Mei 2017, genap 69 tahun peristiwa Nakba yang memilukan, sehingga dampaknya terasa sampai hari ini. Peristiwa Nakba tercipta sebuah entitas yang disebut “Israel” di atas reruntuhan 78 persen dari negara bersejarah Palestina, yang menyaksikan perubahan peta sejak 1948.
“Nakba” menjadi titik balik yang tragis dalam perjalanan kehidupan orang Palestina setelah penjarahan tanah mereka, properti dan kekayaan, dan menderita pembunuhan sistematis dan perpindahan oleh Zionis pada tahun 1948.
fakta-fakta Nakba, sebenarnya dimulai sebelum tanggal 15 Mei 1948, namun tanggal itu dipilih oleh para politisi untuk mengenang sejarah awal Nakba, ketika milisi Zionis menyerang desa dan kota-kota Palestina untuk memusnahkan atau menimbulkan kepanikan untuk memfasilitasi perpindahan penduduk Yahudi.
Seperti dikonfirmasi oleh banyak sejarawan dan peneliti, proses pemindahan paksa warga Palestina tersebut “telah diprogram dan direncanakan, untuk membersihkan Palestina dari penduduk Arabnya” proses itu disertai teror intensif dan pembantaian yang merupakan salah satu alasan utama untuk bagi warga muslim Palestina meninggalkan desa-desa dan kota-kota mereka.
Menurut data yang didokumentasikan bahwa milisi Zionis selama fase Nakba mengambil alih secara paksa 774 desa dan kota. Mereka juga menghancurkan 531 desa dan kota Palestina, serta lebih dari 70 kejadian pembantaian rakyat Palestina, menyebabkan kematian lebih dari 15 ribu warga Palestina selama Nakba. Menyebabkan sekitar 800 ribu warga Palestina mengungsi dari desa-desa dan kota-kota mereka.
Jumlah Pengungsi
Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, perkiraan jumlah warga Palestina di dunia pada 2016 sekitar 12,7 juta orang. Ini berarti jumlah mereka bertambah 9,1 kali lipat sejak peristiwa Nakba 1948.
Berkenaan dengan jumlah warga Palestina saat ini berada di wilayah Palestina bersejarah (antara sungai dan laut, yang sebagian besar telah dikuasai israel), pada akhir tahun 2016 sekitar 6.410.000 orang. Diperkirakan mencapai sekitar 7,12 juta orang pada akhir tahun 2020, jika tingkat pertumbuhan seperti saat ini.
Data statistik menunjukkan bahwa pengungsi Palestina mencapai 42 persen dari semua warga penduduk Palestina di Palestina, akhir tahun 2016. Jumlah total pengungsi terdaftar UNRWA pada Januari 2015, sekitar 5.590.000 pengungsi. Sekitar 29 persen pengungsi Palestina berada di 58 kamp; 10 kamp di Yordania, 9 di Suriah , 12 di Lebanon, 19 di Tepi Barat, dan 8 kamp di Jalur Gaza.
Perkiraan ini merupakan jumlah minimum pengungsi Palestina. Banyak pengungsi tidak terdaftar, jumlah ini tidak termasuk orang-orang yang telah mengungsi dari Palestina setelah tahun 1949 sampai menjelang perang Juni 1967, “menurut definisi pengungsi UNRWA,” juga tidak termasuk orang Palestina yang meninggalkan atau dideportasi pada tahun 1967, dengan latar belakang perang, dan yang awalnya tidak ditujukan untuk mengungsi.
Berkenaan dengan tanah, pendudukan Israel telah mengeksploitasi lebih dari 85 persen Palestina bersejarah, yaitu sekitar 27.000 kilometer persegi. Saat ini Palestina hanya menempati sekitar hanya 15 persen dari luas lahan yang menjadi hak mereka.
Penderitaan Tiada Henti
Hak kembali ke rumah bagi para pengungsi Palestina selalu menagalami penolakan dari negara pendudukan Israel. Israel menolak resolusi internasional tentang hak pengungsi untuk kembali ke rumah mereka dan kompensasi untuk kerusakan pada penderitaan besar disebabkan pendudukan tersebut.
Israel tidak berhenti, mereka terus berusaha melanjutkan pendudukan atas semua tanah Plestina sampai hari ini. Penggusuran dan pemindahan paksa terhadap warga Palestina melalui pembongkaran rumah di Yerusalem dan Tepi Barat, yang diduduki, dan penghancuran ribuan rumah, perampasan tanah dan aneksasi terus berlanjut. Demikian pula serangan, pembakaran, penutupan dan pendudukan terhadap Masjid Al-Aqsa dan tempat-tempat suci Islam dan Kristen. Di Jalur Gaza warga Palestina mengalami blokade berkepanjangan.
Gerakan anti pendudukan, Intifadha menjadi usaha yang bisa dilakukan sebagai sebuah jeritan terhadap ketidak adilan dan kezaliman Israel yang dibiarkan oleh negara-negara besar di dunia internasional. Sedangkan orang, lembaga dan negara yang peduli dan berusaha membantu sering dicap sebagai pendukung teroris.
(Quds-Press/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email