Pesan Rahbar

Home » » Takhrij Riwayat Imam Ali Tidak Mengangkat Penggantinya : Studi Kritis Hujjah Nashibi, Dan Penjelasanya.

Takhrij Riwayat Imam Ali Tidak Mengangkat Penggantinya : Studi Kritis Hujjah Nashibi, Dan Penjelasanya.

Written By Unknown on Sunday, 20 July 2014 | 22:51:00


Ada riwayat yang sering kali dikutip oleh para nashibi yaitu riwayat bahwa Imam Ali tidak mengangkat atau menunjuk pengganti Beliau. Diantara para nashibi, ada yang dengan sok [baca : angkuh] menyatakan riwayat tersebut shahih. Faktanya tidak demikian wahai pembaca yang terhormat. Kami ingatkan kepada anda, jika para nashibi mengutip hadis dan menyatakan hadis tersebut shahih maka jangan langsung percaya sampai anda melihat apa hujjah nashibi itu menyatakan shahih. Kalau cuma asal ceplos lebih baik jangan percaya karena anda bisa tertipu. Riwayat Imam Ali tidak mengangkat penggantinya yang dijadikan hujjah oleh nashibi adalah riwayat dhaif. Mari ikuti pembahasannya.

Hadis Syu’aib bin Maimun.

حدثنا إسماعيل بن أبي الحارث قال نا شبابة بن سوار قال نا شعيب بن ميمون عن حصين بن عبد الرحمن عن الشعبي عن شقيق قال قيل لعلي رضي الله عنه ألا تستخلف علينا ؟ قال ما استخلف رسول الله صلى الله عليه وسلم فاستخلف عليكم وإن يرد الله تبارك وتعالى بالناس خيرا فسيجمعهم على خيرهم كما جمعهم بعد نبيهم صلى الله عليه وسلم على خيرهم

Telah menceritakan kepada kami Isma’iil bin Abi Haarits yang berkata telah menceritakan kepada kami Syabaabah bin Sawwaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Maimun dari Hushain bin ‘Abdurrahman dari Asy Sya’bi dari Syaqiiq yang berkata dikatakan kepada Ali radiallahu ‘anhu “Tidakkah engkau memilih pengganti untuk kami?”. Ali berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak memilih pengganti maka mengapa aku harus memilih pengganti untuk kalian, tetapi jika Allah SWT menginginkan kebaikan untuk manusia maka Dia pasti mengumpulkan mereka dibawah orang yang terbaik diantara mereka seperti Dia mengumpulkan mereka sepeninggal Nabi mereka dibawah orang yang terbaik diantara mereka [Musnad Al Bazzar no 565].

Selain Al Bazzar riwayat diatas juga disebutkan oleh Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah no 1158, Al Hakim dalam Al Mustadrak juz 3 no 4467, Al Baihaqi dalam Ad Dala’il 7/223 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Ibnu Asakir 42/537 &561 dengan jalan sanad dari Syabaabah bin Sawwaar dari Syu’aib bin Maimun dari Hushain dari Asy Sya’bi dari Syaqiiq. Diriwayatkan Al Uqaili dalam Adh Dhu’afa 2/183 no 703 dengan jalan sanad dari ‘Amru bin ‘Aun dari Abu Janab dari Abi Wa’il dan dengan jalan sanad dari Muhammad bin Aban Al Wasithiy dari Syu’aib bin Maimun dari Abu Janab dari Asy Sya’bi dari Abu Wa’il. Diriwayatkan Ibnu Adiy dalam Al Kamil 4/3 dengan jalan sanad dari Syababah dari Syu’aib bin Maimun dari Hushain bin ‘Abdurrahman dan Abu Janab dari Asy Sya’bi dari Syaqiiq Abu Wa’il.

Riwayat ini kedudukannya dhaif karena Syu’aib bin Maimun. Abu Hatim berkata “majhul”. Al Ijli juga menyatakan ia majhul. Bukhari berkata “fiihi nazhar”. Ibnu Hibban berkata “ia meriwayatkan hadis hadis mungkar dari para perawi masyhur, tidak bisa dijadikan hujjah jika menyendiri”. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa hadis di atas termasuk hadis mungkarnya Syu’aib bin Maimun [At Tahdzib juz 4 no 608]. Daruquthni berkata “tidak kuat” [Al ‘Ilal no 493]. Ibnu Hajar menyatakan ia dhaif [At Taqrib 1/420]. Al Uqaili memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Al Uqaili no 703]. Ibnu Jauzi juga memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Ibnu Jauzi no 1634].

Nampak dalam riwayat tersebut kalau Syu’aib bin Maimun tidak tsabit dalam riwayatnya terkadang ia berkata dari Hushain dari Asy Sya’bi dari Syaqiiq, terkadang ia berkata dari Abu Janab dari Asy Sya’bi dari Syaqiiq dan terkadang berkata dari Abu Janab dari Syaaqiiq [tanpa menyebutkan Asy Sya’bi]. Hal ini memperkuat kelemahan riwayat tersebut. Kesimpulannya riwayat ini dhaif karena perawinya dhaif majhul meriwayatkan hadis mungkar dan adanya idhthirab dalam periwayatannya.

Hadis ‘Abdullah bin Sabu’.

حدثنا عبد الله حدثني أبى ثنا وكيع ثنا الأعمش عن سالم بن أبي الجعد عن عبد الله بن سبع قال سمعت عليا رضي الله عنه يقول لتخضبن هذه من هذا فما ينتظر بي الأشقى قالوا يا أمير المؤمنين فأخبرنا به نبير عترته قال إذا تالله تقتلون بي غير قاتلي قالوا فاستخلف علينا قال لا ولكن أترككم إلى ما ترككم إليه رسول الله صلى الله عليه و سلم قالوا فما تقول لربك إذا أتيته وقال وكيع مرة إذا لقيته قال أقول اللهم تركتني فيهم ما بدا لك ثم قبضتني إليك وأنت فيهم فإن شئت أصلحتهم وإن شئت أفسدتهم

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Waki’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Al ‘Amasy dari Salim bin Abi Al Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ yang berkata “Aku mendengar Ali berkata “sesungguhnya ini akan dilumuri [darah] dari sini, sehingga tidak ada yang menungguku selain kesengsaraan. Mereka berkata “wahai Amirul Mukminin beritahukanlah kepada kami siapa dia, kami akan membunuh keluarganya. Ali berkata “kalau demikian demi Allah kalian akan membunuh orang yang tidak membunuhku”. Mereka berkata “Maka angkatlah seseorang sebagai penggantimu. Ali berkata “tidak, akan tetapi aku akan meninggalkan kalian pada apa yang Rasulullah SAW meninggalkan kalian. Mereka berkata “Apa yang akan Engkau katakan kepada TuhanMu jika Engkau mendatanginya [Waki terkadang berkata] Jika Engkau bertemu dengan-Nya”. Ali berkata “Ya Allah Engkau membiarkanku di antara mereka dengan kehendakMu lalu Engkau mengambilku kesisiMu sedang Engkau berada di antara mereka. Jika Engkau menghendaki Engkau dapat memberikan kebaikan pada mereka dan jika Engkau menghendaki Engkau dapat memberikan kehancuran pada mereka” [Musnad Ahmad 1/130 no 1078].

Riwayat Abdullah bin Sabu’ yang disebutkan Ahmad yaitu riwayat Waki’ dari Al A’masy dari Salim bin Abi Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ juga disebutkan dalam Musnad Abu Ya’la 1/284 no 341, Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/34, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 14/596 no 38253 & 15/118 no 38580.

Disebutkan Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya 1/156 no 1339, dan Fadhail Ash Shahabah no 1211 dan disebutkan Ibnu Asakir dalam Tarikh Ad Dimasyq 42/539 dengan jalan sanad dari Abu Bakar dari A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’.

Disebutkan Bukhari dalam Tarikh Al Kabir juz 5 no 283, dalam Amaliy Al Muhamili 1/150 no 145 dengan jalan sanad dari Abdullah bin Dawud dari A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’. Disebutkan dalam Amaliy Al Muhamili 1/201 no 194 dan Tarikh Ibnu Asakir 42/540 dengan jalan sanad dari Jarir dari A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’.

Riwayat Abdullah bin Sabu’ ini dhaif karena sanadnya mudhtharib dan hal ini berasal dari Al A’masyi.
1. Terkadang Al A’masy meriwayatkan dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’.
2. Terkadang Al A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’.
3. Terkadang Al A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari ‘Abdullah bin Sabu’.

Al A’masy memang perawi tsiqat tetapi walaupun tsiqat seorang perawi tetap bisa saja mengalami idhthirab dalam periwayatannya. Selain itu Abdullah bin Sabu’ hanya dikenal melalui hadis yang idhthirab ini. Tidak ada satupun ulama mutaqaddimin yang menta’dilkannya, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat juz 5 no 3646. Bukhari menyebutkannya tanpa jarh dan ta’dil dalam Tarikh Al Kabir juz 5 no 238, Ibnu Abi Hatim juga menyebutkannya tanpa jarh dan tadil dalam Al Jarh Wat Ta’dil 5/68 no 322. Disebutkan bahwa yang meriwayatkan darinya hanya Salim bin Abil Ja’d [Mizan Al I’tidal juz 2 no 4343] yaitu dalam hadis yang idhthirab di atas. Tautsiq Ibnu Hibban tidak memiliki qarinah yang menguatkan apalagi perawi yang dimaksud hanya dikenal melalui hadis yang dihthirab dan Ibnu Hibban sering memasukkan perawi majhul dalam kitabnya Ats Tsiqat. Abdullah bin Sabu’ adalah perawi majhul dan hanya dikenal melalui satu hadis ini yang ternyata tidak shahih [Tahrir Taqrib At Tahdzib no 3340].

Aneh bin ajaib ada salah seorang salafy nashibi ketika mentakhrij hadis ‘Abdullah bin Sabu’ ini ia tidak sedikitpun menyinggung kelemahan tadlis A’masy padahal tadlis A’masy itu tampak jelas di depan matanya dan seringkali ia jadikan alasan untuk mendhaifkan banyak hadis yang bertentangan dengan akidahnya. Kalau memang tadlis A’masy merupakan cacat sanad di sisinya maka apa alasan ia tidak melemahkan hadis ini dengan tadlis A’masy. Kami bisa memaklumi kalau ia tidak tahu soal idhthirab sanad Al A’masy tetapi kami dibuat terheran heran dengan ‘an’anah A’masy yang tampak jelas di depan matanya. Kalau orang yang ia tuduh syiah berhujjah dengan ‘an ‘anah A’masy maka ia bersemangat untuk menjadikan tadlis A’masy sebagai cacat tetapi jika ia sendiri berhujjah dengan hadis ‘an anah Amasy maka ia menutup mata berpura pura tidak tahu.

Nashibi itu membawakan riwayat Al Bazzar untuk menguatkan riwayat ‘Abdullah bin Sabu’. Sayang sekali riwayat tersebut khata’ [salah] dan merupakan bagian dari idhthirab Al A’masy. Berikut riwayatnya:

حدثنا إبراهيم بن سعيد الجوهري و محمد بن أحمد بن الجنيد قالا ما أبو الجواب قال نا عمار بن رزيق عن الأعمش عن حبيب بن أبي ثابت عن ثعلبة بن يزيد الحماني قال قال علي والذي فلق الحبة وبرأ النسمة لتخضبن هذه من هذه للحيته من رأسه فما يحبس أشقاها فقال عبد الله بن سبيع : والله يا أمير المؤمنين لو أن رجلا فعل ذلك أبرنا عترته قال : أنشدك بالله أن تقتل بي غير قاتلي قالوا : يا أمير المؤمنين ألا تستخلف علينا ؟ قال : لا ولكني أترككم كما ترككم رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ( فماذا تقول لربك وقد تركتنا هملا ) قال : أقول لهم استخلفتني فيهم ما بدا لك ثم قبضتني وتركتك فيهم

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’id Al Jauhariy dan Muhammad bin Ahmad bin Junaid keduanya berkata Abul Jawaab berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ammar bin Raziiq dari Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Tsa’labah bin Yazid Al Himmaniy yang berkata Ali berkata “Demi yang memecahkan biji bijian dan menciptakan jiwa, sungguh ini akan dilumuri [darah] dari sini hingga sini kepala sampai janggut dan tidak menungguku selain kesengsaraan. Abdullah bin Sabu’ berkata “demi Allah wahai amirul mukminin seandainya ada orang yang melakukan hal itu maka kami akan bunuh keluarganya. Ali berkata “aku bersaksi atas kalian kepada Allah bahwa kalian membunuh orang yang tidak membunuhku”. Mereka berkata “wahai amirul mukminin, tidakkah anda mengangkat pengganti untuk kami?”. Ali berkata “tidak, tetapi aku akan meninggalkan atas kalian seperti Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] meninggalkan atas kalian”. Ada yang berkata “maka apa yang akan engkau katakan kepada Rabb-mu dengan meninggalkan kami” Ali berkata “perkataan Ya Allah engkau meninggalkanku di tengah tengah mereka sesuai kehendakmu kemudian Engkau mengambilku dan Engkau berada ditengah tengah mereka” [Musnad Al Bazzar no 871].

Riwayat ini juga disebutkan oleh Baihaqi dalam Ad Dala’il 6/440 dengan jalan sanad dari A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Tsa’labah bin Yazid Al Himmaniy dengan matan kurang lebih seperti di atas. Sekali lagi nashibi itu menunjukkan keanehan ketika mengomentari riwayat ini. Ia melemahkan riwayat ini karena Tsa’labah bin Yazid [karena memang perawi ini lemah kedudukannya di sisi nashibi tersebut] tetapi ia diam terhadap tadlis A’masy dan tadlis Habib bin Abi Tsabit yang seringkali ia jadikan cacat untuk melemahkan hadis. Seolah olah ia mau mengesankan pada pembaca bahwa kelemahan riwayat tersebut hanya pada Tsa’labah dan menutup mata atas tadlis A’masy dan tadlis Habib bin Abi Tsabit.

Bagi kami riwayat tersebut khata’, tidak seluruh matan hadis tersebut adalah riwayat Tsa’labah bin Yazid. Riwayat Tsa’labah bin Yazid hanya berupa:

عن ثعلبة بن يزيد الحماني قال قال علي والذي فلق الحبة وبرأ النسمة لتخضبن هذه من هذه للحيته من رأسه فما يحبس أشقاها

dari Tsa’labah bin Yazid Al Himmaniy yang berkata Ali berkata “Demi yang memecahkan biji bijian dan menciptakan jiwa, sungguh ini akan dilumuri [darah] dari sini dan tidak menungguku selain kesengsaraan.

Sedangkan matan sisanya adalah riwayat Abdullah bin Sabu’. Perawi yang menggabungkan kedua riwayat ini adalah A’masy. Sebagaimana ia telah terbukti mengalami kekacauan dalam meriwayatkan hadis ini maka ia telah mencampuradukkan riwayat Tsa’labah bin Yazid dan riwayat Abdullah bin Sabu’.

Adz Dzahabi dan Ibnu Abdil Barr dalam kitab mereka, mengutip riwayat Tsa’labah bin Yazid dari Ali dengan matan seperti yang kami katakan yaitu tanpa riwayat Abdullah bin Sabu’.

وقال الأعمش عن حبيب بن أبي ثابت عن ثعلبة بن يزيد الحماني قال سمعت عليا يقول أشهد أنه كان يسر إلي النبي صلى الله عليه وسلم لتخضبن هذه من هذه – يعني لحيته من رأسه – فما يحبس أشقاها

A’masy berkata dari Habib bin Abi Tsabit dari Tsa’labah bin Yaziid Al Himmaaniy yang berkata aku mendengar Ali mengatakan [aku bersaksi bahwa ia mengisyaratkan kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] “sesungguhnya akan dilumuri [darah] dari sini hingga sini [yaitu dari kepala hingga janggut] dan tidak menungguku selain kesengsaraan” [As Siyar Adz Dzahabiy 28/247].

روى الأعمش عن حبيب بن أبى ثابت عن ثعلبة الحمانى أنه سمع على بن أبى طالب رضى الله عنه يقول والذى فلق الحبة وبرأ النسمة لتخضبن هذه يعنى لحيته من دم هذا يعنى رأسه

Diriwayatkan Al A’masy dari Habiin bin Abi Tsaabit dari Tsa’labah Al Himmaniy bahwa ia mendengar Ali bin Abi Thalib radiallahu ‘anhu mengatakan demi yang memecah biji bijian dan menciptakan jiwa, sungguh ini akan dilumuri dengan darah yakni janggutnya dari sini yakni kepalanya [Al isti’ab Ibnu Abdil Barr 3/1125].

Bagian pertama dari matan riwayat Al Bazzar itu memang diriwayatkan oleh Tsa’labah bin Yazid dan Abdullah bin Sabu’ tetapi bagian terakhir matan tersebut dimulai dari perkataan Abdullah bin Sabu’ hanya disebutkan dalam riwayat Abdullah bin Sabu’. Al A’masy keliru dengan mencampuradukkan kedua riwayat Tsa’labah dan Abdullah bin Sabu’. Dan hujjah nashibi yang menyatakan Imam Ali tidak menunjuk penggantinya hanya disebutkan dalam riwayat ‘Abdullah bin Sabu’ bukan riwayat Tsa’labah bin Yazid.

Hadis ‘Amru bin Sufyaan.

حدثنا عبد الله قال ثنا أبي قثنا عبد الرزاق قال انا سفيان عن الأسود بن قيس عن رجل عن علي انه قال يوم الجمل ان رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يعهد إلينا عهدا نأخذ به في امارة ولكنه شيء رأيناه من قبل أنفسنا ثم استخلف أبو بكر رحمة الله على أبي بكر فأقام واستقام ثم استخلف عمر رحمة الله على عمر فأقام واستقام حتى ضرب الدين بجرانه

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaq yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyaan dari Aswad bin Qais dari seorang laki-laki dari Ali bahwa ia saat perang Jamal berkata “sesungguhnya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak pernah berwasiat kepada kami untuk mengambil masalah kepemimpinan akan tetapi itu adalah sesuatu yang kami pandang menurut pendapat kami, kemudian diangkatlah Abu Bakar [rahmat Allah atas Abu Bakar] maka dia menjalankan dan istiqamah diatasnya kemudian diangkatlah Umar [rahmat Allah atas Umar] maka ia menjalankan dan istiqamah diatasnya sampai agama ini berdiri teguh dalam bangunannya [Fadhail Ash Shahabah Ahmad bin Hanbal no 477].

