Upaya pendekatan antara Syiah dan Suni sudah sering kali diadakan. Namun masih saja sebagian golongan Sunni yang masih menganggap Syiah sebagai umat yang lain. Sebenarnya upaya pendekatan tidak perlu dilakukan jika semua golongan mau belajar dan memahami sejarah Islam dari ribuan riwayat sahih yang beredar. Jika saja sebagian Sunni tersebut mau mempelajari dan memahami sejarah tersebut, mereka pasti paham dan mengenal baik akan keberadaan golongan Syiah sejak Nabi saw masih hidup, bukan setelah beliau wafat. Coba anda cari di Jagad Internet yang luas ini tentang jawaban persoalan di bawah ini:
Abu Bakr dipandang sebagai sahabat terdekat Nabi saw oleh mayoritas Sunni, Lalu mengapa pada waktu "hari persaudaraan" saat pertama kali datang di Madinah, Nabi saw lebih memilih Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya dengan mengatakan "Kamu adalah saudaraku di dunia ini dan di akhirat nanti". Atas dasar apa golongan Sunni menganggap Abu Bakr sahabat terdekat Nabi saw.
Semua kaum muslim sepakat bahwa ajaran Islam mencakup dan menormai dalam segala aspek kehidupan, dari hal-hal yang sepele sampai hal-hal yang amat besar. Kaum Sunni mengatakan masalah Imamah tidak dijelaskan oleh Qur'an dan sunnah, jadi sahabat berijtihad dalam masalah imamah. Jika benar Nabi saw wafat tanpa memberikan petunjuk apapun tentang Imamah pada umatnya, lalu mengapa Abu Bakr menyebutkan hadits "al-aimmah min al-Quraish" Para imam berasal dari kaum Quraish di Saqifah Bani Saidah. Apa Abu Bakr memalsukan riwayat Nabi saw? dan mengapa Abu Bakr memilih Umar sebagai penggantinya, dengan menyalahi sunnah Nabi saw yang tidak menjelaskan apapun tentang imamah.
Dalam hadis-hadis sahih (Bukhari, Muslim, dll) Nabi saw menyatakan bahwa ”Kelak akan ada Dua Belas Pemimpin.” Ia lalu melanjutkan kalimatnya yang saya tidak mendengarnya secara jelas. Ayah saya mengatakan, bahwa Nabi menambahkan, ”Semuanya berasal dari suku Quraisy.” atau "Agama (Islam) akan berlanjut sampai datangnya Sa'ah (Hari Kebangkitan), berkat peranan Dua Belas Khalifah bagi kalian, semuanya berasal dari suku Quraisy”. Bandingkan susunan 12 imam yang disusun golongan sunni dan Syiah?
Kuat mana derajat kesahihan antara riwayat yang menyebutkan wasiat Nabi saw (biasa disebut hadits al-Thaqalain) untuk berpegangan pada al-Qur'an dan Sunnah dengan hadis yang memerintah kita semua berpegangan pada al-Qur'an dan Itrahnya (keturunannya)?
Tuhan telah mengutus 124.000 utusan ke dunia ini, apa ada bukti bahwa semua peninggalan mereka akan menjadi sedekah bagi para pengikutnya? Jika Sunni menganggap demikian mengapa para Umm al-Mukminin tidak memberikan seluruh kepunyaan Rasulullah ke Pemerintahan Islam? Setelah wafatnya Rasulullah saw, Sayyidah Fatimah bertengkar dengan Abu Bakr mengenai Fadak, yang seharusnya menjadi miliknya dari warisan Nabi saw, Fatimah marah dan tidak akan berbicara dengan Abu Bakr sampai akhir hayatnya karena Abu Bakr tidak memberikan Fadak kepadanya. Kenapa Abu Bakr tidak memberikan tanah Fadak tersebut sedangkan Umar bin Abd Aziz saat menjabat sebagai khalifah mengembalikan kembali tanah Fadak ke keturunan Sayyidah Fatimah as?
Jika anda melihat denah pemakaman Baqi', anda akan mengetahui bahwa kuburan Uthman bin Affan terpencil dari makam sahabat lainnya. Bagaimana proses pemakaman khalifah ketiga Uthman bin Affan di luar Baqi' (dulu)? Siapa saja sahabat besar yang bermusuhan dengan Uthman? dan siapa pemicu sebenarnya yang akhirnya membunuh Khalifah Uthman bin Affan? Aisyah bahkan menyebut Uthman sebagai Natsal, seseorang kafir yang harus dibunuh. Jika Sunni mengganggap Aisyah seorang yang benar berarti menerima julukan yang diberikan pada Uthman, dan jika Aisyah berkata dusta mengapa Sunni menganggap dia benar?
Tuhan telah berfirman bahwa barang siapa yang membunuh seorang muslim dengan sengaja, hukumannya adalah laknat Tuhan dan balasan Neraka selamanya. Sejarah mencatat selama perang Shiffin dan Jamal, 70.800 kaum muslim telah terbunuh. Dimana posisi pembunuh saat itu? apakah ayat tersebut berlaku bagi mereka? Jika kaum muslim melawan khalifah yang sah dan menyebabkan kekacauan dan terbunuhnya ribuan nyawa kaum muslim, dimana posisi mereka saat Hari Pembalasan? Neraka karena Pembunuh atau Surga karena "Mujtahid Teroris"? ... Yang pasti salah satunya salah, bukan benar semuanya. Jika anda jawab benar semuanya, APA KATA DUNIA!!!
Apa sebenarnya arti dari kata "Mu'awiyah", dan siapa sebenarnya ayah dari Muawiyah dan cerita sebelum kelahirannya, dan menurut al-Nasai, hanya ada satu hadis sahih yang menceritakan keutamaan Muawiyah, hadis apakah itu? Baca juga kisah menyedihkan wafatnya al-Nasa'i karena hadith tersebut.
Biasanya Golongan Sunni menuduh bahwa Syiahlah yang membantai Imam Husayn as beserta para pengikutnya, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa mayoritas Sunni yang jumlahnya lebih banyak dari Syiah tidak menolong Imam Husain as? Dimana posisi Sunni ketika terjadi pembantaian cucu Nabi saw, Imam Husayn as?
Ingat, kebenaran itu harus dicari dan dipertahankan, bukan sesuatu yang dijejalkan langsung ke akal kita.
Nabi saw Menangisi Ali as
Hijrah ke Madinah.
Tepat pada saat orang-orang kafir Qureiys selesai mempersiapkan komplotan terror untuk membunuh Rasul Allah Saww Madinah telah siap menerima kedatangan beliau. Nabi Muhammad saaw meninggalkan kota Makkah secara diam-diam di tengah kegelapan malam. Beliau bersama Abu Bakar meninggalkan kampung halaman, keluarga tercinta dan sanak famili. Beliau berhijrah, seperti dahulu pernah juga dilakukan Nabi Ibrahim as. dan Musa a.s.
Di antara orang-orang yang ditinggalkan Nabi Muhammad s.a.w. termasuk puteri kesayangan beliau, Syd.Fatimah (sa) dan putera paman beliau yang diasuh dengan kasih sayang sejak kecil, yaitu Imam Ali (sa) yang selama ini menjadi yg paling terpercaya bg beliau Saww.
Imam Ali (sa) sengaja ditinggalkan oleh Nabi Muhammad untuk melaksanakan tugas khusus:
berbaring di tempat tidur beliau, guna mengelabui mata komplotan Qureiys yang siap hendak membunuh beliau. Sebelum Imam Ali (sa) melaksanakan tugas tersebut, ia dipesan oleh Nabi Muhammad s.a.w. agar barang-barang amanat yang ada pada beliau dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing. Setelah itu bersama semua anggota keluarga Rasul Allah saww untuk segera menyusul berhijrah.
Malam ketika Ali as tidur menggantikan Nabi Saww adalah malam yang diabadika Al Qur'an ,dimana Allah Swt membanggakan pengorbanan Ali (sa) kepada para malaikatNYA,bahkan Jibril dan Mikali turun menjaga Imam Ali (sa) serta mengucap selamat bagi beliau (sa)
setelah menunaikan semua amanat Nabi sawww Imam Al i( sa) membeli seekor unta untuk kendaraan bagi wanita yang akan berangkat hijrah bersama-sama. Rombongan hijrah yang menyusul perjalanan Rasul Allah s.a.w. terdiri dari keluarga Bani Hasyim dan dipimpin sendiri oleh Imam Ali (sa0. Di dalam rombongan ini termasuk Sitti Fatimah (sa) Fatimah binti Asad bin Hasyim (ibu Imam Ali r.a.), Fatimah binti Zubair bin Abdul Mutthalib dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul Mutthalib. Aiman dan Abu Waqid Al Laitsiy, ikut bergabung dalam rombongan.
Rombongan Hijrah ini berangkat dalam keadaan terburu-buru tanpa persiapan yang memadai , dan Perjalanan ini tidak dilakukan secara diam-diam.
Dalam perjalanan Abu Waqid berjalan cepat-cepat menuntun unta yang dikendarai para wanita, agar jangan terkejar oleh orang-orang kafir Qureiys. Mengetahui hal itu, Imam Ali (sa). segera memperingatkan Abu Waqid, supaya berjalan perlahan-lahan, karena semua penumpangnya wanita. Rombongan berjalan melewati padang pasir di bawah sengatan terik matahari.
Imam Ali (sa), sebagai pemimpin rombongan, berangkat dengan semangat yang tinggi. Beliau siap menghadapi segala kemungkinan yang bakal dilakukan orang-orang kafir Qureiys terhadap rombongan. Ia bertekad hendak mematahkan moril dan kecongkakan mereka. Untuk itu IA (SA) SANGAT SIAP Melakukan perlawanan tiap saat.
Mendengar rombongan Imam Ali sa berangkat, orang-orang Qureiys sangat penasaran. Lebih-lebih karena rombongan Imam Ali sa BERANI meninggalkan Makkah secara TERANG-TERANGAN di siang hari. Orang-orang Qureiys menganggap bahwa keberanian Imam Ali sa yang semacam itu sebagai tantangan terhadap mereka.
Orang-orang Qureiys cepat-cepat mengirim delapan orang anggota pasukan berkuda untuk mengejar Imam Ali sa dan rombongan. Pasukan itu ditugaskan menangkapnya hidup-hidup atau mati.
Delapan orang Qureiys itu, di sebuah tempat bernama Dhajnan berhasil mendekati rombongan Imam Ali sa
Setelah Imam Ali sa mengetahui datangnya pasukan berkuda Qureiys, ia segera memerintahkan dua orang lelaki anggota rombongan agar menjauhkan unta dan menambatnya. Ia sendiri kemudian menghampiri para wanita guna membantu menurunkan mereka dari punggung unta.
Seterusnya ia MAJU seorang diri menghadapi gerombolan Qureisy dengan pedang terhunus. Rupanya Imam Ali sa hendak berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh mereka. Ia tahu benar bagaimana cara menundukkan mereka.
Melihat Imam Ali sa mendekati mereka, gerombolan Qureiys itu berteriak-teriak menusuk perasaan:
"Hai penipu, apakah kaukira akan dapat menyelamatkan perempuan-perempuan itu? Ayo, kembali! Engkau sudah tidak berayah lagi."
Imam Ali sa dengan tenang menanggapi teriakan-teriakan gerombolan Qureiys itu. Ia bertanya:
"Kalau aku tidak mau berbuat itu...?"
"Mau tidak mau engkau harus kembali," sahut gerombolan Qureiys dengan cepat.
Mereka lalu berusaha mendekati unta dan rombongan wanita. Imam Ali sa menghalangi usaha mereka.
Jenah, seorang hamba sahaya milik Harb bin Umayyah, mencoba hendak memukul Imam Ali sa dari atas kuda. Akan tetapi belum sempat ayunan pedangnya sampai, hantaman pedang Imam Ali r.a. telah mendahului tiba di atas bahunya. Tubuhnya TERBELAH menjadi dua, sehingga pedang Imam Ali sa sampai menancap pada punggung kuda.
Serangan-balas secepat kilat itu sangat menggetarkan teman-teman Jenah. Sambil menggeretakkan gigi, Imam Ali sa berkata:
"Lepaskan orang-orang yang hendak berangkat berjuang! Aku tidak akan kembali dan aku tidak akan menyembah selain Allah Yang Maha Kuasa!"
Gerombolan Qureiys mundur. Mereka meminta kepada Imam Ali sa untuk menyarungkan kembali pedangnya. Imam Ali sa dengan tegas menjawab:
"AKU HENDAK BERANGKAT MENYUSUL SAUDARAKU..PUTRA PAMANKU ,RASULULLAH..SIAPA YANG INGIN KUROBEK DAGINGNYA DAN KUTUMPAHKAN DARAHNYA COBALAH ..MAJU DAN DEKATI AKU "
Tanpa memberi jawaban lagi gerombolan Qureiys itu segera meninggalkan tempat. Kejadian ini mencerminkan watak konfrontasi bersenjata yang bakal datang antara kaum muslimin melawan agresi kafir Qureiys.
Di Dhajnan, rombongan Imam Ali sa beristirahat semalam. Ketika itu tiba pula Ummu Aiman (ibu Aiman). Ia menyusul anaknya yang telah berangkat lebih dahulu bersama Imam Ali sa Bersama Ummu Aiman turut pula sejumlah orang muslimin yang berangkat hijrah.
Keesokan harinya rombongan Imam Ali r.a. beserta rombongan Ummu Aiman melanjutkan perjalanan. Imam Ali sa sudah rindu sekali ingin segera bertemu dengan Rasul Allah s.a.w.
Waktu itu Rasul Allah saww bersama Abu Bakar sudah tiba dekat kota Madinah. Untuk beberapa waktu, beliau tinggal di Quba. Beliau menantikan kedatangan rombongan Imam Ali sa Kepada Abu Bakar , Rasul Allah s.a.w. memberitahu, bahwa beliau tidak akan memasuki kota Madinah, sebelum putera pamannya dan puterinya sendiri datang.
Selama dalam perjalanan itu Imam Ali sa. tidak berkendaraan sama sekali.
Ia berjalan dengan KAKI TELANJANG menempuh jarak Ratusan km sehingga kakinya PECAH PECAH dan MEMBENGKAK.
Akhirnya tibalah semua anggota rombongan dengan selamat di Quba. Betapa gembiranya Rasul Allah Saww menyambut kedatangan orang-orang yang disayanginya itu....
Namun..Ketika Nabi Muhammad saww . melihat Imam Ali sa. tidak sanggup berjalan lagi karena kakinya membengkak...pecah berurai Airmata Nabi Saww...
Beliau merangkul dan memeluknya seraya menangis karena sangat terharu...
Beliau kemudian meludah di atas telapak tangan, lalu diusapkan pada kaki Imam Ali sa ..
Konon sejak saat itu sampai wafatnya, Imam Ali r.a. tidak pernah mengeluh karena sakit kaki.
Peristiwa yang sangat mengharukan itu berkesan sekali dalam hati Rasul Allah s.a.w. dan tak terlupakan selama-lamanya.
Berhubung dengan peristiwa hijrah Ali dan pengorbanan beliau (sa), turunlah wahyu Ilahi yang memberi penilaian tinggi kepada kaum Muhajirin, seperti terdapat dalam Surah Ali 'Imran:195.
ISLAM ITU CINTA,TUNDUK TANPA "TAPI"...
==========================
Kita diperintah untuk mengenal Allah SWT dalam menyembahNYA,mencintaiNYA,
"Katakanlah (wahai Muhammad)..Jika kalian mencintai Allah,maka CINTAI lah aku niscaya Allah menCINTAI kalian "
{QS.Ali Imran (3):31}
FirmanNYA :
“Katakanlah sesungguhnya aku tidak meminta sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada keluarga (al-Qurba) (ku)” ..Dan sesiapa yang mengerjakan kebaikan (al-Hasanat) akan kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”
{al-Syu‘ara‘ 42:23 }
Nabi Muhammad SAWW bersabda bahwa:
=========================
"Tidaklah BERIMAN seorang hamba hingga aku lebih dicintainya dibanding dirinya,keluargaku lebih dicintainya dibanding keluarganya,dengan begitu mereka lebih mencintai keluargaku dibanding keluarganya dengannya mereka mencintaiku lebih dari diri diri mereka "
(Biharul Anwar,XXVII hal 13 dan Kanzul Ummal hal 93 )
Rasulullah saww :
“Siapa yang ingin hidup seperti hidupku dan wafat seperti wafatku serta masuk ke surga yang telah dijanjikan kepadaku oleh Tuhanku yaitu Jannatul Khuld, maka hendaklah ia berwilayah (berpemimpin) kepada Ali dan keturunan sesudahnya, karena sesungguhnya mereka tidak akan mengeluarkan kamu dari pintu petunjuk dan tidak akan memasukkan kamu ke pintu kesesatan.“
(Shahih Bukhari, jld 5, hl. 65, cetkn. Darul Fikr)
Ali tidak akan dicintai melainkan oleh Mukmin dan tidak akan dimarahi melainkan oleh orang kafir. Beliau adalah rabb-al ardh (tuan bumi) selepasku dan penghuninya.
{Al-Bukhari, Sahih, iii, hlm. 54. Muslim, Sahih, ii, hlm. 236-7.}
(Di dalam naskhah yang lain beliau adalah zarr al-Ardh dan penghuninya).
dia adalah Kalimah Allah al-Taqwa, ‘Urwat Allah al-Wuthqa (ikatan Allah yang kuat).
Firman-Nya dalam Surah al-Taubah (9): 32,
‘‘Adakah kalian hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut kalian dan sesungguhnya Allah adalah penyempurna cahaya-Nya, sekalipun dibenci oleh Musyrikun”
Nabi Saww bersabda :
Dan musuh-musuh Allah hendak memadamkan cahaya saudaraku Ali. Tetapi Allah menyempurnakan cahaya-Nya."
Wahai manusia! Hendaklah orang yang datang menyampaikan sabdaku ini kepada orang yang tidak datang (ghaiba-kum). Wahai Tuhanku persaksikanlah! Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah merenung kali ketiga, maka Dia memilih daripada mereka selepasku dua belas wasi daripada Ahl Baitku, mereka itu adalah sebaik-baik umatku. Daripada mereka sebelas imam selepas saudaraku (akhi) seorang demi seorang.
{Al-Kanji al-Syafi‘i, Kifayah al-Talib, hlm. 479.}
ABU DZAR AL GHIFFARI ra
================
Majlis bai’ah Abubakar Abu Dzar lantang berseru menyampaikan yang HAQ..dia berseru kepada seluruh yang hadir :
“Wahai umat yang bingung selepas Nabinya dikhianati..! !
Sesungguhnya Allah berfirman dalam Surah Ali al-Imran (3): 33-34
‘‘Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran ke atas sekalian alam. (Mereka itu) satu keturunan, sesetengahnya akan sesetengah yang lain dan Allah Maha Mendengar dan Maha mengetahui” Maka Keluarga Muhammad adalah daripada keturunan Nuh, Ibrahim dan Isma‘il..‘Itrah (keturunan) Nabi Muhammad Saw. adalah Ahl Bait al-Nubuwwah, tempat turunnya perutusan dan tempat berkunjungnya para Malaikat.
Mereka seperti langit yang diangkat, gunung yang tersergam, Ka‘bah yang tersembunyi, mata yang bersih, bintang petunjuk dan pokok yang diberkati yang telah memancarkan cahayanya serta diberkati minyaknya oleh Muhammad, penutup segala nabi dan penghulu anak Adam.
Sementara Ali adalah wasi kepada segala wasi dan IMAM bagi orang yang BERTAQWA. Beliau adalah al-Siddiq al-Akbar, al-Faruq al-A‘zam, wasi Muhammad, pewaris ilmunya dan orang yang paling aula dengan al-Mukminin daripada diri mereka sendiri sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Ahzab (33): 6 ‘‘Nabi adalah aula (dekat) dengan Mukminin daripada diri mereka sendiri, manakala isteri-isterinya adalah ibu mereka dan kerabat pertalian darah sebahagian mereka lebih aula daripada yang lain di dalam Kitab Allah”.
Lantaran itu dahulukanlah mereka yang telah didahulukan oleh Allah dan kemudiankanlah mereka yang telah dikemudiankan oleh Allah. Jadikanlah wilayah, dan wirathah bagi orang yang dipilih oleh Allah SWT.
{Al-Syarif al-Radhi, Nahj al-Balaghah, hlm.162-3.Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi‘ al-Mawaddah, hlm. 124-5.}
Sejarah Kitab Nahjul Balaghah Imam Ali
Nahjul Balaghah merupakan kitab yang berisi kompilasi khotbah, surat,
dan ucapan-ucapan Imam Ali bin Abi Thalib as yang penuh makna dan
hikmah, yang dikumpulkan oleh Sayyid Radhi.
Khotbah-khotbah Imam Ali as dinilai dan dihormati sedemikian tingginya di dunia Islam, sehingga hanya dalam waktu seabad setelah wafatnya, khotbah-khotbah itu telah diajarkan dan dibacakan sebagai kata terakhir di dalam Filsafat Tauhid, sebagai ceramah-ceramah bagi pembangunan watak, sebagai sumber inspirasi yang luhur, sebagai khotbah-khotbah meyakinkan ke arah takwa, sebagai mercu penunjuk ke arah kebenaran dan keadilan, sebagai karya pujian yang menakjubkan tentang Nabi Muhammad (saw) dan Al-Quran al-Karim, sebagai pembicaraan yang meyakinkan tentang nilai-nilai spiritual Islam, sebagai diskusi-diskusi yang menakjubkan tentang sifat-sifat Tuhan, sebagai karya utama kesusastraan, dan sebagai model seni retorika dan keterampilan berbahasa.
ABAD PERTAMA
Menurut kitab biografi yang termasyhur, Rijal al-Kabir, orang pertama yang mengumpulkan khotbah-khotbah ini di dalam sebuah kitab adalah Zaid ibn Wahab Jahmi (w. 90 H.) yang dipandang sebagai perawi Hadis. Jadi, dalam masa 30 tahun setelah wafatnya Imam Ali dan selama abad pertama Hijrah, khotbah-khotbah, surat serta ucapan-ucapannya telah dikumpulkan, dikutip, dan dipelihara.
ABAD KE-2
Pada abad ke-2, teladan Ibn Wahab Jahmi diikuti oleh:
(1) ’Abdul Hamid ibn Yahya (132 H.), seorang kaligrafis termasyhur pada masa Abbasiyyah, dan
(2) Ibn al-Muqaffa (142 H.) mengambil alih tugas pengumpulannya. Jahizh al-Utsmani mengatakan bahwa Ibn al-Muqaffa telah menelaah khotbah-khotbah itu dengan sangat cermat dan biasa mengatakan bahwa is telah memuaskan dirinya dari sumber pokok iimu pengetahuan dan kebijaksanaan dan setiap hari ia mendapatkan inspirasi baru dari khotbah-khotbah Imam Ali ini.
(3) Ibn Nadim, dalam kitab biografinya al-Fihrist, mengatakan bahwa Hisyam Ibn Sa’ad al-Kalbi (146 H.) juga telah mengumpulkan khotbah-khotbah ini. (al-Fihrist, lbn Nadim, jil. 7, hlm. 251)
Sejak abad itu dan seterusnya, abad demi abad, pars ulama, sejarawan dan ahli Hadis, membacakan khotbah-khotbah ini, mengutipnya dan membahas makna kata-kata Berta ungkapan yang digunakan Imam Ali, dan mengacunya bilamana mereka memerlukan rujukan tentang teologia, etika, Sunnah dan Al-Quran, atau tentang kesusastraan dan retorika.
ABAD KE-3
1. Dalam abad ketiga, ’Umar ibn Bahr al-Jahizh (w. 255 H.; 688 M.) mengutip banyak khotbah dari Nahjul Balaghah dalam kitabnya al-Sayan wa at-Tabyin.
2. Ibn Qutaibah ad-Dainuri (w. 276 H.), dalam kitab-kitabnya ’Uyun al-Akhbar, dan Gharib al-Hadits mengutip banyak khotbah dan membahas pengertian dari banyak kata-kata dan ungkapan yang digunakan Imam Ali.
3. Ibn Wadhih al-Ya’qubi (w. 278 H.) menuliskan banyak khotbah dan ucapan Imam Ali dalam kitab Tarikh-nya.
4. Hanifah ad-Dainuri (280 H.) dalam kitabnya, Akhbar ath-Thiwal mengutip banyak khotbah dan ucapan Imam Ali.
5. Abul ’Abbas al-Mubarrad (286 H.), dalam bukunya Kitab al-Mubarrad, juga mengumpulkan banyak khotbah dan ucapan Imam Ali.
ABAD KE-4
1. Sejarawan al-Thabari (310 H.) mencatat beberapa dari khotbah ini di dalam kitabnya Tarikh al-Kabir.
2. Al-Halabi (320 H.) telah mengutip khotbah-khotbah ini di dalam kitabnya Tuhfat al-’Uqul. Para penuiis yang berikut ini pun telah mengutip Khotbah-khotbah dan ucapan-ucapan dari Nahjul Balaghah ini secara besar-besaran di dalam kitab-kitab mereka.
3. Ibn Warid (346 H.) dalam al-Mujtabni.
4. Ibn ’Abdi Rabbih (328 H.) dalam bukunya ‘Iqd al-Farid.
5. Siqat al-Islam Kulaini (329 H.) dalam al-Kafi.
6. Ali ibn Muhammad ibn ’Abdullah al-Mada’ini (335 H.) mengumpulkan khotbah-khotbah, Surat-Surat dan ucapan-ucapan Imam Ali dalam kitabnya Yaquth al-Hamawi menyebutkan tentang kitab ini di dalam Mu’jam al-Udaba’, jilid 5, hlm. 313.
7. Sejarawan Mas’udi (346 H.), dalam Muruj adz-Dzahab, telah mengutip beberapa dari Surat dan khotbah Imam Ali.
8. Abul Faraj al-Isfahani (356 H.) dalam al-Aghani.
9. Abu Ali al-Qali (356 H.) dalam an-Nawadir.
10. Syekh Shaduq (381 H.) dalam Kitab at-Tauhid, banyak mengutip khotbah, surat dan ucapan-ucapan ini.
ABAD KE-5
1. Syekh Mufid (421 H.) di dalam Kitab al-lrsyad, telah mengutip banyak khotbah, ucapan dan surat-surat Imam Ali.
2. Sayyid Radhi (420 H.) telah menyusun kumpulan khotbah, ucapan dan surat-surat Imam Ali as dan diberi judul : Nahjul Balaghah.
3. Syekh Tha’ifah Abu Ja’far Muhammad ibn Hasan at-Thusi (460 H.) yang hidup sezaman dengan Sayyid Radhi telah mengumpulkan beberapa dari khotbah ini jauh sebelum Sayyid Radhi melaksanakan karyanya.
Yang dapat dikumpulkan Sayyid Radhi dalam Nahjul Balaghah tidak seluruh khotbah dan ucapan Imam Ali. Mas’udi (346 H.) dalam kitabnya yang terkenal, Muruj adz-Dzahab (jilid II, him 33, cetakan Mesir) mengatakan bahwa khotbah-khotbah Imam Ali saja, yang telah dipelihara oleh berbagai orang, berjumlah lebih dari 480 khotbah. Khotbah-khotbah ini diucapkan langsung tanpa persiapan. Orang-orang telah menyalinnya dan telah menyusunnya dalam bentuk kitab; mereka membacakannya dan mengutip bagian-bagiannya ke dalam kitab-kitab mereka.
Nampaknya dari 480 khotbah itu sebagian telah hilang, dan yang dapat dliperoleh Sayyid Radhi hanya sekitar 245 khotbah. Di samping itu, ia juga telah mengumpulkan 75 pucuk surat dan lebih 200 ucapan. Hampir setiap khotbah, surat dan ucapan yang terkumpul di dalam Nahjul Balaghah terdapat di dalam kitab-kitab yang ditulis para penulis yang telah lama meninggal sebelum Sayyid Radhi dilahirkan, sedangkan sebagiannya lagi terdapat di dalam karya-karya para penulis yang walaupun sezaman dengannya namun lebih tua daripadanya dan telah menulis kitab-kitab mereka sebelum Nahjul Balaghah disusun. Sedemikian banyak kutipan para sarjana Muslim dan non Muslim, para ulama, filosof dan sejarawan yang memuji khotbah-khotbah, ucapan dan surat-surat Imam Ali as. Jika seluruh komentar sarjana itu dikumpulkan, maka semua itu akan menjadi sebuah buku yang terdiri dari ratusan halaman. Sementara itu, di bawah ini hanya dicantumkan sebagian kecilnya saja.
1. Ibn Atsir (606 H.) sampai sekarang bukan saja diakui sebaga perawi hadis, tetapi juga seorang pakar besar tentang kata dan kosa kata. Kitabnya an-Nihayah wal Bidayah merupakan kitab sejarah dan makna kata-kata sulit dari Al-Quran dan Hadis. Di dalam kitabnya itu, ia membahas panjang lebar banyak perkataan, ungkapan dan kalimat-kalimat khotbah Imam Ali dari kitab Nahjul Balaghah. la mengatakan bahwa sejauh berkaitan dengan sisi komprehensifnya, kata-kata Imam Ali hanya di bawah Al-Quran.
2. Allamah Syekh Kamaluddin ibn Muhammad Thalhah asy-Syafi’i (w. 652 H.), di dalam kitabnya yang terkenal Mathalib as-Sa’ul, menulis : “Sifat Imam Ali as yang ke-4 adalah kefasihan dan kemahirannya di dalam seni bahasa. Beliau menonjol sedemikian rupa di dalam keahlian ini sehingga tiada seorang pun yang dapat berharap akan sampai kecuali ke tingkat debu sepatunya. Orang yang telah mengkaji Nahjul Balaghah dapat membentuk suatu gagasan tentang kecanggihannya yang sangat tinggi di dalam bidang ini.”
3. Ibn Abil Hadid (w. 655 H.) yang telah menulis sebuah kitab Syarh (komentar) berjilid-jilid tentang khotbah-khotbah itu, menulis: “Khotbah-khotbahnya, surat-surat dan ucapan-ucapannya begitu tinggi nilai sastra maupun kandungan maknanya, sehingga nilainya di atas kata-kata ucapan manusia biasa, dan hanya di bawah firman-firman Tuhan. Tiada yang dapat mengatasinya selain Al-Quran.” Pada bagian lain Ibn Abil Hadid mengatakan, “Kata-katanya adalah mukjizat Nabi Muhammad (saw). Ramalan-ramalannya menunjukkan bahwa pengetahuannya mengatasi manusia biasa.”
4. Allamah Sa’aduddin Taftazani (791 H.) di dalam Syarh al-Maqasid mengatakan bahwa, “Ali mempunyai penguasaan tertinggi atas bahasa, etika dan ajaran agama, dan pada saat yang sama ia adalah seorang orator ulung; khotbah-khotbahnya yang terkumpul di dalam Nahjul Balaghah menjadi saksi atas kenyataan ini.”
5. Allamah Ala’uddin al-Qusyaji (875 H.) dalam Syarh at-Tajrid menyatakan bahwa, “Kitab Nahjul Balaghah yang merupakan khotbah-khotbah dan makna yang terkandung di dalamnya membuktikan bahwa tiada sesuatu yang dapat mengatasinya, kecuali Al-Quran.”
6. Syekh Muhammad Abduh (1323 H.) juga telah menulis sebuah Syarh Nahjul Balaghah. la termasuk di antara pemikir modern yang menyadarkan dunia modern akan keindahan ajaran-ajaran Islam. Kata pengantarnya tentang Syarh-nya sendiri itu patut memperoleh kajian cermat
Pada kata pengantarnya itu, Muhammad Abduh mengatakan bahwa setiap orang yang memahami bahasa Arab pastilah sependapat bahwa khotbah-khotbah dan ucapan-ucapan Ali hanya di bawah firman Allah dan sabda Nabi Muhammad Saw. Kata-kata Imam Ali sedemikian sarat makna dan mengandung gagasan-gagasan yang begitu besar, sehingga kitab Nahjul Balaghah ini harus dikaji dengan sangat cermat, diacu dan dikutip oleh para mahasiswa maupun guru. Guru besar dalam kesusastraan dan falsafah ini meyakinkan universitas-universitas di Kairo dan Beirut untuk memasukkan kitab Nahjul Balaghah di dalam kurikulum untuk studi tingkat atas tentang kesusatraan dan falsafah.
7. Penulis dan orator terkenal Syekh Musthafa al-Ghulayaini yang dipandang sebagai ahli Tafsir AI-Quran serta kesusastraan Arab, di dalam bukunya ’Arij az-Zahr, bab “Gaya Bahasa”, menulis: “Siapa yang dapat menulis lebih baik dari Ali. selain Nabi saw dan Allah SWT. Orang-orang yang hendak mengkaji standar-standar kesusastraan yang paling tinggi, haruslah mengkaji kitab Nahjul Balaghah. Kitab itu mengandung pengetahuan yang sedemikian dalam dan nasihat-nasihat yang sedemikian menakjubkan tentang masalah etika dan agama sehingga kajian yang rutin atasnya akan membuat orang menjadi bijaksana, saleh dan berpikiran luhur dan akan melatihnya menjadi orator kaliber besar.”
8. Al-Ustadz Muhammad Muhyiddin, guru besar bahasa Arab pada Universitas AI-Azhar, Kairo, mengatakan bahwa Nahjul Balaghah merupakan suatu koleksi karya Sayyidina Ali yang disusun Sayyid Radhi. la mengandung contoh-contoh bahasa yang murni, kefasihan yang mulia dan kebijaksanaan yang tinggi sehingga tiada seorang pun selain Ali yang dapat menghasilkan karya semacam itu, karena setelah Nabi Suci Saw, dialah orator terbesar, yang paling ahli tentang bahasa dan kesusastraan serta sumber kebijaksanaan terbesar dalam agama Islam. Dia filosof yang dari kata-katanya mengalir pengetahuan dan kebijaksanaan.
9. AI-Ustadz ’Abdul Wahhab Hammudah, ahli kesusastraan dan hadis serta guru besar Universitas Fuad I di Kairo, dalam tahun 1951, menulis, “Kitab Nahjul Balaghah mengandung segala yang dapat dikatakan atau dituliskan para ulama besar, para guru besar etika, filosof, ilmuwan, ahli agama dan politisi. Kekuatan nasihat yang menakjubkan dan jalan yang luar biasa indah dalam menyajikan argumen serta kedalaman pandangan, membuktiKan bahwa Nahjul Balaghah merupakan karya suatu pikiran super seperti pikiran Ali.”
10. Abdul Masih al-Antaki, editor majalah Kristen al-Amran, Mesir, dalam kitabnya yang terkenal Syarh al-Qasha’id al-Auliya’ menulis, “Tak dapat disangkal bahwa Imam adalah Imam dari para khatib dan orator, dan ia adalah guru dan pemimpin para penulis dan filosof. Ada kebenaran di dalam penegasannya bahwa ucapan-ucapannya lebih tinggi dari ucapan siapa pun dan hanya lebih rendah dari firman Allah Yang Mahakuasa. Tiada diragukan bahwa dialah sumber penulis, pembicara, filosof, ulama dan penyair mengambil inspirasi, yang telah memperbaiki seni dan gaya bahasa mereka. Kumpulan karyanya dinamakan Nahjul Balaghah, yang patut sering-sering dibaca.”
11. Fuad Afram Al-Bustani, guru besar dalam kesusastraan Arab pada perguruan tinggi Quades Yusuf di Beirut adalah seorang penganut Katolik Romawi. la telah mengumpulkan sebuah kitab yang berisi karya-karya pilihan dari para filosof, ilmuwan, ahli agama, dan esayis. la memulai bukunya dengan kata-kata berikut: “Saya hendak memulai karya saya ini dengan pilihan-pilihan dari Nahjul Balaghah. Kitab itu merupakan karya seorang pemikir terbesar dunia….”
12. Polos Salamah, seorang moralis Kristen, penulis, penyair, di dalam bukunya yang ternama, Awal al-Malhamah al-’Arabiyah (Al-Naser Press, Beirut) mengatakan, “Kitab Nahjul Balaghah yang terkenal merupakan karya yang membuat orang tersadarkan akan pemikiran-pemikiran besar Ali ibn Abi Thalib. Tiada kitab yang mengatasinya kecuali Qur’an. Di dalamnya anda akan mendapatkan mutiara pengetahuan terpenting dalam rantai-ranta indah, bunga-bunga bahasa yang membuat pikiran orang semerbak dengan bau harum dan menyenangkan tentang heroisme dan keluhuran, dan aliran bahasa murni yang lebih manis dan lebih sejuk dari sumber Kautsar, yang terus mengalir secara tetap dan menyegarkan pikiran pembaca.”
Khotbah-khotbah Imam Ali as dinilai dan dihormati sedemikian tingginya di dunia Islam, sehingga hanya dalam waktu seabad setelah wafatnya, khotbah-khotbah itu telah diajarkan dan dibacakan sebagai kata terakhir di dalam Filsafat Tauhid, sebagai ceramah-ceramah bagi pembangunan watak, sebagai sumber inspirasi yang luhur, sebagai khotbah-khotbah meyakinkan ke arah takwa, sebagai mercu penunjuk ke arah kebenaran dan keadilan, sebagai karya pujian yang menakjubkan tentang Nabi Muhammad (saw) dan Al-Quran al-Karim, sebagai pembicaraan yang meyakinkan tentang nilai-nilai spiritual Islam, sebagai diskusi-diskusi yang menakjubkan tentang sifat-sifat Tuhan, sebagai karya utama kesusastraan, dan sebagai model seni retorika dan keterampilan berbahasa.
ABAD PERTAMA
Menurut kitab biografi yang termasyhur, Rijal al-Kabir, orang pertama yang mengumpulkan khotbah-khotbah ini di dalam sebuah kitab adalah Zaid ibn Wahab Jahmi (w. 90 H.) yang dipandang sebagai perawi Hadis. Jadi, dalam masa 30 tahun setelah wafatnya Imam Ali dan selama abad pertama Hijrah, khotbah-khotbah, surat serta ucapan-ucapannya telah dikumpulkan, dikutip, dan dipelihara.
ABAD KE-2
Pada abad ke-2, teladan Ibn Wahab Jahmi diikuti oleh:
(1) ’Abdul Hamid ibn Yahya (132 H.), seorang kaligrafis termasyhur pada masa Abbasiyyah, dan
(2) Ibn al-Muqaffa (142 H.) mengambil alih tugas pengumpulannya. Jahizh al-Utsmani mengatakan bahwa Ibn al-Muqaffa telah menelaah khotbah-khotbah itu dengan sangat cermat dan biasa mengatakan bahwa is telah memuaskan dirinya dari sumber pokok iimu pengetahuan dan kebijaksanaan dan setiap hari ia mendapatkan inspirasi baru dari khotbah-khotbah Imam Ali ini.
(3) Ibn Nadim, dalam kitab biografinya al-Fihrist, mengatakan bahwa Hisyam Ibn Sa’ad al-Kalbi (146 H.) juga telah mengumpulkan khotbah-khotbah ini. (al-Fihrist, lbn Nadim, jil. 7, hlm. 251)
Sejak abad itu dan seterusnya, abad demi abad, pars ulama, sejarawan dan ahli Hadis, membacakan khotbah-khotbah ini, mengutipnya dan membahas makna kata-kata Berta ungkapan yang digunakan Imam Ali, dan mengacunya bilamana mereka memerlukan rujukan tentang teologia, etika, Sunnah dan Al-Quran, atau tentang kesusastraan dan retorika.
ABAD KE-3
1. Dalam abad ketiga, ’Umar ibn Bahr al-Jahizh (w. 255 H.; 688 M.) mengutip banyak khotbah dari Nahjul Balaghah dalam kitabnya al-Sayan wa at-Tabyin.
2. Ibn Qutaibah ad-Dainuri (w. 276 H.), dalam kitab-kitabnya ’Uyun al-Akhbar, dan Gharib al-Hadits mengutip banyak khotbah dan membahas pengertian dari banyak kata-kata dan ungkapan yang digunakan Imam Ali.
3. Ibn Wadhih al-Ya’qubi (w. 278 H.) menuliskan banyak khotbah dan ucapan Imam Ali dalam kitab Tarikh-nya.
4. Hanifah ad-Dainuri (280 H.) dalam kitabnya, Akhbar ath-Thiwal mengutip banyak khotbah dan ucapan Imam Ali.
5. Abul ’Abbas al-Mubarrad (286 H.), dalam bukunya Kitab al-Mubarrad, juga mengumpulkan banyak khotbah dan ucapan Imam Ali.
ABAD KE-4
1. Sejarawan al-Thabari (310 H.) mencatat beberapa dari khotbah ini di dalam kitabnya Tarikh al-Kabir.
2. Al-Halabi (320 H.) telah mengutip khotbah-khotbah ini di dalam kitabnya Tuhfat al-’Uqul. Para penuiis yang berikut ini pun telah mengutip Khotbah-khotbah dan ucapan-ucapan dari Nahjul Balaghah ini secara besar-besaran di dalam kitab-kitab mereka.
3. Ibn Warid (346 H.) dalam al-Mujtabni.
4. Ibn ’Abdi Rabbih (328 H.) dalam bukunya ‘Iqd al-Farid.
5. Siqat al-Islam Kulaini (329 H.) dalam al-Kafi.
6. Ali ibn Muhammad ibn ’Abdullah al-Mada’ini (335 H.) mengumpulkan khotbah-khotbah, Surat-Surat dan ucapan-ucapan Imam Ali dalam kitabnya Yaquth al-Hamawi menyebutkan tentang kitab ini di dalam Mu’jam al-Udaba’, jilid 5, hlm. 313.
7. Sejarawan Mas’udi (346 H.), dalam Muruj adz-Dzahab, telah mengutip beberapa dari Surat dan khotbah Imam Ali.
8. Abul Faraj al-Isfahani (356 H.) dalam al-Aghani.
9. Abu Ali al-Qali (356 H.) dalam an-Nawadir.
10. Syekh Shaduq (381 H.) dalam Kitab at-Tauhid, banyak mengutip khotbah, surat dan ucapan-ucapan ini.
ABAD KE-5
1. Syekh Mufid (421 H.) di dalam Kitab al-lrsyad, telah mengutip banyak khotbah, ucapan dan surat-surat Imam Ali.
2. Sayyid Radhi (420 H.) telah menyusun kumpulan khotbah, ucapan dan surat-surat Imam Ali as dan diberi judul : Nahjul Balaghah.
3. Syekh Tha’ifah Abu Ja’far Muhammad ibn Hasan at-Thusi (460 H.) yang hidup sezaman dengan Sayyid Radhi telah mengumpulkan beberapa dari khotbah ini jauh sebelum Sayyid Radhi melaksanakan karyanya.
Yang dapat dikumpulkan Sayyid Radhi dalam Nahjul Balaghah tidak seluruh khotbah dan ucapan Imam Ali. Mas’udi (346 H.) dalam kitabnya yang terkenal, Muruj adz-Dzahab (jilid II, him 33, cetakan Mesir) mengatakan bahwa khotbah-khotbah Imam Ali saja, yang telah dipelihara oleh berbagai orang, berjumlah lebih dari 480 khotbah. Khotbah-khotbah ini diucapkan langsung tanpa persiapan. Orang-orang telah menyalinnya dan telah menyusunnya dalam bentuk kitab; mereka membacakannya dan mengutip bagian-bagiannya ke dalam kitab-kitab mereka.
Nampaknya dari 480 khotbah itu sebagian telah hilang, dan yang dapat dliperoleh Sayyid Radhi hanya sekitar 245 khotbah. Di samping itu, ia juga telah mengumpulkan 75 pucuk surat dan lebih 200 ucapan. Hampir setiap khotbah, surat dan ucapan yang terkumpul di dalam Nahjul Balaghah terdapat di dalam kitab-kitab yang ditulis para penulis yang telah lama meninggal sebelum Sayyid Radhi dilahirkan, sedangkan sebagiannya lagi terdapat di dalam karya-karya para penulis yang walaupun sezaman dengannya namun lebih tua daripadanya dan telah menulis kitab-kitab mereka sebelum Nahjul Balaghah disusun. Sedemikian banyak kutipan para sarjana Muslim dan non Muslim, para ulama, filosof dan sejarawan yang memuji khotbah-khotbah, ucapan dan surat-surat Imam Ali as. Jika seluruh komentar sarjana itu dikumpulkan, maka semua itu akan menjadi sebuah buku yang terdiri dari ratusan halaman. Sementara itu, di bawah ini hanya dicantumkan sebagian kecilnya saja.
1. Ibn Atsir (606 H.) sampai sekarang bukan saja diakui sebaga perawi hadis, tetapi juga seorang pakar besar tentang kata dan kosa kata. Kitabnya an-Nihayah wal Bidayah merupakan kitab sejarah dan makna kata-kata sulit dari Al-Quran dan Hadis. Di dalam kitabnya itu, ia membahas panjang lebar banyak perkataan, ungkapan dan kalimat-kalimat khotbah Imam Ali dari kitab Nahjul Balaghah. la mengatakan bahwa sejauh berkaitan dengan sisi komprehensifnya, kata-kata Imam Ali hanya di bawah Al-Quran.
2. Allamah Syekh Kamaluddin ibn Muhammad Thalhah asy-Syafi’i (w. 652 H.), di dalam kitabnya yang terkenal Mathalib as-Sa’ul, menulis : “Sifat Imam Ali as yang ke-4 adalah kefasihan dan kemahirannya di dalam seni bahasa. Beliau menonjol sedemikian rupa di dalam keahlian ini sehingga tiada seorang pun yang dapat berharap akan sampai kecuali ke tingkat debu sepatunya. Orang yang telah mengkaji Nahjul Balaghah dapat membentuk suatu gagasan tentang kecanggihannya yang sangat tinggi di dalam bidang ini.”
3. Ibn Abil Hadid (w. 655 H.) yang telah menulis sebuah kitab Syarh (komentar) berjilid-jilid tentang khotbah-khotbah itu, menulis: “Khotbah-khotbahnya, surat-surat dan ucapan-ucapannya begitu tinggi nilai sastra maupun kandungan maknanya, sehingga nilainya di atas kata-kata ucapan manusia biasa, dan hanya di bawah firman-firman Tuhan. Tiada yang dapat mengatasinya selain Al-Quran.” Pada bagian lain Ibn Abil Hadid mengatakan, “Kata-katanya adalah mukjizat Nabi Muhammad (saw). Ramalan-ramalannya menunjukkan bahwa pengetahuannya mengatasi manusia biasa.”
4. Allamah Sa’aduddin Taftazani (791 H.) di dalam Syarh al-Maqasid mengatakan bahwa, “Ali mempunyai penguasaan tertinggi atas bahasa, etika dan ajaran agama, dan pada saat yang sama ia adalah seorang orator ulung; khotbah-khotbahnya yang terkumpul di dalam Nahjul Balaghah menjadi saksi atas kenyataan ini.”
5. Allamah Ala’uddin al-Qusyaji (875 H.) dalam Syarh at-Tajrid menyatakan bahwa, “Kitab Nahjul Balaghah yang merupakan khotbah-khotbah dan makna yang terkandung di dalamnya membuktikan bahwa tiada sesuatu yang dapat mengatasinya, kecuali Al-Quran.”
6. Syekh Muhammad Abduh (1323 H.) juga telah menulis sebuah Syarh Nahjul Balaghah. la termasuk di antara pemikir modern yang menyadarkan dunia modern akan keindahan ajaran-ajaran Islam. Kata pengantarnya tentang Syarh-nya sendiri itu patut memperoleh kajian cermat
Pada kata pengantarnya itu, Muhammad Abduh mengatakan bahwa setiap orang yang memahami bahasa Arab pastilah sependapat bahwa khotbah-khotbah dan ucapan-ucapan Ali hanya di bawah firman Allah dan sabda Nabi Muhammad Saw. Kata-kata Imam Ali sedemikian sarat makna dan mengandung gagasan-gagasan yang begitu besar, sehingga kitab Nahjul Balaghah ini harus dikaji dengan sangat cermat, diacu dan dikutip oleh para mahasiswa maupun guru. Guru besar dalam kesusastraan dan falsafah ini meyakinkan universitas-universitas di Kairo dan Beirut untuk memasukkan kitab Nahjul Balaghah di dalam kurikulum untuk studi tingkat atas tentang kesusatraan dan falsafah.
7. Penulis dan orator terkenal Syekh Musthafa al-Ghulayaini yang dipandang sebagai ahli Tafsir AI-Quran serta kesusastraan Arab, di dalam bukunya ’Arij az-Zahr, bab “Gaya Bahasa”, menulis: “Siapa yang dapat menulis lebih baik dari Ali. selain Nabi saw dan Allah SWT. Orang-orang yang hendak mengkaji standar-standar kesusastraan yang paling tinggi, haruslah mengkaji kitab Nahjul Balaghah. Kitab itu mengandung pengetahuan yang sedemikian dalam dan nasihat-nasihat yang sedemikian menakjubkan tentang masalah etika dan agama sehingga kajian yang rutin atasnya akan membuat orang menjadi bijaksana, saleh dan berpikiran luhur dan akan melatihnya menjadi orator kaliber besar.”
8. Al-Ustadz Muhammad Muhyiddin, guru besar bahasa Arab pada Universitas AI-Azhar, Kairo, mengatakan bahwa Nahjul Balaghah merupakan suatu koleksi karya Sayyidina Ali yang disusun Sayyid Radhi. la mengandung contoh-contoh bahasa yang murni, kefasihan yang mulia dan kebijaksanaan yang tinggi sehingga tiada seorang pun selain Ali yang dapat menghasilkan karya semacam itu, karena setelah Nabi Suci Saw, dialah orator terbesar, yang paling ahli tentang bahasa dan kesusastraan serta sumber kebijaksanaan terbesar dalam agama Islam. Dia filosof yang dari kata-katanya mengalir pengetahuan dan kebijaksanaan.
9. AI-Ustadz ’Abdul Wahhab Hammudah, ahli kesusastraan dan hadis serta guru besar Universitas Fuad I di Kairo, dalam tahun 1951, menulis, “Kitab Nahjul Balaghah mengandung segala yang dapat dikatakan atau dituliskan para ulama besar, para guru besar etika, filosof, ilmuwan, ahli agama dan politisi. Kekuatan nasihat yang menakjubkan dan jalan yang luar biasa indah dalam menyajikan argumen serta kedalaman pandangan, membuktiKan bahwa Nahjul Balaghah merupakan karya suatu pikiran super seperti pikiran Ali.”
10. Abdul Masih al-Antaki, editor majalah Kristen al-Amran, Mesir, dalam kitabnya yang terkenal Syarh al-Qasha’id al-Auliya’ menulis, “Tak dapat disangkal bahwa Imam adalah Imam dari para khatib dan orator, dan ia adalah guru dan pemimpin para penulis dan filosof. Ada kebenaran di dalam penegasannya bahwa ucapan-ucapannya lebih tinggi dari ucapan siapa pun dan hanya lebih rendah dari firman Allah Yang Mahakuasa. Tiada diragukan bahwa dialah sumber penulis, pembicara, filosof, ulama dan penyair mengambil inspirasi, yang telah memperbaiki seni dan gaya bahasa mereka. Kumpulan karyanya dinamakan Nahjul Balaghah, yang patut sering-sering dibaca.”
11. Fuad Afram Al-Bustani, guru besar dalam kesusastraan Arab pada perguruan tinggi Quades Yusuf di Beirut adalah seorang penganut Katolik Romawi. la telah mengumpulkan sebuah kitab yang berisi karya-karya pilihan dari para filosof, ilmuwan, ahli agama, dan esayis. la memulai bukunya dengan kata-kata berikut: “Saya hendak memulai karya saya ini dengan pilihan-pilihan dari Nahjul Balaghah. Kitab itu merupakan karya seorang pemikir terbesar dunia….”
12. Polos Salamah, seorang moralis Kristen, penulis, penyair, di dalam bukunya yang ternama, Awal al-Malhamah al-’Arabiyah (Al-Naser Press, Beirut) mengatakan, “Kitab Nahjul Balaghah yang terkenal merupakan karya yang membuat orang tersadarkan akan pemikiran-pemikiran besar Ali ibn Abi Thalib. Tiada kitab yang mengatasinya kecuali Qur’an. Di dalamnya anda akan mendapatkan mutiara pengetahuan terpenting dalam rantai-ranta indah, bunga-bunga bahasa yang membuat pikiran orang semerbak dengan bau harum dan menyenangkan tentang heroisme dan keluhuran, dan aliran bahasa murni yang lebih manis dan lebih sejuk dari sumber Kautsar, yang terus mengalir secara tetap dan menyegarkan pikiran pembaca.”
Kesaksian Ghadir.
Tanggal 18 Zulhijjah adalah hari yang amat bersejarah dalam Islam. Pada
hari itu, ketika kafilah haji Rasulullah saw dalam perjalanan pulang ke
Madinah, yaitu pada tahun 11 Hijriyah, tiba-tiba Rasulullah saw
memerintahkan kafilah berhenti dan membangun mimbar untuk pidato beliau
di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum atau Oase Khum. Rupanya ada
hal amat penting yang akan disampaikan Rasulullah saw kepada seluruh
kaum Muslimin. Bahkan Rasulullah saw memerintahkan agar seluruh jamaah
yang telah berpisah dari kafilah Rasulullah saw, agar segera bergabung
kembali supaya dapat mendengarkan pesan penting yang akan disampaikan
Rasulullah saw. Setelah semuanya berkumpul, dan sesudah shalat zhuhur
berjamaah yang dipimpin Rasulullah saw sendiri, Rasulullah saw naik
mimbar dan berpidato.
Dalam pidatonya Rasulullah saw berkata:
"Segala puji hanya bagi Allah. Kita memuja-Nya, beriman, dan bertawakkal kepada-Nya. Kita mohon perlindungan kepada Allah atas keburukan-keburukan diri kita sendiri dan perbuatan-perbuatan kita yang, tiada petunjuk bagi yang sesat dan tiada yang dapat menyesatkan bagi yang diberi petunjuk oleh-Nya. Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Selanjutnya, kaum Muslimin! Sesungguhnya Allah Yang Mahasuci lagi Maha Mengetahui memberitahuku bahwa usia yang dapat dicapai seorang nabi hanya separuh dari usia nabi sebelumnya. Aku merasa bahwa ajalku telah dekat. Aku bertanggung jawab sebagaimana kamu juga bertanggung jawab. Bagaimana menurut kamu?"
Mereka berkata: "Kami bersaksi bahwa engkau ya Rasulullah, telah melaksanakan tugasmu, memberi peringatan dan berjuang. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan." Rasulullah saw berkata: "Tidakkah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya? Sorga adalah pasti. Neraka adalah pasti. Mati adalah pasti. Hari kiamat pasti datang, tiada keraguan padanya, dan Allah akan membangkitkan manusia dari kubur." Mereka menjawab: "Betul ya Rasulullah, kami bersaksi atas semua itu." Rasulullah saw berkata: "Allahumma fasyhad, ya Allah saksikanlah."
Kemudian Rasulullah saw menyeru: "Kaum Muslimin! Tidakkah kamu dengar?" Mereka menjawab: ·Kami mendengar ya Rasulullah." Rasulullah saw berkata: "Nanti, di hari kiamat, ketika aku berada di haudh, telaga, kamu akan mendatangiku di Haudh. Haudh itu lebarnya antara Sana' dan Bushra, Damaskus. Di dalam Haudh itu terdapat qadah sebanyak bintang yang terbuat dari perak: maka hati-hatilah. Bagaimana kamu berani menentangku mengenai dua pusaka, al-Tsaqalain, yang kutinggalkan kepada kamu?"
Seseorang bertanya, "Apa itu al-Tsaqalain, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab, "Pertama, adalah Al-quran, yaitu pusaka yang besar, al-tsiql al-akbar. Sebahagiannya di tangan Allah dan sebahagiannya lagi di tangan kamu. Berpeganglah pada Alqur'an, niscaya kamu tidak sesat. Dan kedua, adalah keluargaku, yaitu pusaka yang kecil, al-tsiql al-asghar. Tuhan yang Mahasuci dan Maha Mengetahui memberitahuku bahwa keduanya tidak akan berpisah sampai menjumpaiku di al-Haudh. Maka, jangan sekali-kali kamu dahului mereka, sebab jika kamu lakukan itu kamu akan celaka, dan jangan sekali-kali kamu kurangi hak mereka. Karena dengan itu, kamu akan celaka." Lalu Nabi saw mengambil tangan Ali dan mengangkatnya tinggi-tinggi sehingga tampak ketiak mereka.
Nabi bertanya: "Kaum Muslimin! Siapakah yang paling berhak terhadap diri kaum Muslimin?" Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu."
Nabi saw berkata:
"Sesungguhnya Allah adalah maula, tuan atau pemimpinmu, dan aku adalah maula kaum mukminin. Aku lebih berhak terhadap diri mereka daripada mereka sendiri. Maka barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya ! Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali dan perangilah orang yang memusuhinya. Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang yang membencinya. Belalah orang yang membelanya dan hinakanlah orang yang meninggalkannya. Ya Allah, sertakanlah kebenaran bersama Ali dimana pun kebenaran itu berada. Kaum Muslimin! Kalian yang hadir di sini hendaklah menyampaikan hal ini kepada orang-orang yang tidak hadir."
Sesaat kemudian sebelum jamaah bubar, Malaikat Jibril datang membawa wahyu (terakhir): "Hari ini Kusempurnakan bagi kamu agamamu dan Kulengkapkan buat kamu nikmat-Ku. Aku ridha Islam sebagai agamamu." (QS. 5: 3) Mendapati itu Rasulullah saw amat gembira dan mengucapkan takbir, sebagai rasa syukur kepada Allah swt. Rasulullah saw berkata: "Allahu-akbar! Agama telah sempurna. Nikmat telah lengkap. dan Allah ridha atas tugasku dan kepemimpinan Ali sesudahku."
Kaum Muslimin yang sedari tadi mengikuti amanah Rasulullah saw dengan khidmat, langsung menyerbu Ali ibn Abi Talib, begitu Rasulullah saw menyelesaikan pidatonya. Mereka rebutan mengucapkan selamat atas pengangkatan Ali ibn Abi Talib sebagai pemimpin, imam atau wali sesudah Nabi saw. Di antara yang memberikan selamat adalah dua sahabat besar, Abubakar dan Umar ibn al-Khattab, keduanya berkata: "Selamat, selamat, wahai putra Abu Talib! Engkau sekarang telah menjadi pemimpin kami dan pemimpin seluruh kaum Muslimin."
Peristiwa istimewa di atas seperti disinggung sebelumnya, terjadi di Ghadir, oase, Khum yang terletak antara Mekah dan Madinah. Karena itu ia disebut dengan peristiwa Al-Ghadir, dan hadits-hadits yang menceritakan kejadian tersebut disebut hadits Al-Ghadir. Para ahli sejarah, perawi dan ahli hadits memberikan perhatian yang sangat besar terhadap peristiwa ini. Karena itu sedikit atau banyak, terang atau hanya sekedar isyarat, mereka merekamnya dalam karya-karya mereka. Bahkan dapat dikatakan tidak ada suatu peristiwa sejarah yang mendapat perhatian besar sejarawan dan ahli hadits Islam sebagaimana peristiwa Al-Ghadir. Berikut beberapa catatan mengenai hal itu.
1. PERAWI HADITS AL-GHADIR.
Peristiwa Al-Ghadir disaksikan oleh lebih dari 100.000 jamaah haji yang hadir pada saat itu. Mereka terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, dari sahabat-sahabat Nabi saw paling besar hingga kaum Badui yang datang dari pedalaman gurun pasir. Pantasnya, apalagi memang diperintahkan oleh Rasulullah saw, peristiwa besar ini menjadi buah bibir seluruh kaum Muslimin sepanjang sejarah dan diceritakan dari generasi ke generasi. Ini memang terjadi, terbukti, banyak sekali hadits yang berkisah tentang peristiwa Al-Ghadir. Tetapi karena adanya tangan-tangan jahil yang senantiasa berusaha menutupi peristiwa amat penting ini maka banyak umat yang tertutupi fakta, yang sesungguhnya tidak dapat dingkari ini. Namun begitu, buku-buku sejarah dan hadits masih merekam ratusan Sahabat dan Tabiin yang menukilkan peristiwa ini.
Khusus untuk perawi kalangan Sahabat, peneliti terkemuka hadits Al-Ghadir, yaitu Allamah Abdul-Husain Ahmad al-Amini, mencatat tidak kurang dar 110 sahabat Nabi perawi hadits Al-Ghadir dalam karya monumentalnya "Al-Ghadir". Antara lain : Abu Hurairah, Abu Laila al-Anshari, Abu Qudamah al-Anshari, Abu Rafi' al-Qibti (hambasahaya Rasulullah), Abubakar Ibn Abi Quhafah, Usamah ibn Zaid, Ubay Ibn Ka'ab, Asma Binti Umays, Ummu Salamah (isteri Rasulullah), Ummu Hani Binti Abi Talib, Anas Ibn Malik, Bara' Ibn Azib al-Anshari, Jabir Ibn Samrah, Jabir ibn Abdullah al-Anshari, Abuzar Al-Ghifari, Huzaifah ibn al-Yaman al-Yamani, Hassan Ibn Tsabit, Hasan Ibn Ali, Husain Ibn Ali, Abu Ayyub al-Anshari, Khuzaimah Ibn Tsabit, Zubair ibn al-Awwam, Zaid ibn al-Arqam, Ziad ibn Tsabit, Saad Ibn Waqqash, Saad Ibn Ubadah al-Anshari, Salman al-Farisi, Sahl Ibn Hunaif al-Anshari, Talhah Ibn Ubaidillah, Aisyah binti Abubakar, Abbas Ibn Abdulmuttalib, Abdurrahman Ibn Auf, Abdullah Ibn Ja'far, Abdullah Ibn Abbas, Abdullah Ibn Mas'ud, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Talib, Ammar Ibn Yasir, Umar ibn al-Khattab, Umar Ibn Hushain, dan Fatimah az-Zahra'.
Sementara perawi dari kalangan Tabiin, yang jumlahnya tidak kalah banyaknya antara lain ialah: Abu Rasyid al-Habrani, Abu Salmah Ibn Abdurrahman Ibn Auf, Abu Laila al-Kindi, Habib Ibn Abi Tsabit al-Asadi, Hakam Ibn Utaibah al-Kufi, Zaid Ibn Yutsi', Salim Ibn Abdullah Ibn Umar, Said Ibn Jabir al-Asadi, Said ibn al-Musayyib, Sulaim Ibn Qays al-Hilali, Sulaiman al-A'masy, al-Dahhak ibn Muzahim al-Hilali, Tawus Ibn Kaisan al-Yamani, Amir Ibn Saad Ibn Abi Waqqash, Abdurrahman Ibn Abi Laila, Abdullah Ibn Muhammad Ibn Aql al-Hasyimi, Adi Ibn Tsabit al-Anshari, Atiyah ibn Saad, Ali Ibn Zaid Ibn Jad'an, Umar Ibn Abdul-aziz, Abu lshaq Amr Ibn Abdullah al-Subai'iy, Isa Ibn Talhah Ibn Ubaidillah, Yazid Ibn Abi Ziyad al-Kufi dan Yazid Ibn Hayyan.
2. MUNASYADAH DENGAN HADlTS AL-GHADIR.
Mengingat pentingnya makna yang terkandung dalam hadits Al-Ghadir di satu pihak dan tidak henti-hentinya usaha menutupi keberadaan hadits ini, terutama oleh pihak-pihak yang iri kepada Ahlubait Nabi, di pihak lain, maka untuk membuktikan keberadaan dan kebenaran hadits Al-Ghadir ini, kerap terjadi munasyadah. Yaitu tuntutan mengatakan kebenaran terhadap pihak-pihak yang mendengar hadits Al-Ghadir langsung dari Rasululah atau melalui jalur Sahabat. munasyadah itu kadang dilakukan sendiri oleh para Ahlubait Nabi atau oleh Sahabat dan Tabiin yang lain. Berikut beberapa munasyadah dimaksud :
Munasyadah Imam Ali Ibn Abi Talib
Keutamaan Imam Ali Ibn Abi Talib di mata Rasulullah saw adalah sesuatu yang tidak dapat diingkari. Puluhan, bahkan ratusan pujian teiah dilontarkan Rasulullah kepada Ali Ibn Abi Talib, semua Sahabat Nabi mengakui hal itu. Bahkan Muawiyah sekali pun, orang yang paling memusuhi Imam Ali, tidak dapat mengingkarinya. Namun upaya untuk menutup-nutupi atau paling tidak, mengurangi keutamaan Imam Ali, terus dilakukan oleh orang-orang yang tidak senang kepada Imam Ali. Bahkan sejak zaman Rasulullah saw masih hidup, sehingga Rasulullah harus mengingatkan pihak-pihak yang iri pada Imam Ali, bahwa: "Cinta pada Ali Ibn Abi Talib adalah cerminan keimanan dan membencinya adalah cerminan kemunafikan, Hubbu Ali iman wa bughduhu nifaq." (Al-Hadits). Atas dasar itu, dan untuk mengingatkan pihak-pihak yang mungkin lupa dengan pesan dan peringatan Rasulullah berhubungan dengan dirinya ini, Imam Ali kerap mengingatkan mereka melalui berbagai cara, yang salah satunya adalah dengan munasyadah.
Ada beberapa munasyadah yang terjadi antara Imam Ali dengan pihak-pihak tertentu, yaitu antara lain:
1. Munasyadah saat Sidang Syura, Tahun 23 H
Dikisahkan oleh Abi al-Tufail Amir Ibn Watsilah : Bahwa ketika hari persidangan Syura, aku mendengar Ali berkata kepada anggota syura:"Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang mengesakan Allah sebelum aku?" Mereka berkata: "Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki saudara seperti saudaraku, Ja'far al-Tayyar yang berada di sorga bersama para malaikat?" Mereka berkata:"Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki paman sebagaimana pamanku Hamzah, singa Allah, singa Rasul-Nya dan penghulu para syuhada?" Mereka berkata: "Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang mempunyai isteri seperti isteriku, Fatimah binti Muhammad, penghulu para perempuan sorga?" Mereka berkata : "Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki anak-anak sebagaimana anak-anakku al-Hasan dan al-Husain, penghulu pemuda sorga?" Mereka berkata:"Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian selain diriku yang dikatakan oleh Rasulullah, 'Barangsiapa yang mengakuiku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali, musuhilah orang yang memusuhinya, belalah orang yang membelanya. Maka hendaklah yang mendengar hal ini menyampaikannya kepada yang lain.'?" Mereka mengatakan: "Tidak."
Peristiwa ini direkam oleh banyak ahli hadits maupun sejarah. Anda dapat merujuk ke 1)al-hnanaqib karya al-Khawarizmi al-Hanafi, 2) al-Himwaini dalam Faraid al-Simtain, 3) Ibn Hatim dalam al-Durrun-nazim, 4) al-Dar al-Qutni, 5) Ibn Hajar al-Asqalani dalam al-Shawaiq, 6) al-Hafiz ibn Uqdah, 7) Al-Hafiz al-Uqaili, 8) Ibn Abil-hadid dalam Syarh Nahjul-balaghah, dan 9)Ibn Abdil-bar dalam al-Istiab.
2. Munasyadah Pada Masa Usman Ibn Affan
Al-Himwaini dalam kitabnya Faraidh al-Simtain meriwayatkan dari Sulaim Ibn Qays al-Hilali yang isinya antara lain: "Bahwa suatu hari di masa pemerintahan Usman Ibn Affan sekelompok orang yang sedang berkumpul di masjid Nabawi membicarakan keutamaan suku Quraiys. Ada lebih dua ratus orang yang hadir. Ada Ali Ibn Abi Thalib, Saad Ibn Abi Waqqash, Abdurrahman Ibn Auf, Talhah, Zubair, Miqdad, Ibn Umar, dan lain-lain. Masing-masing membicarakan keutamaan kaumnya. Ali dan keluarganya yang hadir di situ diam saja, tidak berkomentar apa-apa. Tiba-tiba mereka datang kepada Ali dan bertanya : "Wahai Abul-hasan, apa yang membuatmu tidak berbicara, padahal semua orang sudah mengutarakan keutamaan masing-masing?" Ali berkata : "Wahai kaum Quraisy dan al-Anshar, aku ingin bertanya kepada kalian. Keutamaan yang kalian dapatkan ini, apakah oleh kalian sendiri, keluarga dan kerabat kalian, ataukah oleh orang lain?" Mereka menjawab : "Semua yang diberikan Allah ini karena Nabi Muhammad dan kerabatnya, bukan karena kerabat dan keluarga kami."
Ali berkata : "Kalian betul sekali, bukankah kalian sendiri tahu bahwa segala kebaikan dunia dan akhirat yang kalian dapati karena kami, Ahlubait Nabi, bukan orang lain. Sesungguhnya putra pamanku, Rasulullah saw bersabda: '14.000 tahun sebelum diciptakannya Adam, aku dan Ahlubaitku adalah cahaya yang bergerak di sisi Allah. Maka ketika Allah menciptakan Adam, cahaya itu diletakkan-Nya di dalam sulbi Adam, kemudian Nuh, Ibrahim, dan seterusnya melalui sulbi orang-orang suci.' " Mereka berkata : "Ya, kami pernah mendengarnya dari Rasulullah." Ali berkata : "Bukankah terdapat lebih dari satu ayat dalam al-Quran yang lebih memuliakan orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam? Dan sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih dahulu masuk Islam daripadaku?" Mereka berkata : "Betul sekali."
Ali berkata: "Bukankah ketika turun ayat: 'Dan al-sabiqun al-sabiqun, orang-orang pertama di antara yang pertama, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dekat (QS. 56 : 10)' Rasululah ditanya : 'Siapa mereka?' Rasulullah menjawab: 'Mereka adalah para utusan Allah dan washi, penerima wasiat mereka. Aku adalah Nabi yang paling utama, sedangkan Ali adalah washi yang paling terkemuka.' " Mereka berkata : "Ya, kami mendengarnya dari Rasulullah."
Ali berkata lagi: "Bukankah ketika turun ayat 'Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya dan pemuka kamu (QS. 4: 59)' dan ayat: 'Apakah kamu mengira akan dibiarkan begitu saja padahal belum terbukti siapa di antara kamu yang berjuang dan tidak menjadikan selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai walijah, pemimpinnya, (Q.S. 9: 16)', orang-orang bertanya kepada Rasulullah : 'Apakah orang-orang beriman yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang tertentu saja, atau semua orang beriman?' Maka Allah memerintahkan Rasul-Nya agar menjelaskan kepada mereka siapa pemuka, pemimpin, dan kepemimpinan sebagaimana penjelasan tentang shalat, zakat, dan haji, lalu mengangkatku pada Ghadir Khum. Nabi berkata: 'Kaum Muslimin! Sesungguhnya aku telah diperintahkan Allah menyampaikan sesuatu yang aku khawatir orang-orang akan membelakangiku, tapi Allah mengancamku jika aku tidak menyampaikannya. Maka, wahai kaum Muslimin! Bukankah kamu tahu bahwa Allah adalah maulaku dan aku adalah maula kaum beriman. Aku lebih utama dari mereka terhadap diri mereka sendiri.' Mereka menjawab: 'Ya, wahai utusan Allah.' Maka Rasulullah berkata : 'Berdirilah hai Ali.' Aku berdiri. Kemudian Rasulullah berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya! Ya Allah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali, dan musuhilah orang yang memusuhinya.' Salman bangun dan bertanya kepada Rasulullah : 'Kepemimpinan yang sama dengan kepemimpinanmu?' Nabi berkata: 'Ya! Kepemimpinan yang sama, yang aku adalah lebih utama dari dirinya.' Sesudah itu turunlah ayat : 'Hari ini Kusempurnakan bagimu agamamu dst.' Rasulullah lalu bertakbir dan berkata: 'Mahabesar Allah! Kesempurnaan kenabianku dan kesempurnaan agama Allah dengan berpihak kepada Ali sesudahku.' Abubakar dan Umar bangun. Mereka bertanya : 'Apakah ayat-ayat itu hanya berlaku untuk Ali saja?' Rasulullah menjawab : 'Ya! Untuk Ali dan washi-washiku hingga hari kiamat.' Mereka berkata: 'Jelaskan, siapa mereka ya Rasulullah?' Rasulullah berkata : 'Mereka adalah Ali, saudara dan menteriku, washiku, khalifahku pada umatku, dan pemimpin setiap orang yang beriman sesudahku. Setelah itu putraku al-Hasan, lalu al-Husain, dan sembilan orang keturunan al-Husain. Al-Quran selalu menyertai mereka dan mereka selalu bersama al-Quran. Mereka tidak pernah berpisah sampai datang padaku di al-Haudh, telaga, nanti.'" Mereka berkata : "Ya, kami bersaksi pernah mendengar hal itu sebagaimana yang engkau ungkapkan, wahai Ali."
3. Munasyadah al-Rahbah , Tahun 35 H
Al-Rahbah dalam bahasa Arab berarti beranda. Ketika Imam Ali berkuasa kemudian memindahkan kekhilafahannya ke kota Kufah, Imam menjadikan beranda masjid Kufah sebagai tempat menangani berbagai persoalan, terutama perselisihan yang terjadi dalam masyarakat. Di situlah Imam Ali memutuskan perkara-perkara yang diperselisihkan dengan amat bijak dan adil. Semua orang puas dan menerima dengan senang keputusan-keputusan yang keluar dari beranda masjid ini. Pada masa kekuasaan Imam Ali, tempat ini amat populer.
Ketika Imam Ali masih belum lama masuk kota Kufah sesudah pengangkatannya sebagai khalifah menggantikan Usman Ibn Affan yang terbunuh, ada suara-suara sumbang yang mempertanyakan kebenaran hadits-hadits Nabi tentang keutamaan Imam Ali lebih dari sahabat-sahabat lain, terutama, hadits al-Ghadir. Maka ketika orang-orang berkumpul di al-Rahbah, Imam Ali mendatangi mereka dan melakukan munasyadah. Mereka mengakui keberadaan dan kebenaran hadits-hadits itu. Tapi ada beberapa Sahabat yang karena sesuatu dan lain hal mencoba mengelak mengakui keberadaan hadits-hadits tersebut. Imam Ali menantang kejujuran mereka dengan memohon kepada Allah, jika pengelakan mereka memang karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, agar Allah memaafkan mereka. Tapi jika karena sesuatu dan lain hal, agar ditunjukkan keluasaan Allah sebagai bukti kebenaran dirinya. Saat itu juga Allah mengabulkan permintaan Imam Ali dan menurunkan hukuman, kualat, kepada beberapa sahabat yang mencoba menutupi kebenaran itu. Di antara sahabat yang mendapat kualat itu adalah Zaid Ibn Arqam dan Anas Ibn Malik.
Peristiwa itu menggemparkan kota Kufah dan seluruh wilayah Islam. Karena itu, ia mendapat banyak perhatian ari para perawi hadits maupun penulis sejarah. Berikut beberapa riwayat mengenai hal itu sebagaimana direkam dalam kitab-kitab hadits dan sejarah.
1. Zaid Ibn Arqam menceritakan : Bahwasanya suatu hari Ali menantang kejujuran orang-orang (bermunasyadah) dan berkata : "Wahai orang-orang! Aku bermunasyadah atas nama Allah, jika ada di antara kalian yang mendengar sabda Nabi saw, 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya', maka hendaknya bangun memberikan kesaksian!" Maka bangunlah dua belas Sahabat Nabi Ahli Badar, yang mengikuti perang Badar, memberikan kesaksian dan membenarkan apa yang dikatakan Ali. Bahwa memang benar Nabi pernah mengatakan itu. Aku, kata Zaid, adalah salah seorang di antara orang-orang yang tidak mau bersaksi akan kebenaran hadits itu, maka butalah mataku (Hadits riwayat Ahmad ibn Hanbal).
Pengakuan langsung Zaid Ibn Arqam ini dapat Anda lihat juga pada : 1) al-Haitsami dalam Majma' al-Zawaid, 2) al-Maghazili dalam al-Manaqib, 3) al-Tabrani dalam al-Kabir, 4) al-Tabari dalam Zakhair al-Uqba, al-Hafiz Muhammad Ibn Abdullah dalam al-Fawaid, dan lain-lain.
2. Ahmad juga meriwayatkan dalam kitabnya al-Musnad, dari Abu al-Tufail Amir Ibn Watsilah : Bahwa pada suatu hari Ali mengumpulkan orang-orang di al-Rahbah. Ia berkata kepada mereka: "Aku bernasyadah atas nama Allah kepada setiap Muslim yang mendengar hadits Rasulullah di Ghadir Khum, hendaklah berdiri!" Maka berdirilah tiga puluh orang memberikan kesaksian. Dalam pada itu Abu Nuaim berkata : "Banyak orang yang berdiri dan bersaksi, bahwa memang benar Rasulullah berkata sambil memegang tangan Ali : 'Bukankah kamu tahu bahwa aku lebih berhak atas orang-orang yang beriman, lebih daripada mereka sendiri?'· Mereka berkata : 'Benar ya Rasulullah.' Nabi kemudian berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya.' " Abu Nuaim berkata: "Kemudian aku keluar dari tempat itu, tapi dalam hatiku masih ada suatu keraguan." Maka kudatangi Zaid dan berkata kepadanya: "Aku mendengar Ali mengatakan ini dan itu." Zaid berkata: "Mengapa engkau harus mengingkarinya? Aku juga mendengar Rasulullah saw berkata demikian."
Riwayat dari Abu Tufail ini dapat dilihat juga pada 1) al-Nasai dalam Khasaish, 2) Abu Daud, 3) al-Ashimi dalam Zain al-Fata, 4) al-Kunji dalam Kifayah, 5) al-Tabari dalam al-Riyadh al-Nadhirah, 6) Ibn Katsir dalam al-Bidayah, 7) Ibn Atsir dalam Usud al-Ghabah, dan lain-lain.
3. Ibn Katsir dalam tarikhnya, meriwayatkan dari Ahmad Ibn Hanbal : Bahwasanya suatu hari Ali berkata : "Aku bermunasyadah atas nama Allah dengan munasyadah Islam kepada setiap orang yang mendengar pernyataan Rasulullah pada hari Ghadir Khum sambil memegang tanganku: 'Kaum Muslimin! Bukankah aku lebih utama terhadap diri kamu daripada kamu sendiri?' Mereka berkata: 'Betul ya Rasulullah.' Rasulullah kemudian berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Alllah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya, musuhilah orang yang memusuhinya, belalah orang yang membelanya dan hinakanlah orang yang menghinakannya.' Maka setiap orang yang mendengar hadits ini hendaklah berdiri dan bersaksi atas kebenarannya!" Maka bangunlah tujuh belas orang dan bersaksi bahwa Ali memang benar. Tapi sebagian lagi tidak mau bersaksi. Terhadap mereka, tidak ada yang keluar dari dunia ini kecuali telah lebih dahulu dibutakan atau dibuat belang.
4. Munasyadah Pada Perang Jamal
Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak, dari Rifaah ibn Iyas al-Dhabbi, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa : Ketika kami berada di perang Jamal bersama-sama Ali, Ali mengutus seseorang untuk memanggil Talhah. Talhah datang menemui Ali. Ali berkata kepadanya: "Aku munasyadah engkau atas nama Allah. Tidakkah engkau mendengar Nabi saw berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka hendaklah menjadikan Ali sebagai maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya'?" Talhah berkata: "Ya. Aku mendengarnya." Ali berkata: "Kalau begitu, mengapa engkau memerangiku?" Talhah berkata: "Aku tidak ingat."
Nada yang sama dapat dilihat pada 1) al-Masudi dalam Muruj al-Zahab, 2) al-Khatib al-Khawarizmi dalam al-Manaqib, 3) Ibn Asakir daiam Tarikh Syam, 4) Ibn al-Jauzi dalam Tazkirah, 5) al-Haitsami dalam Majma` al-Zawaid, 6) Ibn Hajar dalam al-Tahzib, 6) al-Suyuthi dalam Jami'-al-Jawami' dan lain-lain.
3. IHTIJAJ AHLUBAIT DAN LAINNYA DENGAN HADlTS AL-GHADIR.
Selain munasyadah Imam Ali, Ahlubait, dan banyak pihak juga melakukan ihtijaj, berhujjah, tentang kebenaran hadits Al-Ghadir ini. Berikut beberapa ihtijaj tersebut :
Ihtijaj Fatimah Binti Rasulullah
Diriwayatkan dalam kitab Asnal-matalib, karya al-Muqirri al-Syafii bahwa Fatimah berkata kepada sahabat-sahabat Nabi : "Apakah kalian lupa pernyataan Rasulullah pada hari al-Ghadir: 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya maka Ali adalah maulanya'?"
Ihtijaj Imam Hasan
Al-Hafiz Abul-abbas Ibn Uqdah meriwayatkan bahwa di antara yang diucapkan Hasan Ibn Ali di atas mimbar setelah menandatangani kesepakatan perdamaian dengan Muawiyah ialah : "Bukankah umat ini mendengar nabinya berkata sambil memegang tangan Ali Ibn Abi Talib di Ghadir Khum: 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya maka hendaklah ia menjadikan Ali sebagai maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya', dan Nabi memerintahkan mereka untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir ?"
Ihtijaj Imam Husain
Sulaim Ibn Qais meriwayatkan : Bahwa dua tahun sebelum kematian Muawiyah, Imam Husain mengumpulkan sekitar tujuh ratus orang di Mina saat haji. Mereka terdiri dari Bani Hasyim, Sahabat, Tabiin, dan para pengikut al-Husain. Al-Husain meminta mereka memberikan kesaksian atas setiap yang dikatakannya. Mereka memberikan kesaksian dan membenarkan semua yang dikatakan al-Husain. Di antara yang dikatakan al-Husain saat itu adalah: "Aku bermunasyadah atas nama Allah, bukankah kalian tahu bahwa Rasulullah saw mengangkat Ali pada hari Al-Ghadir dan menuntut setiap orang untuk mengakui kepemimpinan Ali, dan berkata: 'Setiap yang hadir hendaknya menyampaikannya kepada yang tidak hadir'?" Semua yang berkumpul memberikan kesaksian bahwa memang demikian.
Ihtijaj Seorang Perempuan Kepada Muawiyah
Zamakhsyari menceritakan dalam kitabnya Rabi' al-Abrar : Bahwa suatu hari, saat Muawiyah melaksanakan ibadah haji, ia memanggil seorang perempuan yang bernama Darumiyah. Ia berkata kepadanya: "Hai Darumiyah, mengapa engkau mencintai Ali dan membenciku? Berwilayah kepada Ali dan memusuhiku?" Darumiyah bertanya : "Apakah aku boleh diam?" Muawiyah berkata:"Tidak." Darumiyah berkata: "Karena engkau memaksa, akan kukatakan yang sebenarnya. Aku mencintai Ali karena keadilannya pada rakyat dan membagi harta dengan sama rata, dan aku membencimu karena engkau memerangi orang yang lebih berhak darimu dan menuntut yang bukan hakmu. Aku berwilayah kepada Ali karena Rasulullah telah mengangkatnya sebagai pemimpin di depan batang hidungmu sendiri, kecintaannya kepada kaum miskin, dan penghormatannya kepada ahli agama. Dan aku memusuhimu karena engkau menumpahkan darah, memecah persatuan, memutuskan perkara dengan tidak adil, dan keputusanmu yang didasarkan pada hawa nafsu !!"
Ya Rabb! Masukkanlah kami ke dalam golongan yang berpihak pada Ali dan keluarganya. Amin.
Dalam pidatonya Rasulullah saw berkata:
"Segala puji hanya bagi Allah. Kita memuja-Nya, beriman, dan bertawakkal kepada-Nya. Kita mohon perlindungan kepada Allah atas keburukan-keburukan diri kita sendiri dan perbuatan-perbuatan kita yang, tiada petunjuk bagi yang sesat dan tiada yang dapat menyesatkan bagi yang diberi petunjuk oleh-Nya. Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Selanjutnya, kaum Muslimin! Sesungguhnya Allah Yang Mahasuci lagi Maha Mengetahui memberitahuku bahwa usia yang dapat dicapai seorang nabi hanya separuh dari usia nabi sebelumnya. Aku merasa bahwa ajalku telah dekat. Aku bertanggung jawab sebagaimana kamu juga bertanggung jawab. Bagaimana menurut kamu?"
Mereka berkata: "Kami bersaksi bahwa engkau ya Rasulullah, telah melaksanakan tugasmu, memberi peringatan dan berjuang. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan." Rasulullah saw berkata: "Tidakkah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya? Sorga adalah pasti. Neraka adalah pasti. Mati adalah pasti. Hari kiamat pasti datang, tiada keraguan padanya, dan Allah akan membangkitkan manusia dari kubur." Mereka menjawab: "Betul ya Rasulullah, kami bersaksi atas semua itu." Rasulullah saw berkata: "Allahumma fasyhad, ya Allah saksikanlah."
Kemudian Rasulullah saw menyeru: "Kaum Muslimin! Tidakkah kamu dengar?" Mereka menjawab: ·Kami mendengar ya Rasulullah." Rasulullah saw berkata: "Nanti, di hari kiamat, ketika aku berada di haudh, telaga, kamu akan mendatangiku di Haudh. Haudh itu lebarnya antara Sana' dan Bushra, Damaskus. Di dalam Haudh itu terdapat qadah sebanyak bintang yang terbuat dari perak: maka hati-hatilah. Bagaimana kamu berani menentangku mengenai dua pusaka, al-Tsaqalain, yang kutinggalkan kepada kamu?"
Seseorang bertanya, "Apa itu al-Tsaqalain, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab, "Pertama, adalah Al-quran, yaitu pusaka yang besar, al-tsiql al-akbar. Sebahagiannya di tangan Allah dan sebahagiannya lagi di tangan kamu. Berpeganglah pada Alqur'an, niscaya kamu tidak sesat. Dan kedua, adalah keluargaku, yaitu pusaka yang kecil, al-tsiql al-asghar. Tuhan yang Mahasuci dan Maha Mengetahui memberitahuku bahwa keduanya tidak akan berpisah sampai menjumpaiku di al-Haudh. Maka, jangan sekali-kali kamu dahului mereka, sebab jika kamu lakukan itu kamu akan celaka, dan jangan sekali-kali kamu kurangi hak mereka. Karena dengan itu, kamu akan celaka." Lalu Nabi saw mengambil tangan Ali dan mengangkatnya tinggi-tinggi sehingga tampak ketiak mereka.
Nabi bertanya: "Kaum Muslimin! Siapakah yang paling berhak terhadap diri kaum Muslimin?" Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu."
Nabi saw berkata:
"Sesungguhnya Allah adalah maula, tuan atau pemimpinmu, dan aku adalah maula kaum mukminin. Aku lebih berhak terhadap diri mereka daripada mereka sendiri. Maka barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya ! Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali dan perangilah orang yang memusuhinya. Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang yang membencinya. Belalah orang yang membelanya dan hinakanlah orang yang meninggalkannya. Ya Allah, sertakanlah kebenaran bersama Ali dimana pun kebenaran itu berada. Kaum Muslimin! Kalian yang hadir di sini hendaklah menyampaikan hal ini kepada orang-orang yang tidak hadir."
Sesaat kemudian sebelum jamaah bubar, Malaikat Jibril datang membawa wahyu (terakhir): "Hari ini Kusempurnakan bagi kamu agamamu dan Kulengkapkan buat kamu nikmat-Ku. Aku ridha Islam sebagai agamamu." (QS. 5: 3) Mendapati itu Rasulullah saw amat gembira dan mengucapkan takbir, sebagai rasa syukur kepada Allah swt. Rasulullah saw berkata: "Allahu-akbar! Agama telah sempurna. Nikmat telah lengkap. dan Allah ridha atas tugasku dan kepemimpinan Ali sesudahku."
Kaum Muslimin yang sedari tadi mengikuti amanah Rasulullah saw dengan khidmat, langsung menyerbu Ali ibn Abi Talib, begitu Rasulullah saw menyelesaikan pidatonya. Mereka rebutan mengucapkan selamat atas pengangkatan Ali ibn Abi Talib sebagai pemimpin, imam atau wali sesudah Nabi saw. Di antara yang memberikan selamat adalah dua sahabat besar, Abubakar dan Umar ibn al-Khattab, keduanya berkata: "Selamat, selamat, wahai putra Abu Talib! Engkau sekarang telah menjadi pemimpin kami dan pemimpin seluruh kaum Muslimin."
Peristiwa istimewa di atas seperti disinggung sebelumnya, terjadi di Ghadir, oase, Khum yang terletak antara Mekah dan Madinah. Karena itu ia disebut dengan peristiwa Al-Ghadir, dan hadits-hadits yang menceritakan kejadian tersebut disebut hadits Al-Ghadir. Para ahli sejarah, perawi dan ahli hadits memberikan perhatian yang sangat besar terhadap peristiwa ini. Karena itu sedikit atau banyak, terang atau hanya sekedar isyarat, mereka merekamnya dalam karya-karya mereka. Bahkan dapat dikatakan tidak ada suatu peristiwa sejarah yang mendapat perhatian besar sejarawan dan ahli hadits Islam sebagaimana peristiwa Al-Ghadir. Berikut beberapa catatan mengenai hal itu.
1. PERAWI HADITS AL-GHADIR.
Peristiwa Al-Ghadir disaksikan oleh lebih dari 100.000 jamaah haji yang hadir pada saat itu. Mereka terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, dari sahabat-sahabat Nabi saw paling besar hingga kaum Badui yang datang dari pedalaman gurun pasir. Pantasnya, apalagi memang diperintahkan oleh Rasulullah saw, peristiwa besar ini menjadi buah bibir seluruh kaum Muslimin sepanjang sejarah dan diceritakan dari generasi ke generasi. Ini memang terjadi, terbukti, banyak sekali hadits yang berkisah tentang peristiwa Al-Ghadir. Tetapi karena adanya tangan-tangan jahil yang senantiasa berusaha menutupi peristiwa amat penting ini maka banyak umat yang tertutupi fakta, yang sesungguhnya tidak dapat dingkari ini. Namun begitu, buku-buku sejarah dan hadits masih merekam ratusan Sahabat dan Tabiin yang menukilkan peristiwa ini.
Khusus untuk perawi kalangan Sahabat, peneliti terkemuka hadits Al-Ghadir, yaitu Allamah Abdul-Husain Ahmad al-Amini, mencatat tidak kurang dar 110 sahabat Nabi perawi hadits Al-Ghadir dalam karya monumentalnya "Al-Ghadir". Antara lain : Abu Hurairah, Abu Laila al-Anshari, Abu Qudamah al-Anshari, Abu Rafi' al-Qibti (hambasahaya Rasulullah), Abubakar Ibn Abi Quhafah, Usamah ibn Zaid, Ubay Ibn Ka'ab, Asma Binti Umays, Ummu Salamah (isteri Rasulullah), Ummu Hani Binti Abi Talib, Anas Ibn Malik, Bara' Ibn Azib al-Anshari, Jabir Ibn Samrah, Jabir ibn Abdullah al-Anshari, Abuzar Al-Ghifari, Huzaifah ibn al-Yaman al-Yamani, Hassan Ibn Tsabit, Hasan Ibn Ali, Husain Ibn Ali, Abu Ayyub al-Anshari, Khuzaimah Ibn Tsabit, Zubair ibn al-Awwam, Zaid ibn al-Arqam, Ziad ibn Tsabit, Saad Ibn Waqqash, Saad Ibn Ubadah al-Anshari, Salman al-Farisi, Sahl Ibn Hunaif al-Anshari, Talhah Ibn Ubaidillah, Aisyah binti Abubakar, Abbas Ibn Abdulmuttalib, Abdurrahman Ibn Auf, Abdullah Ibn Ja'far, Abdullah Ibn Abbas, Abdullah Ibn Mas'ud, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Talib, Ammar Ibn Yasir, Umar ibn al-Khattab, Umar Ibn Hushain, dan Fatimah az-Zahra'.
Sementara perawi dari kalangan Tabiin, yang jumlahnya tidak kalah banyaknya antara lain ialah: Abu Rasyid al-Habrani, Abu Salmah Ibn Abdurrahman Ibn Auf, Abu Laila al-Kindi, Habib Ibn Abi Tsabit al-Asadi, Hakam Ibn Utaibah al-Kufi, Zaid Ibn Yutsi', Salim Ibn Abdullah Ibn Umar, Said Ibn Jabir al-Asadi, Said ibn al-Musayyib, Sulaim Ibn Qays al-Hilali, Sulaiman al-A'masy, al-Dahhak ibn Muzahim al-Hilali, Tawus Ibn Kaisan al-Yamani, Amir Ibn Saad Ibn Abi Waqqash, Abdurrahman Ibn Abi Laila, Abdullah Ibn Muhammad Ibn Aql al-Hasyimi, Adi Ibn Tsabit al-Anshari, Atiyah ibn Saad, Ali Ibn Zaid Ibn Jad'an, Umar Ibn Abdul-aziz, Abu lshaq Amr Ibn Abdullah al-Subai'iy, Isa Ibn Talhah Ibn Ubaidillah, Yazid Ibn Abi Ziyad al-Kufi dan Yazid Ibn Hayyan.
2. MUNASYADAH DENGAN HADlTS AL-GHADIR.
Mengingat pentingnya makna yang terkandung dalam hadits Al-Ghadir di satu pihak dan tidak henti-hentinya usaha menutupi keberadaan hadits ini, terutama oleh pihak-pihak yang iri kepada Ahlubait Nabi, di pihak lain, maka untuk membuktikan keberadaan dan kebenaran hadits Al-Ghadir ini, kerap terjadi munasyadah. Yaitu tuntutan mengatakan kebenaran terhadap pihak-pihak yang mendengar hadits Al-Ghadir langsung dari Rasululah atau melalui jalur Sahabat. munasyadah itu kadang dilakukan sendiri oleh para Ahlubait Nabi atau oleh Sahabat dan Tabiin yang lain. Berikut beberapa munasyadah dimaksud :
Munasyadah Imam Ali Ibn Abi Talib
Keutamaan Imam Ali Ibn Abi Talib di mata Rasulullah saw adalah sesuatu yang tidak dapat diingkari. Puluhan, bahkan ratusan pujian teiah dilontarkan Rasulullah kepada Ali Ibn Abi Talib, semua Sahabat Nabi mengakui hal itu. Bahkan Muawiyah sekali pun, orang yang paling memusuhi Imam Ali, tidak dapat mengingkarinya. Namun upaya untuk menutup-nutupi atau paling tidak, mengurangi keutamaan Imam Ali, terus dilakukan oleh orang-orang yang tidak senang kepada Imam Ali. Bahkan sejak zaman Rasulullah saw masih hidup, sehingga Rasulullah harus mengingatkan pihak-pihak yang iri pada Imam Ali, bahwa: "Cinta pada Ali Ibn Abi Talib adalah cerminan keimanan dan membencinya adalah cerminan kemunafikan, Hubbu Ali iman wa bughduhu nifaq." (Al-Hadits). Atas dasar itu, dan untuk mengingatkan pihak-pihak yang mungkin lupa dengan pesan dan peringatan Rasulullah berhubungan dengan dirinya ini, Imam Ali kerap mengingatkan mereka melalui berbagai cara, yang salah satunya adalah dengan munasyadah.
Ada beberapa munasyadah yang terjadi antara Imam Ali dengan pihak-pihak tertentu, yaitu antara lain:
1. Munasyadah saat Sidang Syura, Tahun 23 H
Dikisahkan oleh Abi al-Tufail Amir Ibn Watsilah : Bahwa ketika hari persidangan Syura, aku mendengar Ali berkata kepada anggota syura:"Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang mengesakan Allah sebelum aku?" Mereka berkata: "Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki saudara seperti saudaraku, Ja'far al-Tayyar yang berada di sorga bersama para malaikat?" Mereka berkata:"Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki paman sebagaimana pamanku Hamzah, singa Allah, singa Rasul-Nya dan penghulu para syuhada?" Mereka berkata: "Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang mempunyai isteri seperti isteriku, Fatimah binti Muhammad, penghulu para perempuan sorga?" Mereka berkata : "Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian yang memiliki anak-anak sebagaimana anak-anakku al-Hasan dan al-Husain, penghulu pemuda sorga?" Mereka berkata:"Tidak."
Ali berkata: "Aku bermunasyadah kepada kalian atas nama Allah, adakah di antara kalian selain diriku yang dikatakan oleh Rasulullah, 'Barangsiapa yang mengakuiku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali, musuhilah orang yang memusuhinya, belalah orang yang membelanya. Maka hendaklah yang mendengar hal ini menyampaikannya kepada yang lain.'?" Mereka mengatakan: "Tidak."
Peristiwa ini direkam oleh banyak ahli hadits maupun sejarah. Anda dapat merujuk ke 1)al-hnanaqib karya al-Khawarizmi al-Hanafi, 2) al-Himwaini dalam Faraid al-Simtain, 3) Ibn Hatim dalam al-Durrun-nazim, 4) al-Dar al-Qutni, 5) Ibn Hajar al-Asqalani dalam al-Shawaiq, 6) al-Hafiz ibn Uqdah, 7) Al-Hafiz al-Uqaili, 8) Ibn Abil-hadid dalam Syarh Nahjul-balaghah, dan 9)Ibn Abdil-bar dalam al-Istiab.
2. Munasyadah Pada Masa Usman Ibn Affan
Al-Himwaini dalam kitabnya Faraidh al-Simtain meriwayatkan dari Sulaim Ibn Qays al-Hilali yang isinya antara lain: "Bahwa suatu hari di masa pemerintahan Usman Ibn Affan sekelompok orang yang sedang berkumpul di masjid Nabawi membicarakan keutamaan suku Quraiys. Ada lebih dua ratus orang yang hadir. Ada Ali Ibn Abi Thalib, Saad Ibn Abi Waqqash, Abdurrahman Ibn Auf, Talhah, Zubair, Miqdad, Ibn Umar, dan lain-lain. Masing-masing membicarakan keutamaan kaumnya. Ali dan keluarganya yang hadir di situ diam saja, tidak berkomentar apa-apa. Tiba-tiba mereka datang kepada Ali dan bertanya : "Wahai Abul-hasan, apa yang membuatmu tidak berbicara, padahal semua orang sudah mengutarakan keutamaan masing-masing?" Ali berkata : "Wahai kaum Quraisy dan al-Anshar, aku ingin bertanya kepada kalian. Keutamaan yang kalian dapatkan ini, apakah oleh kalian sendiri, keluarga dan kerabat kalian, ataukah oleh orang lain?" Mereka menjawab : "Semua yang diberikan Allah ini karena Nabi Muhammad dan kerabatnya, bukan karena kerabat dan keluarga kami."
Ali berkata : "Kalian betul sekali, bukankah kalian sendiri tahu bahwa segala kebaikan dunia dan akhirat yang kalian dapati karena kami, Ahlubait Nabi, bukan orang lain. Sesungguhnya putra pamanku, Rasulullah saw bersabda: '14.000 tahun sebelum diciptakannya Adam, aku dan Ahlubaitku adalah cahaya yang bergerak di sisi Allah. Maka ketika Allah menciptakan Adam, cahaya itu diletakkan-Nya di dalam sulbi Adam, kemudian Nuh, Ibrahim, dan seterusnya melalui sulbi orang-orang suci.' " Mereka berkata : "Ya, kami pernah mendengarnya dari Rasulullah." Ali berkata : "Bukankah terdapat lebih dari satu ayat dalam al-Quran yang lebih memuliakan orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam? Dan sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih dahulu masuk Islam daripadaku?" Mereka berkata : "Betul sekali."
Ali berkata: "Bukankah ketika turun ayat: 'Dan al-sabiqun al-sabiqun, orang-orang pertama di antara yang pertama, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang dekat (QS. 56 : 10)' Rasululah ditanya : 'Siapa mereka?' Rasulullah menjawab: 'Mereka adalah para utusan Allah dan washi, penerima wasiat mereka. Aku adalah Nabi yang paling utama, sedangkan Ali adalah washi yang paling terkemuka.' " Mereka berkata : "Ya, kami mendengarnya dari Rasulullah."
Ali berkata lagi: "Bukankah ketika turun ayat 'Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya dan pemuka kamu (QS. 4: 59)' dan ayat: 'Apakah kamu mengira akan dibiarkan begitu saja padahal belum terbukti siapa di antara kamu yang berjuang dan tidak menjadikan selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai walijah, pemimpinnya, (Q.S. 9: 16)', orang-orang bertanya kepada Rasulullah : 'Apakah orang-orang beriman yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang tertentu saja, atau semua orang beriman?' Maka Allah memerintahkan Rasul-Nya agar menjelaskan kepada mereka siapa pemuka, pemimpin, dan kepemimpinan sebagaimana penjelasan tentang shalat, zakat, dan haji, lalu mengangkatku pada Ghadir Khum. Nabi berkata: 'Kaum Muslimin! Sesungguhnya aku telah diperintahkan Allah menyampaikan sesuatu yang aku khawatir orang-orang akan membelakangiku, tapi Allah mengancamku jika aku tidak menyampaikannya. Maka, wahai kaum Muslimin! Bukankah kamu tahu bahwa Allah adalah maulaku dan aku adalah maula kaum beriman. Aku lebih utama dari mereka terhadap diri mereka sendiri.' Mereka menjawab: 'Ya, wahai utusan Allah.' Maka Rasulullah berkata : 'Berdirilah hai Ali.' Aku berdiri. Kemudian Rasulullah berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya! Ya Allah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali, dan musuhilah orang yang memusuhinya.' Salman bangun dan bertanya kepada Rasulullah : 'Kepemimpinan yang sama dengan kepemimpinanmu?' Nabi berkata: 'Ya! Kepemimpinan yang sama, yang aku adalah lebih utama dari dirinya.' Sesudah itu turunlah ayat : 'Hari ini Kusempurnakan bagimu agamamu dst.' Rasulullah lalu bertakbir dan berkata: 'Mahabesar Allah! Kesempurnaan kenabianku dan kesempurnaan agama Allah dengan berpihak kepada Ali sesudahku.' Abubakar dan Umar bangun. Mereka bertanya : 'Apakah ayat-ayat itu hanya berlaku untuk Ali saja?' Rasulullah menjawab : 'Ya! Untuk Ali dan washi-washiku hingga hari kiamat.' Mereka berkata: 'Jelaskan, siapa mereka ya Rasulullah?' Rasulullah berkata : 'Mereka adalah Ali, saudara dan menteriku, washiku, khalifahku pada umatku, dan pemimpin setiap orang yang beriman sesudahku. Setelah itu putraku al-Hasan, lalu al-Husain, dan sembilan orang keturunan al-Husain. Al-Quran selalu menyertai mereka dan mereka selalu bersama al-Quran. Mereka tidak pernah berpisah sampai datang padaku di al-Haudh, telaga, nanti.'" Mereka berkata : "Ya, kami bersaksi pernah mendengar hal itu sebagaimana yang engkau ungkapkan, wahai Ali."
3. Munasyadah al-Rahbah , Tahun 35 H
Al-Rahbah dalam bahasa Arab berarti beranda. Ketika Imam Ali berkuasa kemudian memindahkan kekhilafahannya ke kota Kufah, Imam menjadikan beranda masjid Kufah sebagai tempat menangani berbagai persoalan, terutama perselisihan yang terjadi dalam masyarakat. Di situlah Imam Ali memutuskan perkara-perkara yang diperselisihkan dengan amat bijak dan adil. Semua orang puas dan menerima dengan senang keputusan-keputusan yang keluar dari beranda masjid ini. Pada masa kekuasaan Imam Ali, tempat ini amat populer.
Ketika Imam Ali masih belum lama masuk kota Kufah sesudah pengangkatannya sebagai khalifah menggantikan Usman Ibn Affan yang terbunuh, ada suara-suara sumbang yang mempertanyakan kebenaran hadits-hadits Nabi tentang keutamaan Imam Ali lebih dari sahabat-sahabat lain, terutama, hadits al-Ghadir. Maka ketika orang-orang berkumpul di al-Rahbah, Imam Ali mendatangi mereka dan melakukan munasyadah. Mereka mengakui keberadaan dan kebenaran hadits-hadits itu. Tapi ada beberapa Sahabat yang karena sesuatu dan lain hal mencoba mengelak mengakui keberadaan hadits-hadits tersebut. Imam Ali menantang kejujuran mereka dengan memohon kepada Allah, jika pengelakan mereka memang karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, agar Allah memaafkan mereka. Tapi jika karena sesuatu dan lain hal, agar ditunjukkan keluasaan Allah sebagai bukti kebenaran dirinya. Saat itu juga Allah mengabulkan permintaan Imam Ali dan menurunkan hukuman, kualat, kepada beberapa sahabat yang mencoba menutupi kebenaran itu. Di antara sahabat yang mendapat kualat itu adalah Zaid Ibn Arqam dan Anas Ibn Malik.
Peristiwa itu menggemparkan kota Kufah dan seluruh wilayah Islam. Karena itu, ia mendapat banyak perhatian ari para perawi hadits maupun penulis sejarah. Berikut beberapa riwayat mengenai hal itu sebagaimana direkam dalam kitab-kitab hadits dan sejarah.
1. Zaid Ibn Arqam menceritakan : Bahwasanya suatu hari Ali menantang kejujuran orang-orang (bermunasyadah) dan berkata : "Wahai orang-orang! Aku bermunasyadah atas nama Allah, jika ada di antara kalian yang mendengar sabda Nabi saw, 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya', maka hendaknya bangun memberikan kesaksian!" Maka bangunlah dua belas Sahabat Nabi Ahli Badar, yang mengikuti perang Badar, memberikan kesaksian dan membenarkan apa yang dikatakan Ali. Bahwa memang benar Nabi pernah mengatakan itu. Aku, kata Zaid, adalah salah seorang di antara orang-orang yang tidak mau bersaksi akan kebenaran hadits itu, maka butalah mataku (Hadits riwayat Ahmad ibn Hanbal).
Pengakuan langsung Zaid Ibn Arqam ini dapat Anda lihat juga pada : 1) al-Haitsami dalam Majma' al-Zawaid, 2) al-Maghazili dalam al-Manaqib, 3) al-Tabrani dalam al-Kabir, 4) al-Tabari dalam Zakhair al-Uqba, al-Hafiz Muhammad Ibn Abdullah dalam al-Fawaid, dan lain-lain.
2. Ahmad juga meriwayatkan dalam kitabnya al-Musnad, dari Abu al-Tufail Amir Ibn Watsilah : Bahwa pada suatu hari Ali mengumpulkan orang-orang di al-Rahbah. Ia berkata kepada mereka: "Aku bernasyadah atas nama Allah kepada setiap Muslim yang mendengar hadits Rasulullah di Ghadir Khum, hendaklah berdiri!" Maka berdirilah tiga puluh orang memberikan kesaksian. Dalam pada itu Abu Nuaim berkata : "Banyak orang yang berdiri dan bersaksi, bahwa memang benar Rasulullah berkata sambil memegang tangan Ali : 'Bukankah kamu tahu bahwa aku lebih berhak atas orang-orang yang beriman, lebih daripada mereka sendiri?'· Mereka berkata : 'Benar ya Rasulullah.' Nabi kemudian berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepada Ali dan musuhilah orang yang memusuhinya.' " Abu Nuaim berkata: "Kemudian aku keluar dari tempat itu, tapi dalam hatiku masih ada suatu keraguan." Maka kudatangi Zaid dan berkata kepadanya: "Aku mendengar Ali mengatakan ini dan itu." Zaid berkata: "Mengapa engkau harus mengingkarinya? Aku juga mendengar Rasulullah saw berkata demikian."
Riwayat dari Abu Tufail ini dapat dilihat juga pada 1) al-Nasai dalam Khasaish, 2) Abu Daud, 3) al-Ashimi dalam Zain al-Fata, 4) al-Kunji dalam Kifayah, 5) al-Tabari dalam al-Riyadh al-Nadhirah, 6) Ibn Katsir dalam al-Bidayah, 7) Ibn Atsir dalam Usud al-Ghabah, dan lain-lain.
3. Ibn Katsir dalam tarikhnya, meriwayatkan dari Ahmad Ibn Hanbal : Bahwasanya suatu hari Ali berkata : "Aku bermunasyadah atas nama Allah dengan munasyadah Islam kepada setiap orang yang mendengar pernyataan Rasulullah pada hari Ghadir Khum sambil memegang tanganku: 'Kaum Muslimin! Bukankah aku lebih utama terhadap diri kamu daripada kamu sendiri?' Mereka berkata: 'Betul ya Rasulullah.' Rasulullah kemudian berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya. Ya Alllah berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya, musuhilah orang yang memusuhinya, belalah orang yang membelanya dan hinakanlah orang yang menghinakannya.' Maka setiap orang yang mendengar hadits ini hendaklah berdiri dan bersaksi atas kebenarannya!" Maka bangunlah tujuh belas orang dan bersaksi bahwa Ali memang benar. Tapi sebagian lagi tidak mau bersaksi. Terhadap mereka, tidak ada yang keluar dari dunia ini kecuali telah lebih dahulu dibutakan atau dibuat belang.
4. Munasyadah Pada Perang Jamal
Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak, dari Rifaah ibn Iyas al-Dhabbi, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa : Ketika kami berada di perang Jamal bersama-sama Ali, Ali mengutus seseorang untuk memanggil Talhah. Talhah datang menemui Ali. Ali berkata kepadanya: "Aku munasyadah engkau atas nama Allah. Tidakkah engkau mendengar Nabi saw berkata : 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya, maka hendaklah menjadikan Ali sebagai maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya'?" Talhah berkata: "Ya. Aku mendengarnya." Ali berkata: "Kalau begitu, mengapa engkau memerangiku?" Talhah berkata: "Aku tidak ingat."
Nada yang sama dapat dilihat pada 1) al-Masudi dalam Muruj al-Zahab, 2) al-Khatib al-Khawarizmi dalam al-Manaqib, 3) Ibn Asakir daiam Tarikh Syam, 4) Ibn al-Jauzi dalam Tazkirah, 5) al-Haitsami dalam Majma` al-Zawaid, 6) Ibn Hajar dalam al-Tahzib, 6) al-Suyuthi dalam Jami'-al-Jawami' dan lain-lain.
3. IHTIJAJ AHLUBAIT DAN LAINNYA DENGAN HADlTS AL-GHADIR.
Selain munasyadah Imam Ali, Ahlubait, dan banyak pihak juga melakukan ihtijaj, berhujjah, tentang kebenaran hadits Al-Ghadir ini. Berikut beberapa ihtijaj tersebut :
Ihtijaj Fatimah Binti Rasulullah
Diriwayatkan dalam kitab Asnal-matalib, karya al-Muqirri al-Syafii bahwa Fatimah berkata kepada sahabat-sahabat Nabi : "Apakah kalian lupa pernyataan Rasulullah pada hari al-Ghadir: 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya maka Ali adalah maulanya'?"
Ihtijaj Imam Hasan
Al-Hafiz Abul-abbas Ibn Uqdah meriwayatkan bahwa di antara yang diucapkan Hasan Ibn Ali di atas mimbar setelah menandatangani kesepakatan perdamaian dengan Muawiyah ialah : "Bukankah umat ini mendengar nabinya berkata sambil memegang tangan Ali Ibn Abi Talib di Ghadir Khum: 'Barangsiapa yang aku adalah maulanya maka hendaklah ia menjadikan Ali sebagai maulanya. Ya Allah, berpihaklah kepada orang yang berpihak kepadanya dan musuhilah orang yang memusuhinya', dan Nabi memerintahkan mereka untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir ?"
Ihtijaj Imam Husain
Sulaim Ibn Qais meriwayatkan : Bahwa dua tahun sebelum kematian Muawiyah, Imam Husain mengumpulkan sekitar tujuh ratus orang di Mina saat haji. Mereka terdiri dari Bani Hasyim, Sahabat, Tabiin, dan para pengikut al-Husain. Al-Husain meminta mereka memberikan kesaksian atas setiap yang dikatakannya. Mereka memberikan kesaksian dan membenarkan semua yang dikatakan al-Husain. Di antara yang dikatakan al-Husain saat itu adalah: "Aku bermunasyadah atas nama Allah, bukankah kalian tahu bahwa Rasulullah saw mengangkat Ali pada hari Al-Ghadir dan menuntut setiap orang untuk mengakui kepemimpinan Ali, dan berkata: 'Setiap yang hadir hendaknya menyampaikannya kepada yang tidak hadir'?" Semua yang berkumpul memberikan kesaksian bahwa memang demikian.
Ihtijaj Seorang Perempuan Kepada Muawiyah
Zamakhsyari menceritakan dalam kitabnya Rabi' al-Abrar : Bahwa suatu hari, saat Muawiyah melaksanakan ibadah haji, ia memanggil seorang perempuan yang bernama Darumiyah. Ia berkata kepadanya: "Hai Darumiyah, mengapa engkau mencintai Ali dan membenciku? Berwilayah kepada Ali dan memusuhiku?" Darumiyah bertanya : "Apakah aku boleh diam?" Muawiyah berkata:"Tidak." Darumiyah berkata: "Karena engkau memaksa, akan kukatakan yang sebenarnya. Aku mencintai Ali karena keadilannya pada rakyat dan membagi harta dengan sama rata, dan aku membencimu karena engkau memerangi orang yang lebih berhak darimu dan menuntut yang bukan hakmu. Aku berwilayah kepada Ali karena Rasulullah telah mengangkatnya sebagai pemimpin di depan batang hidungmu sendiri, kecintaannya kepada kaum miskin, dan penghormatannya kepada ahli agama. Dan aku memusuhimu karena engkau menumpahkan darah, memecah persatuan, memutuskan perkara dengan tidak adil, dan keputusanmu yang didasarkan pada hawa nafsu !!"
Ya Rabb! Masukkanlah kami ke dalam golongan yang berpihak pada Ali dan keluarganya. Amin.
Post a Comment
mohon gunakan email