Bagaimana bisa syi’ah imamiyah sesat ???
Syaikh Sulaiman al-Balkhi (Ahli Sunnah) :
“Hadis imam dua belas tidak sesuai jika dimaksudkan dengan Khalifah
al-Rasyidin karena jumlah mereka kurang dari 12. Dan ia juga tidak
sesuai dengan khalifah-khalifah Bani Umayyah karena jumlah mereka lebih
dari 12. Kesemuanya zalim kecuali Umar bin Abdul Aziz, dan mereka juga
bukan dari Bani Hashim karena Nabi bersabda: Semua Pemimpin ISLAM
haruslah dari Bani Hashyim. Dan ia juga tidak sesuai dengan
khalifah-khalifah dari Bani ‘Abbas karena mereka lebih dari 12. Mereka
juga menindas anak cucu Rasulullah dan melanggar perintah al-Qur’an.
Oleh karenanya itu satu satunya cara untuk mentafsirkan hadis itu ialah
menerima 12 imam dari Ahl Bait Rasulullah Saw. Karena mereka yang paling
alim, paling takwa, mempunyai sifat-sifat yang paling baik, paling
tinggi nasab-nya dan lebih mulia dari sisi Allah, dan ilmu-ilmu mereka
diambil dari ayah ayah mereka yang berhubung langsung dengan kakek
mereka Muhammad Saw.” (Yanabi al-Mawaddah, him. -447).
Saya menyimpulkan bahwa sebutan “syi’ah” adalah sebutan khas untuk “syi’ah Ali bin Abi Tholib” atau “syi’ah Dua Belas Imam”.
Dalam melihat suatu istilah, maka hendaknya kita tidak melihat dari arti leksikalnya saja. Karena ada istilah-istilah yang juga memuat makna khusus. Misalnya ijtihad, secara leksikal kata tersebut berarti “usaha keras, bersungguh-sungguh, bersusah-payah”. Namun kita tidak bisa dengan serta merta menyebut orang yang berusaha keras dengan sebutan “Mujtahid”, karena sebutan “Mujtahid” adalah istilah khas bagi mereka yang memiliki wewenang untuk melakukan istinbat hukum syar’i.
Begitu juga dengan dengan istilah “syi’ah”, secara leksikal maka itu berarti “pengikut”, sehingga pengikut Mu’awiyyah bisa disebut syi’ah Mu’awiyyah, pengikut Abubakar juga bisa disebut syi’ah Abubakar. Namun istilah “syi’ah” tersebut juga memiliki makna khas, yaitu sebutan untuk para pengikut Ali, yang tidak bisa ditempelkan begitu saja pada semua orang, sehingga pengikut selain Ali tidak bisa disebut sebagai “syi’ah”.
Kemudian saya mencoba untuk melihat referensi-referensi lain, maka saya temukan sebuah buku menarik dari Ayatullah Ibrahim Al-Musawi. Beliau mengatakan pada kitab beliau bahwa munculnya “syi’ah” yaitu pada “yaumul indzar”. Setelah turun ayat [Q.S. Asy-Syuro' 214] : “Berikanlah peringatan kepada keluarga dekatmu”, maka Rasul saww mengajak keluarga dekat beliau ke rumah pamannya, Abu Tholib as. Setelah jamuan makan selesai, lalu Rasul saww berkata :
“Adakah dari kalian yang mau mengokohkanku, maka ia akan menjadi saudaraku, pewarisku, wazirku, penerima wasiatku, dan kholifahku sepeninggalku”. Namun tidak ada yang menjawabnya kecuali Ali bin Abi Tholib. Lalu Rasul saww berkata pada mereka : “Inilah Ali saudaraku, pewarisku, penerima wasiatku, dan kholifahku sepeninggalku”. [Tarikh Thabari, jilid 2, hal. 319, Tarikh Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 62, Muttaqi Al-Hindi, dalam "Kanzul Ummal", jilid 15, hal. 15, Haikal, dalam "Hayat Muhammad"].
Abu Sa’id Al-Khudri berkata :
“Rasul telah memerintahkan manusia lima hal, namun mereka hanya mengimani 4 hal dan meninggalkan 1 hal”. Ketika ia ditanya apa 4 hal tersebut, maka ia mengatakan 4 hal tersebut adalah Sholat, Zakat, Puasa Romadlon, dan Haji. Ketika ia ditanya 1 hal yang ditinggalkan mereka, maka ia menjawab : “Satu hal tersebut adalah wilayah Ali bin Abi Tholib”. Kemudian ia ditanya apakah 1 hal tersebut diwajibkan bersama 4 hal lainnya, maka ia menjawab : “Ya, satu hal tersebut diwajibkan bersama 4 hal lainnya”.
Perintah untuk mentaati Imam Ali as tersebut pada akhirnya telah dikhianati oleh kebanyakan sahabat sepeninggal Rasul saww. Sehingga mereka yang memegang amanat Rasul saww menjadi para pengikut setia Ali as. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai syi’ah Ali, hal itu hanya untuk membedakan antara para pelaksana amanat Rasul saww dengan pengkhianat amanat Rasul saww. Oleh karena itu, Abu Dzar Al-Ghifari sering disebut dengan syi’ah Ali.
Rasul saww sendiri menggunakan istilah “syi’ah” ketika menyebut “pengikut Ali”, hal ini bisa dilihat pada hadits beliau saww.
Rasul saww bersabda :
“Cinta pada Ali menghindarkan dari neraka, Cinta pada Ali menghindarkan dari kemunafikan, syi’atu Ali (pengikut Ali) adalah orang-orang yang beruntung”.
Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ahmad bin Hanbal, dan juga oleh Dailami sebagaimana termaktub dalam kitab “Kunuuzul Haqa’iq” (Al-Manawi).
Rasul saww juga bersabda : “Wahai Ali, engkau dan syi’ah-mu berada dalam syurga”.[Ayatullah Sayyid Ibrahim Al-Musawi, dalam "Aqoidul Imamiyah Itsna Asyariyyah", jilid 3, hal. 107-108, 162, 167].
Sehingga jelas sekali, istilah “syi’ah” dipergunakan oleh Rasul saww untuk menyebut para pengikut Ali. Oleh karena itulah, semakin jelas terlihat bahwa “syi’ah” adalah istilah khas untuk menyebut para pengikut Ali (syi’ah Ali).
Ali adalah hujjah Allah, Kholifah Rasul saww, penerus misi Rasul saww, sehingga apa yang telah menjadi ketetapan Allah dan Rasul-Nya, maka itu berarti ketetapan Ali as juga.
Kita semua tahu bahwa Rasul saww memerintahkan kita untuk mentaati para Imam Ahlul Bait as atau yang dikenal dengan “Dua belas Imam”. Sehingga ketetapan Rasul saww tersebut pastilah menjadi ketetapan Imam Ali as juga. Hal ini juga dapat dilihat pada khutbah beliau tentang Ahlul Bait as di Nahjul Balaghah.
[Nahjul Balaghah, khutbah No. 144 dan 154, tentang Ahlul Bait as]/
Sehingga “syi’ah Ali” pastilah juga “syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyyah (syi’ah Dua Belas Imam)”.
Kesimpulan:
Sebutan “syi’ah” adalah sebutan khas bagi “syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyyah”, TIDAK ADA yang lain. Berikut sekedar tambahan keterangan bahwa kata “syi’ah” adalah sebutan khas bagi “Syi’ah Ali” dan “Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyyah”, berdasarkan pengakuan ulama ahlusunnah :
Abul Hasan Al-Asy’ari :
“Sesungguhnya mereka dikatakan syi’ah, karena mereka mengikuti (syaaya’u) Ali, dan mereka mengutamakan beliau dari seluruh sahabat Rasulullah”. ["Maqaalaat Islamiyyin", jilid 1, hal. 65, terbitan Mesir. Yang dikutip dalam kitab "Asy-Syi'ah Fi Maukibi At-Tarikh", dikeluarkan oleh "Mu'awaniyyah Syu'un At-Ta'lim Wa Al-Bahuts"].
Syahrastani, berkata :
“Syi’ah adalah mereka yang mengikuti (syaaya’u) Ali secara khusus. Dan mereka berkeyakinan bahwa Imamah dan Khilafah beliau ditetapkan dengan nash dan wasiat, baik secara jelas maupun tersamar. Mereka juga berkeyakinan bahwa Imamah berlanjut pada putera-putera beliau”. [Syahrastani, dalam "Milal Wan Nihal", hal. 118].
Ibn Hazm, berkata :
“Syi’ah meyakini bahwa Ali adalah manusia yang paling utama setelah Rasulullah, dan berhak atas Imamah atas mereka (manusia), begitu juga dengan putera-putera beliau sepeninggal beliau. Dan yang mengikuti ketentuan ini disebut syi’i. Apabila ada seseorang yang berbeda dengan ketentuan yang kami sebutkan tersebut, maka ia bukanlah syi’i” [Ibn Hazm, dalam "Al-Fishal Fil Milal Wan Nihal", jilid 2, hal 113].
Siapa saja yang tidak taat kepada “Dua belas Imam Ahlul Bait” adalah bukan syi’ah. Termasuk siapa saja yang pada awalnya taat kepada “Dua Belas Imam Ahlul Bait” namun setelah itu membangkang atau berkhianat kepada mereka as, maka orang tersebut juga bukan syi’ah. Termasuk madzhab Zaidiyah, yang tidak bisa dikatakan sebagai syi’ah, karena madzhab ini mengakui kepemimpinan Abubakar dan Umar, dan mereka tidak berpegang kepada hukum-hukum fiqih “Dua Belas Imam Ahlul Bait as”. Hanya mereka yang selalu taat kepada “Dua Belas Imam Ahlul Bait” yang disebut sebagai syi’ah.
Dengan kesimpulan tersebut, maka orang yang telah berkhianat kepada Imam Hasan as seperti Ubaidallah bin Abbas— sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Mufid dalam kitab “Al-Irsyad”— tidak bisa lagi disebut sebagai syi’ah, karena pengkhianatannya kepada Imam Hasan as dengan bergabung kepada Mua’awiyyah.
Oleh karena itu, tidak ada istilah “pengkhianatan oleh syi’ah”—
sebagaimana secara implisit dituduhkan oleh sebagian orang— karena
mereka yang berkhianat kepada para Imam as tidak lagi berstatus sebagai
syi’ah.
Wawancara:
Syiah Difitnah, Ayatullah Jafaar Hadi Angkat Bicara.
Tepatnya pada tanggal 10 Muharam, komunitas Syiah digerebek saat memperingati Hari Kesyahidan Imam Husein as di Gombak, Kuala Lumpur. Oleh JAIS (Jabatan Agama Islam Selangor) mereka dituding sesat dan membahayakan kedaulatan negara. Pasca penggerebekan, media-media setempat justru semakin memperkeruh suasana dengan memunculkan berbagai tudingan atas madzhab Ahlul Bait.
Syiah Difitnah di Malaysia, Ayatullah Jafaar Hadi Angkat Bicara.
Menurut Kantor Berita ABNA, pasca penggerebekan pihak kepolisian Malaysia dan JAIS, umat Syiah Malaysia mendapat berbagai tudingan negatif. Berbagai tudingan tak berdasar itu mendorong kontributor IRIB di Qom mewawancarai Ayatullah Jaafar Hadi. Kebetulan, Ayatullah Jafaar Hadi (AJF) adalah salah seorang ulama yang seringkali berkunjung ke Malaysia, Singapura dan Indonesia.
Kontributor IRIB mendapat kesempatan untuk mewawancarai Ayatullah Jaafar Hadi guna menanggapi isu-isu yang berkembang terakhir ini di nusantara. Berikuta petikan wawancara tersebut yang dinukil langsung dari situs IRIB berbahasa Indonesia.
IRIB: Pengikut madzhab Ahlul Bait yang juga diistilahkan dengan Syiah dituding melakukan revolusi dan menjatuhkan sistem kerajaan di Malaysia seperti yang dilakukan Imam Khomenei ra dalam meruntuhkan sistem kerajaan di Iran.
Syiah sama sekali tidak bertujuan menjatuhkan sistem kerajaan. Di Iran terdapat orang Syiah, bahkan lebih kurang 1000 tahun, negara ini berada di bawah sistem kerajaan seperti Raja Nasruddin Syah, Raja Qajariah dan lain-lain. Para Raja juga bekerjasama dengan ulama dan membimbing masyarakat di negara ini. Untuk itu, tidaklah logis jika para pengikut Ahlul Bait as dituding menjatuhkan sistem kerajaan.Raja di Malaysia adalah muslim dan figur yang berakal. Untuk itu, tidak terlintas sedikitpun di benak orang Syiah untuk menjatuhkan sistem kerajaan yang dikendalikan raja muslim dan berakal. Ini hanya ulah sejumlah pihak yang berusaha memprovokasi kondisi.
Kami sangat menghormati undang-undang di Malaysia, bahkan turut membantu menjaga keamanan negara ini. Kami juga berpesan kepada warga Syiah supaya menghormati dan menjaga undang-undang negara Malaysia. Untuk itu, kami ketika hendak melakukan kunjungan ke negara ini, harus melewati beberapa prosedur dan mengikuti peraturan seperti mengambil visa. Kami tidak membawa sesuatu yang tidak benar ke sana, bahkan ketika ingin menikah, kami pasti akan merujuk kepada hakim syar’I yang ditetapkan oleh Malaysia. Kemudian manakah tudingan yang menegaskan para pengikut Ahlul Bait mau meruntuhkan sistem kerajaan Malaysia?!!!
Apalagi Malaysia adalah negara Islam. Untuk itu, kami turut menghormati golongan yang bukan Islam. Sebab, Islam menyebutkan , “Tepatilah janji dan jagalah kepada mereka yang telah melakukan muamalah dengan kamu”. Dalam istilah fikih disebutkan “Awfuu Bil Uquud” yang artinya, Tepatilah Perjanjian.
Kami sepakat dengan negara Malaysia yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Kami sama sekali tidak mencampuri urusan dalam negeri. Tujuan pengikut Ahlul Bait di manapun berada adalah ingin menjadi rakyat yang baik dan mukmin yang dicintai dan dianjurkan keluarga suci Rasulullah Saw yang tentunya hal ini juga disukai oleh pemerintah Malaysia. Kemudian apa yang disengketakan? Semua tuduhan itu adalah klaim tak berdasar.
Dugaan yang tersebar menyebutkan bahwa Syiah mempunyai tujuan politik dan ingin menjatuhkan sistem kerajaan. Ini adalah pernyataan yang sama sekali tidak benar. Kami sendiri di Iran pernah mempunyai sistem kerajaan, tapi kemudian berubah menjadi sistem republik. Problema kami bukan terletak pada sistem kerajaan tapi pada raja-raja yang fasik dan lalim saat itu. Raja yang dijatuhkan di Iran adalah raja yang fasiq. Keluarga raja di Iran saat itu juga fasiq, bahkan sistemnya juga fasiq.
Kami tegaskan bahwa Syiah tidak menentang sistem kerajaan. Akan tetapi penentangan kami terletak pada kefasikannya. Karena itu, Imam Khomeini ra sendiri pernah berada di bawah sistem kerajaan bahkan dalam masa yang relatif lama. Imam juga turut menasehati raja yang berkuasa saat itu. Akan tetapi raja saat itu tetap melakukan kefasikan.
Sekali lagi, kami tegaskan bahwa kami sama sekali tidak menentang sistem kerajaan. Apalagi sepanjang 1000 tahun, Iran berada di bawah sistem kerajaan, bahkan banyak ulama yang hidup di bawah sistem ini, seperti Allamah Majlisi. Kitab Bihar karya Allamah Majlisi yang cukup terkenal juga ditulis di masa sistem kerajaan. Ini membuktikan bahwa Syiah tidak mempunyai masalah dengan sistem kerajaan.
IRIB: Syiah dituding menghalalkan darah orang selain Syiah, bahkan membenarkan membunuh para pengikut madzhab atau agama lain.
Ini adalah kebohongan semata. Lihat perpustakaan kami! Di sana banyak terdapat kitab-kitab bukan Syiah. Bahkan kami menikah dengan non-Syiah dan mengawinkan anak perempuan kami dengan pengikut non-Syiah. Kalangan Ahlus Sunnah juga melakukan hal yang sama. Kami melakukan jual-beli dengan mereka. Silahkan lihat dalam kitab Fikih Al Madzhahib Al-Arbaah yang juga kitab Ahlus Sunnah terkenal. Semuanya disebutkan dalam kitab itu. Untuk itu, tuduhan yang ada tidaklah berdasar dan palsu.
Buktikan bahwa kami menghalalkan darah selain Syiah. Di Iran, khususnya di wilayah utara, ada mazhab Hanbali, Hanafi dan Syafi’e. Di Irak juga demikian sama seperti di Iran. Semuanya adalah bersaudara dan bersahabat. Silahkan lihat dalam parlemen Irak. Semua mazhab ada di sana.
IRIB: Kehadiran Syiah di Malaysia dianggap mengancam keselamatan negara.
Pengikut Ahlul Bait AS di Malaysia adalah diantara warga setia kepada undang-undang, bahkan ketika negara memerlukannya untuk membela negara, dapat dipastikan bahwa pemuda-pemuda Syiah akan berada di front terdepan mempertahankan kedaulatan Malaysia. Mereka pasti akan berkhidmat demi negara.
Keberadaan kami dapat dianggap berbahaya jika kami menentang negara ini dan kerajaan di negara ini. Kami bukanlah komunis yang menentang sistem di negara ini atau mau meruntuhkan sistem kerajaan di Malaysia.
Apa yang dapat dilakukan pemuda-pemuda Syiah di Malaysia?!! Apalagi jumlahnya sedikit. Kami tidak akan mampu melakukan perlawanan sekarang, dan bahkan dalam 50 tahun mendatang. Kami tidak akan melakukan perlawanan sama sekali. Sistem di Malaysia adalah sistem yang kuat. Di negara ini ada raja, tentara, perdana menteri, parlemen, menteri dan instansi-instansi lainnya. Apalagi Iran mempunyai hubungan baik dengan Malaysia. Seperti di masa kepemimpinan Dr. Mahadhir Muhammad, Malaysia mempunyai hubungan yang sangat baik dengan para pembesar Republik Islam Iran.
IRIB: Syiah dituding tidak mewajibkan ibadah haji.
Ini adalah kekeliruan lain dalam menilai ajaran Syiah. Silahkan baca kitab-kitab fikih kami seperti manasik haji karya Imam Khomeini ra dan marji-marji besar Syiah lainnya. Setiap tahun, 200 ribu warga Iran menunaikan ibadah haji dan 1 juta warga Iran juga menunaikan ibadah umrah. Berdasarkan data, banyak dari kalangan mahasiswa yang menunaikan ibadah haji dan umrah.
Ini adalah tuduhan yang aneh. Kami juga mempunyai hubungan dengan Arab Saudi. Kedutaan Arab Saudi juga ada di Iran, dan kedutaan Iran juga ada di Arab Saudi. Terus terang, saya malah tidak pernah mendengar tudingan yang menyebutkan bahwa Syiah tidak menunaikan haji. Saya sendiri sudah menunaikan ibadah haji sebanyak 19 kali.
(Syiahali/IRIB-Indonesia/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email