Al Baihaqi dalam Ad Dala’il 7/223, Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah no 472, Daruquthni dalam Al Ilal no 442 dan Abdullah bin Ahmad dalam As Sunnah no 1334 membawakan riwayat di atas dengan jalan sanad dari Aswad bin Qais dari ‘Amru bin Sufyan dari Ali radiallahu ‘anhu.

Ibnu Abi Ashim meriwayatkan dalam As Sunnah no 1218 dengan jalan sanad dari Aswad bin Qais dari Sa’id bin ‘Amru dari ayahnya dari Ali. Ad Dhiya’ dalam Al Mukhtarah no 470 meriwayatkan dengan jalan sanad dari Aswad bin Qais dari ‘Amru bin Sa’id dari ayahnya dari Ali.

Al Uqaili dalam Adh Dhu’afa 1/178, Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah no 471, Al Lalka’iy dalam Al I’tikaad no 2527, dan Daruquthni dalam Al Ilal no 442 meriwayatkan dengan jalan sanad dari Aswad bin Qais dari Sa’id bin Amru bin Sufyan dari ayahnya dari Ali.

Riwayat ini kedudukannya dhaif karena sanadnya mudhtharib. Idhthirab pada riwayat ini kemungkinan berasal dari Aswad bin Qais.
1. Terkadang ia meriwayatkan dari seorang laki-laki tanpa menyebutkan namanya.
2. Terkadang ia meriwayatkan dari ‘Amru bin Sufyan.
3. Terkadang ia meriwayatkan dari Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dari Ayahnya.
4. Terkadang ia meriwayatkan dari ‘Amru bin Sa’id dari Ayahnya.

Diantara ulama yang menegaskan bahwa riwayat ini mudhtharib adalah Daruquthni dalam kitabnya Al Ilal no 442 dan Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 3/165 no 1206. Selain itu hal yang menguatkan kelemahan hadis ini adalah Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dan ayahnya tidak dikenal kredibilitasnya.

Ibnu Hajar berkata dalam At Taqrib “maqbul” tetapi dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa ia sebenarnya majhul karena hanya satu orang yang meriwayatkan darinya yaitu Aswad bin Qais [Tahrir At Taqrib no 2371]. Hadis yang ia riwayatkan tersebut adalah hadis mudhtharib di atas maka periwayatan Aswad bin Qais darinya tidak bisa dikatakan tsabit.

‘Amru bin Sufyan biografinya disebutkan oleh Al Bukhari dalam Tarikh Al Kabir juz 6 no 2565 dan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat juz 5 no 4480. Bukhari menyebutkan hadisnya yang mengalami idhthirab sedangkan Ibnu Hibban menyatakan “ia meriwayatkan dari Ali dan yang meriwayatkan darinya adalah Sa’id bin Amru bin Sufyan”. ‘Amru bin Sufyan hanya dikenal melalui hadis ini yang ternyata idhthirab maka kedudukannya adalah majhul.

Salah seorang nashibi keliru ketika menganggap ‘Amru bin Sufyan ini tsiqat. ‘Amru bin Sufyan yang dimaksud adalah ‘Amru bin Sufyan yang mendengar dari Ibnu Abbas dan meriwayatkan darinya Aswad bin Qais. Bukhari dan Ibnu Hibban telah memisahkan kedua biografi ‘Amru bin Sufyan yaitu ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ali dan ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas. ‘Amru bin Sufyan yang mendengar dari Ibnu Abbas disebutkan Bukhari dalam Tarikh Al Kabir juz 6 no 2564 dan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat juz 5 no 4419 dimana Ibnu Hibban berkata “ia meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan telah meriwayatkan darinya ‘Aswad bin Qais”. Al Hakim menshahihkan hadisnya dalam Al Mustadrak tetapi yang tertulis dalam Al Mustadrak adalah riwayat Aswad bin Qais dari ‘Amru bin Sulaim dari Ibnu Abbas [Al Mustadrak juz 2 no 3355]. Al Ijli memasukkannya dalam Ats Tsiqat yaitu ia berkata “Amru bin Sufyan Al Kufiy tabiin tsiqat” [Ma’rifat Ats Tsiqat no 1383]. Hadis yang dipakai Bukhari dalam Shahih-nya secara ta’liq adalah hadis Ibnu ‘Abbas. Jadi ‘Amru bin Sufyan yang dimaksud nashibi itu adalah ‘Amru bin Sufyan yang mendengar dari Ibnu Abbas bukan ‘Amru bin Sufyan yang hadisnya mudhtharib yaitu yang meriwayatkan dari Ali.

Kesimpulan:
Secara keseluruhan riwayat dimana Imam Ali menolak untuk mengangkat penggantinya adalah dhaif karena diriwayatkan oleh perawi yang dhaif majhul dan sanadnya mudhtharib

1. Hadis Syu’aib bin Maimun dhaif karena perawinya dhaif majhul dan mengandung idhthirab
2. Hadis Abdullah bin Sabu’ dhaif karena perawinya majhul dan mengandung idhthirab
3. Hadis ‘Amru bin Sufyan dhaif karena perawinya majhul dan mengandung idhthirab.

Imam Ali tidak perlu menyebut nama nama penggantinya dalam hadis sunni karena sudah cukup dengan sabda Rasul SAW.


Imam Ali tidak perlu menyebut nama nama penggantinya dalam hadis sunni

Karena sudah cukup dengan sabda Rasul SAW (apabila mereka mengakui ke Rasulan Muhammad bin Abdullah).

Dari Jabir bin Yazid al Ju’fy, ia berkata “Jabir b.Abdullah Anshari berkata : Ketika Allah SWT menurunkan ayat 59 yakni: “Wahai orang2 yang beriman ,taati Allah dan taati Raul dan Ulil Amri diantara kamu..

Aku berkata. “Wahai Rasul! Kami telah kenal Allah dan RasulNya tetapi siapa Ulil Amri yang ketaatan kepadanya dihubungan dengan ketaatan pada anda. Maka beliau menjawab.

Wahai Jabir mereka adalah para khalifah (pengganti)ku dan pemimpin umat Islam setelahku. Yakni yang pertama Ali b.Abi Thalib kemudian Hasan bin Ali kemudian Husein b. Ali dst.

(Kifayah al Atsar dan al Managib lihat Muntakhab al atsar hal. 72.; Ikhanaluddin 1:365 ; Ilzam an Nashib 1:55 dan Yanabi hal 465 ; Shawaiq hal.151).

Jadi sudah jelas siapa pengganti Imam Ali.

Ada riwayat yang sering kali dikutip oleh para nashibi yaitu riwayat bahwa Imam Ali tidak mengangkat atau menunjuk pengganti Beliau. Diantara para nashibi, ada yang dengan sok [baca : angkuh] menyatakan riwayat tersebut shahih. Faktanya tidak demikian wahai pembaca yang terhormat. Kami ingatkan kepada anda, jika para nashibi mengutip hadis dan menyatakan hadis tersebut shahih maka jangan langsung percaya sampai anda melihat apa hujjah nashibi itu menyatakan shahih. Kalau cuma asal ceplos lebih baik jangan percaya karena anda bisa tertipu. Riwayat Imam Ali tidak mengangkat penggantinya yang dijadikan hujjah oleh nashibi adalah riwayat dhaif.

Hadis 12 khalifah sepeninggal Rasul saw yang diriwayatkan Bukhori, Muslim dll. Sepertinya teman2 dari Sunni juga merasa spt baru mendengar hadis ini. Juga hadis Ghadir Khum yang menetapkan Ali sebagai pengganti Rasulullah saw yang mencapai derajat mutawatir. Semua ini dijadikan hujjah oleh Syi’ah. Sementara Sunni berusaha membelokkan makna hadis2 tsb atau mentakwilnya menjadi makna yang lain.

who are 12 khalifah and who is khalifah now? what really our beloved prophet said and meant?!





http://www.youtube.com/watch?v=ijR2j53R1to11 menit - 16 Mar 2010 - Diunggah oleh shiaistrueislam
Who are the Rightly Guided Caliphs? This question lead me to the Path of AhlulBayt(as). This is my journey through Authentic Sunni Hadiths to 

BISMILLAH,
BIMUHAMMAD WA AALI MUHAMMAD.

Nabi saw bersabda: ”Setelahku akan ada 12 Khalifah, semuanya dari Bani Hasyim” (Qunduzi Hanafi, Yanabi’ al Mawaddah, jilid III, hlm 104).

Jabir bin Samurah berkata: “Aku mendengar Rasulullah saaw bersabda:
“Islam akan senantiasa kuat di bawah 12 Khalifah”. Baginda kemudian mengucapkan kata kata yang tidak aku fahami, lalu aku bertanya bapaku apakah yang dikatakan oleh Rasulullah saaw. Beliau menjawab: “Semuanya dari Quraisy” (Muslim. Sahih, jilid VI, hlm 3, Bukhari, Sahih, jilid VIII, hlm 105, 128).

FIRMAN Allah SWT:
“Taatilah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan Ulil Amri di kalangan kamu.” (An-Nisa: 49).

Ulil amri adalah para Imam dari Ahlul bait (as).

