Pesan Rahbar

Home » » Bagi Syiah, Hadis dikaitkan dengan 12 imam, berbeda dengan Sunni tradisi dimana sunnah sebagian besar dinarasikan oleh sahabat, yang belum tentu semua dapat dipercaya Bagian Kedua

Bagi Syiah, Hadis dikaitkan dengan 12 imam, berbeda dengan Sunni tradisi dimana sunnah sebagian besar dinarasikan oleh sahabat, yang belum tentu semua dapat dipercaya Bagian Kedua

Written By Unknown on Wednesday 15 October 2014 | 15:06:00

Secara khusus, Hadits tathir  sering dikutip untuk menggambarkan perasaan Muhammad terhadap Ali dan keluarganya dengan baik ulama Sunni dan Syiah. Oleh karena itu, Syiah percaya bahwa Ahlulbait maksum yang dominan atas sumber-sumber lain.

Akidah Sunni sangat berbahaya karena mengi’tiqadkan juhud (pengingkaran) terhadap imamah Ali ! Kata “maula” jelas bermakna pemimpin karena Dalam kitab-kitab hadis, baik di kalangan Ahlusunnah maupun di kalangan Syiah, terdapat banyak riwayat dari Rasul SAW yang menuturkan dan mencatat bahwa Ali as merupakan Imam dan Khalifah setelah beliau.

Syiah menganggap Ali sebagai sosok yang paling penting kedua setelah Nabi Muhammad. Muhammad menyarankan dalam berbagai kesempatan selama hidupnya bahwa Ali harus menjadi pemimpin umat Islam setelah kematiannya. Menurut pandangan ini, Ali sebagai penerus Muhammad tidak hanya memerintah atas masyarakat dalam keadilan, tetapi juga menafsirkan Shariah Hukum dan makna esoteris nya. Oleh karena itu ia dianggap sebagai bebas dari kesalahan dan dosa (maksum), dan diangkat oleh Tuhan dengan keputusan ilahi (Nass) untuk menjadi imam pertama.
Ali dikenal sebagai “manusia sempurna” (al-insan al-kamil) mirip dengan Muhammad menurut sudut pandang Syiah.

bagi  Syiah, Hadis dikaitkan dengan 12 imam, berbeda dengan Sunni tradisi dimana sunnah sebagian besar dinarasikan oleh sahabat, yang belum tentu  semua dapat dipercaya.

Dengan demikian  Hadis   dalam periwayatan menjadi perbedaan utama dari Syiah
Meskipun jumlah besar beasiswa dilakukan oleh orientalis Barat sejak abad kesembilan belas dan analisis dan terjemahan yang terbuat dari berbagai sumber Islam, sangat sedikit perhatian telah diberikan sejauh ini untuk pengumpulan ucapan-ucapan agama, khotbah, doa, peribahasa dan eksposisi didaktik yang terdiri korpus hadis sebagaimana yang dipahami oleh Syiah Dua Belas Imam Muslim. Hal ini tentu saja benar bahwa banyak substansi hadis Syiah menyerupai koleksi koleksi Sunni, [1]dan sejauh bahwa yang terakhir telah dipelajari mantan juga telah ditangani dengan cara tidak langsung. Tapi sebanyak Syiah hadits memiliki bentuk, gaya dan “parfum” mereka sendiri, tidak ada pengobatan langsung substansi dan konten dapat menggantikan terjemahan langsung dan analisis koleksi sendiri.

Hal ini sebenarnya agak luar biasa bahwa meskipun pentingnya hadis Syiah ekstrim untuk pengembangan hukum dan teologi Syiah serta berbagai bidang dari “ilmu-ilmu intelektual” (al-‘Ulum al-‘aqliyyah), tidak berbicara tentang perannya dalam kesalehan dan kehidupan spiritual, ucapan-ucapan para Imam Syiah belum diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sampai sekarang. Juga mereka telah dipelajari sebagai keseluruhan dan sebagai badan yang berbeda dari tulisan-tulisan religius yang bersifat terinspirasi dalam konteks umum Islam itu sendiri. Buku ini mewakili, oleh karena itu, upaya perintis untuk menyajikan sampel dari tubuh yang luas dari tulisan-tulisan ke dunia berbahasa Inggris.

Literatur Syiah hadits mencakup semua perkataan Nabi Islam diterima oleh Syiah serta tradisi dari dua belas Imam dari ‘Ali bin Abi Thalib ke Mahdi. Koleksi ini dianggap demikian, setelah Al-Qur’an, tubuh yang paling penting dari teks-teks agama Syiah.Seperti dalam Islam Sunni, sehingga dalam kasus ini: Hadis bentuk bersama dengan Kitab Terungkap dasar dari semua ilmu-ilmu agama, termasuk tentu saja syariah serta kehidupan beragama di kedua aspek intelektual dan kebaktian. Tidak ada aspek dari kehidupan dan sejarah komunitas Syiah akan dipahami tanpa pertimbangan tubuh ini tulisan-tulisan yang diilhami.

Apa yang khusus untuk koleksi ini, bagaimanapun, adalah bahwa meskipun itu adalah bagian dari dasar Islam seperti yang terlihat oleh Syi’ah, “komposisi”-nya membentang selama lebih dari dua abad. Dalam Islam Sunni, Hadis terbatas pada perkataan Nabi Mahakudus. Bahkan untuk menggunakan “hadis” dalam Sunni adalah untuk mengacu pada ucapan-ucapan dan tidak orang lain. Dalam kasus Syi’ah, bagaimanapun, meskipun perbedaan yang jelas dibuat antara Hadis kenabian (al-hadits al-nabawi)dan para Imam (al-hadits al-walawi), keduanya termasuk dalam koleksi tunggal . Ini berarti bahwa dari titik tertentu pandang usia apostolik Islam dilihat oleh Syiah untuk meregangkan jalan di luar waktu yang relatif singkat biasanya berhubungan dengan rasul dalam berbagai agama.

Alasan untuk perspektif ini terletak tentu saja dalam konsepsi Syiah Imam. [2] Imam istilah seperti yang digunakan dalam pengertian teknis dalam Syi’ah berbeda dari penggunaan umum istilah dalam bahasa Arab, di mana itu berarti “pemimpin “, atau dalam teori politik Sunni di mana itu berarti khalifah sendiri. Sebagaimana digunakan dalam Syi’isme teknis istilah ini mengacu kepada orang yang mengandung dalam dirinya “Cahaya Muhammad” (al-Nur al-mahammadi) yang diturunkan melalui Fatimah, putri Nabi Mahakudus, dan ‘Ali, yang pertama imam, untuk yang lain, mengakhiri dengan Imam Tersembunyi yang muncul lagi satu hari sebagai Mahdi. [3]Sebagai akibat dari kehadiran cahaya ini, Imam dianggap “tidak berdosa” (Ma’sum)dan memiliki pengetahuan sempurna dari esoteris serta urutan eksoteris.

Para imam seperti rantai cahaya mengeluarkan sebagainya dari “Matahari Nubuat” yang asal mereka, namun mereka tidak pernah dipisahkan dari Sun itu. Apapun yang dikatakan oleh mereka berasal dari kas diganggu gugat sama kebijaksanaan terinspirasi. Karena mereka merupakan perpanjangan dari realitas batin Nabi Mahakudus, kata-kata mereka benar-benar kembali padanya. Itulah sebabnya perkataan mereka dilihat dalam perspektif Syiah sebagai perpanjangan Hadiskenabian, seperti cahaya yang mereka dipandang sebagai kelanjutan dari cahaya kenabian. Di mata Syiah, pemisahan temporal para imam dari Nabi Maria sama sekali tidak mempengaruhi ikatan mereka penting dan batin dengan dia atau kelangsungan dari “cahaya kenabian” yang merupakan sumber-nya serta pengetahuan terinspirasi mereka.

Ini konsepsi metafisik adalah alasan yang menggabungkan tradisi Syiah yang membentang lebih dari dua abad menjadi satu kesatuan dengan para Nabi Mahakudus sendiri. Hal ini juga distingiushes konsepsi Syiah Hadis dari yang diselenggarakan di Sunni. Jika tidak, konten yang sebenarnya dari hadis dalam Sunni dan Syiah koleksi sangat dekat. Setelah semua, kedua jenis kekhawatiran realitas rohani yang sama. Tentu saja rantai transmisi diterima oleh dua sekolah tidak sama.Namun, meskipun ini perbedaan dalam otoritas yang telah menjatuhkan perkataan kenabian, hadits-hadits yang sebenarnya dicatat oleh sumber-sumber Sunni dan Syiah memiliki kesamaan yang luar biasa. Perbedaan utama adalah mempertimbangkan Syiah ‘perpanjangan dari aspek keberadaan Nabi Mahakudus di Imam dan karena itu penambahan mereka terhadap ucapan-ucapan para Imam dengan ketat Hadis“kenabian”.

Ucapan-ucapan para Imam dalam banyak hal tidak hanya kelanjutan tetapi juga semacam komentar dan penjelasan dari Hadis kenabian, sering dengan tujuan membawa keluar ajaran esoteris Islam. Banyak dari kesepakatan hadits s, seperti yang Nabi Mahakudus, dengan aspek praktis kehidupan dan syari’at. Lain berurusan dengan metafisika murni, seperti halnya hadits tertentu kenabian s, terutama “sucihadis s” (hadits qudsi). Masih perkataan lain dari Imam berurusan dengan aspek-aspek kehidupan devosional dan mengandung beberapa doa paling terkenal yang telah dibacakan selama berabad-abad oleh kedua Sunni dan Syiah. Akhirnya beberapa dari kesepakatan ucapan dengan berbagai ilmu esoteris. Mereka dengan demikian mencakup spektrum yang luas mulai dari “biasa” masalah-masalah kehidupan sehari-hari untuk pertanyaan dari arti kebenaran itu sendiri. Karena sifat bawaan mereka dan juga fakta bahwa seperti tasawuf mereka mengeluarkan dari dimensi esoteris Islam, mereka telah bercampur selama berabad-abad dengan jenis tertentu dari tulisan-tulisan Sufi. [4] Mereka juga telah dianggap sebagai sumber esoterisme Islam oleh para sufi , karena Imam Syiah terlihat dalam perspektif sufi sebagai kutub spiritual dari usia mereka. Mereka muncul dalam rantai spiritual(silsilah) dari berbagai tarekat sufi, bahkan mereka yang telah tersebar hampir secara eksklusif di kalangan Sunni. [5]

Karena sifat isinya, perkataan ini telah mempengaruhi hampir setiap cabang Syiah pembelajaran serta kehidupan sehari-hari masyarakat. Yurisprudensi Syiah (fiqh)mendasarkan dirinya langsung pada corpus ini selain Quran Suci. Teologi Syiah(kalam) akan dipahami tanpa pengetahuan tentang perkataan itu. Syiah Al-Qur’an komentar menarik berat atas mereka. Bahkan ilmu alam seperti sejarah alam atau kimia dikembangkan dengan mengacu kepada mereka. Dan akhirnya perkataan ini telah muncul sebagai sumber untuk meditasi dari tema-tema metafisik paling luhur selama berabad-abad, dan beberapa sekolah metafisik dan filosofis paling rumit Islam telah mengeluarkan untuk sebagian besar dari mereka. Kemudian filsafat Islam yang dikaitkan dengan nama Sadr al-Din Syirazi, sebenarnya akan terbayangkan tanpa jalan lain untuk Syiah koleksi hadits. [6] Salah satu Sadr al-Din karya metafisik terbesar adalah komentar yang belum selesai pada sebagian yang paling penting dari empat koleksi Syiah dasar hadis, al-Kafi al-Kulayni. [7]

Dalam koleksi hadis Syiah adalah karya tertentu yang perlu disebutkan secara terpisah. Ada pertama-tama Nahj al-Balaghah merayakan (The Path of Eloquence) dari ‘Ali bin Abi Thalib dirakit dan sistematis pada abad ke-Syiah keempat / kesepuluh ulama al-Sayyid Sharif Radi. Mengingat pentingnya besar ini bekerja di dalam Islam Syi’ah serta untuk semua pecinta bahasa Arab, itu adalah luar biasa bagaimana sedikit perhatian telah diberikan untuk itu dalam bahasa-bahasa Eropa. [8] Setelah semua, banyak penulis terkemuka Arab seperti Thaha Husain dan Kurdi klaim Ali dalam otobiografi mereka untuk memiliki gaya mereka menyempurnakan penulisan Arab melalui studi Nahj al-Balaghah, sementara generasi demi generasi pemikir Syiah telah bermeditasi dan dikomentari maknanya. Selain itu, doa-doa pendek dan peribahasa dari pekerjaan ini telah menyebar sangat luas di kalangan rakyat dan telah memasuki baik sastra klasik dan rakyat tidak hanya Arab tapi juga Persia, dan melalui pengaruh Persia, bahasa lain dari masyarakat Islam, seperti sebagai bahasa Urdu.

Nahj al-Balaghah berisi, selain saran spiritual, moral dan prinsip-prinsip arahan politik, wacana yang luar biasa beberapa tentang metafisika, terutama menyangkut pertanyaan Kesatuan (al tauhid). Ia memiliki metode sendiri baik dari eksposisi dan kosa kata teknis yang sangat berbeda yang membedakannya dari sekolah-sekolah Islam yang telah ditangani berbagai dengan metafisika.

Sarjana Barat menolak untuk waktu yang lama untuk menerima keaslian pengarang pekerjaan ini dan menghubungkannya dengan Sayyid Sharif Al-Radi, meskipun gaya bekerja sendiri al-Radi adalah sangat berbeda dari Nahj al-Balaghah. Dalam setiap kasus sejauh perspektif Syiah tradisional yang bersangkutan, posisi Nahj al-Balaghahdan pengarang terbaik dapat dijelaskan dengan mengulang percakapan yang terjadi sekitar delapan belas atau sembilan belas tahun yang lalu antara ‘Allamah Tabatabai, merayakan kontemporer Syiah ulama yang bertanggung jawab untuk pemilihan antologi ini, dan Henry Corbin, mahasiswa Syiah terkemuka Barat. Corbin, yang sendiri sejauh dihapus dari “historisisme” mungkin, pernah berkata kepada ‘Allamah Thabathaba’i selama diskusi reguler mereka bersama di Teheran (di mana penulis saat ini biasanya bertindak sebagai penerjemah), “sarjana Barat mengklaim bahwa’ Ali tidak penulis Nahj al-Balaghah Apa pandangan Anda dan siapa Anda mempertimbangkan untuk menjadi penulis pekerjaan ini?. ” ‘Allamah Thabathaba’i mengangkat kepalanya dan menjawab dengan cara yang biasa lembut dan tenang, “Bagi kami siapa pun yang menulis Nahj al-Balaghah adalah’ Ali, bahkan jika ia tinggal satu abad lalu.”

Pekerjaan penting kedua dalam koleksi Hadis Syiah adalah al-Sahifat al-sajjadiyyah(The Scroll of al-Sajjad dari Zainal Imam al-‘Abidin keempat), juga disebut al-Sajjad.Seorang saksi tragedi Karbala-yang harus telah meninggalkan kesan yang tak terhapuskan pada jiwanya-Imam keempat tercurah kehidupan batin di sebuah simfoni yang indah doa yang telah menyebabkan Sahifah untuk disebut “Mazmur Keluarga Suci Nabi “. Doa-doa ini merupakan bagian dari kehidupan religius sehari-hari tidak hanya Syiah tapi juga Sunni, yang menemukan mereka di banyak manual doa paling populer di dunia Sunni. [9]

Juga penting dalam koleksi Hadis Syiah adalah perkataan, kelima keenam dan ketujuh Imam, dari siapa jumlah terbesar dari tradisi telah direkam. Imam ini hidup pada akhir Umayyah dan awal dinasti Abbasiyah saat, sebagai akibat dari perubahan dalam kekhalifahan, otoritas pusat telah melemah dan Imam mampu berbicara lebih terbuka dan juga melatih siswa lebih. Jumlah siswa, baik Syiah dan Sunni, dilatih oleh keenam Imam Ja’far al-Shadiq telah diperkirakan empat ribu. Ia meninggalkan tubuh besar ucapan-ucapan yang berkisar dari bidang hukum dengan ilmu esoteris.

Perkataan Nabi saw dan para Imam telah tentu saja sumber konstan meditasi dan diskusi oleh orang-orang Syiah pembelajaran sepanjang masa. Tapi terutama pada periode awal sejarah kemudian Syiah dengan Sayyid Haydar Amuli, mengarah ke guru besar dari periode Safawi seperti Mir Damad dan Mulla Sadra dan berlanjut sampai hari ini bahwa perkataan telah melayani sebagai sumber yang berbeda untuk metafisika dan filsafat serta ilmu yuridis dan Alquran. Komentar-komentar dari Mulla Sadra, Qadhi Sa’id al-Qummi dan banyak orang lain pada koleksi-koleksi hadis Syiah adalah salah satu karya besar dari pemikiran Islam. [10] Kemudian filsafat Islam dan teosofi sebenarnya tidak bisa dipahami tanpa mereka. [11]

Buku ini merupakan yang kedua dalam serangkaian dari tiga yang direncanakan bertahun-tahun lalu dengan bantuan dan dukungan dari Profesor Kenneth Morgan, kemudian dari Colgate University, dengan tujuan Syiah menyajikan kepada dunia Barat dari sudut pandang Syi’ah sendiri. Volume pertama dalam seri muncul dalam bahasa Inggris sebagai Syiah Islam oleh Allamah Sayyid Muhammad Husain Tabatabai diedit dan diterjemahkan oleh penulis dari garis-garis. [12] Volume kedua, disebut Al-Qur’an dalam Islam (Al Qur’an dar Islam) , juga ditulis oleh ‘Allamah Thabathaba’i dan versi Persia yang dicetak di Tehrarn. Sebagian besar juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh kami, namun penerjemahan itu tidak selesai. Peristiwa tahun lalu di Iran telah membuat naskah apa yang kita sudah diterjemahkan dapat diakses oleh kami sehingga tidak ada kemungkinan pada saat ini untuk menghasilkan terjemahan bahasa Inggris seperti yang direncanakan.

Volume ini adalah yang ketiga dan terakhir dalam seri. Setelah lama belajar dan musyawarah, “dibuat Allamah Thabathaba’i pemilihan ini dari koleksi besar Hadis,tugas yang akan telah membingungkan bagi siapa pun yang tidak memiliki pengetahuan tentang literatur ini terinspirasi. Setelah pilihan ini dibuat, Dr William Chittick, yang kemudian tinggal di Teheran dan bekerja dengan kami pada proyek-proyek ilmiah berbagai, melakukan tugas yang sulit menerjemahkan teks-teks Arab sangat kompak dan sulit ke dalam bahasa Inggris. Karena kurangnya diutamakan untuk rendering tulisan-tulisan ke dalam bahasa Eropa dan sifat dari teks itu sendiri, Dr Chittick dihadapkan dengan tugas berat. Itu hanya pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab, Persia dan subyek dikombinasikan dengan kesabaran dan beasiswa teliti yang memungkinkan baginya untuk berhasil dalam suatu usaha melelahkan dan menuntut. Dia harus selamat dalam segala hal karena telah berhasil menyimpulkan tugas kolosal.

Ini tetap untuk Trust Muhammadi untuk membawa proyek untuk hasil dan membuat publikasi mungkin. Kredit untuk ini volume dan efeknya dalam membuat Syiah lebih dikenal harus diberikan untuk sebagian besar untuk Trust. Sebagai salah satu yang bertanggung jawab untuk buku ini dari awal, saya ingin berterima kasih Trust terutama Wg. Cdr. (Ret’d.) T. Husain, sekretaris yang sangat mampu yang dengan cinta dan devosi kepada penyebab sebenarnya Islam, memungkinkan kita untuk menyelesaikan proyek ini. Dr Chittick, juga, telah menerima rasa terima kasih dari semua mahasiswa Islam untuk beasiswa baik dan devosi kepada penyelesaian proyek yang sangat sulit.

Volume ini terutama berkaitan pada saat ini, ketika letusan gunung berapi dan gelombang kuat yang bersifat politik yang terkait dengan nama Islam pada umumnya dan Syi’isme khususnya telah membuat pengetahuan otentik dari hal-hal penting Islam, agar kebodohan menghancurkan dasar-dasar masyarakat manusia dan hubungan yang membuat wacana antara berbagai bangsa dan komunitas agama mungkin.
Pada awal abad ini kelima belas dari keberadaan bumi Islam, mungkin buku ini menjadi bantuan dalam membawa pemahaman tentang salah satu sumber fundamental dari inspirasi dan pengetahuan untuk tidak hanya Syiah tapi Islam seperti itu.

Wa’Llahu a’lam

Seyyed Hossein Nasr
Cambridge, Massachusetts
Muharram 1400 November 1979

Catatan:
[1] Ada enam koleksi kanonik dalam Islam Sunni yang telah diterima oleh seluruh masyarakat sejak mereka pertama kali disusun pada abad kedua dan ketiga Islam.Koleksi-koleksi, yang disebut al-Shihah al-sittah, Enam Koleksi Benar, terkait dengan nama-nama ulama besar Hadis seperti Bukhari, Muslim, dll Dari jumlah tersebut, yang paling terkenal adalah bahwa Bukhari, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (Sahih al-Bukhari: Arab-Inggris, oleh Muhammad Muhsin Khan, Universitas Islam, Madinah; edisi revisi kedua, Ankara, 1976). Kesesuaian luas Hadis oleh Wensinck, Mensing dkk. (Leiden, 1936-1969) didasarkan pada enam koleksi.
[2] Lihat ‘Allamah Tabatabai, Islam Syi’ah, London Albany, 1975, hlm 173ff.
[3] Sejauh kelangsungan rantai yang bersangkutan konsepsi Ismailiyah ini tentu saja berbeda, karena untuk Ismailiyah rantai Imam terus un-sela untuk hari ini.
[4] Pada hubungan antara Syiah dan tasawuf Lihat SH Nasr, Sufi Essays, London, 1972, hlm 104-20
[5] Sebuah contoh yang paling menarik dari interpenetration tersebut harus dilihat dalam bagian dari doa terkenal dari Imam Syiah Husain ketiga, juga ditemukan dalam manual Shadhili doa. Lihat W. Chittick, “Sebuah Kehadiran Shadhili pada Islam Syiah”,Sophia perennis, vol. Aku, 1975, hlm 97-100
[6] Pada korpus sebagai sumber untuk ajaran-ajaran Sadr al Din Syirazi lihat SH Nasr,Sadr al Din Syirazi dan Teosofi Transenden-Nya, London Boulder, 1978, bab 4.
[7] Ini karya monumental diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis oleh H. Corbin, yang mengajar selama bertahun-tahun di Paris, namun belum pernah dipublikasikan. Lihat Corbin, En Islam iranien, Paris, 1971.
[8] Karya ini telah diterjemahkan beberapa kali dalam sebagian atau seluruhnya di sub-benua Indo-Pakistan dan di Iran, namun tidak satupun dari terjemahan ini benar-benar memadai. Sebuah terjemahan baru telah disiapkan oleh SH Jafri yang seharusnya segera diterbitkan dan yang, kami berharap, akan memenuhi kondisi sangat sulit melakukan keadilan untuk kedua makna dan keindahan sastra dari teks.
[9] Beberapa dari doa-doa ini sudah diterjemahkan oleh C. Padwick di Renungan Muslimnya, London, 1961
[10] Lihat H. Corbin, En islam iranien.
[11] Tidak hanya Mulla Sadra, tapi juga murid-muridnya sangat dipengaruhi oleh koleksi ini. Salah satu murid Mulla Sadra paling terkenal, Mulla Muhsin Kasyani Fayd, yang sekaligus teolog, dan filsuf gnostik, juga otoritas yang beredar pada Hadis Syiah.Al-Wafi adalah salah satu karya yang paling banyak dipelajari pada hadis dari Imam Syiah dan jalur mereka transmisi.
[12] Dalam pendahuluan kita bahwa pekerjaan kita telah berurusan dengan kondisi di mana karya-karya yang dikandung serta biografi ‘Allammah Tabatabai. Islam Syi’ah,diterbitkan oleh Allen & Unwin di London dan Universitas Negeri Tekan New York di Albany. Pekerjaan juga baru saja muncul dalam paperback di Amerika. Adalah menarik untuk dicatat bahwa versi Persia asli karya ini, ditulis secara khusus untuk proyek ini dan dengan Pendahuluan Persia oleh SH Nasr, telah menjadi salah satu karya paling banyak dibaca di Syiah di Iran sendiri dan telah dicetak ulang banyak kali.

Syiah keyakinan teologis, dan praktek agama seperti sholat sedikit berbeda dari Sunni. Sementara semua umat Islam berdoa 5 kali sehari, Syiah memiliki pilihan untuk membolehkan  menggabungkan Dhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya, karena ada 3 kali berbeda disebutkan dalam Al Qur’an.Kaum Sunni cenderung untuk menggabungkan hanya dalam kondisi tertentu.


Shahih Bukhari adalah kitab hadis Sunni yang ditulis oleh Bukhari yang memuat 7275 hadis. Jumlah ini telah diseleksi sendiri oleh Bukhari dari 600.000 hadis yang diperolehnya dari 90.000 guru. Kitab ini ditulis dalam waktu 16 tahun yang terdiri dari 100 kitab dan 3450 bab. Hasil seleksi Bukhari dalam Shahih Bukhari ini telah Beliau nyatakan sendiri sebagai hadis yang shahih.

Bukhari berkata:
“Saya tidak memasukkan ke kitab Jami’ ini kecuali yang shahih dan saya telah meninggalkan hadis-hadis shahih lain karena takut panjang” (Tahdzib Al Kamal 24/442).

Bukhari hidup pada abad ke-3 H, karya Beliau Shahih Bukhari pada awalnya mendapat kritikan oleh Abu Ali Al Ghassani dan Ad Daruquthni, bahkan Ad Daruquthni menulis kitab khusus Al Istidrakat Wa Al Tatabbu’ yang mengkritik 200 hadis shahih yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Tetapi karya Ad Daruquthni ini telah dijawab oleh An Nawawi dan Ibnu Hajar dalam Hady Al Sari Fath Al Bari.
An Nawawi dan Ibnu Shalah yang hidup pada abad ke-7 adalah ulama yang pertama kali memproklamirkan bahwa Shahih Bukhari adalah kitab yang paling otentik sesudah Al Quran. Tidak ada satupun ulama ahli hadis saat itu yang membantah pernyataan ini. Bahkan 2 abad kemudian pernyataan ini justru dilegalisir oleh Ibnu Hajar Al Asqallani dalam kitabnya Hady Al Sari dan sekali lagi tidak ada yang membantah pernyataan ini. Oleh karenanya adalah wajar kalau dinyatakan bahwa ulama-ulama sunni telah sepakat bahwa semua hadis Bukhari adalah shahih. (lihat Imam Bukhari dan Metodologi Kritik Dalam Ilmu Hadis oleh Ali Mustafa Yaqub hal 41-45).
_________________________________


KENAPA SHAHiH BUKHARi ADA PALSU
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela’nati” (Al-Baqarah: 159)
Menurut kita As-Sirah Nabawiyyah, Syilbi bag I hal.13-17 dikabarkan bahwa:
Zuhri Sejarahwan pertama yang menulis sejarah Islam pada masa pemrintahan Bani Umayah yakni Raja Abdul Malik 65 H.

Zuhri adalah bekas budak Zubair yang sangat dekat dengan keluarga bangsawan Abdul Malik.
Zuhri ditugaskan dengan biaya Abdul Malik untuk menyusun Sejarah Islam dan menyusun Hadis hadis sebagian sejarah Kitab kitab suni ditulis setelahnya oleh orang orang yang berpengaruh dalam karya ini…
Dan Bukhari ada hadis dalam shahihnya berasal dari hadis kumpulan Zuhri..Jadi tidak heran hadis hadis sekarang ini banyak REKAYASA.. Cerita seperti cerita Bukhari, bahwa Nabi Musa MENAMPAR Malikul Maut sampai matanya pecah kemudian mengadu pada Allah.
__________________________________

Kesimpulan:
Dalam dunia hadits kita mengenal Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Tirmizy dan lainnya yang terkenal dengan ketekunan mereka dalam menyeleksi keshahihan suatu hadits, hingga ilmu naqd (kritik) hadits menjadi sebuah fenomena satu-satunya di dunia Islam, bahkan di dunia ilmu pengetahuan.
Misalnya Al-Bukhari, beliau telah menghabiskan umurnya untuk menelusuri satu persatu tiap riwayat hadits yang didapatnya. Konon dari 50 ribuan hadits yang ditelitinya, hanya 5 ribuan saja yang masuk ke dalam kitab Shahihnya. Itu pun dengan pengulangan-pengulangan.

Padahal jumlah hadits ada jutaan riwayat. Setelah diperas dan diperas dengan sejumlah kriteria yang ”teramat” ketat, tingga 2000-an saja.
Ini menunjukkan bahwa tidak semua riwayat yang kita dapat dari nabi SAW bisa kita terima begitu saja. Harus ada sistem yang baku dan standar untuk menyeleksinya. Itu pun baru sebatas kritik pada sanadnya, belum pada matan (teks)-nya.

Sikap damai lagi mesra terhadap para pembenci dan pencaci maki Imam Ali dan Ahlulbait serta berbanggga dalam mengandalkan riwayat mereka oleh para ulama hadis Sunni juga diperagakan Bukhari –Imam Besar Hadis, bahkan mungkin diangap Imam teragung-. Dalam kitab Shahihnya yang diyakini keshahihan seluruh hadis di dalamnya oleh ulama Sunni sehingga menjadi pandangan resmi mazhab itu, telahmengandalkan kaum Nawâshib yang sangat membenci Imam Ali as. dan juga mencaci maki dan menghina serta melaknati beliau as. sebagai sumber kepercayaan agamanya. Ia banyak meriwayatkan dari kaum Nawâshib.

Ibnu Hajar dalam Mukaddimah Fathu al Bâri (kitab syarah terbesar atas Shahih Bukhari) menyebutkan daftar nama para perawi hadis yang diandalkan Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya yang dicacat para ulama. Di antara mereka adalah para perawi yang dicacat karena alasan kenashibian/kebencian kepada Ali dan Ahlulbait.

Di bawah ini –demi menyingkat waktu pembaca- langsung saja saya sebutkan nama-nama mereka beriktu keterangan singkatnya:
  • Tsaur ibn Yazîd ibn Ziyâd al Kilâ’I al Himshi asy Syâmi (w.153 H)
Imam Bukhari telah mengandalkannya dalam menyumbangkan lima riwayat dalam berbagai bab, di antaranya pada bab: al Buyû’ (jual beli),al Jihâd dan Kitab al Ath’imah (makanan), bab Mâa Yuqâlu Idzâ Faragha Min Tha’âmihi (apa yang diucapkan jika selesai makan)[1]. Imam Bukhari menyebutkan jalur darinya demikian: Telah menyampaikan hadis kepada kami Ishaq ibn Yazîd ad Dimasyqi, ia berkata, telah menyampaikan hadis kepada kami Yahya ibn Hamzah, ia berkata telah menyampaikan hadis kepadaku Tsaur ibn Yazîd dari Khalid ibn Ma’dân ….


Tsaur Di Mata Ulama hadis Sunni.
Yahya ibn Ma’in berkata, “Aku tidak menyaksikan seorang pun yang meragukan bahwa ia adalah seorang panganut faham Qadariyah.[2]
Ahmad ibn Hanbal berkata, “Tsaur berfaham Qadariyah. Dan adalah penduduk kota Himsh mengusirnya dari kota mereka. [3]
Ibnu Hajar berkata, “Ia datang ke kota madinah maka Malik melaraang orang-orang untuk duduk bersamanya. Ia dituduh berfaham nushb (membenci Imam Ali dan Ahlulbait as.).”
Yahya ibn main berkata, “Ia (Tsaur) sering duduk-duduk bersama kaum yang mencaci maki Ali. Akan tetapi ia sendiri tidak mencaci makinya.” [4]

Ustad Husain Ardilla yang dilangsir oleh AHLUL BAIT NABI SAW berkata:
Pembelaan Yahya ibn Ma’in terhadap Tsuar di atas tidak benar sebab terbukti bahwa Tsaur tidak hanya gemar dan menikmati duduk bersama kaum yang menjadikan caci maki Imam Ali as. sebagai tema dan obyek pembicaraan… akan tetapi ia juga sangat ganas dalam kebenciannya terhadap Imam Ali as.; sahabat termulia dan khalifah keempat di kalangan Ahlusunuhhah, menantu Nabi saw.

Al Ka’bi melaporkan dalam kitab Qabûl al Khbâr bahwa Tsaur setiap kali menyebut Imam Ali as. selalu berkata, “Aku tidak suka orang yang membunuh kakekku. [5] Dan kakeknya terbunuh dalam peperangan Shiffîn di pihak Mu’awiyah yang disabdakan Nabi saw. (sesuai riwayat Imam Bukhari) sebagai pemimpin kelompok penganjur ke neraka jahannam.!!

Dan pembelaan seperti itu biasa dilakukan terhadap para perawi pujaan mereka…. Karenanya tidak mengherankan jika Anda juga menemukan pujian dan penghargaan atasnya oleh sebagian ulama dan tokoh sentral Sunni, seperti Yahya al Qaththân, yang memujinya dengan: “Aku tidak pernah menyaksikan seorang penduduk kota Syâm yang lebih kokoh riwayatnya darinya.” Atau pembelaan Ibnu Hajar dengan kata-katanya, “Para ulama bersepakat akan ketepatan riwayatnya.”

Anda berhak bertanya akan keseriusan para ulama Sunni dalam menyikapi para pembenci dan pencaci maki sahabat, yang dalam rancangan konsep mereka siapa pun yang membenci dan apalagi juga dilengkapi dengan mencaci-maki sahabat Nabi saw. mereka kecam sebagai zindiq, fasik, pembohong yang tidak halal didengar hadisnya!! Lalu bagaimana dengan perawi yang membenci dan mencai-maki Imam Ali as.? Apakah mereka akan berkonsekuen dalam mengetrapkannya? Atau mereka akan melakukan praktik “Tebang Pilih”! Jika seoraang perawi mencaci maki Mu’awiyah, ‘Amr ibn al ‘Âsh, Abu Hurairah, Utsman ibn ‘Affân, Umar ibn al Khathtab, atau Abu Bakar misalnya, hukuman itu ditegakkan! Jika yang dicaci dan dibenci saudara Rasulullah saw. dan menantu tercintanya; Ali ibn Abi Thalib as. maka seakan tidak terjadi apa-apa! Seakan yang sedang dicaci-maki hanya seorang Muslim biasa atau bisa jadi lebih rendah dari itu…. Pujian dan sanjungan tetap dilayangkan… kepercayaan terhadapnya tetap terpelihara… keimanannya tetap utuh… bahkan jangan-jangan bertambah karena mendapat pahala besar di sisi Allah kerenanya, sebab semua itu dilakukan di bawah bendera ijtihad dan keteguhan dalam berpegang dengan as Sunnah!!

Mengapa kegarangan sikap dan ketegasan vonis itu hanyaa mereka tampakkan dan jatuhkan ketika yang dicaci-maki dan dibenci adalah sahabat selain Imam Ali as., betapapun ia seorang fasik berdasarkan nash Al Qur’an, seperti al Walîd ibn ‘Uqbah! Sementara jika Ali as. atau sahabat dekatnya seperti Ammar ibn Yasir, Salman al FarisiAbu Darr ra. dkk. yang dicaci-maki dan dibenci serta dilecehkan semua seakan tuli dan bisu….

Inilah yang menjadikan pera peneliti menaruh kecurigaan akan ketulusan, kejujuran dan keseriusan para ulama Sunni dalam membela Ali dan keluarga; Ahlulbait Nabi yang suci dan disucikan Allah.
  • Ishâq ibn Suwaid ibn Hubairah at Tamîmi (w.131H)
Imam Bukhari telah mengandalkannya dalam menyumbangkan hadis dalam Kitab ash Shaum (puasa) digandeng dengan riwayat Khâlid al Hadzdzâ’.
Dalam Hadyu as Sâri-nya, Ibnu Hajar menegaskan bahwa “Yahya ibn Ma’in, an Nasa’i dan al Ijli mentsiqahkannya, dan ia mengecam Ali ibn Abi Thalib.”[6]

Ibnu Hajar juga berkata dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb, “Abu al ‘Arab ash Shaqali berkata dalam kitab adh Dhu’afâ’nya, ‘Ia sangat mengecam/membenci Ali. Ia berkata, ‘Aku tidak suka Ali. Ia tidak banyak hadisnya.’ Dan kemudian ia berkomentar, ‘Siapa yang tidak mencintai sahabat maka ia bukan seorang yang tsiqah/jujur terpercaya dan tidak ada kehormatan baginya.’” [7]

Ustad Husain Ardilla yang dilangsir oleh AHLUL BAIT NABI SAW berkata:
Semoga Allah merahmati ash Shaqali dan membalasnya dengan kebaikan atas ketulusannya dalam membela kesucian Imam Ali as.

Akan tetapi yang disayangkan lagi mengherankan adalah sikap sebagian ulama hadis Sunni yang masih sudi mempercayai perawi fasiq dan munafik sepertinya sebagai sumber agama?!

Tidakkah kebenciannya terhadap Imam Ali as. yang mana kecintaan dan kebencian kepadanya telah dijadikan barometer keimanan dan kemunafikan! Lalu mengapakah Imam Bukhari dan ahli hadis lainnya seperti Muslim, an Nasa’i dan Abu Daud mempercayainya sebagai penyambung lidah suci Rasulullah?
Mengapakah Imam Bukhari mempercayainya dan menjadikannya hujjah yang menyambungkan dirinya dengan Allah, sementara ia tidak sudi meriwayatkan dari putra teladan Ahlulbait; Imam Ja’far ash Shadiq as. dan meragukannya?

Adilkan sikap mereka itu?

Mereka Bangkit Geram Jika Selain Ali as. Yang Dikecam!
Benar seudaraku –semoga Allah merahmati Anda- bahwa jika yang dikecam itu selain Imam Ali ibn Abi Thalib as. maka mereka tidak akan ragu-ragu untuk spontan menjatuhkan vonis garang atas pelakunya… Perhatikan caci-maki dan luapan kemarahan adz Dzahabi atas al Hafidz Ibnu Khirâsy –kendati tadinya ia mensifatinya dengan beragam pujian akademik seperti al Hâfidz/sangat hafidz yang dalam lagi luas pengetahuannya. Lalu setelanya ia menuduhnya sebagai penganut faham Syi’ah dan membuat-buat riwayat tentang kejelakekan Abu Bakar dan Umar… setelah itu semua ia mengalamatkan kecamanannya atas Ibnu Khirâsy dengan kata-kata, “Engkau adalah seorang Zindiq, penentang kebenaran/al Haq. Semoga Allah tidak pernah meridhaimu. Ibnu Khirâsy mati menuju selain raahmat Allah tahun 283 H.” [8]

Demikian pula dengan Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb ketika menyebut biografi Janâb al Asadi, ia menyebutkan bahwa  ad Dûri menukil Yahya ibn Ma’in berkata tentangnya, “Ia (Janâb) adalah seorang yang jelek. Ia mencaci Utsman…

Ahmad ibn Hanbal berkata, “Ia adalah seorang yang jelek pendapatnya.
Ibnu Hibbân berkata, “Tidak halal meriwayatkan hadis darinya.”
Ad Dâruquthni berkata, “Ia adalah seorang yang jelek, berfaham Syi’ah yang kental. Ia mencaci-maki Utsman.”

Al Hakim berkata, “Yahya dan Abdurrahman meninggalkan meriwayatkan hadis darinya, dan keduanya telah berbuat baik, sebab ia mencaci-maki Utsman. Dan barang siapa mencaci seorang sahabat maka ia pantas untuk tidak diambil riwayatnya.

Lebih dari itu, ada sebuah kenyataan yang lebih menyakitkan hati para pecinta Ahlulbait Nabi as… di mana mereka bermesraan dengan para pembenci Imam Ali as. dan mereka yang mencaci-makinya serta melaknatinya… Namun terhadap seorang parawi yang sekedar bersikap kurang menghormat kepada seorang ulama kebanggaan mereka –bukan seorang sahabat besar!- hanya seorang ulama! Mereka segera beramai-ramai mengecamnya! Bahkan melaknatinya!

Banyak contoh kasus dalam hal ini, akan tetapi saya hanya akan menyebutkan sekelumit saja.
Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb ketika menyebut biografi Husain al Karâbisi, ia berkata, “Berkata al Khathib, ‘Hadisnya jarang sekali, sebab Ahmad ketika berbicara tentang masalah Lafadz (ucapan/bacaan) Al Qur’an (apakah ia qadim atau makhluq), al Karâbisi menyalahkan Ahmad, maka para ulama menjauhi dari mengambil riwayat darinya. Dan ketika sampai kepada Yahya ibn Ma’in berita bahwa ia berbicara menyalahkan Ahmad, ia melaknatinya. Dan ia berkata, ‘Alangkah laiknya ia untuk dicambuk.’”

Sementara itu mereka juga mengatakan bahwa keyakinan Husain al al Karâbisi dalam masalah ini adalah bahwa bacaan kita terhadap ayat-ayat Al Qur’an adalah hâdits/bukan Qadîm. Keyakinan itu sama persis dengan yang diyakini oleh banyak tokoh ulama hadis Sunni, seperti Imam Bukhari, Hârits al Muhâsibi, Muhammad ibn Nashr al Marwazi dll.

Subhanallah. Imam Ali dikecam, mereka terdiam! Sementara Ahmad ibn Hanbal disalahkan mereka bangkit melaknati yang menyalahkannya!!

Contoh kedua adalah pembelaan ulama Sunni terhadap Ibnu Mubârak. Ibnu Hajar dalam Tahdzîb at Tahdzîb berkata ketika menyebut biografi Ibnu Mubârak, “Aswad ibn Salim berkata, “Jika engkau melihat seorang menceloteh Ibnu Mubârak maka curigai kemurnian Islamya!.”
Membongkar contoh-contoh kasus dalam masalah ini akan menjadi panjang pembicaraan kita… Maka kami cukupkan sampai di sini.



Referensi:
[1] Shahih Bukari,7/106.
[2] Mîzân al I’tidâl,1/374, biografi no.1406. Pernyataan Yahya di ataas juga disebutkan oleh Ibnu ‘Asâkir dalam Târîkh Damasqusnya,11/183/1058.
[3] Ibid.
[4] Hadyu as Sâri (Muqaddimah Fathu al Bâri),2/148. cet. Maktabah al Kulliyât al Azhâriyah-Kairo.
[5] Qabûl al Khbâr,2/158, Thabaqât; Ibnu Sa’ad,7/467.
[6] Hadyu as Sâri,2/143.
[7] Baca juga Hadyu as Sâri,2/143
[8] Baca Biografi al Hafidz Ibnu Khirâsy dalam kitab Tadzkiratul Huffâdz; adz Dzahabi.

————————————————————————————————————
Adalah hal mengherankan lagi mengerikan bagi kemurnian agama Islam yang kita yakini kesuciannya apabila para penjahat perang, kaum bengis haus darah, kaum fasik, tiran, pembantai jiwa-jiwa mukminah tak berdosa dan kaum munafik dibanggakan sebagai pembawa ajaran suci tersebut!

Adalah sangat berbahaya dan sekaligus membuka lebar-lebar pintu keraguan atas kemurnian ajaran agama Islam kita, jika orang-orang jahat dan musuh-musuh Islam dan kaum Shalihin dijadikan andalan dalam mentransfer ajaran agama! Maka tidak mengherankan jika kaum berakal akan meragukan kemurnian ajaran agama tersebut!! Sebab pembawanya adalah kaum durnaja dan durhaka!

Banyak contoh kasus yang membuktikan kenyataan pahit dalam dunia penyebaran ajaran agama Islam versi Sunni! Beberapa darinya telah Anda simak bersama dalam edisi sebelumnya, kini kami akan tambahkan beberapa contoh lain…

Para Tokoh Hadis Ahlusunnah Mentsiqahkan  Algojo Penguasa Tiran
Tidak ada yang meragukan bahwa Hajjâj ibn Yusuf dalah aparat bejat, durjana dan durhaka kepada Allah dan rasul-Nya… sejarah telah mencatat sekelumit dari kejahatannya, walaupun yang sekelumit itu sudah sangat mengerikan… ribuan jiwa mukminah tak berdosa ia bantai dengan darah dingin…. Masjid yang tadinya sebagai tempat ibadah ia rubah menjadi tempat penyembelihan kaum Mukminin Muslimin… Hajjâj tidak sendirian dalam melakukan kajahatan kemanusian mengerikan itu (yang tidak kalah mengerikannya dari pembantaian atas kaum Muslim Bosnia oleh kaum Nasharani Serbia dan apa yang terjadi di Poso dan Ambon beberapa waktu silam, bahkan apa yang dilakukan Hajjâj jauh lebih mengerikan).

Ia dibantu oleh para algojo haus darah dan tak berpri-kemanusiaan… namun anehnya, tidak sedikit ulama Ahlusunah yang membela Hajjaj dan memujinya sebagai yang banyak berjasa terhadap Islam… sebagai mana Ahli Hadis Sunni berebut hak paten dalam memuji dan menyanjung para algojo Hajjâj yang tiran dan fasik itu…
Di antaranya adalah:
  • Isma’il ibn Awsath al Bajali – Amir Wilayah Kufah- (w.117 H)
Ia adalah pembantu setia Hajjâj dalam menjalankan agenda kebengisan dan pembantaian terhadap kaum Muslimin, tidak terkecuali para ulama yang tidak loyal kepada kekuasaan tiran rezim bani Umayyah terkutuk. Dialah yang mengajukan Sa’id ibn Jubair –seorang ulama generasi tabi’in yang karismatik dan teguh pendiriannya-. Ismail telah dipuji dan disanjung oleh banyak ulama Ahli hadis Sunni. Ia telah ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’in. Ibnu Hibbân menggolongkannya sebagai perawi jujur terpercaya. (Baca kitab Mîzân al I’tidâl,1/1037 dan Lisân al Mîzân1/395).

Mereka Memuji Pemaki Imam Ali as.
Di antara ketidak konsistenan sikap ulama Hadis Ahlusunnah adalah mereka sering kali memuji dan membanggakan keimanan, keshalihan serta keteguhan beragama mereka yang terang-terangan mencaci maki dan melaknati Imam Ali as. sebelumnya telah kami sebutkan beberapa contoh dalam kasus ini. Kini kami tambahkan lagi untuk melengkapi
  • Asad ibn Wadâ’ah Adalah Seorang Abid yang Jujur Padahal Ia Selalu Mencaci maki Imam Ali
Kali ini contoh kasus itu adalah sikap terpesona dan bangga serta kagum yang ditampakkan ulama Ahli Hadis Sunni atas seorang Nâshibi (pembenci dan musuh Ali dan Ahlulbait Nabi saw.) dan lidah busuknya selalu berkecomat-kecamit mencaci maki Imam Ali as. – semoga Allah memanggang lidahnya dengan api neraka bersama para tuan dan pujaannya; Mu’awityah dan gembong kaum munafik lainnya-.
Kendati demikian An Nasa’i –seorang Ahli hadis senior Sunni- mentsiqahkannya. (Baca kitab Mîzân al I’tidâl,1/07 dan Lisân al Mîzân1/385).
  • Khalid al Qasri –seorang Amir rezim tiran bani Umayyyah-
Contoh lain yang tidak kalah memalukannya adalah pujian Ibnu Hibbân atas Khalid. Ia berkata:

ثقة.

“Ia tsiqah.”

Padahal semua telah mengetahui kejahatan dan kekejaman serta kefasikannya. Ia seorang pembenci Imam Ali as.; nâshibi yang sangat keji, seorang amir yang kejam. Ibunya seorang Kristen dan ia (Khalid) membangunkan untuknya gereja untuk tempat ibadah bagi ibunya! tidak diragukan bahwa ia pantas diragukan keberagamaannya.

Untuk mengetahui lebih lengkap kejahatan dan kebejatan serta kefasikannya baca kitab Târikhnya Ibnu Katsir,10/20-21.

Selaki Lagi Mereka Memuji Pembenci Imam Ali as.!
Selain nama-nama di atas, Anda dapat menemukan nama Ishaq ibn Suwaid al Adwi al Bashir (W.131 H)… para ulama Ahli Hadis kebanggaan Ahlusunnah berlomba-lomba memujinya, padahal mereka mengetahui dan mengakui bahwa Ishaq itu membenci dan tidak segan-segan mencaci maki Imam Ali as.! Bukankan ini sebuah keanehan sikap?!

Ishaq tidak pernah merahasikan dan/atau malu-malu menampakkan kebenciaannya kepada Imam Ali as. bahkan ia membanggakannya. Dia berkata:

لا أحب عليا

“Aku tidak suka Ali.”

Namun demikian Ahmad (seorang imam besar empat mazhab Sunni), Ibnu Ma’in dan an Nasa’i mentsiqahkannya. Dia diandalkan oleh Imam Bukhari dan Msulim dalam keduan buku Shahihnya (yang diyakini tershahih setelah Al Qur’an; kitab suci terakhir umat Islam). Dan juga diandalkan oleh Abu Daud dan an Nasa’i.

Sikap Dualisme Yang Mengherankan!
Demikianlah mereka bersikap lembek, bersimpatik dan membanggakan ketsiqahan dan kejujuran para pembenci Imam ali as. dan mereka yang telah “menghiasi” mulut-mulut najis dengan caci-maki manusia suci; Ali ibn Abi Thalib…. Namun apabila giliran ada seorang perawi jujur “tertangkap basah” meriwayatkan sabda Nabi saw. tentang kejelakan Mu’awiyah anak Hindun (penguyah jantung Sayyidina Hamzah –paman Nabi saw.-); –khalifah keenam mereka yang sangat mereka banggakan kejeniusan, kesabaran dan ketulusannya kepada Islam dan kaum Muslimin- maka para ulama berlomba-lomba menghujaninya dengan berondongan anak panah beracum kecaman!! Seakan Mu’awiyah itu seorang nabi yang ma’shum yang tidak mungkin berbuat kekejian dan selalu dikawal para malaikat langit!
.
Data di bawah ini akan membuktikan apa yang saya katakan:
Al Khathib al Baghdâdi melaporkan bahwa Ahmad ibn Hanbal tidak sudi lagi meriwayatkan hadis dari Ubaidullah ibn Musa al ‘Absi setelah ia memergokinya menyebut-nyebut Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Lebih dari itu ia berusaha mempengaruhi Yahya ibn Ma’in agar juga membuang riwayat Ubaidullah. Ia mengutus utusan menemui Yahya dan memerintahnya agar menyampaikan pasan:

أخوك أبو عبد الله أحمد بن حنبل يقرأ عليك السلام ويقول لك: هو ذا تكثر الحديث عن عبيد الله وأنا وأنت سمعناه يتناول معاوية بن أبي سفيان وقد تركت الحديث عنه.

“Saudaramu; Abu Abdillah Ahmad ibn Hanbal mengucapkan salam atasmu dan berkata, ‘Ini dia engkau berbanyak-banyak meriwayatkan hadis dari Ubaidullah, sedangkan engkau dan aku mendengarnya menyebut-nyebut Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Kini aku sudah meninggalkan riwayat darinya.’” [1]

Pencaci-maki Imam Ali as. disanjung!! Yang menyebut-nyebut kejelekan Mu’awiyah dikecam dan dibuang riwayatnya! Sungguh mengerikan penyimpangan ini!!

Al Hasil, setelah ini semua apakah pentsiqahan dan/atau pencacatan yang dilontarkan para tokoh kenamaan Ahli Hadis Sunni terhadap para parawi itu masih berharga?! Sementara norma dan hakikat dari semua nila-nilai keislaman telah diputar-balikkan… yang fasik dipuji sebagai Abid dan jujur!! Pembenci Imam Ali as. dibanggakan sebagai penyandang Sunnah dan pemberantas Bid’ah!!

Lalu masihkan tersisa ruang untuk ketenteraman dalam kemurnian ajaran agama?!
Akankah kaum fasik itu memikul amanat ballighu ‘anni/sampaikanlah ajaran dariku?! Akankah Nabi saw. memuji mereka sebagai pengemban syari’at untuk generasi lanjutan?
Apakah syarat utama pengemban syari’at Islam dan Sunnah Nabi saw. adalah membenci dan mencaci maki Imam Ali as.?! Mengapakah mencaci maki Imam Ali as. menjadi tindakan terpuji, sementara mencacat Mu’awiyah, Abu Hurairah dkk. dikecam dan kadang dikafirkan sebab termasuk syatmul khiyarah/mencaci maki kaum shaleh yang baik?
Apakah demikian pilar mazhab Sunni? Jawabnya saya serahkan kepada Anda….
Wallahu A’lam.

Referensi:
[1] Tarikh Baghdad,14/427

————————————————————————————————————

Gembong munafik lain yang dibanggakan riwayatnya oleh Bukhari dan para ulama hadis Sunni lainnya adalah‘Imrân ibn Haththân.

4) Imrân ibn Haththân -Gembong Kaum Khawârij-.
‘Imrân ibn Haththân. Nama lengkapnya adalah ‘Imrân ibn Haththân ibn Dhabyân al Bashri (w.84H). karenanya sebagian ulama Sunni, seperti Ibnu Hajar harus membelanya dengan segala cara dan dengan segala resiko yang mungkin menimpa dunia hadis Sunni, walaupun dengan menjungkir balikkan norma-norma keagamaan dan menelantarkan kaidah-kaidah yang mereka bvangun sendiri!

Apapun yang akan terjadi dan seburuk apapun resiko yang akan terjadi ‘Imrân tetap harus dibela. Seribu satu uzur akan dicarikan…. Sebab Bukhari –imam besar Ahli Hadis- telah meriwayatkan hadis darinya dan mengandalkan pengambiilan ajaran agama darinya!!

Bukhari telah meriwayat hadis dari ‘Imrân ibn Haththân dalam bab tentang mengenakan pakaian sutra dengan sanad  Muhammad ibn Basysyâr….. dari Yahya ibn Abi Katsîr dari‘Imrân ibn Haththân, ia berkata, ‘Aisyah ditanya tentang sutra…. “[1] sementara para ulama menegaskan bahwa ia tidak pernah mendengar barang satu hadis pun dari A’isyah!

Al ‘Uqaili berkata, “‘Imrân ibn Haththân hadisnya tidak terdukung oleh perawi jujur lainnya. Ia meyakini pandangan kaum Khawârij. Ia menyampaikan hadis dari A’isyah sementara tidak terbukti ia pernah mendengar hadis darinya.” Demikian juga, Ibnu Abdil Barr memastikan bahwa ‘Imrân ibn Haththân tidak pernah mendengar hadis dari ‘Aisyah.[2]

Siapa Sejatinya ‘Imrân ibn Haththân Ini?
Tidak diragukan lagi, semua tau bahwa ‘Imrân ibn Haththân adalah gembong sekte sesat Khawârij dari kelompok al Qa’diyah. Lebih dari itu ia adalah seorang penganjur kepada aliran sesatnya. Dialah yang menggubah bait-bait syair memuji dan meratapi si pembunuh Imam Ali ibn Abi Thalib as. di antaranya adalah bait di bawah ini:


يا ضربة من تقي ما أراد بها * إلا ليبلغ من ذي العرش رضوان

إني لأذكره حينا فأحسبه * أوفى البرية عند الله ميزانا

“Duhai pukulan dari seorang yang bertaqwa yang tidak ia lakukan ** melainkan agar mencapai keridhaan Allah pemilik Arsy.
Setiap kali aku mengingatnya aku yakin bahwa ** ia adalah orang yang paling berat timbangan kebajikannya di sisi Allah.

Ibnu Jakfari berkata: Tidak diragukan lagi bahwa bait-bait syair itu sangat menyakitkan hati Rasulullah saw. dan hati Ali ibn Abi Thalib as. lebih dari pukulan Abdurrahman ibn Muljam  (pembunuh Ali as.) itu sendiri! Bagaimana tidak?

Dan termasuk kurang hormat kepada Nabi dan Ali apabila kita menyebut-nyebut nama-nama musuh Ahlulbait as. seperti Ibnu Muljam, Imrân ibn Haththân, Umar ibn Sa’ad, Ziyâd, Mu’awiyah tanpa dibarengi dengan kutukan dan laknatan.

Pembelaan Ulama Hadis Sunni Terhadap ‘Imrân ibn Haththân.
Semua bukti kemunafikan ‘Imrân ibn Haththân telah diketahui ulama hadis Sunni, namun demikian mereka tetap berusah dengan sekuat tenaga membela dan mencarikan uzur untuknya. Dan sikap ulama Sunni yang membanggakan kejujuran tutur katanya dan mengandalkannya dalam urusan agama itu yang kami sayangkan! Imam Bukhari telah mempercayainya dalam meriwayatkan hadis dalam kitab Shahihnya! Demikia juga dengan Abu Daud dan an Nasa’i.

Al Ijli mentsiqahkannya. Untuk lebih lengkapnya saya akan terjemahkan keterangan dan pembelaan Ibnu Hajar terhadap ‘Imrân ibn Haththân dalam mukaddimah Fathu al Bârinya.

Ibnu Hajar berkata, “(Kh –Bukhari-, –Abu Daud-, S –An Nasa’i-)‘Imrân ibn Haththân as Sudûsi, seorang penyair kondang. Ia berfaham Khawâirij. Abu Abbas al Mubarrad berkata, ‘‘Imrân ibn Haththân adalaah gembong/pinpinan, penyair dan khathib/juru dakwah sekte al Qa’diyah.’ Al Qa’diyah adalah kelompok sempalan dari sekte Khawârij yang berpandangan tidak perlu memberontak atas penguasa akan tetapi mereka hanya merangsang untuk memberontak. Imrân adalah juru dakwah/penganjur kepada mazhabnya. Dialah yang meratapi Abdurraman ibn Muljam; pembunuh Ali –Alaihi as Salâm/semoga salam Allah atasnya-[3] dengan bait-bait syairnya yang terkenal.

Al Ijli mentsiqahkannya.
Qatadah berkata, ‘Ia (‘Imrân) tidak tertuduh kejujurannya dalam hadis.’
Abu Daud berkata, ‘Tiada di antara penyandang kesesatan yang lebih jujur/shahih hadisnya dari kaum Khawârij.’ Kemudian ia menyebutkan ‘Imrân dan beberapa orang Khawârij lainnya.
Ya’qub ibn Syaibah berkata, ‘Ia sezaman dengan beberapa orang sahabat Nabi. Dan ia di akhir urusannya berfaham Khawârij.’
‘Uqaili berkata, ‘Ia menyampaikan hadis dari A’isyah sementara tidak terbukti ia pernah mendengar hadis darinya.’
Aku (Ibnu Hajar) berkata: “Bukhari hanya meriwayatkan satu hadis darinya dari jalur Yahya ibn Abi Katsir darinya… hadis ini diriwayatkan Bukhari dalam mutâba’ah. Di sisi Bukhari, hadis ini punya jalur-jalur lain dari riwayat Umar dan lainnya….

Aku melihat sebagian imam (ulama besar) mengklaim bahwa Bukhari meriwayatkan hadis darinya itu sebelum Imrâm berfamah Khawârij. Dan uzur itu tidak kuat sebab Yahta ibn Abu Katsir itu meriwayatkan hadis darinya di kota Yamâmah di saat Imrân melarikian diri dari kejaran Hajjâj yang mencarinya untuk membunuhnya karena keyakinannya… kisah lengkapnya dapat And abaca dalam kitab al Kâmil karya al Mudarrad dan juga dalaam kitab-kitab lainnya. Abu Bakaar al Mûshili menceritakan bahwa Imrân telah insaf/meninggalkan famah Khawarij di akhir usianya. Jika ini benar maka iaa adaalaah uzur yang bagus.”[4]

Ustad Husain Ardilla yang dilangsir oleh AHLUL BAIT NABI SAW berkata:
Kisah kembalinya Imrân dari faham Khawârij adalah sesuatu yang tidak berdasar
Adapun pembelaan Ibnu Hajar terhadap Bukhari bahwa ia meriwayatkan hadis itu dari ‘Imrân hanya dalam mutâba’ah yaitu hadis yang diriwayatkan sekedar untuk menjadi pendukung untuk menguatkan hadis dari jalur lain adalah pembelaan yang mengada-ngada!! Sebab apa perlunya mendukung sebuah hadis dengan membawakan hadis dari riwayat ‘anjing nereka’ seperti ‘Imrân?

Adu Daud Membongkar Rahasia Ulama Hadis Sunni!
Dan dengan memerhatikan pernyataan sumbang Adu Daud din atas: Tiada di antara penyandang kesesatan yang lebih jujur/shahih hadisnya dari kaum Khawârij, Anda berhak curiga bahwa tenyata sepertinya tidak hanya Imrâm ibn Haththân saja yang mereka banggakan dan percayai sebagai penyambung lidah suci nabi Muhammad!! Akan ntetapi seluruh kaum Khawârij adalah kelompok andalan dalam menyampaikan hadis Nabi saw. karena mereka adalah kelompok paling jujur dalam bertutur kata dan meriwayatklan hadis Nabi saw.!
Sungguh luar biasa “kehati-hatian” ulama hadis itu sehingga mereka bangga meriwayatkan hadis dari anjing-anjing neraka![5]

Jika seorang gembong Khawârij yang sesat yang menyesatkan seperti Imrân diyakini kejujurannya, maka sepertinya kita perlu mendefenisikan ulang kata jujur dan kejujuran! Jika ada yang membanggakan membangun agamanya dari riwayat-riwayat kaum munafikin maka apa yang bisa dibayangkan tentang kualitas bangunan agama itu?
Inikah yang dibanggakan sebagian pihak bahwa dunia hadis Sunni telah rapi dan selektif?
Mengapakah Bukhari -imam teragung mereka- dan juga yang lainnya membanggakan riwayat-riwayat seorang Imrân –si gembong kaum munafikin-?

Kenyataan Pahit Nasib Pasar Hadis Sunni!
Ada sebuah kenyataan yang sangat menyedihkan yang dialami oleh dunia hadis Sunni yaitu bahwa pasar hadis Sunni telah dibanjir oleh hadis-hadis dari riwayat kaum sesat daan penyandang hawa nafsu alias kaum ahli bid’ah!

Kendati –dalam teori mereka bersilang pendapat, apakah dibenarkan mengambil riwayat dari kaum pembid’ah (maksudnya selain anggota Ahlusunnah sendiri), ada yang membolehkan asal si pembid;ah itu bukan penganjur kepada ksesataan bid’ah mazhabnya. Namun demikina dalam praktiknya mereka telah benar-benar tenggelam dalam kubangan riwayat kaum pembid’ah bahkan dengan riwayat-riwayat para penganjur kepadaa kesesatan bid’ah mazhabnya! “imrân ibn Haththân adalaah satu dari ratusan nama ahli bid’ah yang hadis riwayatnya telah membanjiri ‘Pasar Hadis Sunni’!

Menyaksikan kenyataan ini apa kira-kira yang tersisa dari keseriusan kata-kata Imam Nawawi dalam mukaddimah syarah Shahih Muslim yang mengatakan bahwa prakti para Salaf dan Khalaf telah tetap bahwa mereka hanya mau menerima riwayat, mendengar memperdengarkan dan berhujjah dengan hadis-hadis riwayat kaum pembid’ah yang bukan penganjur/du’ât? Sementara kitab-kitab dan jalur-jalur periwayatan para imam Ahlusunnah dipenuhi dengan nama-nama gembong panganjur kepada kesesatan bid’ah mazhabnya?

Dan menyaksikan kenyataan seperti itu Anda berhak ragu akan kemurnian materi mazhab mereka yang ditegakkan di attas hadis-hadis kaum pembid’ah yang tidak sedikit dari mereka disampin kesesatan bid’ah mereka juga dikenal sebagai pembohong dan pemalsu hadis.

Dan jika mereka (ulama hadis Sunni) telah mengimani bahwa kaum Khawârij adalah orang-orang yang jujur dalam tutur katanya sementara mereka itu adalah kaum munafik… kama salahkah jika ada yang menyimpulkan bahwa sebagian dari meteri ajaran Sunni itu adalah produk kaum Khawarij… Terlepas dari benar atau palsunya kesimpulan Adu Daud bahwa kaum Khawârij adalah kelompok yang paling jujr… terlepas dari itu, sebenarnya aapa yang di katakana adalah membongkar sebuah kenyataan bahwa sebenarnya para ulama Sunni sangat mengandalkan hadis-hadis riwayat kaum Khawârij… Adapun tentang apresiasi Adu Daud terhadap kejujuran mereka jelas-jelas sebuah kepalsuan sebab danyataannya adalah sebaliknya… kaum Khawârij adalah kaum yang paling benari memalsu hadis demi mendukung kesesatan mazhabnya… Dan analis kejiwaaan pun pasti mendukung kesimpulan ini! Sebab siapapun yang membangun akidah/mazhabnya di atas kerapuhan hujjah ia pasti akan sangat membutuhkan kepada hujjah/nash keagamaan yang dapat mendukung mazhabnya. Dan tidak ada peluang yang terbuka lebar bagi para pemalsu yang sedang kelabakan mencari pembelaan untuk mazhabnya melebihi peluang pemalsuan hadis atas nama Nabi saw…. dan kita senua yakin bahwa mazhab Khawârij dengan bergabai penyimpangan ajarannya sangat lemah dan karenanya ia sangat membutuhkan kepada hadis… karena tidak banyak (kalau kita mengatakan tidak ada) hadis Nabi saw. yang mendukungnya maka jalan satu-satunya adalah memalsu hadis atas nama Nabi saw.!

Ibnu Hajar membongkar sebuah dokumen penting pengakuan seuorang berfaham Khawârij yang telah taubat (yang sepertinya diusahakan oleh sebagian pihak untuk dirahasiaakan) bahwa “Kaum Khawarij jika menyukai sesuatu pendapat ia buatkan hadis yang mendukungnya.” Baca keterangan Ibnu Hajar tentangnya dalam Tahdzîb at Tahdzîb ketika ia menyebutkan biogafi Qadhi Abdullah ibn ‘Uqbah al Mishri yang dikenal dengan nama Ibnu Luhai’ah.


Referensi:
[1] Shahih Bukhari, Kitab al Libâs, hadis dengan nomer.5387.
[2]
[3] Sebagian pembenci Syi’ah Ahlulbait as. –yang selalu bekerja siang malam untuk memecah belah kesatuan kaum muslimin dan menghasut agar tejadi permusuhan antara Syi’ah dan Ahlusunnah selalu bergegas menjulurkan lidah beracunnya menuduh siapapun yang mengucapkan ‘Alaihi as Salâm/semoga salam Allah atasnya’ setelah menyebut nama Imam Ali sebagai Syi’ah!! Jadi apakah sekarang mereka akan mengarahkan panah pecarun mereka ke jantung Ibnu Hajar dan menuduhnya sebagai Syi’ah kerena beliau menyebutkannya?!
[4] Hadyu as Sâri; Muqaddimah Fahil Bâri,2/186-187.
[5] Dalam banyak hadis yang dishahihkan ulama Sunni sendiri diriwayatkan bahwa Nabi saw. menyebut kaum Khawarij sebagai Kilâb Ahli an Nâr/ anjing penghuni neraka!

(Syiahali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: