Penyidik KPK resmi melakukan penahanan terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam. Dia merupakan tersangka kasus dugaan korupsi di balik penerbitan surat keputusan (SK) dan izin terkait sektor sumber daya alam.
Nur Alam keluar dari Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (5/7/2017) sekitar pukul 20.21 WIB. Ia keluar dengan menyandang rompi oranye dan didampingi pengacaranya, Ahmad Rifai.
Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Nur Alam walau diberondong pertanyaan wartawan. Ia berjalan langsung menuju mobil tahanan.
"KPK melakukan penahanan terhadap tersangka NA (Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara) untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur," tutur Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (5/7/2017).
Terkait kasus tersebut, terakhir penyidik KPK memeriksa Direktur PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) Widdi Aswindi. Nama Widdi pun telah masuk dalam daftar cegah bepergian ke luar negeri oleh KPK.
PT Billy Indonesia disebut berafiliasi dengan PT AHB yang memperoleh IUP dari Nur Alam untuk menambang nikel di Sultra. PT Billy Indonesia memiliki rekan bisnis Richcorp International yang berbasis di Hong Kong.
Berdasarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) yang dikeluarkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perusahaan tersebut pernah mengirim uang USD 4,5 juta ke Nur Alam. Kantor PT Billy Indonesia yang berada di Pluit, Jakarta Utara juga telah digeledah penyidik KPK terkait kasus tersebut.
Dalam kasus ini, Nur Alam diduga menerima kick back (komisi) dari izin yang dikeluarkannya itu. KPK menyebut SK yang diterbitkan Nur Alam dan menyalahi aturan yaitu SK Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB). Perusahaan itu yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra.
Nur Alam menjadi Gubernur Sultra sejak 2008 dan kembali terpilih pada periode yang saat ini masih berlangsung. Sementara, KPK menduga korupsi yang disangkakan pada Nur Alam dilakukan sejak 2009 hingga 2014.
Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Harta Gubernur Sultra Nur Alam
Harta miliknya yang tercatat di website LHKPN KPK mencapai lebih dari Rp 30 miliar. Termasuk harta bergerak dan harta tidak bergerak. Harta bergerak yang dimiliki Nur Alam diantaranya sederet mobil mewah ratusan juta. Antara lain:
Suzuki Swift 2008 senilai Rp 110 juta
Mercedez Benz 2008 senilai Rp 800 juta
Nissan Terrano 2001 senilai Rp 150 juta
Toyota Corolla Altis 2003 senilai Rp 100 juta
Toyota Alphard 2006 senilai Rp 350 juta
Jeep Wrangler 2010 senilai Rp 500 juta.
Sedangkan harta tidak bergerak milik Nur Alam berupa tanah dan bangunan senilai Rp 22.105.602.000 di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Sultra, dan Makassar, Sulawesi Selatan.
Dia juga punya beberapa perusahaan diantaranya PT Rekayasa Inti Kandarindo, hasil sendiri perolehan 1995 Rp 100 juta dan PT Tamakalindo Puri Perkara hasil sendiri perolehan 1993 Rp 125 juta.
Nur Alam juga memiliki harta simpanan berupa logam mulia dan barang seni senilai Rp 195 juta. Tidak hanya itu, dia juga memiliki surat berharga tahun investasi 2006 hasil sendiri Rp 80 juta, giro dan setara kas lainnya senilai Rp 6.550.182.995.
Nur Alam juga tercatat punya piutang sebesar Rp 195.089.311 dan utang kartu kredit sebesar Rp 209.700.000.
Total kekayaan Nur Alam sebelum dikurangi utang sebanyak Rp 31.167.784.995. Setelah dikurangi utang, total kekayaan Nur Alam menjadi Rp 30.956.084.995.
(Info-Teratas/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email