FIRMANNYA SWT :

يَأَيهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَ أَطِيعُوا الرَّسولَ وَ أُولى الأَمْرِ مِنكمْ

“Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah, dan taatlah kamu kepada Rasul-Nya dan Ulil amri kamu.”.

Yang dimaksud “Ulil-amri” dalam ayat ini adalah Ali bin Abi Thalib (as) dan Ahlul bait Nabi saw.

Dalam Tafsir Al-Burhan tentang ayat ini disebutkan suatu riwayat yang bersumber dari Jabir Al-Anshari (ra), ia berkata:

Ketika Allah menurunkan ayat ini aku bertanya:

Ya Rasulallah, kami telah mengetahui Allah dan Rasul-Nya, tetapi siapakah yang dimaksud dengan Ulil-amri yang ketaatannya kepada mereka Allah kaitkan dengan ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya?

Rasulullah saw menjawab:
Wahai Jabir, mereka itu adalah para penggantiku: Pertama, Ali bin Abi Thalib, kemudian Al-Hasan, kemudian Al-Husein, kemudian Ali bin Al-Husein, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Muhammad bin Ali yang dalam Taurat gelarnya masyhur Al-Baqir. Wahai Jabir, kamu akan menjumpai dia, sampaikan salamku kepadanya. Kemudian Ash-Shadiq Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Al-Hasan bin Muhammad, kemudian dua nama Muhammad dan yang punya dua gelar Hujjatullah di bumi-Nya dan Baqiyatullah bagi hamba-hamba-Nya yaitu Ibnul Hasan, dialah yang Allah perkenalkan sebutan namanya di seluruh belahan bumi bagian barat dan timur, dialah yang ghaib dari para pengikutnya dan kekasihnya, yang keghaibannya menggoyahkan keimamahannya kecuali bagi orang-orang yang Allah kokohkan keimanan dalam hatinya.”

Allah SWT mewajibkan semua orang-orang yang beriman untuk mentaati “Ulil Amri” secara mutlak. Dan, menaati mereka sama dengan mentaati Rasulullah saw.

Sekaitan dengan ayat di atas, Jabir bin Abdillah bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang wajib ditaati seperti yang diisyaratkan dalam ayat ini?”

Rasulullah saw menjawab, “Yang wajib ditaati adalah para khalifahku wahai Jabir, yaitu para imam kaum muslimin sepeninggalku nanti. Imam pertama mereka adalah Ali bin Abi Thalib, kemudian Hasan, kemudian Husein, kemudian Ali bin Husein, kemudian Muhammad bin Ali yang telah dikenal di dalam kitab Taurat dengan nama “Al-Baqir” dan engkau akan berjumpa dengannya wahai Jabir. Apabila engkau nanti berjumpa dengannya, maka sampaikanlah salamku kepadanya. Kemudian setelah itu As-Shadiq Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali, kemudian yang terakhir ialah Al-Mahdi bin Hasan bin Ali sebagai Hujjatullah di muka bumi ini dan Khalifatullah yang terakhir. {Ghayah al-Maram, jilid 10, hal. 267, Itsbat al-Hudat, jilid 3/123 dan Yanabi’ al-Mawaddah, hal. 494, 443-Qundusi al hanafi}.

Surah An Nisa ayat 59 – Perintah Mentaati Ulil Amri: “Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah, dan taatlah kamu kepada Rasul-Nya dan Ulil Amri kamu.”.

Yang dimaksud “Ulil Amri” dalam ayat ini adalah Ali dan para Imam dari keturunannya:
-Imam Ali bin Abi Tholib AS (40 H)
-Imam Hasan bin Ali al-Mujtaba AS ( 50 H)
-Imam Husein bin Ali asy-Syahid AS (61 H)
-Imam Ali Bin Husein Zainal Abidin as-Sajjad AS (95 H)
-Imam Muhammad bin Ali al-Baqir AS (114 H)
-Imam Ja’far bin Muhammad ash-Shodiq AS (148 H)
-Imam Musa bin Ja’far al-Kadhim AS (183)
-Imam Ali bin Musa ar-Ridho AS (203)
-Imam Muhammad bin Ali al-Jawad AS (220 H)
-Imam Ali bin Muhammad al-Hadi AS (254 H)
-Imam Hasan bin Ali al-Askari AS (260 H)
-Imam Abul Qasim Muhammad bin Hasan al-Mahdi AFS (lahir 15 Sya’ban 255 H dan masih hidup)

lihat REFERENSI KITAB SEBAGAI RUJUKAN DARI AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH :
Yanabi’ul Mawaddah, oleh Syaikh Sulaiman Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 134 dan 137, cet,. Al-Haidariyah; halaman 114 dan 117, cet. Islambul. Syawahidut Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 1, halaman 148, hadis ke 202, 203 dan 204. Tafsir Ar-Razi, jilid 3, halaman 357. Ihqaqul Haqq, oleh At-Tastari, jilid 3, halaman 424, cet. Pertama, Teheran. Faraid As-Samthin, jilid 1, halaman 314, hadis ke 250.

Nabi SAWW bersabda :
“Sesiapa yang ingin hidup dan mati seperti aku, dan masuk surga (setelah mati) yang telah dijanjikan oleh Tuhanku kepadaku, yakni surga yang tak pernah habis, haruslah mengakui Ali sebagai pemimpinnya setelahku, dan setelah dia (Ali) harus mengakui anak-anak Ali, sebab mereka adalah orang-orang yang tidak akan pernah membiarkanmu keluar dari pintu petunjuk, tidak pula mereka akan memasukkanmu ke pintu kesesatan! (Shahih Bukhari, jld 5, hl. 65, cetkn. Darul Fikr).

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَ رَسُولُهُ وَ الَّذِينَ ءَامَنُواْ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَوةَ وَ يُؤْتُونَ الزَّكَوةَ وَ هُمْ رَاكِعُونَ وَ مَن يَتَوَلَّ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ وَ الَّذِينَ ءَامَنُواْ فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَلِبُون

“Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan solat dan menunaikan zakat dan mereka tunduk (kepada Allah) dan barangsiapa yang menjadikan Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.”.

NABI SAWW BERSABDA :
” Siapa yang ingin berpegang kepada agamaku dan menaiki bahtera kejayaan selepasku, maka hendaklah dia mengikuti Ali bin Abi Talib, memusuhi lawan2nya dan mewalikan walinya karena dia adalah wasiku, dan khalifahku ke atas ummatku semasa hidupku dan setelah kewafatanku. Dia adalah IMAM setiap muslim dan AMIR setiap mukmin, perkataannya adalah perkataanku, perintahnya adalah perintahku. Larangannya adalah laranganku. Pengikutnya adalah pengikutku. Penolongnya adalah penolongku. Orang yang menjauhinya adalah menjauhiku.”

Kemudian Nabi Saww bersabda lagi: “Siapa yang menjauhi Ali selepasku dia tidak akan ‘melihatku.’ Dan aku tidak melihatnya di hari kiamat. Dan siapa yang menentang ‘Ali, Allah haramkan ke atasnya syurga dan menjadikan tempat tinggalnya di neraka. Siapa yang menjauhi ‘Ali, Allah akan menjauhinya di hari kiamat. Di hari itu akan dizahirkan segala-galanya dan sesiapa yang menolong ‘Ali, niscaya Allah akan menolongnya.” {Al-Hamawaini al-Syafi’i meriwayatkan di dalam Fara’id al-Simtain}.

Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah.” (Al-Quran Surah Al-Qalam ayat 10-11).

Di antara propaganda busuk yang selama ini disebarkan melalui mulut dan situs-situs kotor kaum Wahabi adalah tuduhan bahwa akidah 12 Imam (pemimpin) yang dianut Muslim Syiah berasal dari ajaran Yahudi dan Nasrani. Dengan panjang lebar mereka memfitnah bahwa keyakinan 12 imam yang dianut Muslim Syiah diambil dari keyakinan Yahudi dan Nasrani. Benarkah?

Jika Anda membaca tulisan dan tuduhan-tuduhan mereka itu, Anda akan segera melihat kedangkalan pemikiran kaum Wahabi. Argumen-argumen yang mereka gunakan untuk menyebar fitnah keji tersebut terlihat sedemikian naif dan rapuh. Saya akan bertanya kepada mereka: Apakah jika kaum Yahudi meyakini bahwa khitan itu wajib lalu dengan serta merta Anda menuduh bahwa keyakinan Islam atas kewajiban khitan (atas laki-laki) juga merupakan peniruan dari keyakinan kaum Yahudi dan Nasrani?Baca selanjutnya.

Apakah jika kaum Nasrani mengajarkan agar mengasihi orang-orang miskin dan kaum Muslim juga melakukan hal yang sama, maka berarti kaum Muslim mengambil ajaran seperti ini dari kaum Nasrani? Tentu saja tidak! Dan cara berpikir seperti ini makin memperjelas kebodohan dan kedunguan kaum Wahabi. Lalu darimanakah sebenarnya ajaran berimam dengan 12 imam itu berasal?

HADIS HADIS TENTANG 12 IMAM.
Walaupun Muslim Syiah tidak menggunakan dasar-dasar keyakinan mereka dengan hadis-hadis yang biasa digunakan saudara mereka Muslim Sunni, namun ternyata hal itu pun tercatat pada banyak hadis-hadis Sunni. Yang sering saya herankan adalah tingkah “ustadz-ustadz” Wahabi yang sok tahu tentang keyakinan Muslim Syiah tanpa mempelajari terlebih dahulu apa yang mendasari keyakinan Muslim Syiah. Begitu pun terhadap muslim lainnya, dengan gegabah dan serampangan mereka melancarkan berbagai tuduhan dan fitnah keji. Seperti keyakinan atas 12 imam yang dianut Muslim Syiah, seharusnya mereka mengetahui bahwa hadis-hadis tentang 12 imam atau khalifah itu ternyata juga terdapat di dalam hadis-hadis Ahlus Sunnah yang diyakini berasal dari Rasulullah saw. Hadis-hadis ini terdapat diriwayatkan di dalam berbagai kitab Sunni seperti : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Shahih Tirmidzi, Sunan Abu Dawud dan Musnad Ahmad bin Hanbal.

Jika mereka tidak mengetahui hal ini, mengapa begitu cepat dan mudahnya tuduhan-tuduhan keji dilemparkan kepada saudara Muslim mereka sendiri? Jika mereka mengetahui hal ini, bukankah berarti mereka telah menyebarkan kebohongan di antara umat Muslim lainnya? Kami berlindung kepada Allah Swt dari perbuatan-perbuatan semacam ini!

Sekarang kita lihat dari mana sebenarnya sumber pemikiran Muslim Syiah tentang 12 Imam berasal?

1. Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, diriwayatkan dari Jabir bin Samrah, ia berkata: Aku bersama ayahku menemui Rasulullah Saw, lalu aku mendengar beliau bersabda: “Sesungguhnya urusan ini tidak akan berakhir sebelum 12 orang khalifah (pemimpin) memerintah mereka.” Kemudian beliau berbicara dengan suara perlahan sehingga aku tidak dapat mendengarnya. Lalu aku bertanya kepada ayahku: Apakah yang beliau katakan? Ayahku menjawab: Semua khalifah itu berasal dari kaum Quraisy. 1]
Memang ada perbedaan kata imam dan khalifah di sini, namun jika kita teliti ternyata kedua-duanya bermakna : pemimpin. 2]
2. Dengan teks yang berbeda Muslim meriwayatkan di dalam Shahih-nya yang juga dari Jabir bin Samurah, yang mengatakan : aku mendengar Rasulullah Saw bersabda : “Islam akan tetap jaya sampai ada 12 khalifah.” Kemudian Rasulullah Saw mengatakan sesuatu yang tidak kumengerti. Lalu aku bertanya kepada ayahku : Apa yang beliau katakan? Ayahku mengatakan : mereka (ke-12 khalifah) itu berasal dari kaum Quraisy. 3]
3. Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abu Waqqas yang mengatakan : Aku menulis (sebuah surat) untuk Jabir bin Samurah dan mengirimkannya melalui pelayanku, Nafi’, untuk meminta kepadanya (Jabir bin Samurah) agar memberitahu kepadaku sesuatu yang pernah ia dengar dari Rasulullah Saw. Dia (Jabir) menulis (surat jawaban) kepadaku : Aku telah mendengar Rasulullah Saw, pada Jumat malam, pada hari al-Aslami dihukum rajam sampai mati (karena berzina): (Rasulullah Saw bersabda) : Islam akan tetap tegak sampai Hari Kiamat, atau kalian akan diperintah oleh 12 khalifah, mereka semua berasal dari Quraisy…” 4]
4. Juga diriwayatkan dari Jabir bin Samurah yang mengatakan : Aku pergi bersama ayahku menemui Rasulullah Saw dan kudengar beliau bersabda: Agama ini akan tetap bertahan, kokoh dan jaya sampai berlangsung 12 khalifah. Kemudian beliau menambahkan kata-kata yang tak dapat kutangkap karena suara berisik banyak orang. Lalu kutanyakan kepada ayahku: Apa yang beliau katakan? Ayahku menjawab: Beliau mengatakan semua khalifah itu berasal dari Quraisy. 5]
5. Dengan teks yang hampir sama. 6]
6. Idem 7]

Hadis-hadis yang diungkapkan di atas belumlah seluruhnya. Masih banyak hadis lainnya yang bernada serupa namun karena keterbnatasan waktu dan ruang di sini maka saya kira semua informasi itu sudah lebih dari cukup. Lalu pertanyaan saya : Apakah hadis-hadsi yang sedemikian banyak dan shahih ini tidak pernah dibaca oleh “ustadz-ustadz” Wahabi itu? Jika belum, maka saya sarankan mereka untuk lebih banyak memperdalam terlebih dahulu ketimbang berfatwa serampangan dan melakukan adu domba antar umat Islam. Ingatlah hadis Nabi Saw yang dirwayatkan oleh syaikhan : “Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (al-Nammâm)” 8]

Seperti sudah kita yakini bersama bahwa jika seseorang benar-benar memperdalam pengetahuan agamanya dengan cara yang benar, mestinya dia akan menjadi semakin arif dan semakin toleran terhadap pemikiran dan keyakinan orang lain. Namun jika seseorang “memperdalam” agamanya lalu dia menjadi sedemikian fanatik dan tidak toleran maka bisa dipastikan telah terjadi penyimpangan di dalam penanaman “pengetahuan”. Seperti yang saya ketahui, bahwa umumnya penyimpangan terjadi karena pengetahuan agama yag diajarkan tidak secara alami, yaitu dengan cara indoktrinasi atau brain-washing; atau dengan kata lain doktrin-doktrin “agama” dijejalkan secara paksa dan sistematis. 9]

Akhirnya dari sebagian hadis shahih yang saya ungkapkan di atas dapat kita ketahui bahwa keyakinan 12 imam yang dianut oleh Muslim Syiah bukanlah berasal dari Yahudi maupun Nasrani seperti yang disebarkan oleh kaum Wahabi yang kita yakini adalah antek-antek AS dan Zionis Israel. Mereka inilah cikal bakal kaum teroris al-Qaeda yang tersebar di seluruh dunia. Mereka didoktrin, dicuci otak dan pikiran mereka dimanipulasi untuk menyebarkan teror dan adu domba antar kaum Muslim di dunia. Kita melihat sendiri bahwa hadis-hadis yang diungkapkan di atas adalah sabda-sabda Rasul Saw yang memang benar-benar terdapat di dalam literatur Islam. Akhirnya tulisan ini saya tutup dengan doa: semoga mereka, kaum Wahabi yang membaca tulisan ini segera merekonstruksi pemikiran mereka.

Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Tiada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah jua!

Catatan kaki:
1. Hadis ini sudah tidak asing lagi bagi mereka yang sering mengkaji hadis-hadis Bukhari Muslim, namun anehnya para “ustadz” Wahabi seolah-olah tidak pernah mendengar hadis ini sehingga dengan nekadnya mencerca Muslim Syiah bahwa mereka (Muslim Syiah) mengambil akidah 12 imam dari Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu saya persilahkan pembaca membuka kitab hadis :
- Shahih Bukhari, hadis no. 6682.
- Shahih Muslim, Bab Imarah, hadis no. 3393.
- Al-Tirmidzi, hadis no. 2149.
- Abu Dawud, Bab al-Mahdi, hadis no. 3731.
- Ahmad bin Hanbal, Bab 5, hlm. 87, 90, 92, 95, 97, 99, 100, 101, 106, 107, 108.
Hadis di atas saya kutip dari situs Kerajaan Saudi yang bermazhab Wahabi dan insya Allah Anda bisa langsung mengkliknya :

http://hadith.al-islam.com/bayan/display.asp?Lang=ind&ID=1060

2. Kata al-khilafah bermakna al-niyabah ‘an al-ghayr atau pengggantian juga berarti : al-imamah al-‘uzhma atau kekhalifahan atau kepemimpinan yang agung. Lihat Kamus al-Munawwir hlm. 393, Catakan th. 1984. Contoh faktualnya adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang diangkat sebagai khalifah. Dan di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Inilah dia saudaraku, penerima wasiatku (al-washî) dan khalifahku (khalîfatî)…”
Rujukan :
1. Târikh al-Thabarî Jil. 2, hlm. 319, dan
2. al-Kâmil fî al-Târikh li Ibni al-Atsîr Jil. 2 hlm. 63.

Sementara itu dikalangan Muslim Syiah, Sayyidina Ali juga dianggap sebagai salah seorang dari 12 imam mereka.
3. Shahih Muslim, Kitab al-Imarah, hadis no. 4480
4. Shahih Muslim, Kitab al-Imarah, hadis no. 4483
5. Shahih Muslim, Kitab al-Imarah, hadis no. 4482
6. Shahih Muslim, Kitab al-Imarah, hadis no. 4481
7. Shahih Muslim, Kitab al-Imarah, hadis no. 4477
8. Shahih Bukhari, Muslim, Abu dawud dan Tirmidzi dari sahabat Hudzaifah al-Yamani. Al-Dzahabi memasukkan dosanammâm atau namîmah (mengadu domba) sebagai salah satu dari dosa-dosa besar. Lihat kitab al-Kabâir karangan Muhammad bin ‘Utsman al-Dzhaby.

9. Metode inilah yang digunakan CIA di dalam menyuci otak para teroris al-Qaeda di kamp-kamp mereka yang tersebar di seluruh dunia termasuk di Guantanamo. Begitulah yang terjadi di Afghanistan, Pakistan, dan di Philipina. Yang sangat aneh, ketika tempat-tempat pelatihan senjata para teroris sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, namun AS justru menyerang ke tempat-tempat lain yang bukan tempat latihan perang para teroris. Terakhir terungkap bahwa pihak Australia mengakui bahwa motif Amerika Serikat menyerang Irak bukanlah teroris atau Saddam tetapi minyak. Inilah bukti kebusukkan dan kejahatan AS dan sekutu-sekutunya.

IMAM YANG DUA BELAS.

Jumlah Khalifah Setelah Rasulullah saw. Kaum muslimin, di dalam kitab shahih mereka, telah sepakat (ijma’) bahwa Rasulullah saw. telah menyebutkan bahwa jumlah khalifah sesudahnya sebanyak 12 orang, sebagaimana disebutkan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Bukhari di dalam shahihnya, pada awal Kitab Kitab Al – Ahkam, bab Al – Umara min Quraysi (para Pemimpin dari Quraysi), juz IV, halaman 144; dan di akhir Kitab Al-Ahkam, halaman 153, sedangkan dalan shahih muslim disebutkan di awal Kitab Al-Imarah, juz II, halaman 79. Hal itu juga disepakati oleh Ashhab Al-shahhah dan Ashhab Al-sunan, bahwasannya diriwayatkan dari Rasulullah saw :

Agama masih tetap akan tegak sampai datangnya hari kiamat dan mereka dipimpin oleh 12 khalifah, semuanya dari Quraysi.

Diriwayatkan dari jabir bin Samrah, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda : ‘Setelahku akan datang 12 Amir.’ Lalu Rasulullah mengatakan sesuatu yang tidak pernah aku dengar. Beliau bersabda : ‘Ayahku semuanya dari Quraysi’.”.

Ringkasnya, seluruh umat Islam sepakat bahwa Rasulullah saw. membatasi jumlah para Imam setelah beliau sebanyak 12 Imam; jumlah mereka sama dengan jumlah Nuqaba bani Israil; jumlah mereka juga sama dengan jumlah Hawari Isa a.s.

Dalam Al – Qur’an ada jumlah yang mendukung jumlah 12 di atas. Kata Imam dan berbagai bentuk turunannya disebutkan sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah Imam kaum muslimin yang dibatasi Rasulullah saw. Kata tersebut terdapat pada ayat-ayat berikut:

1. Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai Imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata: “Dan saya memohon juga dari keturunanku.” Allah berfirman : “Janji-Ku (ini) tidak lagi mereka yang zalim.” (Al-Baqarah: 124).
2. … Dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum Al-Qur’an itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman (imammah) dan rahmat … (Hud: 17).
3. … Dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqan: 74).
4. Dan sebelum Al- Qur’an itu telah ada Kitab Musa sebagai pedoman (imam) dan rahmat … (al-Ahqaf: 12)
5. … Maka kami binasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota benar-benar terletak di jalan umu (bi imam) yang terang. (Al-Hijr: 79).
6. … Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab induk (Imam) yang nyata. (Yasin: 12).
7. (Ingatlah) suatu hari yang (di Hari itu) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya (imammihim). (Al-Isra : 17).
8. … Maka perangilah pemimpin-pemimpin (aimmah) kaum kafir, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar mereka berhenti. (At-Taubah: 12)
9. Kami telah menjadikan mereka sabagai pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami … (Al-Anbia: 73).
10. … Dan Kami hendak menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin (aimmah) dan menjadikan mereka sebagai para pewaris (bumi). (Al-Qashash: 5).
11. Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin (aimmah) yang menyeru (manusia) ke neraka, dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. (Al-Qashash: 41).
12. Dan kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimipin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami … (Al-Sajdah: 24).

Ayat Keduabelas

Saya berpendapat bahwa dalam jumlah para Imam itu sama dengan jumlah para Nuqaba Bani Israil, yaitu sebanyak 12 orang baqib. Di antara yang menarik perhatian ialah ketika Nuqoba itu berjumlah 12, ia pun disebutkan pada ayat keduabelas dari surat Al-Maidah, yaitu ketika Allah berfirman:

Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin (naqib) … (Al-Maidah: 12).

Duabelas Khalifah Rasul saw.

Kata khalifah dan turunan kata isim-nya, yang digunakan untuk memuji, diesbutkan sebanyak 12 kali. Di dalamnya dijelaskan mengenai Khilafah dari Allah SWT, yaitu pada ayat-ayat berikut ini:

1. Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi …” (Al-Baqarah: 30)
2. Hai Daud, sesunguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu .. . (Shad: 26)
3. Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa (Khalaif) di bumi … (Al-An’am: 165)
4. Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti mereka (khalaif) sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat … (Yunus: 73).
5. … Dan Kami jadikan mereka pemegang kekuasaan (khalaif) dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami … (Yunus: 73).
6. Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri … (Fathir: 39).
7. Dan ingatlah oleh kami sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa) yang berkuasa setelah lenyapnya Nuh … (Al-a’raf: 69).
8. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa) setelah lenyapnya ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi … (Al-A’raf: 74).
9. Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah-khalifah (khulafa) di muka bumi …” (Al-Nur: 55).
10. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sesungguhnya akan menjadikan mereka berkuasa (layastahklifannahum) di muka bumi … (Al-Nur: 55).
11. … Sebagaimana Dia telah menjadikan berkuasa (istakhlafa) orang-orang sebelum mereka … (Al-Nur: 55).
12. … Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi …” (Al-A’raf: 129).

Duabelas Washi.

Termasuk yang ditegaskan oleh jumlah ini (12) ialah wasiat Rasulullah saw. bahwasannya Imam sesudah itu berjumlah 12 Imam, sama dengan jumlah wasiat Allah kepada makhluk, yaitu sebanyak kata wasiat dan bentuk turunanya dari Allah kepada makhluknya sebagaimana terdapat pada ayat-ayat berikut :
1. Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan yang telah diwahyukan kepadamu … (Al-Syura: 13).
2. … Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan (washsha) ini bagimu … (Al-An’am: 144).
3. … Demikian itu yang diperintahkan di waktu Allah menetapkan (washshakum) supaya kamu memahami (nya) … (Al-An’am: 151).
4. … Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu suapaya kamu ingat … (Al-An’am: 153).
5. Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu agar kamu bertaqwa … (Al-An’am: 153).
6. … Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan (washshaina) kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, dan (juga) kepadamu: “Bertakwalah kepada Allah.: (Al-Nisa: 131).
7. dan kami wajibkan (washshaina) manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada kedua ibu-bapaknya … (Al-Ankabut: .
8. Dan kami perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah … (Luqman: 14).
9. … Dan apa yang telah Kami wasiatkan (washshaina) kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu terpecah belah tentangnya … (Al-Syura: 13).
10. Kami perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya … (Al-Ahwaf: 15).
11. … Dan Dia memerintahkan (ausha) kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup … (Maryam: 31).
12. … Syariat (washiyyatan) dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 12).

Para Imam Ma’shum.

Kata kerja ma’shum (memelihara kesucian) berikut turunan katanya dalam Al-Qur’an disebut 12 kali, dan itu sesuai dengan banyaknya Khalifah Rasulullah saw. yang terpelihara serta benar-benar disucikan oleh Allah dari segala noda. Keduabelas kata tersebut terdapat dalam ayat-ayat berikut :

1. Wahai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kami kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara (ya’shimuka) kamu dari (gangguan) manusia … (Al-Maidah: 67).

Sebab diturunkannya ayat ini pada waktu haji wada’, bahwa ketika Rasulullah saw. kembali setelah ibadah haji, 18 Dzulhijjah, di Ghadir Khum, Allah menyuruh beliau untuk menyampaikan pesan kepada manusia bahwa khalifah pertama sepeninggal beliau adalah Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Maka Rasulullah pun menyampaikannya kepada seluruh umat. Antara lain, beliau bersabda: “Bukankah aku lebih kamu utamakan ketimbang diri kamu sendiri?” mereka menjawab: “Tentu, ya Rasulullah!” Beliau bersabda lagi: “Barang siapa yang memandang aku sebagai pemimpinannya (maula), maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin dan musuhilah yang memusuhinya; tolonglah orang yang menolongnya dan hinalah orang yang menghinakannya.” Hadis ini jelas Mutawatir, dan disepakati keshahihannya, di samping juga ada riwayat (lain) dalan shahih Muslim yang menunjuk kepada fakta ini.

Hanya saja dalam riwayat Muslim, wasiatnya ditujukan kepada Ahli Bait a.s. Shahih Muslim, Kitab Al-Fadha’il (ketamaan-keutamaan), bab fadha’il Ali bin Abi Thalib (r.a.), halaman 362, terbitan Muhammad Ali Shahih: Dari Zaid bin Arqam, dia berkata: “Rasulullah saw. pada suatu hari beridiri dan berkhutbah kepada kami di tempat air yang disebut Khum, antara Makkah dan Madinah. {Pembacaan shalawat yang benar ialah [semoga Allah melimpahkan kesejaghteraan kepada Nabi “beserta keluarganya”, dan semoga memberikan keselamatan], sesuai dengan sunah Rasul saw. yang melarang mebaca shalawat yang terpotong [al-batra’], sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Bukhari, Kitab tafsir bab firman Allah SWT. “Sesungguhnya Allah beserta malaikat-Nya membaca Shalawat kepada Nabi …” (V: 27), Dar al-Fikr, Mathabi’ Al-Sya’b; dan pada kitab Da’wah bab shalawat kepada Nabi saw. (II:16), Syarikat Al-I’lanat, dan (I:45); Sunan Ibn Majah (I:292), hadis nomor ke-976 dan 977; Musnad Ahmad bin Hambal (II:47), cetakan Maimuniah Mesir; Muwatha’ Malik yang dicetak berikut syarahnya, Tanwir Al-Hawalik (I:179); Tafsir Qurthubi (XIV:233); Tafsir Ibn Katsir (III:507); Tafsir Al-Razi (XXV:226), cetakan Al-Bahiah Mesir, dan (VII; 391), Cetakan Dar al-Thaba’ah Mesir; dan banyak lagi.

Semuanya meriwayatkan larangan Rasulullah saw. mengenai pembacaan shalawat kepada beliau tanpa menyebutkan keluarganya. Berikut ini adalah matan yang dikemukakan oleh Al-Bukhari setelah menyebutkan maksud ayat mulia tadi, maka mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, telah kami ketahui bagaimana kami harus mengucapkan salam kepadamu. Lalu, bagaimana kami harus mengucapkan shalawat kepadamu?” Rasulullah saw. menjawab: “Katakanlah, “Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad. Janganlah kalian mengucap shalawat kepadaku dengan shalawat terpotong.” Ditanyakan: “Apakah shalawat terpotong itu ya, Rasulullah?” Rasul menjawab: “Janganlah kalian mengatakan: ‘Ya Allah limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad,’ lalu kalian diam hingga di situ. Tetapi katakanlah: ‘Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad’.”.

Hadis semacam ini dikemukakan dengan bermacam-macam matan yang berdekatan arti dan maksudnya, dan seiring dengan adanya matan-matan mengenainya yang mutawatir. Mengenai hal ini pula, kita sering mendapatkan kebanyakan kaum muslim, ketika mnuturkan dan mengucapkan shalawat kepada Rasulullah saw. yang mereka ucapkan adalah shalawat btra’ (buntung). Mereka mengucapkan kepada Rasulullah saw. tanpa mengikutsertakan shalawat kepada keluarganya. Sehingga saya tidak tahu, tradisi yang mana yang mereka ikuti? Jelas, seluruh matan hadis yang mutawatir tadi melarang mengucapkan shalawat kepada Rasulullah saw., kecuali dengan mengikutsertakan shalawat kepada keluarganya}. Seraya beliau dan mengagungkan Allah, serta memberi wejangan (dzikr). Lalu beliau bersabda: “Amma ba’du. Ingatlah wahai manusia, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia. Segera utusan Tuhanku akan datang dan aku akan segera menjawabnya(wafat). Aku tinggalkan pada kalian tsaqalain: pertama, Kitab Allah yang berisi petunjuk dan cahaya, maka ambillah dan peganglah erat-erat Kitab Allah itu, perhatikanlah dan cintailah ia. ‘Selanjutnya, beliau bersabda: ‘Dan, (kedua), Ahli Biatku. Semoga Allah mengingatkan kamu kepada Ahl-Baitku’.” Secara maknawi, hadis Ghadir ini diriwayatkan di dalam Sahih Al-Tirmidzi (V:297-379); Sunan Ibnu Majah (I:94-95); Mustadarak Hakim (III:110); Musnad Ahmad bin Hambal (I:88); Tarikh Kabir al-Bukhari (I:375); dan lain-lain.

Sebab turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Ali bin Abi Thalib (a.s), sebagaimana banyak dikemukakan oleh para ulama, seperti Al-Wahidi dalam Asbabun-Nuzul-nya, juga dalam tafsir Fakhrurrazi (XII:298), cetakan Beirut, terbitan Mesir; dan lain-lain.

2. Katakanlah: “Siapa yang dapat melindungi kamu (ya’shimukun) dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu … (Al-Ahzab: 17).
3. Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku (ya’shimuni) dari air bah” … (Hud: 43).
4. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh (wa’tashimu) kepada (agama) Allah dan tulus ikhlas mengerjakan agama mereka karena Allah … (An-Nisa: 146).
5. Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh (wa’tashimu) kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya yang besar … (An-Nisa: 175).
6. … Barangsiapa yang berpegang teguh (ya’tashim) kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Ali Imran: 101).
7. Dan berpeganglah kamu semua (wa’tashimu) kepada (tali) Allah dan janganlah kamu bercerai berai … (Ali Imran: 103).
8. …, Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu (wa’tashimu) kepada tali Allah. Dan adalah pelindungmu … (Al-Hajj: 78).
9. … dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak (watashim) (Yusuf: 32).
10. … dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah (‘ashim) … (Yunus: 27).
11. … berkata: “Tidak ada yang melindungi (’ashim) pada hari ini dari azab Allah kecuali diberi rahmat … (Hud: 3).
12. (yaitu) dari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorangpun yang menyelematkan kamu (‘ashim) dari (azab) Allah … (Ghafir:33).

Duabelas Khalifah Dari Keluarga Muhammad saw.

Kata Ali (keluarga) yang disandarkan kepada nama-nama terpuji, seperti keluarga Ibrahim, keluarga Imran tidaklah disandarkan kepada nama-nama jelek seperti keluarga Fir’aun. Kata tersebut disebut sebanyak duabelas kali sesuai dengan jumlah Imam dari keluarga Muhammad saw. yang diawali dengan Imam Ali a.s. dan diakhiri dengan nama Imam Al-Mahdi a.s. Keduabelas kata tersebut adalah sebagai berikut :

1. … Di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga (ali) Musa … (Al-Baqarah: 248).
2. … Dan keluarga (ali) Harun; tabut itu dibawa oleh malaikat … (Al-Baqarah: 248).
3. Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, dan keluarga (ali) Ibrahim … (Ali Imran: 33).
4. … Dan keluarga (ali) Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). (Ali Imran: 33).
5. … Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga (ali) Ibrahim … (Al-Nisa: 54).
6. … Dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga (ali) ya’qub … (Yusuf: 6).
7. Kecuali keluarga (ali) Luth beserta pengikut-pengikutnya. Sesungguhnya Kami akan menyelematkan mereka semuanya. (Al-Hijr: 59).
8. Maka tatkala datang para utusan kepada kaum (ali) Luth (Al-Hijr: 61).
9. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga (ali) Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya! Tuhanku, sebagai orang yang diridhai. (Maryam: 6).
10. … “Usirlah Luth beserta keluarganya (ali) dari negeri; sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih. (Al-Naml: 56).
11. … Bekerjalah hai keluarga (ali) Daud agar (kamu) bersyukur (kepada Allah) dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang beriman besih. (Saba’: 13).
12. Sesungguhnya kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga (ali) Luth. Mereka Kami selamatkan waktu fajar belum menyingsing. (Al-Qamar: 34).

Bintang-Bintang Keluarga Muhammad Ada Duabelas.

Mengenai hal ini, terdapat sebuah hadis yang dikemukakan oleh banyak penulis kitab shahih, yaitu sabda Rasulullah saw.: “Bintang-Bintang adalah pengaman bagi penduduk bumi dari permusuhan, dan ahli Baitku adalah pengaman bagi umatku dari keterpecah-belahan; dan apabila satu qabilah Arab menentangnya, maka mereka akan berpecah-belah dan mereka akan menjadi partai Iblis.” Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, (II:448; III:457); dalam shawa’iq Al-Muhriqah, Ibn Hajr: 150, 185, 233, 234 terbitan Muhammadiyah Mesir; dan dalam Kanz al-“Ummal, Musnad Ahmad bin Hambal (V:92).

Ibn Hajr Al-Syafi’i, mengomentari hadis “ahli Baitku adalah keamanan bagi umatku”, berpendapat: “Mungkin yang dimaksudkan dengan ‘Ahli Baitku adalah pengaman bagi umatku’ adalah para ulama mereka, sebab mereka yang memberikan petunjuk kepada semua bagaikan bintang gemintang, dan jika mereka lenyap, maka penduduk bumi akan menemui apa (ayat-ayat) yang dijanjikan kepada mereka. Hak itu terjadi ketika datangnya Al-Mahdi, berdasarkan berbagai hadis bahwa Isa a.s. akan shalat di belakang (Al-Mahdi) dan akan membunuh Dajjal.”

Dalam Al-Qur’an, kata naim (bintang) dan nujum disebut sebanyak duabelas kali, yakni pada ayat-ayat :
1. Dan Dia ciptakan tanda-tanda (petunjuk alam). Dan dengan bintang-bintang (najmi) itulah mereka mendapat petunjuk. (An-Nahl: 16).
2. Demi bintang (wannajmi) ketika terbenam … (An-Najm: 1).
3. … (yaitu) bintang (najmu) yang cahayanya menembus … (Ath-Thariq: 97).
4. Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang (nujum) bagimu … (Al-An’am: 97).
5. … dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (nujuum), masing-masing tunduk kepada perintah-Nya. (Al-A’raf: 54).
6. Dan bintang-bintang (nujuum) itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya (An-Nahl: 12).
7. … Kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang (nujuum), gunung, pohon-pohonan … (Al-Hajj: 18).
8. Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang (nujuum). (As-Shaffaat: 88).
9. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (nujuum) di waktu fajar. (At-Thur: 49).
10. Maka aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Qur’an (mawaqi’ al-nujum). (Al-Waqi’ah: 75).
11. Maka apabila bintang-bintang (nujuum) dihapuskan. (Al-Mursalat:
12. Dan apabila bintang-bintang (nujuum) berjatuhan. (Al-Takwir: 2).

Mempelajari Rahasia Ajaran Syiah dari Sumber Aslinya.

Bila terdengar berita tentang demonstrasi menentang Syiah di daerah Tanah Air, sebagian orang menganggapnya sebagai tindakan berlebihan. “Padahal sama-sama Islam,” begitu komentar yang kerap terdengar.

Untuk dapat menilai dengan objektif tentang Syiah, tentu perlu pengkajian yang cermat dan kritis tentang ajaran Syiah itu sendiri. Tidak serta merta menyalahkan atau membela. Sebagaimana kata pepatah, “Jangan membeli kucing dalam karung,” begitu juga dalam menyikapi aliran semacam Syiah, jangan kita menilai tanpa meneliti dan mempelajarinya terlebih dahulu.


Anda menuduh bahwa sampai akhir hidup Rasulullah SAW tidak menunjuk pengganti ?. Jadi menurut anda setelah Rasulullah berjuang begitu lama menjalankan perintah Allah kemudian ditinggalkan begitu saja. Tidak ada yang melanjutkan untuk memberi petunjuk. Aneh.

Sedangkan dalam Alqur’an begitu banyak Firman Allah yang menyatakan bahwa disetiap masa, setiap kaum akan ada orang2 yang akan Allah beri pentunjuk untuk memberi petunjuk pada kaumnya. Jadi kalau menurut anda Allah tidak memberi petunjuk pada Rasulullah untuk menunjuk orang/ penerus sesudah Rasulullah SAW ?

Imamah atau ke-imaman dari segi bahasa adalah kepemimpinan dan setiap orang yang memiliki kedudukan sebagai seorang pemimpin disebut dengan imam (yang mana kata jamaknya adalah aimmah), baik memimpin di jalan yang benar maupun di jalan yang batil. Allah Swt. berfirman:

Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. (QS. Al-Qashash [28] : 41).

Adapun dalam istilah ilmu Kalam, adalah kepemimpinan umum atas seluruh masyarakat Muslim di seluruh perkara baik perkara agama maupun dunia yang mana dari sudut pandang syi’ah keabsahaman kepemimpinan ini bergantung pada penobatan Tuhan dan nabi-Nya. Oleh karena itu, penentuan imam setelah kenabian adalah hal yang dituntut oleh hikmah Ilahi.

Syiah mengklaim bahwa Ali ra adalah khalifah pengganti Rosululloh saw setelah wafat.

Hadis 12 khalifah:
dari Jabir bin Samurah, ia berkata, “Saya masuk bersama ayah saya kepada Nabi SAW. maka saya mendengar beliau berkata, ‘Sesungguhnya urusan ini tidak akan habis sampai melewati dua belas khalifah.’ Jabir berkata, ‘Kemudian beliau berbicara dengan suara pelan. Maka saya bertanya kepada ayah saya, ‘Apakah yang dikatakannya?’ Ia berkata, ‘Semuanya dari suku Quraisy.’ Dalam riwayat yang lain disebutkan, ‘Urusan manusia akan tetap berjalan selama dimpimpin oleh dua belas orang.’ Dalam satu riwayat disebutkan. ‘Agama ini akan senantiasa jaya dan terlindungi sampai dua belas khalifah. (H.R.Shahih Muslim, kitab “kepemimpinan”, bab”manusia pengikut bagi Quraisy dan khalifah dalam kelompok Quraisy”).

Bani Hasyim adalah yang termulia dari suku Quraisy dan Ahlul Bait adalah yang termulia dari Bani Hasyim. Tidak berlebihan kalau dikatakan Ahlul Bait semulia-mulia dari Quraisy . Dalam Hadis Shahih Muslim Kitab keutamaan, Bab keutamaan nasab Nabi no: 2276 diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda Sesungguhnya Allah telah memilih (suku) Kinanah daripada anak keturunan Ismail dan telah memilih (bangsa) Quraisy daripada (suku) Kinanah, dan telah memilih daripada (bangsa) Quraisy Bani Hasyim dan telah memilih aku daripada Bani Hasyim.

Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kalau khalifah islam yang ada untuk umat Islam itu hanya 12 belas.

Sebelumnya saya ingin menunjukkan sebuah hadis dalam Musnad Ahmadno 3781 diriwayatkan dari Masyruq yang berkata”Kami duduk dengan Abdullah bin Mas’ud mempelajari Al Quran darinya. Seseorang bertanya padanya ‘Apakah engkau menanyakan kepada Rasulullah SAW berapa khalifah yang akan memerintah umat ini?Ibnu Mas’ud menjawab ‘tentu saja kami menanyakan hal ini kepada Rasulullah SAW dan Beliau SAW menjawab ‘Dua belas seperti jumlah pemimpin suku Bani Israil’.

Dalam Fath Al Bari Ibnu Hajar Al Asqallani menyatakan hadis Ahmad dengan kutipan dari Ibnu Mas’ud ini memiliki sanad yang baik. Hadis ini juga dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam Takhrij Musnad Ahmad. Merujuk ke hadis di atas ternyata Khalifah untuk umat Islam itu hanya 12 belas. Padahal kenyataannya ada banyak sekali khalifah yang memerintah umat Islam sunni.

Bagi Ulama Syiah hadis ini merujuk kepada 12 Imam Ahlul Bait sebagai pengganti Rasulullah SAW. Jika kita mengambil premis bahwa ada banyak sekali khalifah yang memerintah umat Islam atau khalifah yang dimiliki umat Islam maka jelas sekali pemerintahan yang dimaksud bukanlah pemerintahan Islam yang memiliki banyak kahlifah yang terbagi dalam Khulafaur Rasyidin(di sisi Sunni), Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, dan Dinasti Utsmaniyyah karena mereka semua jauh lebih banyak dari 12. Dari sini dapat dimengerti mengapa Ulama Syiah menyatakan bahwa khalifah yang dimaksud disini adalah 12 khalifah pengganti Rasulullah SAW.

Tentu saya pribadi tidak akan menilai penafsiran mana yang lebih baik. Saya hanya ingin menampilkan bahwa penafsiran Ulama Syiah terhadap hadis 12 khalifah ini juga ada dasarnya.

Bagi Syiah keimamahan Ali dan keturunannya bersifat tegas, dan dalil-dalil tentang ini dapat ditemukan dalam kitab Sunni. Bukankah jika Rasulullah SAW menetapkan hal ini berapapun banyaknya mau sedikit atau sering maka itu sudah menjadi hujjah yang nyata.

Rukun iman adalah berkaitan dengan apa yang kita yakini. Apa salahnya jika Syiah meyakini setiap apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW tentang Imamah.

Dalil disisi Syiah jelas sangat banyak oleh karena itu mereka mengimaninya. Sedangkan dalil di sisi Sunni maka Syiah lagi-lagi berkata juga banyak, contohnya adalah hadis Al Ghadir yang mutawatir di sisi Sunni. Hadis Al Ghadir ini dari sisi sanad tidak bisa ditolak tetapi Sunni memang mengartikan lain hadis ini. Yang perlu diingat kesalahan atau penolakan memang selalu saja bisa dicari-cari.

cukup banyak dalil shahih di sisi Sunni yang dijadikan dasar oleh Ulama Syiah hanya saja Sunni menafsirkan lain dalil-dalil tersebut. Oleh karena itu seharusnya yang perlu ditelaah adalah penafsiran mana yang benar atau lebih benar.

wahabi berkata :
Buktinya syi’ah dalam sejarahnya terpecah belah menjadi beberapa firqah karena mereka berselisih siapakah yang akan menjadi imam selanjutnya setelah satu imam meninggal. (Lihat Al-Milal wa Al-Nihal).

Mereka yang berpecah belah dari Syiah imamiyah tidaklah lagi disebut Syiah kecuali sebagai sebutan saja. Syiah Zaidiyah dan Syiah Ismailiyah tidaklah disebut Syiah oleh Syiah Imamiyah. Lagipula adanya orang yang menyalahi nash tidaklah berarti nash itu sendiri palsu. Logika darimana itu, bukankah bisa juga sebaliknya berarti orang tersebut telah membangkang atau melanggar nash.

Di sisi Sunni terdapat kecenderungan di antara Ulama-ulamanya ketika berhujjah dengan Ulama Syiah:
• Mereka Ulama Sunni cenderung untuk menyalahkan setiap apapun yang dikatakan Syiah walaupun dalilnya ternyata shahih disisi Sunni(kecenderungan ini saya temukan pada Ibnu Taimiyyah dalam Minhaj As Sunnah dan Ali As Salus dalam Imamah dan Khilafah).

• Selain itu Ulama Sunni juga punya kecenderungan untuk begitu mudah mencacat suatu dalil dengan alasan perawi dalil itu adalah syiah walaupun dalil itu sendiri tercatat dalam kitab Sunni.

(Syiahali/Secondprince/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: