Dalam rangka menyongsong tanggal 13 Rajab, hari kelahiran Amirul Mukmini
Ali bin Abi Thalib as, Kantor Berita Shabestan (KBS) duduk bersama
Hujjatul Islam Sayid Muhammad Reza Tabatabai seorang peneliti bidan
agama dan mazhab Islam guna mengupas kisah kelahiran manusia suci ini.
Berikut hasil petikan wawancara tersebut. Semoga bermanfaat.
KBS: Kelahiran Imam Ali as di dalam Ka’bah termasuk masalah yang selalu ditentang oleh aliran Wahabiah. Bagaimana kita menjawab masalah ini?
Tabatabai: Pertama kali, saya perlu menyebutkan kisah ini terlebih dahulu. Ketika Fatimah binti Asad merasa akan melahirkan, ia berlindung di bawah naungan Ka’bah. Lalu, tembok Ka’bah terbelah dan ia memasuki rumah Allah ini. Ia berada di dalam Ka’bah selama tiga hari dan selama ini menyantap buah-buahan dari surga. Ketika hendak keluar dari Ka’bah, sebuah seruan dari langit menyeru supaya bayi itu diberi nama Ali.
Banyak riwayat yang menukil peristiwa ini. Abbas bin Abdul Muthalib yang merupakan tokoh bisa dipercaya termasuk orang yang memberikan kesaksian atas peristiwa ini.
Apa yang membuat aliran Wahabi mengingkari semua ini adalah lantaran seluruh keutamaan Imam Ali as bisa dibuktikan melalui peristiwa ini. Mereka tidak menginginkan keutamaan seperti ini.
KBS: Apakah ada jawaban yang argumentatif terhadapa masalah sehingga aliran Wahabi bisa menerima?
Tabatabai: Sangat banyak sekali sumber referensi sejarah dalam hal ini. Hakim Nisyaburi dalam al-Mustadrak, Sibth bin Jauzi dalam Tadzkirah al-Khawwash, Mas’udi dalam Muruj al-Dzahab, dan lain-lain menukil peristiwa bersejarah ini. Semua mereka juga mengklaim mutawatir.
Klaim mutawatir ni bisa kita rujuk ke al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, jld. 3, hlm. 550.
Kelahiran Imam Ali as di dalam Ka’bah ini tidak bisa dibandingkan dengan figur-figur sejarah yang lain. Sayidah Maryam yang hidup mengabdi di Baitul Maqdis, ketika ingin melahirkan harus pergi keluar dari rumah suci ini. (QS. Maryam : 22) Sementara itu, Fatimah binti Asad malah masuk ke dalam Ka’bah untuk melahirkan anaknya. Ini jelas keutamaan yang luar biasa.
Di sini Wahabiah protes. Memangnya, kedudukan seorang imam lebih tinggi dari kedudukan seorang nabi?
Kalau kita menelaah surah al-Baqarah : 124, hal ini akan jelas gamblang bagi kita.
KBS: Apakah aliran menyeleweng ini hanya mengutarakan kritik ini? Ataukah masih punya kritik-kritik yang lain?
Tabatabai: Jelas tidak. Masih banyak lagi kritik-kritik yang lain. Sebagai contoh, mereka mengatakan, kalau peristiwa ini memang riil terjadi, lalu mengapa tidak pernah ditemukan dalam sastra-sastra kuno Arab?
Sebagai jawaban ringkas, banyak sekali peristiwa bersejarah yang tidak tercantum dalam sastra kuno Arab, tapi kemudian tercantum pada kurun-kurun berikutnya. Seperti peristiwa Ghadir Khum.
KBS: Ada satu lagi kritikan alirah Wahabi ini. Mereka mengatakan, mengapa Allah hanya memilih Ali untuk lahir di dalam Ka’bah? Mengapa Rasulullah saw tidak demikian?
Tabatabai: Kritikan seperti ini muncul dari sebuah rasa kebencian terhadap Imam Ali as. Mengapa mereka tidak mengkritik peristiwa-peristiwa sejarah yang lain, dan malah hanya mengungkit-ungkit peristiwa ini? Mengapa mereka tidak mempertanyakan mengapa Nabi Isa lahir tanpa ayah, sedangkah Rasulullah saw lahir secara normal dari seorang ayah dan ibu?
Sumber: Shabestan
KBS: Kelahiran Imam Ali as di dalam Ka’bah termasuk masalah yang selalu ditentang oleh aliran Wahabiah. Bagaimana kita menjawab masalah ini?
Tabatabai: Pertama kali, saya perlu menyebutkan kisah ini terlebih dahulu. Ketika Fatimah binti Asad merasa akan melahirkan, ia berlindung di bawah naungan Ka’bah. Lalu, tembok Ka’bah terbelah dan ia memasuki rumah Allah ini. Ia berada di dalam Ka’bah selama tiga hari dan selama ini menyantap buah-buahan dari surga. Ketika hendak keluar dari Ka’bah, sebuah seruan dari langit menyeru supaya bayi itu diberi nama Ali.
Banyak riwayat yang menukil peristiwa ini. Abbas bin Abdul Muthalib yang merupakan tokoh bisa dipercaya termasuk orang yang memberikan kesaksian atas peristiwa ini.
Apa yang membuat aliran Wahabi mengingkari semua ini adalah lantaran seluruh keutamaan Imam Ali as bisa dibuktikan melalui peristiwa ini. Mereka tidak menginginkan keutamaan seperti ini.
KBS: Apakah ada jawaban yang argumentatif terhadapa masalah sehingga aliran Wahabi bisa menerima?
Tabatabai: Sangat banyak sekali sumber referensi sejarah dalam hal ini. Hakim Nisyaburi dalam al-Mustadrak, Sibth bin Jauzi dalam Tadzkirah al-Khawwash, Mas’udi dalam Muruj al-Dzahab, dan lain-lain menukil peristiwa bersejarah ini. Semua mereka juga mengklaim mutawatir.
Klaim mutawatir ni bisa kita rujuk ke al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, jld. 3, hlm. 550.
Kelahiran Imam Ali as di dalam Ka’bah ini tidak bisa dibandingkan dengan figur-figur sejarah yang lain. Sayidah Maryam yang hidup mengabdi di Baitul Maqdis, ketika ingin melahirkan harus pergi keluar dari rumah suci ini. (QS. Maryam : 22) Sementara itu, Fatimah binti Asad malah masuk ke dalam Ka’bah untuk melahirkan anaknya. Ini jelas keutamaan yang luar biasa.
Di sini Wahabiah protes. Memangnya, kedudukan seorang imam lebih tinggi dari kedudukan seorang nabi?
Kalau kita menelaah surah al-Baqarah : 124, hal ini akan jelas gamblang bagi kita.
KBS: Apakah aliran menyeleweng ini hanya mengutarakan kritik ini? Ataukah masih punya kritik-kritik yang lain?
Tabatabai: Jelas tidak. Masih banyak lagi kritik-kritik yang lain. Sebagai contoh, mereka mengatakan, kalau peristiwa ini memang riil terjadi, lalu mengapa tidak pernah ditemukan dalam sastra-sastra kuno Arab?
Sebagai jawaban ringkas, banyak sekali peristiwa bersejarah yang tidak tercantum dalam sastra kuno Arab, tapi kemudian tercantum pada kurun-kurun berikutnya. Seperti peristiwa Ghadir Khum.
KBS: Ada satu lagi kritikan alirah Wahabi ini. Mereka mengatakan, mengapa Allah hanya memilih Ali untuk lahir di dalam Ka’bah? Mengapa Rasulullah saw tidak demikian?
Tabatabai: Kritikan seperti ini muncul dari sebuah rasa kebencian terhadap Imam Ali as. Mengapa mereka tidak mengkritik peristiwa-peristiwa sejarah yang lain, dan malah hanya mengungkit-ungkit peristiwa ini? Mengapa mereka tidak mempertanyakan mengapa Nabi Isa lahir tanpa ayah, sedangkah Rasulullah saw lahir secara normal dari seorang ayah dan ibu?
Sumber: Shabestan
Post a Comment
mohon gunakan email