Pesan Rahbar

Home » , , » Mengapa Asyura Begitu Sakral

Mengapa Asyura Begitu Sakral

Written By Unknown on Sunday, 27 July 2014 | 21:00:00



Mengapa Imam Husain as. bangkit? motif apa saja yang mendorong kebangkitannya? Ada tiga penjelasan mengenai hal ini

Pertama: kebangkitan Imam Husain as. adalah kebangkitan biasa yang –naudzubillah- yang dilatarbelakangi oleh tujuan dan kepentingan peribadi saja. Penjelasan seperti ini tidak hanya akan ditolak oleh seorang muslim, tetapi bahkan bukti-bukti sejarah yang kuat tidak membenarkan alasan itu.

Kedua: seperti yang ada di benak masyarakat awam, bahwa Imam Husain as. syahid demi pengampunan dosa umat manusia, sama dengan yang diyakini orang-orang kristen tentang Isa Al-Masih. Pola pikir semacam ini sungguh menyesatkan.

Ketiga: Situasi dan kondisi dunia Islam pada waktu itu sudah sampai pada titik kritis yang mengharuskan Imam Husain as. untuk bangkit, karena beliau melihat bahwa Islam akan terjaga hanya dengan kebangkitannya. Kebangkitan beliau adalah kebangkitan di jalan haq dan hakikat. Peperangan beliau adalah peperangan akidah dan ideologi, peperangan antara kebenaran dan kebatilan.

Dalam kapasitasnya sebagai pribadi, Imam Husain as. tidaklah begitu berarti dalam peperangan antara kebenaran dan kebatilan. Saat menuju Karbala, beliau berkata di salah satu ceramahnya: "Tidakkah kalian saksikan bahwa kebenaran tidak lagi ditaati, dan kebatilan tidak lagi dilarang, maka merupakan keharusan bagi seorang mukmin yang berada di tengah situasi dan kondisi semacam ini untuk bersimbah darah syahadah di jalan Allah swt".

Dalam rangka itu, Imam Husain as. mengoptimalkan kesempatan berkumpulnya jemaah haji di Mina dan Arafah. Di sana beliau menerangkan tujuan-tujuan universal Islam secara singkat. Beliau mengatakan: "Ya Allah! Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Tahu bahwa gerakan, kebangkitan, protes, perlawanan dan peperangan, semua ini bukanlah untuk memperebutkan kekuasaan seseorang, bukan untuk meraup harta dan perolehan duniawi, bukan pula atas dasar kerakusan dunia, melainkan untuk mengembalikan ajaran-ajaran agama-Mu, untuk mewujudkan perbaikan di bumi-Mu, agar hamba-hamba-Mu yang tertindas merasa aman dan supaya ditegakkan kembali hukum-hukum-Mu yang terabaikan".

Pada peristiwa bersejarah Asyura, ada sebab dan motif, ada pula tujuan dan harapan. Kita, orang-orang muslim dan pengikut Al-Husain bin Ali, telah memutarbalikkan fakta sejarah ini, sebagaimana Muawiyah bin Abu Sufyan telah mendistorsi sabda Rasul saww. tentang Ammar bin Yasir; bahwasanya "Kelompok yang menyimpang dan dzalim akan membunuhmu".

Imam Husain as. membawa motif dan tujuan tertentu dalam kebangkitannya. Berikutnya tiba giliran kita mengarang dan merekayasa sebab serta harapan yang berbeda untuk kebangkitan tersebut?! Abu Abdillah Al-Husain as. telah melahirkan kebangkitan yang luar biasa besar dan suci. Semua syarat-syarat kesucian sebuah kebangkitan terdapat di dalamnya, sehingga tidak ada lagi kebangkitan yang dapat mengunggulinya. Apakah syarat-syarat itu?

1. Tujuan yang berkemanusiaan dan universal. Syarat pertama dari sebuah kebangkitan yang suci adalah tujuan kebangkitan tersebut tidak bersifat subjektif, tetapi manusiawi dan universal. Yakni demi sosial, kemanusiaan, hakekat, kebenaran, tauhid, keadilan dan kesejajaran, bukan karena kepentingan pribadi.

2. Pandangan dan kesadaran yang kuat. Syarat kedua dari sebuah kebangkitan yang suci ialah bahwa kebangkitan itu hendaknya dilandasi pandangan dan kesadaran yang kuat. Artinya, terkadang masyarakat lalai atau tidak mengerti, di saat yang sama ada orang yang betul-betul sadar dan memiliki pandangan yang tajam, sehingga dapat merasakan luka masyarakat seratus kali lipat lebih dari yang mereka rasakan. Apa yang tidak disaksikan masyarakat dalam sebuah cermin dapat disaksikan oleh orang itu dalam batu bata yang masih basah. Dua puluh, tiga puluh atau lima puluh tahun berlalu, masyarakat baru menyadari kenapa orang tersebut bangkit, mereka mulai mengerti apa tujuan-tujuan suci di balik kebangkitan itu. Seperti yang terjadi pada Sayyid Jamaludin Asad Abady (Jamaluddin Afghani, peny.).

3. Kesendirian. Syarat ketiga dari sebuah kebangkitan yang suci yaitu bahwa kebangkitan itu merupakan satu-satunya kebangkitan yang tidak ada duanya. Artinya, di saat kondisi mencekik dan suasana mencekam, tak seorang pun berani angkat suara, selain kegelapan mutlak, putus asa mutlak, diam mutlak dan hening mutlak. Tiba-tiba muncul seseorang memecah keheningan dan meneriakkan suara, bergerak dan menyulut obor menyapu kegelapan, yang kemudian diikuti oleh orang-orang lain.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: