Pesan Rahbar

Home » , » Jika engkau memiliki pemahaman yang cukup, engkau tidak akan terpengaruh provokasi orang-orang yang menginginkan perpecahan di antara kalian.

Jika engkau memiliki pemahaman yang cukup, engkau tidak akan terpengaruh provokasi orang-orang yang menginginkan perpecahan di antara kalian.

Written By Unknown on Tuesday 9 September 2014 | 18:35:00


Imam Khumaini berkata:
Jika engkau memiliki pemahaman yang cukup, engkau tidak akan terpengaruh provokasi orang-orang yang menginginkan perpecahan di antara kalian.
Persatuan, adalah hal yang mudah difahami namun selalu saja ada halangan dan kendala bagi umat Islam untuk mewujudkannya; entah kendalanya karena memang mereka tidak mampu mewujudkan persatuan tersebut, atau karena mereka tidak mau. Salah satu bukti nyatanya adalah: sudah 150 tahun lamanya tokoh-tokoh Islam dunia berbicara tentang persatuan, namun sampai saat ini juga Muslimin tetap berpecah belah di hadapan musuh-musuh mereka dan problema terbesar umat masih saja masalah perpecahan. Yang jelas maksud kami dari kata Muslimin adalah adalah umat Islam secara umumnya, mencakup para cendikiawan, politikus, ulama, dan seterusnya sampai masyarakat awam yang hidup bersama dalam satu komunitas dan setiap orang dari mereka adalah anggota keutuhan ini. Tentunya dalam setiap lapisan masyarakat pasti ada orang-orang yang benar-benar memahami pentingnya persatuan dan mereka pun berusaha keras untuk mewujudkannya; namun jika kita perhatikan satu per satu, hasil upaya mereka masih jauh berada di bawah tingkat ideal.

Oleh karena itu, saat ini di satu sisi musibah terbesar yang menimpa umat Islam adalah perpecahan, dan di sisi yang lin musuh-musuh Islam memanfaatkan fenomena perpecahan ini untuk menghantamkan pukulan keras ke dada Muslimin lalu melancarkan aksi-aksinya, seperti mengeruk kekayaan materi dan spiritual negara-negara Islami, menjajah, setiap saat berusaha melunturkan budaya-budaya Islami, dan mengkontrol gerak gerik-politik negara-negara yang telah dikuasainya.

Kalau kita menengok perkataan-perkataan Imam Khumaini, sikap-sikap politik dan sosialnya, kita akan mendapati bahwa dalam persepsinya persatuan bukan hanya sekedar saran yang hanya perlu didengarkan saja, bahkan perlu diwujudkan dan merupakan solusi terbesar bagi umat Islam untuk mengumpulkan kekuatan guna menghadapi musuh-musuh mereka yang zalim. Karena itu juga musuh-musuh Islam selama ratusan tahun menjadikan perpecahan Muslimin sebagai solusi terbaik untuk menguasai dan memperpanjang umur kekuasaan mereka di negara-negara Islami. Dengan jalan ini juga mereka mencapai tujuan-tujuan penjajahan dan permusuhannya.

Sungguh menakjubkan selama ratusan tahun Muslimin tidak mampu menyelesaikan permasalahan ini dan Muslimin tetap berpecah belah di depan semua ancaman-ancaman musuh mereka. Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa musuh-musuh kita lebih berhasil dalam menjalankan misi-misinya daripada kita. Bukti nyata yang paling jelas saat ini juga adalah berkuasanya musuh-musuh atas negara-negara Islam sedang Muslimin tetap dalam perpecahannya. Singkatnya, perpecahan kita sama dengan kemenangan musuh. Selama kita tetap dalam perpecahan ini, selama itu juga musuh menang. Kita dapat berbangga diri ketika kita bersatu dan musuh kalah karena persatuan ini.

Terkadang keberhasilan musuh dalam mewujudkan perpecahan, tidak hanya terlihat melalu adanya ikhtilaf antar satu umat Islam yang berada dalam satu negara saja, bahkan antara satu negara Islam dengan negara lainnya! Inilah hasil kerja keras musuh-musuh kita yang ditujang denga pasokan dana luar biasa hanya karena mereka tidak mau kita umat Islam memperoleh kembali kekuatan dan kejayaan yang pernah diraih sebelumnya. Kita tidak bisa hanya diam berharap mereka berhenti menjalankan siasat perpecahan umat Islam ini; karena semua keuntungan mereka benar-benar bergantung pada perpecahan kita. Kita juga tidak bisa diam saja dengan berharap kaki tangan mereka yang kini menyamar sebagai “musuh dalam selimut” berhenti menjalankan misinya; karena keuntungan-keuntungan duniawi mereka bergantung penuh pada pekerjaan ini. Mereka akan tetap mengulang-ulang perkataan musuh-musuh kita, mewujudkan impian-impian mereka, menyamarkan siapakah musuh yang sebenarnya, dan memprovokasi perpecahan dalam satu kaum dan umat Islam. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali “musuh dalam selimut” di negara kita yang bekerja untuk mereka; mereka adalah pengkhianat yang menjual tanah air dan budaya bangsa sendiri untuk kepentingan-kepentingan duniawi. Mereka adalah orang-orang munafik yang mengenakan pakaian pejabat, cendikiawan, ulama, mufti, dan lain sebagainya; dengan cara ini mereka dapat beraksi dengan mudah dari dalam tubuh sebuah bangsa. Kita juga tidak bisa mengharap negara-negara yang benar-benar telah tunduk pada musuh kita untuk mewujudkan persatuan umat Islam ini.

Oleh karena itu, yang dapat kita harapkan untuk diajak bekerjasama mewujudkan impian ini adalah mereka yang benar-benar menyadari siapa musuh dan tidak bergantung sama sekali kepada mereka. Mereka adalah segenap umat Islam yang bebas dan tidak bergantung kepada musuh-musuh Islam; dengan syarat mereka harus benar-benar memahami arti persatuan ini, dan kedua mereka juga harus memiliki jiwa yang tulus dan ikhlas di jalan ini. Karena setiap orang yang menyadari kebenaran sesuatu, maka ia pasti membenarkannya dan melakukan segala usaha untuk menegakkannya. Yang terpenting adalah ketulusan dan kesucian jiwa. Orang yang jiwanya tulus, ikhlas dan suci, senantiasa terlepaskan dari belenggu keinginan-keinginan duniawi dan pribadi; orang-orang seperti ini yang dapat mewujudkan persatuan dan mengabaikan provokasi perpecahan; orang seperti ini yang mampu membedakan antara bisikan-bisikan rahmani (bisikan kebaikan) dengan bisikan-bisikan syaitani (bisikan setan).

Imam Khumaini berkeyakinan bahwa kepemilikan ma’rifat dan jiwa yang tulus adalah kunci keselamatan hidup di tengah-tengah provokator perpecahan. Ia berkata: Kita harus mengejar kekuatan dan persatuan kita. Pemerintah dan masyarakat tidak boleh menganggap ini adalah pemerintah dan ini adalah masyarakat (memisah-misahkan keduanya), karena kita semua adalah sekumpulan rombongan yang berjalan bersama menuju alam akhirat; kita harus menaati Tuhan dan kita harus selalu bersama-sama. Jika kita seperti itu, maka kemenangan adalah milik kita, dan kemenangan itu adalah hadiah Ilahi dan pertolongan-Nya untuk kita. Namun jika tidak demikian, jika kemenangan itu adalah hasil dari kekerasan dan paksaan, maka itu bukan kemenangan dan hakikatnya adalah kekalahan besar. Oleh karena itu kita harus bersama-sama. Kita harus menaati Tuhan dengan cara tidak berikhtilaf dan selalu menjaga persatuan. Kita harus menggalang persatuan umat ini, dan jika memang kita telah bersatu, maka kita harus menjaganya dengan baik. Kita harus melanjutkan perjalanan ini dan kita tidak boleh mendengarkan ucapan pihak-pihak yang ingin memecah belah tubuh umat ini… jika kita bersatu, tidak ada satu pun yang bisa mengusik kita; kita harus bersatu dalam menaati Allah. (Shahife e Emam, jilid 19, halaman 206 – 207)

Ia juga berkata: Kita harus memiliki kesatuan dan kita harus menjaganya. Kita tidak boleh mendengar omongan orang-orang yang menginginkan perpecahan di antara kita. Mereka yang bertentangan dengan persatuan adalah orang-orang yang membuat kerusakan. Jadi kita tidak boleh mendengarkan ucapan orang-orang yang berbuat kerusakan seperti mereka. Jika kalian tidak ingin terpengaruh dengan ucapan-ucapan mereka, maka kalian harus memiliki makrifat, maknawiah dan jiwa yang tulus nan ikhlas. Ucapan-ucapan mereka hanya berpengaruh pada hati orang-orang yang lemah makrifat dan jiwanya.

Ucapan beliau yang lainnya: Sekitar sejak 150 tahun yang lalu tokoh-tokoh dunia Islam berbicara tentang persatuan Islami di hadapan bahaya para penjajah-penjajah Barat dan menyatakan bahwa perpecahan adalah problema umat Islam yang terbesar; namun problema ini sampai sekarang juga tetap berada di tempatnya. Ini menunjukkan bahwa umat Islam belum menempuh jalan yang seharusnya ditempuh untuk mewujudkan persatuan ini. Sedangkan musuh-musuh Islam yang menganggap perpecahan umat ini sebagai solusi untuk meraih kepentingan-kepentingan mereka, dengan baik mereka menjalankan usaha-usahanya hingga saat ini.

Beliau juga berkata: Perpecahan di dunia Islam adalah jaminan keberhasilan musuh-musuh Islam dalam menguasai kita. Selama kita tidak merubah kenyataan ini, dunia Islam tidak akan bisa keluar dari kekuasaan musuh. Oleh karena itu seharusnya umat Islam memikirkan cara terbaik untuk keluar dari lingkaran ini daripada sibuk berselisih.

Dan juga beliau berkata: Banyak sekali kaki tangan musuh kita yang menyelinap di dalam tubuh umat Islam, mereka menyamar sebagai cendikiawan, politikus, ulama yang fanatik, mufti, dan lain sebagainya; dan kita tidak bisa mengharapkan mereka untuk mewujudkan persatuan umat. Karena mereka semua bekerja untuk kepentingan musuh-musuh dan para penjajah. Oleh karenanya hanya Muslimin sejati yang harus memikirkan jalan menuju persatuan tanpa mendengarkan kata-kata kaum munafik yang ingin memecah belah umat.

Ketika pemerintahan yang dipimpin oleh manusia besar seperti Imam Mahdi af., maka di masa itu pintu keilmuan akan terbuka selebar-lebarnya melampaui jaman para nabi dan wali Allah, bahkan tiga belas kali lipat darinya. Hal ini menunjukan dampak yang sangat menakjubkan. Yang jelas di masa itu akan terjadi banyak perubahan dahsyat di dunia ilmu pengetahuan, kebudayaan dan industri.

Dengan kata lain, kemajuan keilmuan pada masa Imam Mahdi af. tidak dapat dibandingkan dengan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan umat manusia sebelumnya. Di masa pemerintahannya, semua orang dengan giat berbondong-bondong menimba ilmu. Bahkan seorang anak perempuan yang masih berumur muda sekali pun telah mampu mengeluarkan hukum-hukum ilahi dari al-Qur’an dengan mudah.

Dunia teknologi dan perindustrian juga mengalami perkembangan yang menakjubkan. Meskipun kebanyakan riwayat yang kita temui tidak menjelaskan perkembangan dalam segi ini, tetapi secara global riwayat-riwayat tersebut telah mengisyarahkan adanya perubahan besar dalam dunia perindustrian. Salah satu contohnya adalah riwayat yang menyebutkan, “Seseorang di timur dapat melihat saudaranya di barat. Ketika Imam Mahdi af berpidato, semua orang di dunia dapat melihatnya. Para pecinta Imam Mahdi af. dapat berbicara dengannya, meskipun mereka berada di tempat yang jauh. Mereka dapat saling berbincang dan saling mendengar … segala sesuatu yang berada di dalam rumah orang-orang di masa itu, dapat berbicara dengan pemiliknya. Orang-orang banyak yang bepergian dengan menaiki awan dari satu tempat ke tempat yang lainnya.” Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat serupa dengan ini.

Kebanyakan riwayat menyebut periode pemerintahan Imam Mahdi af. sebagai masa kejayaan peradaban umat manusia. Pada masa itu, umat manusia berada di ujung kekuatan. Dapat dikatakan bahwa dunia industri di jaman itu sangat jauh berbeda dengan jaman sekarang, sebagaimana dunia di jaman ini sangat berbeda dengan dunia pada beberapa abad yang lalu.

Perbedaan yang sangat mendasar antara perkembangan keilmuan di jaman Imam Mahdi af. dengan perkembangan keilmuan di jaman kita adalah pada masa kini, semakin ilmu dan teknologi berkembang pesat, semakin jatuh pula umat manusia dari nilai-nilai kemanusiaannya. Namun di jaman beliau justru sebaliknya. Selain umat manusia mengalami kemajuan ilmu dan teknologi, mereka juga mencapai derajat moral yang tertinggi.

Di jaman beliau, banyak orang yang telah mengalami perubahan keperibadian sehingga seakan-akan mereka mereka bukanlah diri mereka yang dulu lagi. Beberapa hari yang lalu mereka rela saling menumpahkan darah demi mendapatkan Dinar dan Dirham, kini kekayaan dunia di mata mereka tak lagi memiliki harga. Bahkan meminta uang, mereka anggap perbuatan yang sangat hina.

Jika di masa-masa sebelumnya mereka adalah orang-orang yang selalu merasa iri dan dengki terhadap sesamanya. Ketika pemerintahan Imam Mahdi af. berdiri, mereka menjadi orang-orang yang saling mencintai dan saling dekat antara satu dengan yang lainnya, seakan-akan mereka satu nyawa. Sedangkan orang-orang yang sebelumnya memiliki hati yang lemah, kini mereka memiliki hati yang kuat bagaikan baja.

Ya, pemerintahan beliau mendongkrak perkembangan pemikiran dan etika. Jaman itu, adalah masa kesempurnaan aktualisasi seluruh potensi manusia. Segala kesalahan yang terjadi di masa lalu, adalah sempitnya pola pikir manusia. Dengan izin Allah, di jaman itu Imam Mahdi af. akan membuat semua orang mampu berpikir dewasa. Jaman itu adalah periode kesempurnaan yang telah dijanjikan, inilah masa pemerintahan Imam Mahdi af. Kesempurnaan yang belum pernah dihadiahkan oleh satupun pemerintahan yang telah berdiri di muka bumi.

A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Imam Shadiq as. bersabda, “Ilmu dan pengetahuan adalah dua puluh tujuh huruf. Adapun yang telah dibawakan oleh para nabi adalah dua huruf dari huruf-huruf tersebut. Tetapi, ketika Imam Mahdi muncul, ia akan membawakan dua puluh lima huruf lainnya. Ia akan mengajarkan dua puluh lima huruf tersebut dan menyebarkannya beserta dua huruf sebelumnya. Dengan demikian, beliau akan mengajarkan dua puluh tujuh huruf ilmu kepada umat manusia.”[1]

Riwayat ini menjelaskan kepada kita bahwa segala kemajuan yang ada di jaman ini, kelak di jaman pemerintahan Imam Mahdi af. akan berubah berlipat ganda. Dengan demikian, pada masa itu perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sangat menakjubkan.
Imam Baqir as. bersabda, “Ilmu memahami kitab Allah dan sunah Nabi Saw. akan tumbuh di hati Imam Mahdi, sebagaimana tumbuhan yang berkembang dengan baik. Jika salah satu dari kalian hidup di jamannya, maka ucapkanlah kata-kata ini kepadanya, ‘Salam bagimu wahai keluarga rahmat dan kenabian, wadah ilmu dan risalah!’”[2]

Beliau juga pernah bersabda, “Perkara ini (pemerintahan universal Imam Mahdi) akan diserahkan kepada seorang yang ketika ia memimpin, umurnya lebih sedikit dari kita semua dan mengingatnya menyejukan hati. Allah akan memberikan segala ilmu dan hikmah kepadanya dan Ia tak akan pernah membiarkan beliau begitu saja.”[3]

Pada kesempatan yang lain beliau juga berkata, “Imam yang mana Al-Qur’an, ilmu, dan senjata ada di hadapannya. Ia adalah dari keturunanku.”[4]

Rahasia kesempurnaan manusia terdapat dalam riwayat tersebut. Karena seorang pemimpin yang dapat memimpin umat manusia menuju kesempurnaan dan kebahagiaan, harus memiliki tiga perkara ini: aturan-aturan Ilahi yang akan mengarahkan umat manusia kepada kesempurnaan, ilmu yang akan mengantarkan umat manusia kepada kejayaannya, dan kekuatan serta senjata yang dapat digunakan untuk melenyapkan para musuh yang menjadi penghalang jalan. Imam Mahdi af. akan dilengkapi dengan ketiganya. Dengan demikian, ia akan mampu memimpin seluruh umat manusia di muka bumi. Beliau tak hanya mengantarkan mereka kepada kesempurnaan materi, tetapi juga kepada kesempurnaan spiritual insani.
Kali ini kita akan menyimak beberapa riwayat yang menunjukkan adanya kesempurnaan ilmu pengetahuan dan teknologi di jaman pemerintahan Imam Mahdi af.

Mengenai komunikasi di jaman pemerintahan Imam Mahdi af., Imam Shadiq as. bersabda, “Pada jaman Imam Mahdi af., seseorang mukmin yang berada di timur dapat melihat saudaranya di barat bumi. Begitu juga seorang yang berada di barat dapat melihat saudaranya yang berada di timur bumi.”[5]

Riwayat tersebut muncul sebelum pesawat telepon ditemukan. Dengan demikian, ada kemungkinan yang dimaksud dengan riwayat di atas adalah keberadaan teknologi telefon bergambar, atau mungkin teknologi yang kelak akan lebih baik dari itu, atau bahkan lebih jauh dari yang kita bayangkan.

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda, “Ketika Imam Mahdi muncul, Allah akan menambah kekuatan penglihatan dan pendengaran para pengikut kami, sehingga ketika Imam berbicara, mereka yang berada jauh darinya dapat mendengar pembicaraannya dan juga melihatnya. Padahal Imam masih berada di tempatnya.”[6]

Mufadhal bin Umar pernah bertanya kepada Imam Shadiq as., “Di tempat manakah Imam Mahdi akan muncul?” Imam menjawab, “Tak ada seorang pun yang tidak melihat kemunculannya. Dan jika ada orang yang mengaku tidak melihat, maka jangan percayai ucapannya.”[7]

Imam Shadiq as. bersabda, “Seakan-akan aku melihat Imam Mahdi yang sedang mengenakan baju besi Rasulullah Saw. Dan tidak ada seorang pun yang hidup di suatu negeri yang tidak melihatnya, seakan-akan beliau berada satu negeri bersama mereka.”[8]

Dari riwayat ini kita memahami bahwa pada jaman itu, ada dua kemungkinan yang dapat kita bayangkan. Pertama, di jaman itu telah diciptakan sebuah alat penghasil gambar tiga dimensi yang kemudian dimiliki oleh semua orang di seluruh dunia. Kedua, ada sebuah alat yang lebih canggih dari itu. Selain itu, ada pula sebuah kemungkinan lain yang berkaitan dengan kekuatan beliau dalam menampakkan mukjizatnya.
Rasulullah Saw. pernah bersabda mengenai sarana transportasi yang digunakan di jaman Imam Mahdi af., “Setelah kalian, akan datang suatu masa dimana orang-orang dapat menempuh perjalanan jauh dengan sangat mudah … jarak yang jauh akan ditempuh hanya dengan beberapa kejap mata, sehingga jika ada orang yang ingin pergi dari timur bumi menuju barat bumi, maka dengan mudah ia akan melakukannya.”[9]

Beliau juga bersabda, “Demi Dzat Yang nyawaku berada di tangan-Nya! Kiamat tidak akan tiba sebelum datang suatu masa , yang tongkat yang digunakan oleh sebagian orang dapat memberitakan kepadanya tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya di suatu tempat setelah mereka keluar dari rumah.”[10]

Imam Shadiq as. bersabda, “Al-Mahdi disebut dengan nama itu, karena ia akan diberi pengetahuan mengenai perkara-perkara yang tersembunyi. Sehingga pada suatu saat, ia memerintahkan seseorang untuk membunuh seorang pendosa, yang kebanyakan orang tidak mengenalnya sebagai pendosa.”
Pengetahuan Imam Mahdi af. sangat luas. Tak seorang pun yang berada di dalam rumahnya berani mengatakan sesuatu yang buruk, karena takut dinding-dinding akan memberitakannya kepada Imam Mahdi af. dan menjadi saksi.”[11]

Riwayat ini mungkin menjelaskan sistem informasi yang sangat canggih di jaman itu, atau mungkin juga kenyataannya adalah sama seperti yang diterangkan oleh riwayat, yakni dinding memang benar-benar dapat berbicara.

B. Budaya Islami Tersebar Luas

Pada jaman pemerintahan Imam Mahdi af., tak seperti sebelumnya, tidak ada lagi keterbatasan dalam menjalankan ketentuan agama. Semua orang berbondong-bondong memeluk Islam tanpa perlu khawatir. Gema Islam terdengar di mana-mana. Sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa riwayat, Islam merasuk ke setiap rumah, laksana panas dan dinginnya cuaca. Sebagaimana dengan sendirinya panas dan dinginnya cuaca memasuki pintu dan jendela rumah-rumah, Islam pun dengan sendirinya memasuki setiap tempat tinggal dan semua mendapatkan manfaat darinya.

Dalam kondisi seperti ini, reaksi masyarakat terhadap Islam sangat berbeda dengan yang sebelumnya. Mereka menyambut ajaran Al-Qur’an, menjalankan shalat berjamaah, dan shalat Jum’at secara besar-besaran. Masjid yang ada di jaman ini dan juga masjid-masjid yang akan di bangun kemudian hari, tidak dapat menampung mereka semua. Menurut sebagian riwayat, di jaman itu, dalam satu masjid shalat jamaah dilakukan sebanyak dua belas kali. Dengan demikian, kita dapat membayangkan betapa bergairahnya orang-orang di jaman itu menerima ajaran agama ini. Padahal ketika itu, jumlah penduduk dunia berkurang secara drastis, sebagai dampak pembunuhan dan pertumpahan darah yang begitu besar menjelang kemunculan imam Mahdi af di akhir jaman.

Pada waktu itu badan-badan yang menangani urusan-urusan budaya dan keagamaan memiliki peranan yang sangat besar di tengah-tengah masyarakat. Sesuai dengan perkembangan populasi umat manusia, masjid-masjid terus dibangun. Sehingga pada beberapa tempat, pembangunan sebuah masjid yang memiliki lima ratus pintu pun dibutuhkan. Dengan kata lain, sebagaimana yang disebutkan  dalam beberapa riwayat, masjid kota Kufah yang terkecil adalah seukuran masjid Kufah di jaman ini. Padahal masjid Kufah merupakan salah satu masjid terbesar di dunia.

Di sini kita akan membahas perkembangan pengajaran Al-Qur’an, dibangunnya tempat-tempat peribadatan, dan perkembangan spiritualitas Muslimin pada masa pemerintahan Imam Mahdi af. menurut riwayat-riwayat yang ada.

1. Pengajaran Al Qur’an dan pengetahuan Islam

Imam Ali as. bersabda, “Seakan-akan aku melihat para pengikutku berkumpul di masjid Kufah dan saling mengajarkan Al-Qur’an secara berurutan sesuai dengan urutan diturunkannya ayat-ayat Al-Qur’an.”[12]
Asbagh bin Nubatah berkata, “Aku pernah mendengar Imam Ali as. bersabda, ‘Seakan-akan aku melihat orang-orang Ajam (non Arab) berkumpul di masjid Kufah untuk mengajarkan Al-Qur’an sebagaimana diturunkannya.’”[13]

Beberapa riwayat di atas menjelaskan siapa orang-orang yang mengajarkan Al-Qur’an yaitu orang-orang Ajam. Dan menurut para ahli bahasa, yang dimaksud dengan Ajam di sini adalah orang-orang Persia.[14]
Imam Baqir as. bersabda, “Pada jaman pemerintahan Imam Mahdi af. kalian akan diberikan ilmu dan hikmah, sehingga seorang perempuan pun di rumahnya sendiri akan menghukumi segalanya sesuai dengan kitab Allah dan sunah Nabi Saw.”[15]

2. Membangun masjid

Habah Arani berkata, “Imam Ali as. pergi ke Hairah[16] seraya bersabda, ‘Sesungguhnya di Hairah akan dibangun sebuah masjid yang memiliki lima ratus pintu masuk dan dua belas imam yang adil memimpin shalat di dalamnya.’ Aku berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, apakah masjid Kufah kelak akan mampu menampung banyak orang?’ Beliau menjawab, ‘Di sana akan dibangun empat Masjid, yang mana masjid Kufah di saat ini adalah masjid terkecil jika dibandingkan dengannya …’ Lalu beliau mengisyarakanku kepada dua sungai Bashirain dan Gharibain.’”[17]

Beliau juga bersabda, “Imam Mahdi melanjutkan perjalanannya … lalu membangun banyak Masjid di Constantinople dan tempat-tempat sekitarnya.”[18]

Mufadhal berkata bahwa Imam Shadiq as. pernah bersabda: “Ketika Imam Mahdi (af.) muncul, ia akan membangun sebuah masjid di luar kota Kufah (punggung Kufah) yang memiliki seribu pintu.”[19]

Mungkin yang dimaksud dengan “Punggung Kufah” adalah kota Najaf; karena banyak ulama yang menyebut Najaf dengan sebutan Punggung Kufah.

3. Perkembangan spiritualitas dan moral

Imam Ali as. bersabda, “Orang-orang di masa pemerintahan Imam Mahdi af. akan kembali kepada agama dan melakukan shalat secara berjamaah.”[20]

Imam Shadiq as. bersabda, “Kota Kufah, sungai Karbala, dan Hairah akan menyatu, sehingga ketika seseorang ingin melaksanakan shalat Jum’at di sana, meski ia telah bergegas menaiki kendaraannya yang cepat, ia tetap tidak sampai ke tujuannya.”[21]

Hal ini mungkin disebabkan padatnya penduduk di tempat itu. Ketika ketiga tempat tersebut menjadi satu kota, maka shalat Jum’at hanya dilaksanakan satu tempat. Selain itu, secara syar’i tidak diperbolehkan menyelenggarakan shalat Jumat lebih dari satu tempat dalam satu kota.

Mufadhal bin Umar berkata, “Imam Shadiq as. bersabda, “Ketika Imam Mahdi af muncul, seseorang yang di malam harinya adalah orang yang bodoh, penakut, dan pelit, ketika pagi hari tiba, ia berubah menjadi orang yang sangat pintar, pemberani, dan dermawan. Lalu, kemenangan ada di depan mata.”[22]

Imam Ali as. bersabda, “Ketika Imam Mahdi bangkit …, rasa iri dan dengki yang dimiliki oleh banyak orang terhadap sesamanya akan sirna.”[23]

Rasulullah Saw. juga bersabda, “… di jaman itu, rasa dengki dan permusuhan akan sirna dari dalam hati.”[24]
Berkenaan dengan hancurnya berbagai kerusakan moral, Imam Hasan as. bersabda, “Pada akhir jaman nanti, Allah akan membangkitkan seorang lelaki yang menyebabkan tak satu pun orang-orang yang bejat tinggal di muka bumi, kecuali ia menjadi orang yang baik.”[25]

Salah satu karakteristik pemerintahan Imam Mahdi af. adalah sirnanya rasa rakus dan tamak dan rasa kecukupan muncul di hati setiap orang.
Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika Al-Mahdi bangkit, Allah akan meletakkan rasa kecukupan di hati hamba-hamba-Nya. Sehingga, ketika Imam Mahdi berkata bahwa setiap orang yang membutuhkan uang dipersilahkan datang untuk mengambilnya, maka tak seorang pun yang datang.”[26]

Yang menarik untuk diperhatikan di sini adalah kata ibad (hamba-hamba) digunakan dalam riwayat yang menunjukkan bahwa hal tersebut tidak dikhususkan bagi kelompok tertentu saja, bahkan untuk semua orang.
Beliau juga bersabda, “Aku sampaikan berita mengenai Al-Mahdi af. kepada kalian sebagai berita gembira. Ia kelak akan dibangkitkan di tengah-tengah umat manusia pada situasi yang sangat buruk, yakni kegoncangan dan persengketaan telah melanda di mana-mana. Kemudian ia akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kebatilan dan semua penduduk bumi menyukainya.
“Allah akan menyirami hati-hati umat Muhammad Saw. dengan rasa kecukupan, sehingga ketika ada yang berkata bahwa jika sekiranya ada yang membutuhkan uang, datanglah, maka hanya satu orang saja yang datang untuk meminta uang. Lalu Al-Mahdi berkata kepada orang itu, ‘Pergilah ke penjaga harta dan katakan bahwa Al-Mahdi memerintahkannya untuk memberikan uang kepadamu.’ Penjaga itu berkata, ‘Kumpulkanlah uang-uang itu dengan kedua tanganmu.’ Ia mulai mengumpulkan lalu membawanya. Tetapi, sebelum ia selesai dan keluar dari sana, ia menyesali perbuatannya dan berkata kepada dirinya sendiri, ‘Aku adalah umat nabi Muhammad Saw. yang paling rakus! Ia dapat membuat umatnya merasa kecukupan dan apakah aku tidak dapat merasa cukup?’ Ia kembali dan berniat untuk mengembalikan uang-uang itu. Tapi penjaga harta berkata, ‘Kami tidak akan mengambil lagi apa-apa yang telah kami berikan!’”[27]

Yang perlu diperhatikan di sini adalah hati mereka dipenuhi dengan rasa kecukupan. Dengan demikian yang mereka miliki adalah jiwa yang lapang. Hanya saja ada juga kemungkinan bahwa selain memiliki hati yang kecukupan, mereka juga hidup dalam kondisi keuangan yang baik pula.

Ada banyak riwayat yang berkaitan dengan pembahasan ini. Sebagian dari riwayat tersebut akan dikupas pada kesempatan ini.
Imam Baqir as. bersabda, “Ketika Al-Mahdi muncul, ia akan meletakkan tangannya di atas kepala umatnya dan menyempurnakan akal mereka. Kemudian, moral mereka pun menjadi sempurna.”[28] Dalam kitab Bihar al-Anwar disebutkan bahwa harapan-harapan mereka akan tercapai.[29]

Dijalankannya semua ketentuan Islam oleh Imam Mahdi af. membuat akal umat manusia menjadi sempurna dan mewujudkan tujuan Nabi Muhammad Saw. sebagaimana dalam sabdanya, “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulai.”

Rasulullah Saw. bersabda kepada Sayidah Fathimah Zahra as., “Allah akan membangkitkan seseorang dari keturunan kedua anak ini (Hasan dan Husain), yang akan membuka pintu-pintu gerbang benteng kegelapan dan menaklukkan hati-hati hitam yang terkunci.”[30]

Imam Baqir as. bersabda, “Akan datang seseorang lelaki dari keturunanku … lalu ia meletakkan tangannya di atas kepala para pengikutnya. Kemudian, hati mereka berubah dan menjadi lebih kokoh dari bongkahan batu dan potongan baja. Mereka mendapatkan kekuatan yang dimiliki oleh empat puluh orang biasa!”[31]
Pada jaman itu, umat manusia telah percaya bahwa dunia selalu menipu. Mereka sadar bahwa segala dosa dan kesalahan diakibatkan oleh kecintaan kepada dunia. Lalu dari sisi ketakwaan, mereka akan mencapai suatu kedudukan yang menjadikan mereka tidak lagi tertipu oleh dunia.

Rasulullah Saw. bersabda, “Bumi akan mengeluarkan isinya yang terbaik, seperti potongan-potongan emas dan perak. Datanglah seorang pembunuh seraya berkata, ‘Aku membunuh disebabkan olehnya dan aku memotong tali persaudaraan juga dikarenakan olehnya.’ Seorang pencuri juga datang dan berkata, ‘Karena inilah tanganku dipotong.’ Lalu semua orang meninggalkan emas dan tak mengambilnya sedikitpun.”[32]

Zaid Zurad berkata, “Aku berkata kepada Imam Shadiq as., ‘Aku takut kelak tidak termasuk orang-orang yang beriman.’ Imam bertanya, ‘Mengapa?’ Aku menjawab, ‘Karena aku tidak melihat seorang pun yang lebih mendahulukan saudaranya dari Dirham dan Dinar. Dan kita sendiri melihat bahwa kini Dirham dan Dinar lebih mulia dari pada sesama yang memiliki kecintaan dan wilayah kepada Imam Ali as.’
Imam Shadiq as. bersabda, ‘Tidak, kalian adalah orang yang beriman. Tetapi, iman kalian tidak akan sempurna sebelum Al-Qaim muncul. Ketika ia muncul, ia akan memberikan rasa sabar kepada kalian, sehingga kalian menjadi Mukmin sempurna.’”[33]


[1] Kharaij, jil. 2, hal. 841; Mukhtashar Bashairud Darajat, hal. 117; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 326.
[2] Kamaluddin, jil. 2, hal. 653; Al-Adadul Qawiyah, hal. 65; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 491; Hulyatul Abrar, jil. 3, hal. 639; Bihar al-Anwar, jil. 51, hal. 36, dan jil. 52, hal. 318.
[3] Aqdud Durar, hal. 42.
[4] Matsalibun Nawashib, jil. 1, hal. 222.
[5] Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 391; Haqqul Yaqin, jil. 1, hal. 229; Bisyaratul Islam, hal. 341.
[6] Al Kafi, jil. 8, hal. 240; Kharaij, jil. 2, hal. 840; Mukhtasharul Bashair, hal. 117; Shiratul Msutaqim, jil. 2, hal. 262; Montakhabul Anwar Al Madhi’ah, hal. 200; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 336.
[7] Bihar al-Anwar, jil. 53, hal. 6.
[8] Kamaluz Ziyarat, hal. 119; Nu’mani, Ghaibah, hal. 309; Kamaluddin, jil. 2, hal. 671; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 325; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 493; Nuruts Tsaqalain, jil. 1, hal. 387; Mustadrak Al-Wasail, jil. 10, hal. 245; Jami’u Ahadis Syi’ah, jil. 12, hal. 370.
[9] Firdausul Akhbar, jil. 2, hal. 449; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 351.
[10] Ahmad, Musnad,, jil. 3, hal. 89; Firdausul Akhbar, jil. 5, hal. 98; Jami’ul Ushul, jil. 11, hal. 81.
[11] Nu’mani, Ghaibah, hal. 319; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 365.
[12] Nu’mani, Ghaibah, hal. 318; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 364.
[13] Ibid.
[14] Majma’ul Bahrain, jil. 6, hal. 111.
[15] Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 352.
[16] Hairah adalah nama sebuah tempat yang berada dekat dari kota Kufah. Pada jaman kekaisaran Sasanid, kaisar Lakhami berkuasa di sana. Pemerintahannya berada di bawah kekuasan Persia. Khosrov dan Parviz menggulingkannya pada tahun 602 M. Lalu menetapkan seorang penguasa di sana. Ketika tempat itu dikuasai oleh kaum Muslimin, Hairah mulai ditinggalkan karena adanya kota Kufah. Kota tersebut secara penuh sirna, sejak abab ke sepuluh Masehi atau ke empat Hijriyah. Farhang-e Farsi-e Mo’in, jil. 5, hal. 470.
[17] At-Tahdzib, jil. 3, hal. 253; Al-Kafi, jil. 4, hal. 427; Man La Yahdhuruhu Al-Faqih, jil. 2, hal. 525; Wasail as- Syi’ah, jil. 9, hal. 412; Mir’ah al-Uqul, jil. 18, hal. 58; Maladzul Akhbar, jil. 5, hal. 478; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 375.
[18] Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 312.
[19] Al Irsyad, hal. 362; Thusi, Ghaibah, hal. 295; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 537; Wafi, jil. 2, hal. 112; Biharul Anwar, jil. 52, hal. 330 dan 337.
[20] Aqdud Durar, hal. 159.
[21] Thusi, Ghaibah, hal. 295; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 537; Al-Wafi, jil. 2, hal. 112; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 330, dan 337.
[22] Al-Wafi, jil. 2, hal. 113, menukil dari Al-Futuhat Al-Makkiyah.
[23] Khisal, jil. 2, hal. 254 dan 1051.
[24] Abdur Razzaq, Mushannif, jil. 11, hal. 402; Ibnu Hammad, Fitan, hal. 162; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 152.
[25] Minanur Rahman, jil. 2, hal. 42; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 524, ditukil dari Imam Ali As.
[26] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 71; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 186; As-Syi’ah wa Ar-Raj’ah, jil. 1, hal. 27.
[27] Ahmad, Musnad,, jil. 3, hal. 37, 52; Jami’u Ahadis As-Syi’ah, jil. 1, hal. 34; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 164.
[28] Al-Kafi, jil. 1, hal. 25; Kharaij, jil. 2, hal. 840; Kamaluddin, jil. 2, hal. 675.
[29] Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 336.
[30] Aqdud Durar, hal. 152; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 116; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 448, 495.
[31] Kamaluddin, jil. 2, hal. 653; Dalailul Imamah, hal. 243; Kamil Az-Ziyarat, hal. 119.
[32] Sahih Muslim, jil. 2, hal. 701; Sahih Turmudzi, jil. 34, hal. 493; Abu Ya’la, Musnad, jil. 11, hal. 32; Jami’ul Ushul, jil. 11, hal. 38.
[33] Al-Ushulus Sittah Asyar, hal. 6; Bihar al-Anwar, jil. 67, hal. 350.

Pada beberapa pembahasan yang lalu, kita telah menyimak berbagai riwayat yang menggambarkan kondisi dunia sebelum kemunculan Imam Mahdi af. Di satu sisi, berbagai riwayat itu melaporkan kehancuran dan malapetaka bagi umat manusia di akhir jaman, yang menuai rasa pesimis bagi umat manusia. Namun di sisi lain, terdapat beberapa riwayat yang menyulut obor penerang dan secercah harapan, bagi para pengikut kebenaran dan orang-orang yang beriman.
Sebagian dari riwayat ini bercerita tentang adanya orang-orang yang beriman. Dunia tak sekejap mata pun kosong dari mereka. Pada masa sebelum kemunculan Imam mahdi af., mereka tersebar di segala penjuru dunia  dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Beberapa riwayat, menjelaskan peran para ulama Islam pada jaman keghaiban. Dalam riwayat-riwayat tersebut, mereka diperkenalkan sebagai para penjaga agama. Menurut sebagian riwayat dari para Maksum as., terdapat penjelasan tentang peranan kota Qom sebelum kemunculan Imam Mahdi af. Selain itu, terdapat beberapa riwayat yang menggambarkan peran aktif orang-orang Iran sebelum dan sesudah Imam Mahdi af. muncul.

A. Mukmin Sejati

Terkadang kita menemukan beberapa riwayat yang menepis berbagai prasangka bahwa di akhir jaman kelak, bumi akan kosong dari keberadaan orang-orang yang beriman. Para Imam menepis sangkaan demikian dan memberitakan adanya sekelompok orang-orang yang beriman pada setiap jaman.
Zaid Zarra’ menuturkan bahwa ia berkata kepada Imam Shadiq as., ‘Aku takut tidak termasuk orang-orang yang beriman.’ Imam bertanya, ‘Mengapa kamu berpikiran seperti itu?’ Ia menjawab, ‘Karena menurutku, tidak ada seorang pun di antara kami yang mendahulukan saudaranya dari uang. Namun, justru kami mendahulukan uang dari pada saudara seiman.’ Imam bersabda, ‘Itu tidak benar, kalian adalah orang-orang yang beriman. Tetapi, iman kalian tidak akan sempurna sebelum Al-Mahdi af. muncul dan menyempurnakan akal kalian ketika itu, sehingga kalian menjadi orang-orang beriman yang sempurna. Demi Allah yang nyawaku berada tangan-Nya, di dunia ini pasti ada orang-orang yang menganggap dunia, tidak lebih berharga dari sayap lalat.’”[1]

B. Peranan Ulama Syiah

Ketika tirai kebodohan dan kegelapan telah menyelimuti pandangan umat manusia pada setiap jaman. Maka, ulama pada masa itulah yang mengemban tugas, dengan menyingkirkan tirai kebodohan dan kegelapan tersebut. Dari beberapa riwayat, kita dapat memahami bahwa ulama di akhir jaman pun menjalankan peran mulia ini.
Imam Ali Hadi as. bersabda, “Jika di jaman keghaiban Imam Mahdi af. tidak ada ulama yang membimbing umat Islam, tidak membela serta melindungi agamanya, tidak membebaskan pengikut agama ini dari cengkraman tipu setan lalu menyelamatkan mereka dari para musuh. Niscaya, tak seorang pun yang tetap dalam agamanya dan semuanya akan murtad. Tapi, tetap ada orang-orang yang membimbing hati para pecinta kebenaran yang lemah dan menjaganya, dengan kekauatan yang ada ditangannya. Laksana nahkoda sebuah kapal yang mengatur laju kapal tersebut. Maka, mereka adalah orang yang memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah.”[2]
Mengenai orang-orang yang menghidupkan agama pada setiap jaman, Rasulullah Saw. bersabda: “Allah Swt. akan menghidupkan seseorang pada setiap permulaan setiap kurun bagi umat Islam, untuk menghidupkan agamanya.”[3]
Dua riwayat itu, di samping berbagai riwayat sejenisnya, dengan jelas menerangkan peran aktif para ulama pada masa keghaiban. Selain itu, mereka juga berperan dalam melemahkan tipu daya setan dan menghidupkan agama Allah.
Pada masa kini, sudah cukup jelas untuk menetapkan pentingnya peranan ulama Islam. Karena, sosok Imam Khomaini adalah salah seorang ulama yang telah melenyapkan berbagai tipu daya musuh-musuh Allah di jaman ini; kiprahnya telah diketahui semua orang.
Tidak diragukan lagi, sebenarnya kemuliaan yang diraih Islam dan kaum muslimin kini adalah berkat Revolusi Islam Iran dengan bapak pendirinya Imam Khomaini.

C. Peranan Qom di Akhir Jaman

Ketika umat manusia telah terjangkiti wabah kebatilan dan kesesatan, masih ada saja secercah harapan bagi orang-orang yang senantiasa memegang bendera cahaya di hati dalam kegelapan. Kota Qom pada akhir jaman, menjadi salah satu tempat yang mengambil peran penting tersebut.
Banyak sekali riwayat yang memuji kota suci ini dan juga orang-orang bermukim di sana, yang telah mereguk air telaga hikmah ajaran suci Ahlul Bait serta menyebarkannya.
Berbagai riwayat di bawah ini menunjukkan peranan penting kota Qom dalam menciptakan perubahan pola pikir umat manusia sedunia di akhir jaman kelak. Sebagaimana yang dapat kita rasakan sendiri saat ini.
Para Imam maksum as. pernah menyampaikan berbagai hadis mengenai peranan kota ini di akhir jaman nanti, dalam melakukan berbagai gerakan kultural pada jaman keghaiban Imam Jaman af. Disini, akan disebutkan beberapa diantaranya sebagai berikut:

Qom: Tanah Suci Ahlul Bait

Menurut beberapa riwayat yang sampai ke tangan kita, Qom dan penghuninya adalah simbol dan model kecintaan dan wilayah terhadap Ahlul Bait. Maka, siapa pun yang menyatakan dirinya sebagai pecinta Ahlul Bait disebutnya sebagai qomi.
Sekelompok orang mendatangi Imam Shadiq as. seraya berkata, “Kami adalah penduduk kota Ray.” Lalu, Imam bersabda, “Bagus, wahai saudara-saudaraku dari Qom!” Mereka berulang kali mengatakan ucapan yang sama, “Kami datang dari Ray untuk bertemu denganmu.” Imam pun mengulangi ucapan pertamanya. Kemudian beliau kembali bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki tanah suci (haram), yaitu Mekah. Rasulullah juga memilikinya, yaitu di Madinah. Kufah adalah haram Imam Ali. Sedangkan tanah suci kami (Ahlul Bait) adalah Qom. Tak lama lagi, salah satu wanita dari keturunan kami yang bernama Fathimah akan dimakamkan di sana. Barang siapa menziarahinya (dengan pengetahuan dan kecintaan), maka surga wajib untuknya.”
Sang perawi menuturkan, “Imam Shadiq as. mengucapkan perkataan ini, padahal Imam Musa as. waktu itu masih belum lahir.”[4]
Shafwan berkata, “Pada suatu hari, aku tengah berada di dekat Abul Hasan (Imam Kadzim as.). Perbincangan kami sampai pada perbahasan orang-orang Qom dan kecintaan mereka terhadap Imam Mahdi af. Lalu Imam Ketujuh ini kembali bersabda, “Semoga Allah merahmati dan meridhai mereka hingga berlanjut terus menerus. Sesungguhnya surga memiliki tujuh pintu, salah satu pintu tersebut untuk orang-orang Qom. Dari berbagai negara dan kota-kota yang ada, penduduk kota Qom adalah pengikut dan pecinta kami yang terbaik. Allah telah menjadikan kecintaan dan keteguhan kepada kami menyatu dengan diri mereka.”[5]
Dari riwayat di atas kita dapat memahami bahwa Imam menganggap kota Qom sebagai pusat para pecinta Ahlul Bait dan Imam Mahdi af. Mungkin yang dimaksud salah satu pintu surga telah dikhususkan untuk penduduk Qom, adalah Babul Mujahidin atau Babul Akhyar. Sebagaimana beberapa riwayat yang lainnya menyebut orang-orang Qom sebagai orang-orang yang baik (Akhyar).

Qom: Sebagai Hujjah bagi yang lain

Di setiap jaman, Allah memiliki hamba-hamba khusus yang menjadi hujjah bagi selainnya. Karena, mereka selalu melangkahkan kakinya di jalan Allah, dan selalu berjihad demi mengangkat kalimat Allah. Maka Allah Swt. yang menjadi penolong dan pelindung mereka dari bahaya musuh. Pada jaman keghaiban Imam Mahdi af, orang-orang Qom merupakan hujjah bagi orang-orang yang lain.
Imam Shadiq as. bersabda, “Musibah dan bencana berada jauh dari Qom dan penduduknya. Dan akan datang suatu masa dimana penduduk Qom menjadi hujjah bagi orang yang lain. Masa itu adalah hari-hari keghaiban Imam Mahdi af. yang terus berlanjut sampai kemunculannya. Jika tidak demikian, niscaya bumi akan menelan penduduknya. Sungguh para malaikat akan menjauhkan bala dan bencana dari Qom dan penduduknya. Tidak ada satu pun penguasa zalim yang bertujuan untuk menghancurkan Qom kecuali Allah akan mematahkan pinggangnya lalu menimpakan bencana kepadanya, baik berupa penyakit atau musuh-musuh yang memerangi mereka. Allah akan melenyapkan nama Qom dan penduduknya dari pikiran para penguasa yang zalim, sebagaimana mereka telah menghapus nama Allah dari pikiran mereka sendiri.”[6]

Pusat Penyebaran Kebudayaan Islam

Dalam riwayat disebutkan bahwa selama masa keghiban, Qom menjadi pusat penyebaran dan dakwah ajaran-ajaran Islam kepada kaum mustadh’afin di penjuru dunia,  sedangkan ulamanya merupakan hujjah bagi seluruh penduduk dunia.
Dalam hal ini, Imam Shadiq as. berkata, “Tak lama lagi, Kufah akan kosong dari orang-orang yang beriman. Ilmu serta hikmah lenyap di sana, bagaikan ular yang terbelit di suatu sudut, ilmu dan hikmah tersebut menjadi terbatas. Namun, ilmu dan hikmah tersebut akan menyembur keluar dari sebuah kota yang disebut dengan Qom, lalu kota tersebut menjadi pusat ilmu pengetahuan dan sumber hikmah serta kesempurnaan, sehingga tiada seorang pun mustadh’af (tidak mengetahui kebenaran Islam) yang hidup di muka bumi melainkan memahami agama yang benar, meskipun para wanita yang hidup di gurun dan sahara. Ketika itu, adalah waktu yang sudah dekat dengan kemunculan Qaim (Imam Mahdi af.).
“Allah menjadikan Qom dan penduduknya sebagai pengganti Imam Mahdi af. (sebelum ia muncul). Jika tidak, niscaya bumi akan menelan penduduknya dan tidak ada hujjah yang tersisa di muka bumi. Oleh karenanya, ilmu dan hikmah mengalir dari Qom ke barat dunia dan juga ke timur. Kemudian hujjah menjadi sempurna bagi umat manusia. Karena pada waktu itu, tak seorang pun yang tidak pernah mendengar kebenaran dan agama yang benar. Maka, muncullah Qaim (af.) yang akan mengazab orang-orang kafir dengan tangannya. Karena, sesungguhnya Allah tidak akan mengazab umat manusia, kecuali hujjah telah sempurna bagi mereka.”[7]
Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Jika orang-orang Qom sudah tidak ada, maka agama akan binasa.”[8]

Garis Pemikiran Ulama Qom yang Dibenarkan Imam

Berdasarkan penjelasan beberapa riwayat, kita memahami bahwa para Imam telah membenarkan jalur dan pola pikir para ulama Qom.
Mengenai hal ini, Imam Shadiq as. bersabda, “Terdapat malaikat yang mengepakkan kedua sayapnya di atas kota Qom. Tak akan ada satu pun penguasa zalim yang berniat buruk terhadapnya kecuali Allah menjadikan mereka seperti garam yang larut dalam air.”
Kemudian Imam mengisyaratkan tangannya kepada Isa bin Abdullah Qomi, lalu bersabda, “Salam Allah bagi Qom! Tuhan semesta alam akan mengenyangkan penduduknya dengan air hujan dan Ia akan menurunkan berkah-Nya melalu air hujan tersebut, lalu merubah dosa-dosa mereka menjadi kebaikan. mereka ahli ibadah, yang menunaikan rukuk, sujud, qiyam dan qu’ud. Mereka pun faqih dan ilmuwan yang cakap. Mereka adalah ahli dirayah, riwayat, hikmah, dan merupakan hamba-hamba Allah yang baik.”[9]
Pada suatu hari ada seseorang lelaki yang bertanya kepada beliau, “Aku ingin bertanya kepadamu mengenai sesuatu yang belum pernah ditanyakan oleh orang lain sebelumku dan tidak akan ditanyakan oleh orang lain setelahku.” Imam berkata, “Mungkin engkau ingin bertanya mengenai Hari Kebangkitan.”
Ia menjawab, “Ya, benar, demi Allah yang telah mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.”
Imam menjawab, “Dibangkitkannya semua orang adalah menuju Baitul Maqdis, kecuali orang-orang yang meninggal di suatu tanah yang disebut dengan Qom dan pengampunan Ilahi akan mencakup mereka semua.”
Orang itu membungkuk dan berkata, “Wahai putra Rasulullah! Apakah hal ini khusus untuk penduduk Qom?” Imam Menjawab, “Ya, untuk mereka dan orang-orang yang memiliki akidah yang sama dengan mereka dan mengatakan apa yang mereka katakan.”[10]

Para Prajurit Imam Mahdi af.

Salah satu poros pembahasan yang menarik adalah penjelasan berbagai riwayat tentang orang-orang Qom yang disebut sebagai kaum yang kelak akan membantu Imam Mahdi af dan bangkit merebut hak Ahlul Bait.
Afan Bashri menuturkan bahwa Imam Shadiq as. bersabda kepadanya, “Tahukah engkau kenapa Qom disebut sebagai Qom?’ Ia menjawab, ‘Allah, Rasul-Nya dan engkau lebih mengetahuinya.’ Beliau menjawab, ‘Tempat itu disebut dengan Qom, karena penduduknya kelak akan bangkit memerangi kebatilan bersama Qaim ali Muhammad (Imam Mahdi af). Dengan jalan ini, mereka menunjukkan kegigihan dirinya dalam menolong beliau (af).’”[11]
Imam Shadiq as. dalam kesempatan lain juga pernah bersabda, “Tanah Qom adalah tanah suci. Penduduknya adalah dari kami (pecinta kami) dan kami adalah dari mereka. Tak seorang pun penguasa zalim yang berniat buruk terhadapnya, kecuali Allah mempercepat azab bagi mereka. Hal tersebut akan terus seperti itu kecuali jika mereka mengkhianati saudaranya sendiri. Jika mereka seperti itu, Allah akan menjadikan penguasa zalim yang keji berkuasa terhadap mereka. Tetapi sesungguhnya penduduk Qom adalah para prajurit Qaim dan para penyeru hak-hak kami.”
Tak lama kemudian, Imam menghadapkan wajahnya ke langit lalu berdoa seperti ini, “Ya Allah! Jagalah mereka dari segala fitnah dan selamatkan mereka dari segala kebinasaan.”[12]

Persia: Negri Imam Jaman

Riwayat mengenai Qom telah dijelaskan. Paling tidak, hal ini memperjelas peran orang-orang Iran di muka bumi, sebelum dan menjelang kemunculan Imam Mahdi af. Namun, ketika kita meneliti berbagai riwayat maksumin as. lebih jauh, maka kita akan mendapati perhatian Imam as. yang lebih terhadap Iran dan masyarakatnya. Dalam berbagai kesempatan, dijelaskan berbagai peranan orang-orang Iran dalam mempertahankan agama serta mempersiapkan dunia demi menyambut kedatangan Imam Mahdi af.
Dalam pembahasan ini, hanya akan dibawakan beberapa riwayat yang mengungkapkan berbagai pujian para Imam terhadap orang-orang Iran:

Pujuan untuk bangsa Iran

Ibnu Abbas berkata, “Suatu saat, kami tengah memperbincangkan bangsa Persia. Ketika itu, Rasulullah Saw. bersabda, ‘Penduduk Fars (orang-orang Iran) termasuk dari kami; Ahlul Bait.’”[13]
Ketika mawali dan orang-orang Ajam[14] dibicarakan, Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah, aku lebih percaya kepada mereka dari pada kalian.”[15]
Ibnu Abbas berkata, “Ketika bendera-bendera hitam dikibarkan ke arah kalian, maka muliakanlah orang-orang Persia; karena mereka yang memegang pemerintahan kalian.”[16]
Suatu hari,  Asy’ats dengan nada protes berkata  kepada Imam Ali as., “Wahai Ali, mengapa orang-orang Ajam ini berkumpul di sekitarmu dan mendahului kami?” Imam Ali as. marah dan menjawab, “Siapakah yang akan memaafkanku jika aku menuruti orang-orang seperti kalian? Apakah kalian memerintahkanku untuk menjauhkan mereka dariku? Tidak akan pernah! Aku tidak akan menjauhkan mereka dariku,[17] sehingga aku menjadi seperti orang-orang yang jahil. Demi Allah yang menumbuhkan biji-bijian dan menciptakan segalanya. Mereka akan mengembalikan kalian kepada agama Islam. Mereka akan berperang dengan kalian, sebagaimana kalian menghunuskan pedang untuk membuat mereka menjadi Muslim.”[18]

Kaum yang mempersiapkan kemunculan Imam Jaman

Sebagian besar riwayat yang menerangkan berbagai peristiwa sebelum kemunculan Imam Mahdi af. dan para prajurit serta penolong beliau, seringkali membicarakan Iran dan orang-orang Iran dengan ungkapan yang bermacam-macam, seperti: Ahlul Fars, Ajam, Ahlu Khurasan, Ahlu Thalighan, Ahlu Ray, dan lain sebagainya.
Dengan menganalisis keseluruhan riwayat-riwayat tersebut, kita mengetahui bahwa sebelum kemunculan Imam Mahdi af., Iran akan menjadi sebuah negara dengan struktur kenegaraan Ilahi yang membela  para Imam Maksum as. dan berada di bawah pengawasan Imam Jaman af. Begitu pula penduduk negara ini, mereka memiliki peranan yang penting dalam kebangkitan Imam Mahdi af. Hal ini, akan kita kupas lebih jauh pada pembahasan “Kebangkitan Imam Mahdi af”. Di sini, hanya akan disebutkan beberapa riwayat saja.
Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang dari arah timur akan bangkit dan mempersiapkan kemunculan Imam Mahdi af.”[19]
Beliau juga bersabda, “Bendera-bendera berwarna hitam dari arah timur akan berkibar. Hati mereka kuat, laksana baja. Maka barang siapa melihat mereka hendaknya menghampiri lalu membaiatnya, meski harus berjalan melewati es untuk menuju ke sana.”[20]
Imam Baqir as. bersabda, “Seakan-akan aku melihat suatu kaum yang bangkit dari Timur dan menuntut haknya. Namun, hak tersebut tidak mereka peroleh. Kemudian mereka menuntut kembali, tetapi tetap tidak diberikan. Pada saat itulah, pedang-pedang dihunuskan dan dipikul di atas bahu. Kemudian musuh menerima permintaan mereka, namun mereka tidak menerimanya. Lalu mereka bangkit dan tidak memberikan hak kecuali kepada pemiliknya (shahib amr). Orang-orang yang mati diantara mereka adalah syahid. Jika aku hidup sejaman dengan mereka, niscaya aku akan menyiapkan diri untuk menjadi Shahib Amr ini.[21]
Imam Muhammad Baqir as. bersabda, “Para prajurit dan penolong Imam Mahdi af. berjumlah tiga ratus tiga belas orang yang berasal dari keturunan Ajam.”[22]
Meskipun Ajam merupakan sebuah istilah yang artinya adalah orang-orang non-Arab. Tetapi, dengan melihat riwayat-riwayat yang lain, akan didapati bahwa kebanyakan pasukan khusus Imam Mahdi tersebut adalah orang-orang Iran.
Rasulullah Saw. bersabda, “Tak lama lagi akan datang suatu kaum setelah kalian, bumi berada di bawah kaki-kakinya. Mereka mampu melakukan Thayul Ardh dan pintu-pintu dunia terbuka bagi mereka lalu orang-orang Fars baik laki-laki maupun perempuan berkhidmat kepada mereka. Bumi berada di bawah kekuasaan mereka. Jika setiap orang di antara mereka ingin menempuh jarak dari barat sampai timur bumi, maka mereka hanya membutuhkan waktu satu jam saja. Mereka tidak menjual diri untuk dunia, dan bukan pencinta dunia. Di mata mereka, dunia pun tidak berharga yang hilang daya tariknya.”[23]
Imam Ali as. bersabda, “Betapa mulianya Thalighan! Karena Allah menganugerahkan banyak harta karun di sana yang tidak berupa emas dan tidak pula perak. Tetapi berupa orang-orang yang beriman, mereka mengenal Allah dengan selayaknya dan mereka adalah para pasukan Imam Mahdi af. di akhir jaman kelak.”[24]
Rasulullah Saw. juga bersabda mengenai Khurasan, “Di Khurasan terdapat banyak harta karun. Tetapi, tidak berupa emas dan bukan perak, melainkan para lelaki yang dicintai Allah dan rasul-Nya.”[25]

[1] Bihar al-Anwar, jili 67, hal. 351.
[2] Tafsir Imam Askari As, hal. 344; Ihtijaj, jil. 2, hal. 260; Munyatul Murid, hal. 35; Mahajjatul Baidha’, jil. 1, hal. 32; Hilyatul Abrar, jil. 2, hal. 255; Bihar al-Anwar, jil. 2, hal. 6; Al Awalim, jil. 3, hal. 295.
[3] Sunan Abi Dawud, jil. 4, hal. 109; Mustadrak Hakim, jil. 4, hal. 552; Tarikh Baghdadi, jil. 2, hal. 61; Jami’ul Ushul, jil. 12, hal. 63; Kanzul Ummal, jil. 12, hal. 193. Meski kami telah mencari, tetapi kami tidak menemukan kitab-kitab Syiah yang memuat riwayat ini.
[4] Bihar al-Anwar, jil. 60, hal. 217.
[5] Ibid, hal. 216.
[6] Ibid, hal. 213.
[7] Ibid, jil. 60, hal., 213; Safinatul Bihar, jil. 2, hal. 445.
[8] Bihar al-Anwar, jil. 60, hal., 217.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid, hal. 216.
[12] Ibid, hal. 218.
[13] Dzikr Isbahan, hal. 11.
[14] Mawali dan Mawla, dalam segi bahasa memiliki arti banyak. Allamah Amini dalam jil. pertama Al-Ghadir menukilkan dua puluh arti bagi kata tersebut. Dan dari segi peristilahan, dalam hadis dan ayat kata ini memiliki lima arti: Wala’ ‘Itq, Wala’ Islam, Wala’ Halaf, Wala’ Qabilah, Wala’, yang merupakan lawan dari kata Arab, yakni maksudnya adalah orang-orang yang bukan Arab. Dan seringnya, maksud makna ini adalah para ulama ilmu Rijal; Silahkan rujuk At Taqrib wa At Taysir, jil. 2, hal. 333.
Poin mengapa yang dimaksud kata ini adalah orang-orang Iran, mungkin dikarenakan disebabkan mayoritas atau memang selalu digunakan untuk makna itu. Sebagaimana banyak yang mengakui bahwa kata tersebut memiliki makna yang sedemikian rupa.
Lebih dari itu, dalam tulisan-tulisan para ulama di jaman dahulu, kata-kata tersebut juga ditafsirkan seperti ini dan kami juga menafsirkannya sebagaimana yang telah mereka tafsirkan, akan tetapi kita tidak bersikeras dengan hal itu.
Yang dimaksud dengan Fars adalah wilayah kekuasaan yang berhadapan dengan Romawi. Pada jaman itu, Fars mencakup Iran dan negara-negara lain di sekitarnya yang merupakan daerah kekuasaan imperium Persia.
[15] Dzikr Isbahan, hal. 12; Al-Jami’us Shahih, jil. 5, hal. 382.
[16] Ramuz al Ahadits, hal. 33.
[17] Waktu itu pasar Kufah memang dipenuhi dengan orang-orang Persia dan mereka saling berbicara dengan bahasa Persia di sana (Sebagaimana yang dapat dipahami dari Mustadrakul Wasail, jil. 13, hal. 250, hadis 4). Dengan demikian, para Mawali yang dimaksud oleh Asy’ats di atas adalah orang-orang Persia.
[18] Al Gharat, jil. 24, hal. 498; Safinatul Bihar, jil. 2, hal. 693; Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahjul Balaghah, jil. 20, hal. 284.
[19] Sunan Ibnu Majah, jil. 2, hal. 1368; Al Mu’jamul Awsath, jil. 1, hal. 200; Majma’uz Zawaid, jil. 7, hal. 318; Kasyful Ghummah, jil. 3, hal. 268; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 599; Bihar al-Anwar, jil. 51, hal. 87.
[20] Aqdud Durar, hal. 129; Syafi’i, Bayan, hal. 490; YaNabi’ul Mawaddah, hal. 491; Kasyful Ghummah, jil. 3, hal. 263; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 596; Bihar al-Anwar, jil. 51, hal. 84.
[21] Nu’mani, Ghaibah, hal. 373; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 243; Sunan Ibnu Majah, jil. 2, hal. 1366; Hakim, Mustadrak, jil. 4, hal. 464.
[22] Ibid, hal. 315; Itsbatul Hudat, jil. 2, hal. 547; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 369.
[23] Firdausul Akhbar, jil. 3, hal. 440.
[24] Syafi’i, Bayan, hal. 106; Muttaqi Hindi, Burhan, hal. 150; Kanzul Ummal, jil. 14, hal. 591; YaNabi’ul Mawaddah, hal. 491; Kasyful Ghummah, jil. 3, hal. 286.
[25] Kanzul Ummal, jil. 14, hal. 591.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: