يوم ندعو كل أناس بإمامهم فمن أوتي كتابه بيمينه فأولئك يقرؤون كتابهم ولا يظلمون فتيلا
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan imamnya;
dan barang siapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka
mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikit
pun” (QS. Al-Israa: 71).
Pada
hari pengadilan akhirat, takdir dari setiap orang yang mengikuti para
imamnya yang dipercayainya akan tergantung dari imam-imam yang
dipercayainya itu apabila ia memang benar-benar mengikuti para imam yang
ia percayai itu. Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa ada dua jenis
imam yang diikuti dan diyakini oleh para pengikutnya. Ada imam yang
mengajak manusia untuk masuk ke dalam api neraka. Untuk kategori ini
adalah para pemimpin yang dzalim dan tiran di masanya seperti Fir’aun,
misalnya.
وجعلناهم أئمة يدعون إلى النار ويوم القيامة لا ينصرون
وأتبعناهم في هذه الدنيا لعنة ويوم القيامة هم من المقبوحين
“Dan Kami jadikan mereka para imam yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.
Dan
Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat
mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah)” (QS.
Al-Qashash: 41—42).
Al-Qur’an
sudah memberikan peringatan kepada orang-orang yang mengikuti para imam
yang dzalim dan para pengikut imam seperti itu akan mendapatkan takdir
buruknya kelak di akhir zaman. Mereka akan digabungkan dengan para
imamnya itu dalam jahanam.
Di
sisi lain Al-Qur’an juga memberikan informasi tentang adanya Imam-Imam
yang memang ditunjuk oleh Allah untuk membimbing manusia ke jalan yang
benar. Lihatlah ayat berikut ini:
وجعلنا منهم أئمة يهدون بأمرنا لما صبروا وكانوا بآياتنا يوقنون
“Dan
Kami JADIKAN di antara mereka itu IMAM-IMAM yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini
ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24).
(lihatlah kata-kata JADIKAN (جعلنا) dan IMAM-IMAM (أئمة)
yang menjelaskan secara tegas tentang jabatan Imam yang ditunjuk oleh
Allah dan bukan oleh manusia. Dan mereka memiliki fungsi yang kurang
lebih sama dengan nabi walaupun tidak membawa kitab suci yang baru).
Dengan
melihat ayat-ayat tersebut di atas, maka kita bisa simpulkan bahwa para
pengikut dari Imam-Imam yang mendapat mandat dari Allah itu akan
menemui kebahagiaan di akhirat kelak. Jadi kalau kita menjadi pengikut
seorang imam maka itu tidak berarti apa-apa kalau yang kita ikuti itu
adalah seorang imam yang tidak mendapatkan mandat dari Allah. Jadi akhir
yang baik dan yang buruk bagi kita di akhirat kelak itu ditentukan dari
siapakah imam yang kita ikuti dan patuhi selama kita hidup di bumi.
Allah
telah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa beberapa hambaNya yang haq
adalah juga pengikut (Syi’ah) bagi para hambaNya yang lain. Seperti
pernah dijelaskan Al-Qur’an bahwa Nabi Ibrahim itu adalah pengikut
(Syi’ah) dari Nabi Nuh.
وإن من شيعته لإبراهيم
“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh)” (QS. Ash-Shaaffaat: 83).
(Lihatlah kata شيعته
(Syi’ah) yang dipakai secara jelas sekali oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an
secara eksplisit menggunakan kata itu huruf demi huruf dalam ayat
tersebut di atas dan juga dalam ayat berikut ini)
Dalam sebuah ayat dalam Al-Qur’an diceritakan tentang pengikut (شيعته) Nabi Musa melawan musuh-musuh dari Nabi Musa. Lihatlah ayat berikut dan lihatlah penggunaan kata SYI’AH untuk ayat tersebut:
ودخل المدينة على حين غفلة من أهلها فوجد فيها رجلين يقتتلان هذا من شيعته وهذا من عدوه فاستغاثه الذي من شيعته على الذي من عدوه فوكزه موسى فقضى عليه قال هذا من عمل الشيطان إنه عدو مضل مبين
“Dan
Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka
didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang
seorang dari SYI’AHNYA (pengikutnya)(Bani Israel) dan seorang (lagi)
dari musuhnya (kaum Fir’aun). Maka orang yang dari SYI’AHNYA
(pengikutnya)meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang
dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa
berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya) (QS. Al-Qashash: 15).
Di
dalam ayat Al-Qur’an di atas ada orang yang disebut sebagai pengikut
Nabi Musa (atau SYI’AH MUSA) dan orang yang satunya lagi disebut sebagai
musuh dari Nabi Musa. Orang-orang pada jaman bisa dibagi kedalam dua
kelompok: kelompok SYI’AH MUSA atau kelompok MUSUH MUSA.
Dengan
kata lain bisa kita simpulkan bahwa Allah secara resmi menggunakan kata
SYI’AH dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengikut para Nabi dan
sekaligus para Nabi itu sendiri (masih ingat Nabi Ibrahim yang disebut
sebagai SYI’AH—pengikut—dari Nabi Nuh?). Allah menggunakan kata SYI’AH
ini dengan segenap penghormatan kepada para hambaNya yang shaleh. Apakah
dengan itu kita membuat Nabi Ibrahim itu sebagai seorang sektarian?
Bagaimana dengan Nabi Nuh dan Nabi Musa?
Kata شيعته
itu sendiri artinya “pengikut” atau “anggota dari sebuah kelompok”.
Sementara itu kata SYI’AH sendiri sebenarnya tidak mengandung sifat
positif atau negatif. Kata itu akan bersifat negatif atau positif
apabila kata itu disandingkan dengan nama seorang pemimpin tertentu.
Apabila
seorang pengikut (SYI’AH) itu mengikuti para hamba Allah yang haq, maka
tidak ada salahnya dengan kata SYI’AH itu apalagi mengingat imam yang
ia ikuti itu adalah imam yang diberikan mandat langsung oleh Allah untuk
membimbing umat manusia. Sementara itu apabila seseorang itu telah
menjadi seorang pengikut (SYI’AH) dari seorang tiran yang kejam; seorang
pemimpin yang tidak berperikemanusiaan; seorang pemimpin yang korup
bukan kepalang, maka ia akan menemui takdir buruknya bersama dengan imam
yang diikutinya.
SEKARANG PERKENANKANLAH SAYA MENGAJUKAN BEBERAPA PERTANYAAN:
______________________________________________________________________
APABILA SAUDARA KITA DARI KALANGAN AHLUSSUNNAH JUGA MENGAKU SEBAGAI PENGIKUT ALI MAKA:
-
Mengapa mereka tidak menyebut diri mereka sebagai Syi’ah Ali (pengikut Ali)? Bukankah mereka juga mengaku-aku sebagai pengikut Ali?
-
Apabila mereka mengaku dan menganggap dirinya sebagai pengikut Mu’awiyyah, mengapa mereka tidak mengubah nama kelompok mereka (AHLUSSUNNAH) menjadi Syi’ah Mu’awiyyah? Mengapa mereka malah malu-malu menyebut diri sebagai pengikut Mu’awiyyah dan malah menyebut kelompok mereka sebagai kelompok Sunni?
-
Siapakah yang telah memberi mereka nama SUNNI atau AHLUSSUNNAH?
-
Apabila Allah yang telah memberikan mereka nama (SUNNI/AHLUSSUNNAH) itu (seperti nama SYI’AH yang digunakan Allah dalam Al-Qur’an), lalu bisakah mereka menunjukkan kepada kita ayat mana yang menggunakan nama golongan mereka?
-
Apabila nama kelompok SUNNI/AHLUSSUNNAH itu diberikan oleh Rasulullah, maka tunjukkanlah haditsnya dimana Rasulullah menyebutkan nama SUNNI atau AHLUSSUNNAH?
PADA
KENYATAANNYA YANG TERJADI IALAH KATA “SUNNI” ATAU “AHLUSSUNNAH” ITU
TIDAK PERNAH DIDAPATI BAIK DALAM AL-QUR’AN MAUPUN DALAM HADITS YANG
DISAMPAIKAN OLEH RASULULLAH.
_________________________________________________________________________
Ayat-ayat
suci Al-Qur’an yang disebutkan di atas menggunakan bentuk tunggal
(singular form) yaitu hanya menunjuk pada satu kelompok saja. Jadi
artinya ialah kata ini sangatlah khusus dan digunakan untuk tujuan
khusus oleh Allah. Allah menuliskan kata SYI’AH NUH (pengikut nabi Nuh)
kemudian SYI’AH MUSA (pengikut nabi Musa) dengan tujuan bahwa kata
SYI’AH itu akan dipahami sebagai pengikut orang baik-baik. Pengikut para
Nabi. Pengikut para wali Allah yang suci. Pengikut Rasulullah. Pengikut
keluarga Nabi. Kata SYI’AH itu dipergunakan Allah untuk menyebut satu
kelompok saja yaitu kelompok yang beserta kebaikan dan untuk kelompok
lawannya Allah menggunakan kata yang lain seperti kata عدوه (musuhnya).
Al-Qur’an tidak menyebut dua kelompok sebagai SYI’AH MUSA dan SYI’AH
FIR’AUN. Jadi Allah hanya mengakui satu kelompok saja yang Allah
berinama SYI’AH untuk disandingkan dengan nama para Nabi dan para nama
Wali Allah.
Dalam
sejarah Islam, kata SYI’AH (pengikut) telah secara khusus digunakan
sebagai “Pengikut Ali” (SYI’AH ALI). Dan orang yang mengeluarkan istilah
PENGIKUT ALI ialah Rasulullah sendiri!
Rasulullah telah berkata kepada Imam Ali:
“Kesejahteraan dan kebahagiaan bersamamu, ya Ali! Sesungguhnya engkau dan Syi’ahmu (pengikutmu) semuanya akan masuk surga”.
Lihat hadtis tersebut dalam referensi AHLUSSUNNAH atau SUNNI seperti dalam kitab-kitab:
-
Fadha’il al-Sahaba, oleh Ahmad Ibn Hanbal, volume 2, halaman 655
-
Hilyatul Awliyaa, oleh Abu Nu’aym, volume 4, halaman 329
-
Tarikh, oleh Al-Khatib al-Baghdadi, volume 12, halaman 289
-
Al-Ausath, oleh At-Tabarani
Rasulullah
sendiri menggunakan kata-kata SYI’AH ALI ketika beliau masih hidup
(tentunya!). Kata-kata ini bukanlah kata-kata yang dibuat di kemudian
hari. Kata-kata ini benar-benar keluar dari mulut Nabi yang suci.
Rasulullah berkata bahwa PENGIKUT ALI YANG SETIA akan masuk surga, dan
ini tentunya adalah kesempatan yang berharga untuk dilewatkan begitu
saja!
Jabir Ibn Abdillah Al-Ansari meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “SYI’AH ALI akan menjadi kelompok pemenang di hari kebangkitan nanti”
Lihat referensi dari hadits tersebut di atas dalam referensi AHLUSSUNNAH atau SUNNI:
-
Al-Manaqib Ahmad seperti yang juga termaktub dalam
-
Yanabi al-Mawaddah, oleh Al-Qunduzai al-Hanafi, halaman 62
-
Tafsir Al-Durr al-Mantsuur, oleh Al-Hafidh Jalaluddin As-Suyuthi
KATA
“SYI’AH” TELAH TERBUKTI ADA DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS NABI. APABILA
KELOMPOK SUNNI ATAU AHLUSSUNNAH TIDAK BISA MENGEMUKAKAN BAHWA KATA-KATA
“SUNNI” ATAU “AHLUSSUNNAH” ITU ADA DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS
NABI………………………..,
MAKA
SESUNGGUHNYA AGAMA YANG MEREKA PERCAYAI ITU ADALAH AGAMA BUATAN SEMATA!
DAN ITU TERMASUK BID’AH YANG BESAR! AGAMA YANG DISISIPKAN KEDALAM ISLAM
SETELAH MENINGGALNYA RASULULLAH AL-MUSTAFA.
KEBENARAN TELAH TERSAMPAIKAN ……………SEKARANG KEPUTUSAN ADA DI TANGAN ANDA!
Post a Comment
mohon gunakan email