Norodin Alonto Lucman, 61, melindungi hampir 70 orang, yang sebagian besar adalah orang Kristen, ketika gerilyawan ISIS mengepung kota Marawi. (Foto milik: Badan Informasi Filipina)
Meskipun media di Filipina dan di luar negeri telah menyebutnya sebagai seorang pahlawan Muslim, Norodin Lucman mengatakan bahwa tidak ada aksi yang heroik dalam penyelamatan 64 orang Kristen dari teroris ISIS di kota Marawi.
Lucman, yang belajar fikih Islam di Mekah, Arab Saudi, mengatakan kepada Al Arabiya bahwa dia hanya menjalankan tugasnya sebagai muslim karena Islam mengajarkan bahwa tidak ada kehidupan seseorang yang lebih berharga daripada kehidupan orang lain.
“Saya bukanlah pahlawan. Kebetulan saat itu saya berada di rumah saya di kota Marawi saat pertempuran pertama kali terjadi. Saya tahu ada beberapa orang Kristen yang bekerja di rumah-rumah terdekat sebagai tukang kayu dan pekerja bangunan, saya meminta mereka untuk dibawa ke rumah saya untuk menghindari baku tembak, “kata Lucman, seorang mantan politisi dan tokoh Muslim.
Pemberontakan di kota Marawi pecah setelah para ekstremis militan Filipina yang berjanji setia kepada ISIS, banyak di antaranya adalah anak muda, mengeksekusi orang-orang Kristen yang mereka temui karena tidak bisa melafalkan sepatah kata pun dari al-Quran.
Seorang penyelamat mengevakuasi warga dari rumah mereka setelah sembilan hari di sebuah desa di pinggiran Marawi di pulau selatan Mindanao pada tanggal 31 Mei 2017. (Foto: AFP)
Awalnya, Lucman dan karyawan Muslimnya mengira pertempuran hanya akan berlangsung selama beberapa hari saja. Ada sekitar 74 orang yang berlindung di dalam rumahnya dan 44 orang diantaranya beragama Kristen dengan persediaan makanan selama satu minggu. Mereka semakin khawatir karena pertempuran tidak cepat selesai dengan persediaan yang semakin menipis.
Ia akhirnya menyadari bahwa mereka sekarang berada dalam posisi hidup atau mati. Ia akhirnya memutuskan untuk cepat mengevakuasi mereka ke kota. Dia perlahan mengajarkan kelompok Kristen, yang terdiri dari pria dan wanita setelah keluarga Kristen di lingkungan sekitar yang bergabung dengannya, untuk melafalkan “Allahu Akbar”.
Para pria membawa anak-anak dan wanita berpakaian dengan menggunakan jilbab. Evakuasi ini sangat berisiko karena para penembak jitu ada dimana-mana. Setelah mendekati jembatan perbatasan kota, seorang teroris ISIS menghentikan mereka.
Untungnya, para militan tersebut mengenal Lucman sebagai tokoh muslim yang disegani karena mengingat reputasinya selama bertahun-tahun menjadi tokoh muslim di Filipina selatan. Mereka akhirnya bisa bebas tanpa ada yang cedera.
ISIS meninggalkan Timur Tengah
Kelompok teroris Al-Qaeda yang berafiliasi dengan ISIS, bersama dengan kelompok ekstramis Abu Sayyaf, melancarkan pemberontakan dengan menyerang Marawi pada tanggal 23 Mei, dan sekitar 389.300 orang harus mengungsi sejak 1 Juli.
Pertempuran Marawi telah menewaskan sedikitnya 562 ekstremis, 45 warga sipil dan 128 tentara negara, menurut Juru Bicara Angkatan Bersenjata Filipina Brig. Gen Restituto Padilla.
Pengamat Asia Tenggara mengatakan bahwa serangan militan yang dimulai 12 minggu yang lalu bukanlah sebuah kejutan karena ISIS kalah di Timur Tengah, terutama di Mosul Irak dan Raqqa Suriah.
Sebuah ledakan terjadi setelah sebuah pesawat militer Filipina melepaskan sebuah bom saat terjadi serangan udara di kota Marawi. (Foto: Reuters)
Namun meski kalah, kelompok ekstremis semakin mendekat ke arah timur di negara-negara seperti Filipina dan Indonesia, sedangkan al-Qaeda masih bertahan di Afrika Barat dan Utara.
Presiden Filipina saat itu sedang berada di Rusia ketika pemberontakan di wilayah selatan negaranya meletus, ia segera menghentikan kunjungan kenegaraannya. Setelah itu, ìa mengumumkan darurat militer di wilayah Mindanao.
Banyak yang khawatir atas tindakan Duterte ini akan memicu kembali kejadian serupa di masa lalu ketika mantan Presiden Ferdinand Marcos mengumumkan peraturan darurat selama tahun 1970an yang ditandai dengan pelanggaran hak asasi manusia, kekerasan, dan korupsi yang serius.
Terlepas dari kisah keberaniannya, Lucman selalu menegaskan bahwa dia bukan pahlawan. “, Jujur saja, saya bukan pahlawan. Seperti cerita saya, ada cerita lain tentang pengusaha Muslim di Marawi yang menolak untuk meninggalkan karyawan Kristen mereka sepanjang konflik tersebut, “katanya kepada Al Arabiya Inggris.
Lucman, yang lahir di pulau selatan Mindanao, menyelesaikan studinya di bidang fikih Islam di Universitas Umm al-Qura di Mekkah, Arab Saudi. Dia bangga karena ia banyak belajar tentang islam yang sebenarnya di Universitas tersebut. Dan mungkin sebuah ironis, saat Lucamn belajar di universitas tersebut bertepatan dengan masa kepemimpinan al-Qaeda di bawah Osama bin Laden saat ia menjadi mahasiswa.
“Saya belajar di Mekkah. Saya belajar di Kairo. Kami diajari bahwa umat Islam dan Kristen adalah saudara dalam agama. Quran bahkan mengatakan bahwa kita harus melindungi orang dari yang berbeda agama sebagai bagian dari kemanusiaan, “katanya.
“Konflik ini menunjukkan bahwa pertempuran di Filipina bukan konflik antara Muslim dan Kristen karena masih banyak orang yang siap membela saudaranya yang berbeda agama sebagai kemanusian,” kata Lucman.
(Al-Arabiya/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email