِمَةَ أَسْأَلُهَا عَنْ عَلِيٍّ قَالَتْ : تَوَجَّهْ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ. فَجَلَسْتُ أَنْتَظِرُهُ حَتَّى جَاءَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ مَعَهُ عَلِيٌّ وَ حَسَنٌ وَ حُسَيْنٌ آخِذَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِهِ حَتَّى دَخَلَ, فَأَدْنَى عَلِيًّا وَ فَاطِمَةَ فَأَجْلَسَهُمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَ أَجْلَسَ حَسَنًا وَ حُسَيْنًا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى فَخِذِهِ,ثُمَّ لَفَّ عَلَيْهِمْ ثَوْبَهُ—أَوْ قَالَ كِسَاءَهُ--ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ الآيَةَ : إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا. وَ قَالَ : اللَّهُمَّ هَؤُلاَءِ أَهْلُ بَيْتِي وَ أَهْلُ بَيْتِي أَحَقُّ
Dari Syaddâd bin Abî ‘Âmmâr berkata: Saya datang kepada Wâtsilah bin Al-Asqa‘ dan di sisinya ada suatu kaum, maka mereka menyebut ‘Ali as, maka tatkala mereka pergi, dia berkata kepadaku, “Maukah kukabarkan kepadamu apa yang aku lihat dari Rasûlullâh saw?” Saya berkata, “Tentu saja.” Dia berkata, “Saya pernah datang ke Fâthimah, saya bertanya kepadanya tentang ‘Ali, dia berkata, 'Menghadaplah kepada Rasûlullâh saw.' Lalu saya duduk menunggu beliau sehingga datanglah Rasûlullâh saw dan bersamanya ‘Ali, Hasan dan Husain dengan memegang tangannya masing-masing dari keduanya hingga beliau masuk, lalu beliau mendekatkan ‘Ali dan Fâthimah, lalu mendudukannya di hadapannya, dan dia mendudukkan Hasan dan Husain masing-masing dari mereka di atas paha beliau, kemudian dia mengerudungkan bajunya ke atas mereka---atau dia berkata sehelai kain---kemudian beliau membaca ayat ini Innamâ yurîdullâhu liyudzhiba ‘ankumur rijsa ahlalbaiti wa yuthahhirakum tathhîrâ. Dan beliau berkata, ‘Ya Allah, mereka ini Ahlulbaitku dan Ahlulbaitku lebih berhak.’”
Ayat Tathhîr ini diturunkan berkenaan dengan ‘Ali, Fâthimah, Hasan dan Husain as, periksaslah kitab-kitab berikut: Shahîh Muslim Kitâb Fadhâ`il Al-Shahâbah; Sunan atau Shahîh Al-Tirmidzi 2/29, 209 dan 319 cet Bûlâq; Musnad Al-Imâm Ahmad bin Hanbal 1/330; 4/107; 6/292; Al-Mustadrak ‘alâ Al-Shahîhain fî Al-Hadîts 2/416; 3/147 dan hal. 172; Musnad Abî Dâwud Al-Thayâlisi 8/274; Al-Isti‘âb 2/598; Usud Al-Ghâbah 2/20; 3/413; Majma‘ Al-Zawâ`id 9/119, 121, 146, 169, 172, 206 dan 207; Musykil Al-Ãtsâr 1/332, 333, 336 dan 338; Kanz Al-‘Ummâl 7/92; Al-Riyâdh Al-Nadhrah 2/188; Târikh Baghdâd 110/278; Khashâ`ish Al-Nasâ`i hal. 4 dan beberapa kitab tafsîr.
Setelahku ada Dua Belas Khalifah
Wajib Beriman kepada Dua Belas Khalîfah Nabi saw
Khilâfah atau imâmah adalah kepemimpinan Islam secara teokratis setelah nubuwwah (kenabian). Dalam Islam yang suci masalah kepemimpinan merupakan masalah pokok (ushûluddîn ). Dan yang dimaksudkan dengan khilâfah atau imâmah ialah kepemimpinan Islam setelah Rasûlullah saw wafat. Dan orang-orang yang dipilih Allah 'azza wa jalla untuk menjadi pemimpin ummat setelah Rasûlullâh saw dijuluki imâm atau khalîfah .
Setiap orang Islam wajib mengenal dan mengikuti para imâm atau para khalîfah pilihan Allah ‘azza wa jalla, dikarenakan khilâfah atau imâmah (kepemimpinan pasca kenabian) itu adalah kelanjutan dari risâlah (kerasulan) atau nubuwwah , ma-ka siapa pun yang tidak menerima khilâfah yang penunjukkannya dari Allah dan diridoi-Nya adalah sama halnya dengan mengingkari kenabian Muhammad saw, dan orang yang tidak mengenalnya jika dia mati, maka kematiannya seperti kematian jâhiliyyah (kebodohan secara spiritual karena tidak menerima kebenaran) sebagaimana yang disebutkan dalam hadîts-hadîts berikut:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : يَا عَلِيُّ مَنْ قَتَلَكَ فَقَدْ قَتَلَنِي, وَ مَنْ أَبْغَضَكَ فَقَدْ أَبْغَضَنِي, وَ مَنْ سَبَّكَ فَقَدْسَبَّنِي, لأَنَّكَ كَنَفْسِي, رُوْحُكَ مِنْ رُوْحِي وَ طِيْنَتُكَ مِنْ طِيْنَتِي. إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى خَلَقَنِي وَ إِيَّاكَ, وَ اصْطَفَانِي وَ إِيَّاكَ, وَ اخْتَارَنِي لِلنُّبُوَّةِ وَ اخْتَارَكَ للإِمَامَةِ, وَ مَنْ أَنْكَرَ إِمَامَتَكَ فَقَدْ أَنْكَرَ نُبُوَّتِي, يَا عَلِيُّ أَنْتَ وَصِيِّي وَ أَبُو وَلَدَيَّ, وَ زَوْجُ ابْنَتِي وَ خَلِيْففَتِي عَلَى أُمَّتِي فِي حَيَاتِي وَ بَعِدَ مَوْتِي, أَمْرُكَ أَمْرِي وَ نَهْيُكَ نَهِيِي. أُقْسِمُ بِالَّذِي بَعَثَنِي بِالنُّبُوَّةِ وَ جَعَلَنِي خَيْرَ الْبَرِيَّةِ, إِنَّكَ لَحُجَّةُ اللهِ عَلَى خَلْقِهِ وَ أَمِيْنُهُ عَلَى سِرِّهِ وَ خَلِيْفَتُهُ عَلَى عِبَادِهِ
Rasûlullâh saw berkata, “Wahai ‘Ali, siapa yang membunuhmu maka sesungguhnya dia membunuhku, siapa yang membencimu maka sesungguhnya dia telah membenciku, dan siapa yang mencelamu maka sesengguhnya dia telah mencelaku, karena sesungguhnya engkau seperti diriku, ruhmu dari ruhku, asal kejadianmu dari asal kejadianku. Sesungguhnya Allah tabâraka wa ta‘âlâ (yang maha berkah dan maha tinggi) telah menciptakanku dan kamu dan memilihku dan kamu. Dia telah memilihku untuk kenabian dan memilihmu untuk imâmah (kepeminpinan setelah kenabian). Siapa yang mengingkari kepemimpinanmu, maka sesungguhnya dia telah mengingkari kenabianku. Wahai ‘Ali! Engkau adalah washiku (penerima wasiatku), ayah bagi dua anakku (Hasan dan Husain as), suami putriku (Fâthimah as) dan khalîfah-ku atas ummatku pada waktu hidupku dan setelah matiku. Perintahmu adalah perintahku dan laranganmu adalah laranganku. Aku bersumpah demi Tuhan yang telah mengutusku dengan kenabian dan menjadikanku sebaik-baik makhluk, sesungguhnya kamu itu hujjah Allah atas makhluk-Nya, kepercayaan-Nya atas rahasia-Nya dan khalîfah-Nya atas hamba-hamba-Nya.” [Madînah Al-Balâghah 2/360].
قَالَ رَسُولُ اللهِ ص : مَنْ مَاتَ وَ هُوَ لاَ يَعْرِفُ إِمَامَهُ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Rasûlullâh saw berkata, “Siapa yang mati sedang dia tidak mengenal imamnya niscaya dia mati seperti kematian jâhiliyyah.” [Bihâr Al-Anwâr 23/77].
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ مَاتَ بِغَيْرِ إِمَامٍ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Rasûlullâh saw berkata, “Siapa yang mati tanpa imâm niscaya dia mati seperti kematian jâhiliyyah.” [Kanz Al-'Ummâl, berita 464].
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ : مَنْ بَاتَ لَيْلَةً لاَ يَعْرِفُ فِيْهَا إِمَامَ زَمَانِهِ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Rasûlullâh saw berkata, “Siapa yang bermalam pada suatu malam yang dia tidak mengenal imam zamannya niscaya dia mati seperti kematian jâhiliyyah.” [Mîzân Al-Hikmah 1/171].
Penunjukkan Imâm atau Khalîfah
Kemudian imâm atau khalîfah penunjukkannya adalah sebagaimana halnya para nabi dan para rasûl, mereka dipilih dan ditentukan oleh Allah ‘azza wa jalla, tidak dipilih dan tidak ditentukan oleh manusia, baik melalui musyawarah mufakat, atau dengan penunjukkan sebuah lembaga, atau berdasarkan penunjukkan seseorang atau dipilih oleh ummat manusia secara demokratis.
Di dalam kitab suci Al-Quran ada beberapa ayat yang menyebutkan kriteria para imâm atau khalîfah buat ummat manusia.
وَ إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِماتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Dan ingatlah ketika Ibrâhîm diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (nama-nama Ahlulbait Nabi), lalu dia menyempurnakannya (sampai yang terakhir). Dia berfirman, Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam untuk ummat manusia. Dia berkata, Dan dari keturunanku. Dia berfirman, Janji-Ku tidak akan mencapai orang-orang yang zalim. [Surah Al-Baqarah 2/124]
Ayat di atas telah memberikan isyarat kepada kita bahwa Allah ‘azza wa jalla akan menjadikan imam-imam dari sebagian dzurriyyah Ibrâhîm as. Dan imam-imam yang Allah pilih itu tidak zalim baik kepada orang lain maupun kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain para imam itu harus ma‘shûm (tidak melakukan dosa-dosa dan kesalahan).
وَ نُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأَرْضِ وَ نَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَ نَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ
Dan Kami hendak memberikan karunia kepada manusia-manusia yang tertindas di bumi, dan Kami akan menjadikan mereka imam-imam dan Kami jadikan mereka yang mewarisi. [Surah Al-Qashash 28/3].
Pada ayat Al-Quran tersebut Allah ‘azza wa jalla berjanji akan memberikan karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi dan menjadikan mereka imam-imam untuk seluruh manusia dan menjadikan mereka sebagai para pewaris, yakni sebagai pewaris pemahaman dan ilmu pengetahuan Rasûlullâh saw.
وَ جَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَ كَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Dan di antara mereka Kami jadikan imam-imam, mereka menunjuki (manusia dan jin) dengan perintah (ajaran) Kami, karena mereka telah bersabar dan yakin kepada ayat-ayat Kami. [Surah Al-Sajdah 32/24].
وَ جَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَ أَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَ إِقَامَ الصَّلاةِ وَ إِيْتَاءَ الزَّكَاةِ وَ كَانُوا لَنَا عَابِدِيْنَ
وَ لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا وَ إِبْرَاهِيْمَ وَ جَعَلْنَا فِي ذُرِّيَّتِهِمَا النُّبُوَّةَ وَ الْكِتَابَ فَمِنْهُمْ مُهْتَدٍ وَ كَثِيْرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُوْنَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nûh dan Ibrâhîm, dan Kami telah jadikan pada keturunan keduanya kenabian dan Al-Kitab, maka di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak dari mereka yang fâsiq. [Surah Al-Hadîd ayat 26].
Semua ummat manusia---tidak diragukan lagi—bahwa mereka itu keturunan para nabi, keturunan orang-orang suci dan dzurriyyah manusia-manusia pilihan Tuhan, baik dari dzurriyyah Nabi Nûh as, Nabi Ibrâhîm as maupun dari nabi-nabi yang lain, paling tidak dari keturunan Ãdam as sebagaimana yang Nabi saw katakan bahwa seluruh manusia dari Ãdam dan Ãdam dari tanah.
Namun berdasarkan ayat diatas dan secara faktual bahwa ternyata keturunan para nabi itu ada yang shâlih dan ada yang thâlih , ada yang menerima kebenaran dan ada yang menentangnya bahkan pada ayat tersebut diungkapkan wa katsîrun minhum fâsiqûn.
Jumlah para Khalîfah Rasûlullâh saw
Jumlah mereka yang Allah pilih itu semuanya ada dua belas (12) orang dari sejak Nabi saw sampai hari kiamat tiba, dan semuanya dari Quraisy.
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ يَزَالُ هَذَا الدِّيْنُ قَائِمًا حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ أَوْ يَكُونَ عَلَيْكُمْ اثْنَا عَشَرَ خَلِيْفَةً كُلُّهُمْ مِنْ قَرَيْشٍ
Rasûlullâh saw berkata, “Ajaran (Islam) ini senantiasa ada sampai tegaknya saat (kiamat) atau berlalu atas kalian (wahai ummat Islam) dua belas khalîfah yang seluruhnya dari Quraisy.” [HR Muslim].
Para khalîfah Rasûlullâh saw yang dua belas itu dari Quraisynya itu dari banî siapa? Dan bagaimana jika ummat Islam tidak ber-wilâyah kepada mereka?
قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْه السَّلاَمُ : إِنَّ الأَئِمَّةَ مِنْ قُرَيْشٍ غُرِسُوا فِي هَذَا الْبَطْنِ مِنْ هَاشِمٍ لَا تَصْلُحُ عَلَى سِوَاهُمْ وَ لاَ تَصْلُحُ الْوُلاَةُ مِنْ غَيْرِهِمْ
Amîrul Mu`minîn as telah berkata, “Sesungguhnya para imâm itu dari Quraisy, mereka telah ditanam di dalam perut ini (keturunan) dari Hâsyim, tidak akan beres (khilâfah) kalau bukan mereka dan tidak akan maslahat para wali (pemimpin) jika selain dari mereka.” [Syarh Nahj Al-Balâghah, Ibnu Abî Al-Hadîd 9/84].
Data-data para Khalifah
Data-data para khalîfah Rasûlullâh saw dari beberapa ayat Al-Quran dan beberapa hadîts di atas adalah sebagai berikut:
1. Mereka dari dzurriyyah atau keturunan Nabi Ibrâhîm as yang tidak fâsiq dan tidak zhâlim .
2. Memiliki sifat ‘ishmah (potensi baik) yang kuat hingga tidak melakukan dosa-dosa.
3. Ditempa oleh Tuhannya dengan menjalani hidup tertindas.
4. Mewarisi ilmu dan pemahaman Nabi saw, dan mereka tidak pernah berguru kepada orang lain selain mewarisi ilmu-pengetahuan dari ayahnya secara langsung, tetapi justru tokoh-tokoh lain yang berguru kepada mereka, seperti Abû Hanîfah (Imam madzhab hanafi) dan Mâlik bin Anas (Imam madzhab mâlikî) mereka pernah berguru kepada salah seorang dari imam yang dua belas.
5. Menunjuki ummat (manusia dan jin) dengan petunjuk Allah, tidak dengan ijtihâd, karena mereka bukan para mujtahid .
6. Mereka berjumlah dua belas khalîfah (itsnâ ‘asyara khalîfah ) untuk kurun waktu dari sejak Nabi saw sampai hari kiamat datang. Wafat yang pertama langsung diteruskan oleh yang kedua, wafat yang kedua diganti oleh yang ketiga dan begitulah seterusnya.
7. Mereka berasal dari Quraisy dari Banî Hâsyim, bukan dari banî yang lain.
Nama-nama Mereka
Dalam kitab Yanâbi‘ Al-Mawaddah yang ditulis Al-Qandûji---seorang ulama hadîts yang bermadzhab hanafi dalam hal fiqh ---disebutkan nama-nama para khalîfah yang dua belas, yaitu riwayat dari Mujâhid dari Ibnu ‘Abbâs dari Rasûlullâh saw.
Di bawah ini saya sebutkan nama kunyah -nya, nama mulianya dan nama laqab (julukannya), tahun kelahiran dan tahun wafatnya baik tahun Hijrah maupun Masîhinya:
1. Abû Al-Hasan ‘Ali bin Abî Thâlib as, julukan beliau Al-Murtadhâ, Amîrul Mu`minîn atau dalam sûrah Yâsîn beliau dijuluki Imâm Mubîn, beliau dilahirkan pada 13 Rajab tahun 23 sebelum Nabi saw hijrah (25 Mei 600), wafat pada tanggal 21 bulan Ramadhân tahun 40 H (28 Januari 661).
2. Abû Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali, nama julukan Al-Mujtabâ, dilahirkan pada 15 bulan Ramadhân tahun 3 H (1 Maret 625), wafat pada 7 Shafar tahun 50 H (6 Maret 670).
3. Abû ‘Abdillâh Al-Husain bin ‘Ali, nama julukan Al-Syahîd, dilahirkan pada 3 Sya'bân 4 H (8 Januari 626), wafat pada 10 Al-Muharram 61 H (10 Oktober 680).
4. Abû Al-Hasan ‘Ali bin Al-Husain, nama julukan Zaiul ‘Âbidîn atau Al-Sajjâd, dilahirkan pada 5 Sya‘bân tahun 38 H (6 Januari 659), wafat pada 25 Al-Muharram tahun 94/95 H (31 Oktober 712/20 Oktober 713).
5. Abû Ja‘far Muhammad bin ‘Ali, nama julukan Al-Bâqir, dilahirkan lahir pada 3 Shafar tahun 57 H (16 Desember 676), wafat pada 7 Dzul Hijjah tahun 114 H (28 Januari 733).
6. Abû ‘Abdillâh Ja‘far bin Muhammad, nama julukan Al-Shâdiq, lahir pada 17 Al-Rabî‘ Al-Awwal tahun 83 H (20 April 702), wafat pada 25 Syawwal tahun 148 H (14 Desember 765).
7. Abû Al-Hasan Mûsâ bin Ja‘far, nama julukan Al-Kâzhim lahir pada tanggal 7 Shafar tahun 129 H (28 Okto-ber 746), wafat pada 25 Rajab tahun 183 H (1 September 799).
8. Abû Al-Hasan ‘Ali bin Mûsâ, nama julukan Al-Ridhâ lahir pada 11 Dzul Qa‘dah tahun 148 H (29 Desember 765), wafat tanggal 17 Shafar tahun 203 H (24 Agustus 818).
9. Abû Ja‘far Muhammad bin ‘Ali, nama julukan Al-Jawâd, lahir pada 10 Rajab tahun 195 H (8 April 811), wafat pada 30 Dzul Qa‘dah tahun 220 H (25 November 835).
10. Abû Al-Hasan ‘Ali bin Muhammad, nama julukan Al-Hâdî, lahir pada 2 Rajab tahun 212 H (27 September 827), wafat pada 3 Rajab tahun 254 H (28 Juni 868).
11. Abû Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali, nama julukan Al-Zaki dan Al-‘Askari, lahir pada 8 Al-Rabî‘ Al-Ãkhir tahun 232 H (3 Desember 846), wafat pada 8 Al-Rabî‘u Al-Awwal tahun 260 H (1 Januari 874).
12. Abû Al-Qâsim Muhammad bin Al-Hasan, nama julukannya antara lain Al-Mahdi, Al-Qâ`im, Al-Hujjah dan Shâhibuz Zamân, lahir pada 15 Sya‘bân tahun 255 H (29 Juli 869), beliau masih hidup, tetapi dalam keghaiban.
Khalîfah Nabi saw yang ke-12 adalah imam bagi manusia pada zaman ini baik diterima ataupun tidak. Beiau sekarang dighaibkan Allah ‘azza wa jalla yang kedatangannya dinantikan, maka beliau dijuluki pula Al-Muntazhar. Rasûlullâh saw telah menyebutkan bahwa beliau itu akan datang pada saat bumi ini telah diliputi oleh kezaliman dan kejahatan.
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : يَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَ خَلْقُهُ خَلْقِي فَيَمْلَئُ الأَرْضَ قِسْطًا وَ عَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَ جَوْرًا
Dari Ibnu Mas‘ûd berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Akan keluar seorang lelaki dari Ahlulbaitku yang namanya sama dengan namaku dan postur tubuhnya sebagaimana postur tubuhku (atau akhlaknya seperti akhlakku), lalu dia penuhi (bumi ini) dengan keadilan dan kebenaran sebagaimana ia telah diliputi oleh kezaliman dan kejahatan.” [HR Al-Thabrâni, Kanz Al-'Ummâl 7/88].
Imam Al-Mahdi as adalah keturunan dari Imam Husain as, keturunan dari putri Nabi yaitu Fâthimah Al-Zahrâ` as, keturunan Rasûlullâh saw dan termasuk dari dzurriyyah Ibrâhîm as.
Berita gembira akan kemunculan Imam Al-Mahdi as di akhir zaman untuk menegakkan keadilan, banyak diriwayatkan dalam kitab-kitab hadîts secara mutawâtir (berita dari banyak ke banyak sehingga mustahil orang banyak bersekongkol untuk mengadakan dusta), baik dalam kitab-kitab yang umum (melalui jalur sahabat Nabi saw) maupun yang khusus yang diriwayatkan dari keluarga Rasûlullâh saw. Maka kembalilah ke khilâfah yang telah ditertibkan Allah, supaya tidak mati seperti kematian jâhiliyyah.
Pengangkatan 'Ali sebagai Khalifah Nabi
Barangsiapa yang Aku adalah Pemimpinnya maka 'Ali Peminpinnya...
Setelah Rasûlullâh saw selesai menunaikan haji yang dikenal dengan haji wadâ‘ (hijjatul wadâ‘ ), haji Islam (hijjatul islâm ), haji penyampaian risâlah (hijjatul balâgh ), haji kesempurnaan (hijjatul kamâl ) atau haji penyempurnaan (hijjatul tamâm ). Kemudian dia bersama rombongan yang banyak---dalam perjalanan pulang---sampai di suatu tempat yang bernama Ghadîr Khumm, Jabra`îl as turun kepadanya dengan membawa firman Allah ‘azza wa jalla:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَ إِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَ اللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِيْنَ
Wahai Rasûl! Sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan apabila kamu tidak menyampaikannya, berarti kamu tidak menyampaikan risâlah-Nya, dan Allah menjagamu dari (kejahatan) manusia, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang ingkar. [Surah Al-Mâidah 5/67].
Ayat tersebut diturunkan pada hari Kamis tanggal 18 Dzul Hijjah tahun 10 hijrah berkenaan dengan perintah pengangkatan ‘Ali bin Abî Thâlib as secara terbuka sebagai khalîfah atau pengganti Nabi saw.
Al-Wâhidi penulis kitab Asbâb Al-Nuzûl berkata: Telah mengabarkan kepada kami Abû Sa‘îd Muhammad bin ‘Ali Al-Shaffâr, dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Al-Hasan bin Ahmad Al-Mukhallidi, dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Hamdun bin Khâlid, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ibrâhîm Al-Khalwati, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Hammâd Sajdah, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Abis dari A‘masy dan Abû Hijâb dari ‘Athiyah dari Abû Sa‘îd Al-Khudri, dia berkata: Ayat ini: Yâ ayyuhar rasûlu balligh …. diturunkan di Ghadîr Khumm tentang ‘Ali bin Abî Thâlib—radhiyallâhu ‘anhu.
Muhammad Al-Râzi berkata: Telah dituturunkan ayat tersebut mengenai keutamaan ‘Ali bin Abî Thâlib as, dan setelah ayat ini diturunkan beliau (Rasûlullâh saw) memegang tangannya (tangan ‘Ali as) seraya berkata, “Siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka ‘Ali pemimpinnya. Ya Allah! Tolonglah orang yang menolongnya dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Kemudian ‘Umar ra menemuinya dan mengatakan, “Selamat buat kamu wahai putra Abû Thâlib, kamu telah diangkat menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap orang yang beriman laki-laki dan perempuan.” Dan yang demikian itu adalah ucapan Ibnu ‘Abbâs, Al-Barrâ` dan Muhammad bin ‘Ali.
Adapun teks hadîts yang berhubungan dengan pengangkatan Imam 'Ali sebagai imâm yang pertama antara lain:
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ : لَمَّا رَجَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ مِن حِجَّةِ الْوَدَاعِ وَ نَزَلَ غَدِيْرَ خُمٍّ أَمَرَ بِدَوْحَاتٍ فَقُمَمْنَ فَقَالَ : كَأَنِّي دُعِيْتُ فَأَجَبْتُ, إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمُ الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنَ الآخَرِ كِتَابَ اللهِ تَعَالَى وَ عِتْرَتِي فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفُونِي فِيْهِمَا, فَإِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ ثُمَّ قَالَ : إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ مَوْلاَيَ وَ أَنَا مَوْلَى كُلِّ مُؤْمِنٍ ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِ عَلِيٍّ فَقَالَ : مَنْ كُنْتُ مَوْلاَهُ فَهَذَا مَوْلاَهُ, اللَّهُمَّ وَالِ مَنْ وَالاَهُ وَ عَادِ مَنْ عَادَاهُ
Dari Zaid bin Arqam, dia berkata: Ketika Rasûlullâh pulang dari hijjatul wadâ‘ (haji terakhir) dan beliau singgah di Ghadîr Khumm, beliau perintahkan agar dipasangkan tenda-tenda yang besar, kemudian beliau berkata, “Seakan-akan aku telah dipanggil dan aku akan memenuhi (panggilan itu), sesungguhnya aku telah meninggalkan pada kalian dua pusaka yang amat berharga salah satunya lebih agung dari yang lainnya: Kitab Allah yang maha tinggi dan (yang kedua) ‘Itrah -ku (Ahlulbaitku), maka perhatikanlah! Bagaimana kalian akan memperlakukan keduanya sepeninggalku. Sesungguhnya keduanya itu tidak akan berpisah hingga mereka datang kepadaku di telaga (Al-Kautsar). Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla maulâ -ku dan aku maulâ bagi setiap orang yang beriman.” Kemudian beliau memegang tangan ‘Ali lalu beliau berkata, “Barangsiapa yang aku adalah pemimpinnya, maka orang ini pemimpinnya. Ya Allah! Belalah orang yang membelanya dan musuhilah orang yang memusuhinya.”
Dari Al-Barrâ` bin ‘Âzib, dia berkata: Kami bersama Rasûlullâh saw dalam suatu safar, dan kami singgah di Ghadîr Khumm, kemudian diserukan kepada kami untuk shalat berjama'ah dan dibersihkan tempat buat Rasûlullâh saw di bawah kedua pohon, lalu beliau shalat zhuhur. Setelah itu beliau saw memegang lengan ‘Ali seraya berkata, “Bukankah kalian telah mengetahui bahwa aku lebih berhak kepada orang-orang yang beriman dari diri-diri mereka sendiri?” Mereka menjawab, "Tentu saja." Beliau berkata, “Bukankah kalian telah mengetahui bahwa aku lebih berhak (sebagai wali) bagi setiap orang beriman dari diri-diri mereka sendiri?” Mereka berkata, "Tentu saja." Kemudian beliau memegang lengan ‘Ali seraya berkata, “Barang siapa yang aku adalah pemimpinnya, maka ‘Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah! Tolonglah orang yang menolongnya dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Kemudian setelah itu ‘Umar menjumpainya dan dia berkata, “Selamatlah wahai putra Abû Thâlib! Kini kamu telah menjadi pemimpin bagi setiap orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan.”
عَنْ سَعْدٍ قَالَ : كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ بِطَرِيْقِ مَكَّةَ وَ هُوَ مُتَوَجِّهٌ إِلَيْهَا, فَلَمَّا بَلَغَ غَدِيْرَ خُمٍّ وَقَّفَ النَّاسَ ثُمَّ رَدَّ مَنْ سَبَقَ وَ لَحِقَهُ مَنْ تَخَلَّفَ, فَلَمَّا اجْتَمَعَ النَّاسُ إِلَيْهِ قَالَ : أَيُّهَا النَّاسُ مَنْ وَلِيُّكُمْ ؟ قَالُوا : اللهُ وَ رَسُولُهُ ثَلاَثًا, ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِ عَلِيٍّ عَلَيهِ السَّلاَمُ فَأَقَامَهُ ثُمَّ قَالَ : مَنْ كَانَ اللهُ وَ رَسُولُهُ وَلِيَّهُ فَهَذَا وَلِيُّهُ, اللَّهُمَّ وَالِ مَنْ وَالاَهُ وَ عَادِ مَنْ عَادَاهُ
Dari Sa‘ad berkata: Kami bersama Rasûlullâh saw di jalan Makkah dan beliau menghadap kepadanya, maka tatkala beliau sampat di Ghadîr Khumm, beliau berhenti dan beliau menghentikan manusia, beliau menyuruh kembali orang-orang yang telah mendahuluinya dan menunggu orang-orang yang masih tertinggal di belakangnya.
Setelah orang-orang berkumpul, beliau berkata, “Wahai manusia! Siapakah pemimpin kamu?” Mereka menjawab tiga kali, “Allah dan Rasûl-Nya.” Kemudian beliau memegang tangan ‘Ali dan memberdirikannya, lalu beliau berkata, “Siapa yang Allah dan Rasûl-Nya pemimpinnya, maka orang ini adalah pemimpinnya. Ya Allah, belalah orang yang membela dia dan musuhilah orang yang memusuhi dia.”
Ada khotbah Nabi saw yang diriwayatkan dari Hudzaifah bin Usaid sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ قَدْ نَبَأَنِيَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ أَنَّهُ لَمْ يُعَمَّرْ نَبِيٌّ إِلاَّ نِصْفُ عُمْرِ الَّذِي يَلِيْهِ مِنْ قَبْلِهِ, وَ إِنِّي لأَظُنُّ يُوْشِكُ أَنْ أُدْعَى فَأُجِيْبُ وَ إِنِّي مَسْؤُولٌ وَ أَنْتُمْ مَسْؤُولُونَ, فَمَاذَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ ؟ قَالُوا : نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَ جَهَدْتَ وَ نَصَحْتَ فَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا. قَالَ : أَلَيْسَ تَشْهَدُونَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُولُهُ, وَ أَنَّ جَنَّتَهُ حَقٌّ وَ نَارَهُ حَقٌّ, وَ أَنَّ الْمَوْتَ حَقٌّ, وَ أَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ بَعْدَ الْمَوْتِ, وَ أَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لاَ رَيْبَ فِيْهَا, وَ أَنَّ اللهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ ؟ قَالُوا : بَلَى نَشْهَدث بِذَلِكَ. قَالَ : اللَّهُمَّ اشْهَدْ. ثُمَّ قَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ مَوْلاَيَ وَ أَنَا مَوْلَى الْمُؤْمِنِيْنَ, وَ أَنَا أَوْلَى بِهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ, فَمَنْ كُنْتُ مَوْلاَهُ فَهَذَا مَوْلاَهُ – يَعْنِي عَلِيًّا عَلَيْهِ السَّلاَمُ – اللَّهُمَّ وَالِ مَنْ وَالاَهُ وَ عَادِ مَنْ عَادَاهُ. ثُمَّ قَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي فَرَطٌ وَ أَنْتُمْ وَارِدُونَ عَلَى الْحَوْضِ, حَوْضٌ مَا بَيْنَ بُصْرَي إِلَى صَنْعَاءَ فِيْهِ عَدَدُ النُّجُومِ قَدْحَانَ مِنْ فِضَّةٍ, وَ إِنِّي سَائِلُكُمْ عَنِ الثَّقَلَيْنِ فَانْظُرُوا كََيْفَ تَخْلُفُونِي فِيْهِمَا, الثَّقَلُُ الأَكْبَرُ كِتَابُ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ سَبَبٌ طَرْفُهُ بِيَدِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَ طَرْفُهُ بِأَيْدِيْكُمْ فَاسْتَمْسِكُوا بِهِ لاَ تَضِلُّوا وَ لاَ تَبْدِلُوا, وَ عِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي فَإِنَّهُ قَدْ نَبَّأَنِيَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ إِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ
“Wahai manusia! Sesungguhnya Tuhan yang maha halus lagi maha tahu telah mengkabarkan kepadaku bahwa tidak diberi umur seorang nabi melainkan separuh dari usia nabi sebelumnya (lebih pendek). Sesungguhnya aku mengira bahwa aku tidak akan lama lagi aku akan dipanggil, maka aku akan memenuhi-Nya. Aku akan diperiksa dan kalian juga akan diperiksa, maka apa yang akan kalian katakan?” Mereka mengatakan, "Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan dan menasihati dengan sungguh-sungguh, maka semoga saja Allah membalasmu dengan yang lebih baik."
Beliau bertanya, “Bukankah kalian telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah hamba dan rasûl-Nya, dan bahwa surga-Nya itu benar, neraka-Nya itu benar, kematian itu benar dan kebangkitan setelah kematian itu benar dan bahwa hari kiamat itu akan datang tidak ada keraguan padanya dan bahwa Allah akan membangkitkan manusia yang ada dalam kubur?” Mereka menjawab, "Ya, kami bersaksi demikian." Beliau berkata, “Ya Allah, saksikanlah!”
Kemudian beliau berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah adalah maulâ-ku dan aku maulâ kaum yang beriman, dan aku lebih berhak sebagai pemimpin dari pada diri-diri mereka. Siapa yang menjadikanku sebagai pemimpinnya, maka jadikanlah orang ini (yaitu ‘Ali) sebagai pemimpinnya. Ya Allah, tolonglah orang yang menolong dia dan musuhilah orang yang memusuhi dia.”
Kemudian beliau berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya aku akan menunggu kedatangan kamu di telaga yang luasnya antara Bushrâ dan Shan'â, di sana terdapat cangkir dari perak sebanyak sejumlah bintang, dan aku akan bertanya kepada kalian tentang Al-Tsaqalain (Al-Quran dan Ahlulbaitku), maka perhatikanlah! Bagaimanakah kalian akan memperlakukan keduanya sepeninggalku: (1) Al-Tsaqal Al-Akbar, yaitu Kitab Allah ‘azza wa jalla ibarat tali yang satu ujungnya di tangan Allah dan yang satu lagi di tangan kalian. Berpeganglah kalian dengannya, dan janganlah menyamarkannya dan mengubah maknanya. (2) 'Itrahku yakni Ahlulbaitku. Sesungguhnya Al-Lathîf Al-Khabîr telah memberitakan padaku bahwa keduanya tidak akan berpisah hingga mereka datang kepadaku di telaga.”
Itulah sebagaian sahabat Nabi saw yang telah meriwayatkan hadîts-hadîts Al-Ghadîr yang berkenaan dengan suksesi atau pengangkatan ‘Ali bin Abî Thâlib as sebagai khalîfah -nya yang pertama.
110 Sahabat Nabi Meriwayatkan Hadîts Al-Ghadîr
Al-Amîni--rahimahulâh --telah mendaftar para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadîts tersebut secara alpabetis dari huruf hamzah hingga huruf yâ`. Sahabat-sahabat Nabi yang telah meriwayatkan hadîts tersebut semuanya ada 110 orang. Dan hadîts Al-Ghadîr adalah hadîts yang diriwayatkan secara mutawâtir (dari orang banyak ke orang banyak), namun sayang kebenaran ini telah lama digelapkan oleh manusia-manusia yang benci kepada keluarga Nabi saw. Setelah selesai pelantikan ‘Ali bin Abî Thâlib as sebagai khalîfahnya, kemudian turunlah ayat berikut:
اليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَ رَضِيْتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيْنًا
Pada hari ini (Kamis, 18 Dzul Hijjah tahun 10 hijrah) telah kusempurnakan ajaran untuk kamu dan telah kucukupkan nikmat-Ku atas kamu dan Aku telah rela Islam sebagai pedoman hidupmu. [Surah Al-Mâ`idah 5/3].
Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri dia berkata: Ketika Rasûlullâh saw memberikan jabatan kepada ‘Ali as pada hari Ghadîr Khumm, maka beliau menyerukan wilâyah untuknya, kemudian Jabra`îl as turun kepadanya dengan membawa ayat berikut: Pada hari ini telah kusempurnakan ajaran kamu untukmu.
Abû Hurairah termasuk orang yang meriwayatkan, dia berkata: Tatkala hari Ghadîr Khumm, Kamis 18 Dzul Hijjah, Nabi saw berkata, “Siapa yang menjadikanku pemimpinnya, maka ‘Ali adalah pemimpinnya.” Kemudian Allah menurunkan ayat: Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu ajaranmu. [Surah Al-Mâ`idah].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : مَنْ صَامَ يَوْمَ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ كُتِبَ لَهُ سِتِّيْنَ شَهْرًا وَ هُوَ يَوْمُ غَدِيْرَ خُمٍّ, لَمَّا أَخَذَ النَّبِيُّ ص بِيَدِ عَلِيِّ ابْنِ أَبِي طَالِبٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ : أَلَسْتُ وَلِيَّ الْمُؤْمِنِيْنَ؟ قَالُوا : بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ : مَنْ كُنْتُ مَوْلاَهُ فَعَلِيٌّ مَوْلاَهُ. فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ : بَخٍ بَخٍ لَكَ يَا بْنَ أَبِي طَالِبٍ أَصْبَحْتَ مَوْلاَيَ وَ مَوْلَى كُلِّ مُسْلِمٍ. فَأَنْزَلَ اللهُ : الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ
Dari Abû Hurairah dia berkata: Siapa yang menunai-kan shaum pada tanggal 18 bulan Dzul Hijjah, maka akan dituliskan baginya pahala shaum 60 tahun, hari itu adalah hari Ghadîr Khumm, yaitu ketika Nabi saw memegang tangan ‘Ali bin Abî Thâlib as seraya beliau berkata, “Bukankah aku pemimpin kaum mu`minîn?” Mereka berkata, “Tentu saja.” Beliau berkata, “Siapa yang menjadikanku pemimpinnya, maka ‘Ali pemimpinnya.” Maka ‘Umar bin Al-Khaththâb berkata, “Bagus bagimu wahai putra Abû Thâlib, engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap muslim.” Kemudian Allah menurunkan (ayat): Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kalian ajaran kalian…
Itulah dua ayat Al-Quran dan beberapa perkataan Rasûlullâh saw yang berkenaan dengan pengangkatan Imam ‘Ali sebagai khalîfah Nabi yang pertama. Tetapi sayang banyak orang yang tidak suka dengan ini, karena kebenciannya kepada ‘Ali bin Abî Thâlib as, dan di antara orang yang tidak suka kepada ‘Ali as dan tak mau menerimanya sebagai khalîfah yang pertama adalah Al-Hârits bin Nu‘mân Al-Fihri.
Sufyân bin ‘Uyainah berkata: Ayahku telah menceritakan kepadaku dari Ja‘far bin Muhammad dari ayah-ayahnya---semoga Allah rela kepada mereka---bahwa Rasûlullâh saw ketika sampai di Ghadîr Khumm, beliau memanggil manusia, lalu mereka berkumpul, kemudian beliau memegang tangan ‘Ali as dan berkata, “Siapa yang aku adalah pemimpinnya, maka ‘Ali pemimpinnya.” Hadîts ini tersebar ke berbagai pelosok negeri hingga sampailah kepada Al-Hârits bin Al-Nu‘mân Al-Fihri. Kemudian dia mendatangi Rasûlullâh saw dengan menunggangi unta betinanya, setibanya di tempat Nabi saw, dia derumkan untanya, lalu dia turun, kemudian dia berkata, “Wahai Muhammad! Engkau telah perintah kami dari Allah ‘azza wa jalla supaya kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa kamu utusan Allah. Ketentuan ini telah kami terima. Engkau telah perintahkan kami agar kami shalat setiap hari lima kali, ini telah kami terima. Engkau perintahkan kami agar kami mengeluarkan zakat, ini telah kami terima. Engkau perintahkan kami untuk puasa pada bulan Ramadhan, ini telah kami terima. Dan kamu telah perintahkan kami untuk menunaikan ibadah haji, dan ini telah kami laksanakan, namun kamu tidak merasa puas dengan semuanya itu sehingga engkau angkat kedua tangan anak pamanmu dan engkau utamakan dia di atas kami semua hingga kamu katakan, “Siapa yang aku pemimpinnya, maka ‘Ali pemimpinnya.” Apakah ini aturan darimu atau dari Allah ‘azza wa jalla?” Kemudian Nabi saw berkata, “Demi yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesunggunya ketentuan ini dari Allah ‘azza wa jalla.” Lalu Al-Hârits bin Al-Nu‘mân berpaling dan dia menuju untanya yang ditambatkan seraya mengucapkan, “Ya Allah! Jika yang dikatakan Muhammad itu benar, maka turunkanlah atas kami batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami siksa yang pedih.” Sebelum dia sampai ke tempat untanya yang ditambatkan, Allah ‘azza wa jalla melemparkan sebuah batu ke atas kepalanya sehingga batu tersebut keluar dari duburnya, kemudian dia terkapar mati. Sehubungan dengan kasus ini, Allah ‘azza wa jalla menurunkan ayat berikut dalam surah Al-Ma'âruj:
سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ, لَيْسَ لِلْكَافِرِيْنَ مِنَ اللهِ دَافِعٌ, مِنَ اللهِ ذِي الْمَعَارِجِ
Ada seseorang yang minta diturunkan siksa dengan segera, tidak ada seorang pun yang dapat menolaknya untuk orang-orang yang ingkar, (siksaan) dari Allah yang mempunyai tangga-tangga.
Kisah ini bisa dibaca dalam kitab Nûr Al-Abshâr hal. 87 cet. Dâr Al-Fikr oleh Al-Syablanji dan Faidh Al-Qadîr 6/217 oleh Al-Munâwî.
Ringkasannya
Hadîts Ghadîr Khumm, yaitu Man kuntu maulâhu fa‘aliyyun maulâhu adalah dalil yang terang dan tegas atas kepemimpinan ‘Ali bin Abî Thâlib as. Dan bila kita ingin ber-maulâ-kan Rasûlullâh saw, maka kita wajib menerima ‘Ali as sebagai maulâ kita setelahnya.
Kata man dalam hadîts tersebut adalah syarat, maka syarat ber-maulâ -kan Rasûlullâh saw adalah menerima ‘Ali bin Abî Thâlib as sebagai maulâ segera setelah Nabi saw. Maka kita dianggap tidak ber-maulâ -kan Rasûlullâh saw bila tidak menerima 'Ali as sebagai maulâ kita setelahnya.
اُنْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
Perhatikan! Bagaimana Kami menjelaskan ayat-ayat kepada mereka, kemudian perhatikanlah bagaimana mereka bisa dipalingkan.
Kitab-kitab Rujukan
Hadîts Ghadîr Khumm bisa dirujuk pada kitab-kitab hadîts dan yang lainnya yang antara lain: Sunan Al-Tirmidzi 2/298 cet. Bûlaq; Sunan Ibni Mâjah bab Fadhâ`il Ashhâb Rasûlillâh shallallâhu ‘alaihi wa ãlihi; Al-Mustadrak ‘alâ Al-Shahîhain 2/129; 3/109, 110, 116, 119, 129, 371, 533; Musnad Al-Imâm Ahmad bin Hanbal 1/84, 88, 119, 152, 330; 4/270, 281, 368, 372; 5/307, 347, 350, 358, 361, 366, 419; Kanz Al-'Ummâl 1/48; 3/61; 6/83, 145, 152, 153, 154, 390, 397, 398, 399, 403, 405, 406, 407; Al-Riyâdh Al-Nadhrah 2/169, 170, 172, 203; Hilyah Al-Auliyâ` 4/23; 5/26; Faidh Al-Qadîr 6/218; Majma‘ Al-Zawâ`id 7/17; 9/103, 104, 105, 106, 107, 108, 119, 164; Târîkh Baghdâd 7/377; 8/290; 12/243; 14/236; Usud Al-Ghâbah 1/308, 367, 368; 2/307; 3/321; 4/28, 114; 5/205, 276, 383; Musykil Al-Ãtsâr 2/308; Al-Khashâ`ish Al-‘Alawiyyah oleh Al-Nasâ`i hal. 21,22, 23, 25, 26; Al-Ishâbah oleh Ibnu Hajar jilid 1 bagian 1/319; 2 bagian 1/57; 3 bagian 1/29; 4 bagian 1/14, 16, 143, 169, 182; 7 bagian 1/78, 156; Al-Imâmah wa Al-Siyâsah oleh Ibnu Qutaibah hal. 93.
Al-Mahdi adalah Khalifah Nabi yang Terakhir
Mahdiyy artinya orang yang ditunjuki. Imam Mahdi adalah pemimpin (yang dianggap suci) yang akan datang ke dunia apabila hari kiamat hampir tiba. [Kamus Besar Bahasa Indonesia]
Al-Mahdi dari bahasa Arab (الْمَهدِيُّ) yang berarti orang yang ditunjuki. Mengapa dia dijuluki demikian? Imam Ja‘far Al-Shâdiq as telah ditanya, “Mengapakah dia dijuluki Al-Mahdi (orang yang ditunjuki)?” Beliau menjawab, “Karena dia itu ditunjuki Allah kepada rahasia-Nya.” Dan Al-Mahdi itu adalah julukan bagi khalîfah Nabi saw yang kedua belas.
Imam Al-Mahdi as dilahirkan pada bulan Sya‘bân, tepatnya pada malam nishfu Sya‘bân (malam ke-15) tahun 255. Beliau masih hidup sampai saat ini dalam keghaiban. Kita wajib beriman kepada kekuasaan Allah ‘azza wa jalla, dan sungguh Dia maha kuasa atas segala sesuatu.
Imam Mahdi as dalam Al-Quran
Di dalam Al-Quran ada beberapa ayat yang berkenaan dengan Imam Al-Mahdi as yang ditunggu-tunggu.
يُرِيْدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَ اللهُ مُتِمُّ نُوْرِهِ وَ لَوْ كَرِهُ الْكَافِرُونَ
Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka sedangkan Allah tidak menghendakinya selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun kaum yang ingkar tidak suka.
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dia yang telah mengutus Rasûl-Nya dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar untuk dimenangkan-Nya atas seluruh ajaran walaupun manusia-manusia yang musyrik tidak suka.
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dia yang telah mengutus Rasûl-Nya dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar untuk dimenangkan-Nya atas seluruh ajaran sekalipun manusia-manusia yang musyrik tidak suka.
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَ كَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا
Imam Ja‘far Al-Shâdiq as mengatakan bahwa kemenangan Islam hingga menguasai dunia sebagaimana yang disebutkan pada beberapa ayat tersebut di atas adalah pada zaman Imam Al-Mahdi.
Menurut Al-Sudi (seorang ulama dari kalangan umum) bahwa kemenangan Islam atas ajaran seluruhnya itu ialah pada masa Al-Mahdi.
Imam Mahdi dalam Al-Sunnah
Cukup banyak sunnah-sunnah Rasûlullah saw tentang Imam Al-Mahdi as yang antara lain tentang namanya dan nama kunyah -nya, tentang julukan dan gelarannya, tentang sifat-sifatnya, tentang khilâfah serta imâmah -nya, dan tentang ghaibah dan zhuhur -nya (kemunculannya).
Dan sabahat-sahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadîts-hadîts yang berkenaan dengan Al-Mahdi yang antara lain Imam ‘Ali, Ibnu ‘Abbâs, Ibnu Mas‘ûd, Ibnu ‘Umar, Abû Hurairah, Thalhah, Abû Sa‘îd Al-Khudri dan Ummu Salamah.
Nama dan Nasabnya
رُوِيَ بِسَنَدِهِ عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةٍ عَنْ زِرٍّ عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي
Telah diriwayatkan dengan jalan ceritanya dari ‘Âshim bin Bahdalah, dari Zirrin dari ‘Abdullâh dia berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Dunia ini tidak akan lenyap sehingga seorang lelaki dari Ahlulbaitku yang namanya sama denganku menguasai bangsa ‘Arab.”
Situasi dunia sangat tergantung dengan kawasan ‘Arab, maka jika ‘Arab kacau dunia akan kacau, dan jika ‘Arab aman, maka dunia akan aman. Oleh karena itu pada hadîts di atas, untuk menguasai dunia cukup diungkapkan dengan menguasai Jazîrah ‘Arab.
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَقُومُ السَّعَةُ حَتَّى يَلِيَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي
Rasûlullâh saw berkata, “Tidak akan terjadi saat (kiamat) sehingga berkuasa seorang lelaki dari Ahlulbaitku yang namanya sama dengan namaku.”
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَقُومُ السَّعَةُ حَتَّى تَمْلأُ الأَرْضَ ظُلْمًا وَ جَوْرًا وَ عُدْوَانًا, ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي مَنْ يَمْلأُهَا قِسْطًا وَ عَدْلاً كَمَا مُلٍئَتْ ظُلْمًا وَ عُدْوَانًا
Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Tidak akan tegak saat kiamat sehingga bumi penuh kezaliman, ketidakadilan dan permusuhan, kemudian akan keluar dari Ahlulbaitku orang yang memenuhinya dengan kebenaran dan keadilan sebagaimana ia telah diliputi kezaliman dan permusuhan.”
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ وَاحِدٌ لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ رَجُلاً مِنْ وَلَدِي اسْمُهُ كَاسْمِي. فَقَالَ سَلْمَانُ : مِنْ أَيِّ وَلَدِكَ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ: مِنْ وَلَدِي هَذَا وَ ضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ
Dari Abû Hudzaifah bahwa Nabi saw berkata, “Seandainya usia dunia ini tinggal sehari lagi, niscaya Allah akan memperpanjang hari itu sampai Dia membangkitkan seorang lelaki dari keturunanku yang namanya seperti namaku.” Salmân bertanya, “Dari keturunan putramu yang manakah wahai Rasûlullâh?” Beliau menjawab. “Dari keturunan anakku ini.” Sambil dia menepukkan tangannya kepada Al-Husain as.
عَنْ أَبِي أَيُّوبٍ الأَنْصَارِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ لِفَاطِمَةَ سَلاَمُ اللهِ عَلَيْهَا : نَبِيُّنَا خَيْرُ الأَنْبِيَاءِ وَ هُو أَبُوكِ, وَ شَهِيْدُنَا خَيْرُ الشُّهَدَاءِ وَ هُوَ عَمُّ أَبِيْكِ حَمْزَةُ, وَ مِنَّا مَنْ لَهُ جَنَاحَانِ يَطِيْرُ بِهِمَا فِي الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَ وَ هُوَ ابْنُ عَمِّ أَبِيْكِ جَعْفَرٌ, وَ مِنَّا سِبْطَا هَذِهِ الأُمَّةِ الْحَسَنُ وَ الْحُسَيْنُ وَ هُمَا ابْنَاكِ, وَ مِنَّا الْمَهْديُّ
Dari Abû Ayyûb Al-Anshâri berkata: Rasûlullâh saw berkata kepada Fâthimah salâmullâhi ‘alaihâ, “Nabi kita adalah sebaik-baik nabi dan dia adalah ayahmu, syahîd kita sebaik-baik syuhadâ` dan dia adalah paman ayahmu Hamzah, dari kita ada orang yang mempunyai dua sayap; dengannya dia terbang di dalam surga menurut yang dia kehendaki dan dia putra paman ayahmu Ja‘far, dari kita dua sibth (manusia pilihan Allah) bagi ummat ini; Al-Hasan dan Al-Husain dan mereka berdua adalah anakmu, dan dari kita Al-Mahdi.”
‘Îsâ as Turun setelah Imam Al-Mahdi as Muncul
Secara implisit di dalam Shahîh Al-Bukhâri dan yang dalam kitab yang lainnya disebutkan bahwa ‘Îsâ Al-Masîh as akan turun setelah Imam Al-Mahdi as datang.
عَنْ نَافِعٍ مَوْلَى لأَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ : إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَ إِمَامُكُمْ مِنْكُمْ
Dari Nâfi‘ maulâ Abû Qatâdah Al-Anshâri: Sesungguhnya Abû Hurairah telah berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Bagaimanakah kalian apabila telah turun putra Maryam pada kalian sedang imam kalian dari kalian?”
عَنْ جَابِرٍ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ : لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُولٌ أَمِيْرُهُمْ : تَعَالَ صَلِّ فَيَقُولُ : لاَ إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أَمِيْرٌ لِيُكْرِمَ اللهُ هَذِهِ الأُمَّةِ
Dari Jâbir bahwa dia telah mendengar Nabi saw berkata, “Senantiasa segolongan dari ummatku berperang di atas kebenaran, mereka menang hingga hari kiamat tiba, lalu turunlah ‘Îsâ putra Maryam, kemudian berkatalah pemimpin mereka (Imam Mahdi as), 'Marilah engkau shalat (sebagai imam bagi kami).' Maka dia (Al-Masîh as) berkata, 'Tidak, sesungguhnya sebagian kalian (Al-Mahdi as) pemimpin atas sebagian supaya Allah muliakan ummat ini.'”
وَ أَخْرَجَ الطَّبْرَانِيُّ مَرْفُوْعًا يَلْتَفِتُ الْمَهْدِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَ قَدْ نَزَلَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَأَنَّمَا يَقْطُرُ مِنْ شَعْرِهِ الْمَاءُ, فَيَقُولُ الْمَهْدِيُّ عَلَيهِ السَّلاَمُ : تَقَدَّمْ فَصَلِّ بِالنَّاسِ, فَيَقُولُ : إِنَّمَا أُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ لَكَ, فَيُصَلِّي خَلْفَ رَجُلٍ مِنْ وَلَدِي
Al-Thabrâni telah meriwayatkan secara marfû‘ (sanadnya terangkat hingga Rasûlullâh saw bahwa Rasûlullâh berkata), “Ketika ‘Îsâ bin Maryam turun, Al-Mahdi akan memperhatikan (beliau) seolah air menetes dari rambutnya, kemudian Al-Mahdi akan mengatakan kepadanya, 'Silakan engkau ke depan (sebagai imam shalat) bagi manusia.' ‘Îsâ as berkata, "Shalat telah di-iqâmah-kan untukmu.' Lalu dia shalat di belakang seorang lelaki dari anakku (keturunanku).”
Dalil-dalil tentang Al-Mahdi as antara lain terdapat dalam kitab-kitab berikut: Sunan Al-Tirmidzi 1/36; Sunan Abî Dâwud dalam Kitâbul Mahdiyy; Musnad Al-Imâm Ahmad bin Hanbal 1/99, 376-377, 430 dan 448, 3/17, 28, 98, 99, 317, 345, 367dan 384; 2/336; Sunan Ibni Mâjah dalam Abwâbul Jihâd dan Abwâbul Fitan; Al-Mustadrak ‘alâ Al-Shahîhain 4/460. 463, 502, 514, 554, 557 dan 558; Majma‘ Al-Zawâ`id 7/314-317; Kanz Al-‘Ummal 7/189, 200-264; Shahîh Muslim dalam Kitâbul Fitan; Hilyah Al-Auliyâ` 3/184; Usud Al-Ghâbah 1/519.
Imâmah dan Keghaibannya
رُوِيَ بِسَنَدِهِ يَنْتَهِي إِلَى الإِمَامِ الْبَاقِرِ ع أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيَّ يَقُولُ : دَخَلْتُ عَلَى فَاطِمَةَ ع وَ بَيْنَ يَدَيْهَا لَوْحٌ فِيهِ أَسْمَاءُ الْأَوْصِيَاءِ مِنْ وُلْدِهَا فَعَدَدْتُ اثْنَيْ عَشَرَ آخِرُهُمُ الْقَائِمُ ع ثَلَاثَةٌ مِنْهُمْ مُحَمَّدٌ وَ أَرْبَعَةٌٌ مِنْهُمْ عَلِيٌّ
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص : الْمَهْدِيُّ مِنْ وُلْدِي اسْمُهُ اسْمِي وَ كُنْيَتُهُ كُنْيَتِي أَشْبَهُ النَّاسِ بِي خَلْقًا وَ خُلُقًا تَكُونُ بِهِ غَيْبَةٌ وَ حَيْرَةٌ تَضِلُّ فِيهَا الأُمَمُ ثُمَّ يَقْبَلُ كَالشِّهَابِ الثَّاقِبِ يَمْلَؤُهَا عَدْلاً وَ قِسْطًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَ ظُلْمًا
Dari Jâbir bin ‘Abdullâh Al-Anshâri berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Al-Mahdi itu dari keturunanku, namanya adalah namaku, nama kunyahnya kunyahku, orang yang paling mirip denganku tubuh dan akhlaknya, dengannya akan terjadi keghaiban dan kebingungan yang tersesat padanya banyak ummat, kemudian dia akan datang seperti bintang yang memancarkan cahaya, dia memenuhinya (bumi) dengan kebenaran dan keadilan sebagaimana ia telah diputi kejahatan dan kezaliman.”
عَنْ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ع قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص طُوبَى لِمَنْ أَدْرَكَ قَائِمَ أَهْلِ بَيْتِي وَ هُوَ يَأْتَمُّ بِهِ فِي غَيْبَتِهِ قَبْلَ قِيَامِهِ وَ يَتَوَلَّى أَوْلِيَاءَهُ وَ يُعَادِي أَعْدَاءَهُ ذَلِكَ مِنْ رُفَقَائِي وَ ذَوِي مَوَدَّتِي وَ أَكْرَمِ أُمَّتِي عَلَيَّ يَوْمَ القِيَامَةِ
Dari Abû Hamzah dari Abû Ja‘far as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Beruntunglah bagi orang yang mendapatkan Qâ`im Ahlulbaitku sedang dia mengikutinya pada masa keghaibannya sebelum bangkitnya, berpihak kepada para pembelanya dan memusuhi musuh-musuhnya, itulah dari teman-temanku, yang punya kecintaan padaku dan merupakan ummatku yang paling mulia atasku pada hari kiamat.”
عَنْ سَدِيْرٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ ع قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص : طُوبَى لِمَنْ أَدْرَكَ قَائِمَ أَهْلِ بَيْتِي وَ هُوَ مُقْتَدٍ بِهِ قَبْلَ قِيَامِهِ يَأْتَمُّ بِهِ وَ بِأَئِمَّةِ الْهُدَى مِنْ قَبْلِهِ وَ يَبْرَأُ إِلَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ مِنْ عَدُوِّهِمْ أُولَئِكَ رُفَقَائِي وَ أَكْرَمُ أُمَّتِي عَلَيَّ
عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ البَاقِرِ عَنْ أَبِيْهِ سَيِّدِ العَابِدِينَ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ عَنْ أَبِيْهِ سَيِّدِ الشُّهَدَاءِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ عَن أَبِيْهِ سَيِّدِ الأَوْصِيَاءِ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ ع قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ص : الْمَهْدِيُّ مِنْ وُلْدِي تَكُونُ لَهُ غَيْبَةٌ وَ حَيْرَةٌ تَضِلُّ فِيهَا الأُمَمُ يَأْتِي بِذَخِيْرَةِ الأَنْبِيَاءِ ع فَيَمْلَؤُهَا عَدْلاً وَ قِسْطًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَ ظُلْمًا
Dari Abû Ja‘far Muhammad bin ‘Ali Al-Bâqir as dari ayahnya Sayyid Al-‘Âbidîn ‘Ali bin Al-Husain dari ayahnya Sayyid Al-Syuhadâ` Al-Husain bin ‘Ali dari ayahnya Sayyid Al-Aushiyâ` Amîrul Mu`minîn ‘Ali bin Abî Thâlib as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Al-Mahdi itu dari anakku (keturunanku), akan terjadi baginya keghaiban dan kebimbangan (bagi ummat) yang tersesat padanya banyak ummat, dia akan datang dengan simpanan para nabi as, lalu dia mengisi bumi dengan keadilan dan kebenaran sebagaimana ia telah diliputi ketidakadilan dan kezaliman.”
وَ بِهَذَا الإِسْنَادِ عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : أَفْضَلُ العِبَادَةِ انْتِظَارُ الْفَرَجِ
Dan dengan isnâd ini dari Amîrul Mu`minîn as berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Ibadah yang paling utama adalah menanti al-faraj (kedatangan Al-Mahdi as).”
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ : إِنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ ع إِمَامُ أُمَّتِي وَ خَلِيْفَتِي عَلَيْهَا مِنْ بَعْدِي وَ مِنْ وُلْدِهِ الْقَائِمُ الْمُنْتَظَرُ الَّذِي يَمْلَأُ اللهُ بِهِ الأَرْضَ عَدْلاً وَ قِسْطًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَ ظُلْمًا وَ الَّذِي بَعَثَنِي بِالْحَقِّ بَشِيْرًا إِنَّ الثَّابِتِيْنَ عَلَى الْقَوْلِ بِهِ فِي زَمَانِ غَيْبَتِهِ لَأَعَزُّ مِنَ الْكِبْرِيْتِ الأَحْمَرِ. فَقَامَ إِلَيْهِ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِيُّ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ وَ لِلْقَائِمِ مِنْ وُلْدِكَ غَيْبَةٌ ؟ قَالَ : إِيْ وَ رَبِّي وَ لِيُمَحِّصَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا وَ يَمْحَقُ الْكَافِرِينَ يَا جَابِرُ إِنَّ هَذَا الأَمْرَ أَمْرٌ مِنْ أَمْرِ اللهِ وَ سِرٌّ مِنْ سِرِّ اللهِ مَطْوِيٌّ عَنْ عِبَادِ اللهِ فَإِيَّاكَ وَ الشَّكَّ فِيْهِ فَإِنَّ الشَّكَّ فِي أَمْرِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ كُفْرٌ
Dari Ibnu ‘Abbâs berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Sesungguhnya ‘Ali bin Abî Thâlib as imam bagi ummatku dan khalîfah -ku atasnya setelahku dan dari keturunannya Al-Qâ`im yang ditunggu-tunggu yang dengannya Allah penuhi bumi dengan keadilan dan kebenaran sebagaimana ia telah diliputi kezaliman dan ketidakadilan, demi Tuhan yang telah mengutusku dengan benar sebagai pemberi kabar gembira, sesunguhnya orang-orang yang teguh dengan ucapannya (konsisten dengan kebenaran) pada zaman keghaibannya lebih kuat dari kibrit (batu granit) merah.” Maka Jâbir bin ‘Abdullâh Al-Anshâri berdiri kepadanya, lalu berkata, “Wahai Rasûlullâh, apakah bagi Al-Qâ`im dari putramu itu akan terjadi keghaiban?” Beliau berkata, “Ya demi Tuhanku, sesungguhnya Allah akan menyaring orang-orang yang beriman dan membinasakan manusia-manusia yang kâfir. Wahai Jâbir, sesungguhnya perkara ini suatu perkara dari ketentuan Allah dan suatu rahasia dari rahasia Allah yang dilipat (dirahasiakan) dari hamba-hamba Allah, maka janganlah kamu ragu padanya, sebab keraguan terhadap perkara Allah ‘azza wa jalla berarti kekufurun.”
عَنِ الأَصْبَغِ بْنِ نُبَاتَةَ قَالَ أَتَيْتُ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ ع فَوَجَدْتُهُ مُتَفَكِّراً يَنْكُتُ فِي الأَرْضِ فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَا لِي أَرَاكَ مُتَفَكِّراً تَنْكُتُ فِي الْأَرْضِ أَ رَغِبْتَ فِيهَا فَقَالَ لَا وَ اللَّهِ مَا رَغِبْتُ فِيهَا وَ لاَ فِي الدُّنْيَا يَوْماً قَطُّ وَ لَكِنِّي فَكَّرْتُ فِي مَوْلُودٍ يَكُونُ مِنْ ظَهْرِي الْحَادِيَ عَشَرَ مِنْ وُلْدِي هُوَ الْمَهْدِيُّ يَمْلَؤُهَا عَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْراً وَ ظُلْماً تَكُونُ لَهُ غَيْبَةٌ وَ حَيْرَةٌ يَضِلُّ فِيهَا أَقْوَامٌ وَ يَهْتَدِي فِيهَا آخَرُونَ فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ وَ إِنَّ هَذَا لَكَائِنٌ؟ فقال نَعَمْ كَمَا أَنَّهُ مَخْلُوقٌ وَ أَنَّى لَكَ بالعلم بِهَذَا الْأَمْرِ يَا أَصْبَغُ, أُولَئِكَ خِيَارُ هَذِهِ الْأُمَّةِ مَعَ أَبْرَارِ هَذِهِ الْعِتْرَةِ. قُلْتُ وَمَا يَكُونُ بَعْدَ ذَلِكَ؟ قَالَ ثُمَّ يَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ فَإِنَّ لَهُ بَدَاءَاتٍ وَ إِرَادَاتٍ وَ غَايَاتٍ وَ نِهَايَاتِ
Dari Al-Asbagh bin Nubâtah berkata: Saya datang kepada Amirul Mu`minin, lalu saya mendapatinya sedang tafakkur memperhatikan tanah. Lalu saya bertanya, “Apakah engkau senang kepadanya?” Beliau berkata, “Tidak demi Allah, aku tidak suka kepadanya dan juga kepada dunia satu hari pun, akan tetapi aku sedang berfikir tentang anak yang akan dilahirkan dari punggungku (imam) yang kedua belas dari anak-anakku, dia adalah Al-Mahdi dia akan mengisinya dengan keadilan sebagaimana ia telah diliputi oleh kezaliman dan ketidakadilan, dia akan mengalami keghaiban dan menjadi kebingungan yang padanya tersesat sebagian orang dan padanya mendapat petunjuk sebagian yang lainnya.” Saya berkata, “Wahai Amîrul Mu`minîn, apakah ini akan terjadi?” Dia berkata, “Ya, sesungguhnya dia akan diciptakan dan sesungguhnya aku dengan ilmu menceritakan hal ini kepadamu wahai Asbagh! Mereka (para pengikutnya) itu orang-orang terbaik ummat ini bersama orang-orang yang terbaik dari ‘itrah ini.” Aku berkata, “Apa yang bakal terjadi setelah itu? ” Dia berkata, “Allah akan berbuat menurut yang Dia kehendaki, maka baginya ada badâ`ât, irâdât, ghâyât dan nihâyât (perubahan takdir, kehendak, ujung dan akhir).”
Fase Keghaiban
Di dalam keghaibannya, kita wajib mengimaninya dan menanti kehadirannya sebagaimana yang Allah firmankan.
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ, الَّذِيْنَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
Itulah Al-Kitâb tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi orang-orang yang ber-taqwâ. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada keghaiban.
Mulai Imâmahnya
Kepemimpinan (imâmah) Al-Mahdi telah dimulai dari sejak ayahnya wafat pada tahun 260 hijrah, ketika itu usia beliau baru 4,5 tahun. Setelah itu sampai waktu yang dikehendaki Allah terjadilah ghaibah atas dirinya. Ghaibah atau keghaiban beliau itu ada dua fase keghaiban: Ghaibah shughrâ (ghaib kecil) dan ghaibah kubrâ (ghaib besar).
Duta-dutanya yang Empat pada Masa Ghaibah Shughrâ`
Selama beliau dalam ghaibah shughrâ, beliau berhubungan dengan para pengikutnya, namun dengan perantaraan duta-dutanya yang empat secara bergantian. Duta, safîr atau wakil yang pertama adalah
(1) ‘Utsmân bin Sa‘îd Al-‘Umari. Setelah dia wafat digantikan oleh putranya
(2) Muhammad bin ‘Utsmân Al-‘Umari. Setelah safîr yang kedua wafat, diganti oleh duta yang ketiga, yaitu
(3) Al-Husain bin Rûh Al-Naubakhti, dan setelah wafat beliau diganti oleh duta yang keempat yang bernama
(4) ‘Ali bin Muhammad Al-Samri. Duta yang keempat ini wafat pada 329 H dan ketika itu usia Imam Al-Mahdi 74 tahun. Jadi selama 69,5 tahun disebut ghaib kecil. Adapun keghaiban besarnya (ghaibah kubrâ ) dimulai dari sejak wafatnya wakil beliau yang keempat sampai waktu yang ditentukan Allah ‘azza wa jalla.
Tentang dua fase keghaiban itu telah disebutkan dalam hadîts yang diriwayatkan dari Abû Ja‘far dan Abû ‘Abdillâh ‘alaihimas salâm.
قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِنَّ لِلْقَائِمِ غَيْبَتَيْنِ : يُقَالُ فِي أَحَدِهِمَا هَلَكَ, وَ لاَ يُدْرَى فِي أَيِّ وَادٍ سَلَكَ
Abû Ja‘far as berkata, “Sesungguhnya bagi Al-Qâ`im ada dua keghaiban, dikatakan orang pada salah satunya, 'Dia telah meninggal.' Dan dia tidak diketahui pada lembah yang mana dia menempuh.”
قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : إِنَّ لِصَاحِبِ هَذَا الأَمْرِ غَيْبَتَيْنِ : إِحْدَاهُمَا تَطُوْلُ حَتَّى يَقُولَ بَعْضُهُمْ مَاتَ, وَ يَقُولَ بَعْضُهُمْ قُتِلَ, وَ يَقُولَ بَعْضُهُمْ ذَهَبَ, حَتَّى لاَيَبْقَى عَلَى أَمْرِهِ مِنْ أَصْحَابِهِ إِلاَّ نَفَرٌ يَسِيْرٌ
Abû ‘Abdillâh as berkata, “Sesungguhnya untuk orang yang punya urusan ini ada dua keghaiban; yang salah satunya sangat panjang hingga sebagian orang berkata, 'Dia telah meninggal.' Dan sebagiannya lagi mengatakan, 'Dia telah terbunuh.' Dan sebagiannya lagi mengatakan, 'Dia telah pergi.' Hingga tidak tersisa atas ajarannya dari sahabat-sahabatnya melainkan sekelompok kecil.”
Hikmah Keghaiban
Para perawi telah menyebutkan tentang keghaiban Al-Imâm Mahdi as dan sebab-sebabnya. Mereka telah meriwayatkan dari Ja‘far Al-Shâdiq as dan Mûsâ Al-Kâzhim as bahwa Allah ‘azza wa jalla telah menyembunyikan kelahiran dan keghaibannya dari manusia supaya di pundaknya tidak ada bai‘ah (sumpah setia) kepada seseorang.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الفَضْلِ الْهَاشِمِيِّ قَالَ : سَمِعْتُ الصَّادِقَ جَعْفَرَ بْنَ مُحَمَّدٍ ع يَقُولُ : إِنَّ لِصَاحِبِ هَذَا الأَمْرِ غَيْبَةً لاَ بُدَّ مِنْهَا يَرْتَابُ فِيهَا كُلُّ مُبْطِلٍ فَقُلْتُ لَهُ : وَ لِمَ جُعِلْتُ فِدَاكَ ؟ قَالَ : لأَمْرٍ لَمْ يُؤْذَنْ لَنَا فِي كَشْفِهِ لَكُمْ. قُلْتُ : فَمَا وَجْهُ الْحِكْمَةِ فِي غَيْبَتِهِ ؟ فَقَالَ : وَجْهُ الْحِكْمَةِ فِي غَيْبَتِهِ وَجْهُ الْحِكْمَةِ فِي غَيْبَاتِ مَنْ تَقَدَّمَهُ مِنْ حُجَجِ اللهِ تَعَالَى ذِكْرُهُ أَنَّ وَجْهَ الْحِكْمَةِ فِي ذَلِكَ لاَ يَنْكَشِفُ إِلاَّ بَعْدَ ظُهُورِهِ كَمَا لاَ يَنْكَشِفُ وَجْهُ الْحِكْمَةِ لِمَا أَتَاهُ الْخَضِرَ ع مِنْ خَرْقِ السَّفِيْنَةِ وَ قَتْلِ الغُلاَمِ وَ إِقَامَةِ الْجِدَارِ لِمُوسَى ع إِلاَّ وَقْتَ افْتِرَاقِهِمَا يَا ابْنَ الفَضْلِ إِنَّ هَذَا الأَمْرَ أَمْرٌ مِنْ أَمْرِ اللهِ وَ سِرٌّ مِنَ اللهِ وَ غَيْبٌ مِنْ غَيْبِ اللهِ وَ مَتَى عَلِمْنَا أَنَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ حَكِيْمٌ صَدَّقْنَا بِأَنَّ أَفْعَالَهُ كُلَّهَا حِكْمَةٌ وَ إِنْ كَانَ وَجْهُهَا غَيْرَ مُنْكَشِفٍ لَنَا
Dari ‘Abdullâh bin Al-Fadhl Al-Hâsyimi berkata: Saya mendengar Ja‘far bin Muhammad as mengatakan, “Sesungguhnya bagi yang punya perkara ini (Al-Mahdi as) ada keghaiban yang mesti dijalani, setiap orang yang salah akan ragu kepadanya.” Maka saya bertanya kepadanya, “Mengapa? Kujadikan diriku tebusanmu.” Beliau berkata, “Karena suatu perkara yang tidak diizinkan bagi kami dalam membukanya kepada kalian.” Aku berkata, “Apa wajah hikmah dalam keghaibannya?” Beliau berkata, “Wajah hikmah dalam keghaibannya itu adalah wajah hikmah dalam keghaiban-keghaiban orang yang terdahulunya dari hujjah-hujjah Allah yang maha tinggi sebutan-Nya bahwa wajah hikmahnya itu tidak akan tersingkap dengan jelas, kecuali setelah munculnya sebagaimana tidak terbuka wajah hikmah pada apa-apa yang Allah berikan kepada Nabi Al-Khadir as melainkan setelah dia berpisah dari Mûsâ as. Wahai Ibnu Al-Fadhl, sesungguhnya perkara ini adalah perkara Allah, rahasia ini adalah dari Allah dan keghaiban ini dari keghaiban-Nya, dan bila kita yakin bahwa Dia ‘azza wa jalla adalah maha bijaksana, pasti kita akan membenarkan bahwa perbuatan-Nya seluruhnya mengandung hikmah di dalamnya sekalipun wajah hikmah tersebut tidak terbuka buat kita.”
Maka keghaiban Al-Mahdi as itu kita kembalikan saja kepada Allah ‘azza wa jalla sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Abdullâh bin Al-Fadhl dari Imam Ja‘far Al-Shâdiq as bahwa tidak lain kewajiban kita melainkan menerima dan menetapi (taslîm dan iltizâm ) kepada apa yang telah ditentukan oleh kehendak-Nya.
عَنْ جَابِرٍ الأَنْصَارِيِّ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ ص هَلْ يَنْتَفِعُ الشِّيْعَةُ بِالقَائِمِ ع فِي غَيْبَتِهِ ؟ فَقَالَ ص : إِيْ وَ الَّذِي بَعَثَنِي بِالنُّبُوَّةِ إِنَّهُمْ لَيَنْتَفِعُونَ بِهِ وَ يَسْتَضِيئُونَ بِنُورِ وِلاَيَتِهِ فِي غَيْبَتِهِ كَانْتِفَاعِ النَّاسِ بِالشَّمْسِ وَ إِنْ جَلَّلَهَا السَّحَابُ
Dari Jâbir Al-Anshâri bahwa dia telah bertanya kepada Nabi saw, “Apakah para pengikut (Ahlulbait as) akan mendapatkan manfaat dengan Al-Qâ`im (Al-Mahdi as) pada masa keghaibannya?” Beliau berkata, “Ya, demi Tuhan yang telah membangkitkanku dengan kenabian, sesungguhnya mereka akan mendapatkan manfaat dengannya dan akan mendapatkan cahaya dengan cahaya wilâyah-nya pada masa keghaibannya, seperti orang-orang mendapatkan manfaat dengan matahari sekalipun terhalang oleh awan.”
عَنِ الأَعْمَشِ عَنِ الصَّادِقِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : لَمْ تَخْلُ الأَرْضُ مُنْذُ خَلَقَ اللهُ آدَمَ مِنْ حُجَّةٍ لِلَّهِ فِيْهَا ظَاهِرٌ مَشْهُورٌ أَوْ غَائِبٌ مَسْتُورٌ وَ لاَ تَخْلُو إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ مِنْ حُجَّةٍ لِلَّهِ فِيْهَا وَ لَوْ لاَ لَمْ يُعْبَدِ اللهُ. قَالَ سُلَيْمَانُ فَقُلْتُ لِلصَّادِقِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : فَكَيْفَ يَنْتَفِعُ النَّاسُ بِالْحُجَّةِ الْغَائِبِ الْمَسْتُورِ ؟ قَالَ : كَمَا يَنْتَفِعُونَ بِالشَّمْسِ إِذَا سَتَرَهَا السَّحَابُ
Dari Al-A‘masy dari Al-Shâdiq as berkata, “Dari sejak Allah menciptakan Ãdam, bumi tidak pernah kosong dari hujjah Allah walaupun Allah tidak diibadati.” Sulaimân berkata: Saya bertanya kepada Al-Shâdiq as, “Bagaimana manusia-manusia mendapatkan manfaat dengan Al-Hujjah yang ghâ`ib lagi tertutup?” Beliau berkata, “Sebagaimana manusia-manusia mendapatkan manfaat dengan matahari bila awan menutupinya.”
قَالَ الْمَهْدِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : وَ أَمَّا وَجْهُ الإِنْتِفَاعِ بِي فِي غَيْبتِي فَكَالإِنْتِفَاعِ بِالشَّمْسِ إِذَا غَيَّبَهَا عَنِ الأَبْصَارِ السَّحَابُ وَ إِنِّي لَأَمَانٌ لِأَهْلِ الأَرْضِ كَمَا أَنَّ النُّجُومَ أَمَانٌ لِأَهْلِ السَّمَاءِ
Al-Mahdi as berkata, “Dan adapun dari sisi mendapatkan manfaat denganku pada masa ghaibku nanti adalah seperti mandapatkan manfaat dengan matahari dikala ia tidak terlihat karena terhalang awan, dan sesungguhnya aku pengaman bagi penghuni bumi sebagaimana bintang-bintang menjadi pengaman bagi penduduk langit.”
Beriman kepada Qudrah dan Irâdah Allah
Mungkin ada orang yang merasa keberatan menerima kepemimpinan Imam Al-Mahdi as, dikarenakan dia ghaib dan usianya yang begitu panjang (lebih dari seribu tahun) meskipun telah banyak orang-orang yang dipanjangkan usianya sebelum beliau as seperti halnya Nabi ‘Îsâ as, dan Al-Quran telah menyangkal dan mendustakan kaum yahudi yang mengklaim telah membunuhnya. Nabi Nûh as telah dipanjangkan usianya oleh Allah sampai 2500 tahun, dan seandainya usia Al-Masîh masih samar buat kita, maka umur Nabi Nûh as cukup panjang dibandingkan dengan Imam Al-Mahdi as, beliau telah hidup selama 850 tahun sebelum bi‘tsah (diangkat nabi), 950 tahun bersama kaumnya mengajak mereka kepada Allah hingga terjadi air bah, dan 700 tahun setelah banjir besar, dan ini merupakan bukti bahwa ada manusia yang hidup di dunia dalam zaman yang panjang. Al-Hârits (Iblîs) dari kalangan jin, dia telah mengabdikan dirinya kepada Allah selama 6000 tahun (tidak diketahui apakah 6000 tahun dunia ataukah akhirat), lalu setelah itu dia durhaka kepada Allah, karena dia tidak mau sujud kepada Ãdam as ketika Allah menyuruhnya, dan dia sampai sekarang masih hidup yang umurnya sudah ribuan tahun.
Di dalam sunnah disebutkan ada beberapa orang yang dipanjangkan usianya, dan ini dapat menguatkan hakikat ini. Antara lain Luqmân bin Ka‘b yang dikenal dengan Al-Mustaughir, dia hidup 400 tahun, dia meninggal sebelum Islam yang disampaikan Rasûlullâh saw, ‘Abdullâh bin Balqah Al-Ghasani, dia hidup lebih dari 350 tahun, Al-Khadir as, dia masih hidup sampai saat ini, beliau adalah cucu dari Nûh as, nama beliau adalah Balyâ bin Mulkân bin Arfakhsad bin Sâm bin Nûh yang usianya telah mencapai ribuan tahun. Dan para penghuni gua hidup ratusan tahun, mereka ditidurkan Allah di dalam gua selama 309 tahun dengan kondisi badan yang tidak berubah. Maka janganlah ragu terhadap kekuasaan Allah ‘azza wa jalla. Dan ada ulama yang menghina Al-Mahdi as, karena dalam usia 5 tahun sudah menjadi imam yang Allah pilih, padahal Al-Masîh as sudah bicara pada saat masih bayi. Maka mereka yang menghina Al-Mahdi as itu adalah kaum yang ragu kepada kekuasaan Allah.
Ringkasan
Al-Imâm Al-Mahdi as adalah khalîfah Rasûlullâh saw yang kedua belas yang dilupakan oleh sebagian ummat Islam. Nama mulia beliau sama dengan nama Nabi yang terakhir, tetapi dipesankan bahwa untuk beliau sebut saja gelarnya, yaitu Al-Mahdi atau Al-Hujjah. Beliau putra Hasan bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali bin Musâ bin Ja‘far bin Muhammad bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thâlib as.
Beliau dilahirkan pada malam nishfu Sya‘bân malam Jumat pada tahun 255 hijrah. Setelah ayahnya wafat (260 H), imâmah (khilâfah ) pindah kepadanya, dari sejak itu sampai usia beliau mencapai 74 tahun, beliau kerap kali berada di rumah ayahnya, beliau berhubungan dengan para pengikutnya, namun tidak secara langsung, melainkan melalui empat orang yang beliau pilih sebagai wakilnya, dan pada masa ini disebut ghaibah shughrâ (keghaiban kecil). Dan ketika pengawasan penguasa zalim atas beliau diperketat dan rumahnya dikepung penguasa Banî ‘Abbâs, beliau keluar dengan inâyah Allah ‘azza wa jalla sebagaimana telah terjadi atasnya lebih dari satu kali, dan dari sejak dia meninggalkan rumahnya sampai Allah mengizinkannya untuk tampil dinamakan ghaibah kubrâ (keghaiban yang besar).
Imam Al-Mahdi as adalah khalîfah Nabi saw dari Ahlulbaitnya as. Beliau dzurriyyah (keturunan) Rasûlullâh saw dan menurut nubuwwah -nya, beliau akan tampil berkuasa pada akhir zaman sekali, dan beliau akan menegakkan kebenaran dan keadilan di seluruh bumi ini sebagaimana sebelumnya bumi ini telah diliputi oleh kezaliman dan keburukan. Allah ‘azza wa jalla akan menampakkan Islam ini dengannya sekalipun orang-orang kâfir, kaum munâfiq dan bangsa yang musyrik tidak suka.
(Shabestan/Abu-Zahra/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email