MARAHNYA FATHIMAH.
“Rasulullah bersabda, Fathimah itu adalah bagian dari diriku. Siapa saja yang membuatnya marah berarti membuatku marah juga”(Lihat Al-Bukhari, volume 5, halaman 75, bab keutamaan sahabat)
Bunda Fathimah meninggal tanpa mau berbai’at kepada Abu Bakar.
http://islamitucinta.blogspot.co.id/2011/02/kesyahidan-fathimah-az-zahra-as.html
KESYAHIDAN FATHIMAH AZ-ZAHRA (as.)
Sebagian besar kaum Muslimin tidak tahu apa yang terjadi pada diri Bunda Fathimah (puteri Rasulullah) setelah ayahanda tercinta-nya wafat meninggalkan dirinya. Kaum Muslimin tidak banyak yang tahu derita dan perlakuan buruk yang terjadi pada diri puteri Nabi itu. Sebenarnya apabila kaum Muslimin mau meluangkan waktu mereka barang sedikit saja untuk menggali sumber-sumber sejarah dari kalangan Ahlu Sunnah maupun Ahlul Bayt, maka mereka akan melihat dengan jelas sekali bahwa kitab sejarah otentik yang ada di kalangan kedua kelompok itu mencatat dengan cukup rinci kejadian yang menimpa puteri Nabi sepeninggal ayahnya yang tercinta itu. Kitab-kitab sejarah itu menjelaskan bagaimana Bunda Fathimah (as) kerap kali mengeluhkan kedzaliman penguasa yang memerintah sepeninggal Nabi.
Misalnya, ketika Bunda Fathimah Az-Zahra mendengar hadits palsu yang disampaikan oleh khalifah pertama (http://islamitucinta.blogspot.co.id/2010/12/bagian-13-12-pemimpin-dalam-kontroversi.html),
ia marah sekali. Ia tahu betul bahwa hadits palsu itu (yang sengaja dibuat oleh khalifah pertama untuk mencegahnya menuntut haknya atas tanah Fadak. Beberapa perawi hadits dan sejarawan seperti Bukhari, Ahmad bin Hanbal, Ibn Sa’ad, Ibn Katsir dan lain-lain telah mencatat dan melaporkan bahwa Fathimah az-Zahra tetap marah kepada khalifah yang pertama hingga beliau wafat menemui ayahnya yang tercinta.
Ketika tubuh Rasulullah yang suci dibaringkan di liang lahat dan kemudian dikuburkan, terkubur juga kata-katanya tentang peran Imam Ali dan kepemimpinannya atas umat Islam. Dengan kepandaian berbicara yang fasih, Rasulullah menyebut Imam Ali sebagai “pemimpin orang-orang beriman” dan bukannya “pemimpin orang-orang Islam”. Dengan kata-kata itu, Rasulullah ingin menegaskan bahwa mereka yang menerima Islam dibawah tekanan politis tidak akan bisa menerima kepemimpinan Imam Ali (as). Sedangkan mereka yang menerima kepemimpinan dan kenabian Muhammad, akan bisa menerima kepemimpinan Imam Ali (as).
Fathimah Az-Zahra (as) melihat dengan jelas sekali bahwa tubuh ayahnya yang terbujur kaku di liang lahat akan segera tertutup tanah dan seiring dengan tubuhnya yang tertutup tanah, terkubur juga kata-katanya yang biasanya terngiang-ngiang di telinga menyampaikan nasehat bijak dari surga. Setiap kata-kata ayahnya sekarang ini digantikan oleh kata-kata para penguasa yang menggantikan kebajikan dengan doktrin kekuatan. Dengan segera Fathimah menyadari bahwa ia harus berbuat sesuatu sebelum segalanya terlambat. Ia harus menyampaikan sesuatu yang akan diingat orang sepanjang zaman. Ia harus menyampaikan sesuatu yang akan dicatat para pecintanya hingga akhir zaman.
Dengan segera dan dengan segenap keyakinan, ia bergegas menuju mesji Nabawi—mesjid Nabi—dan ia berkhutbah di sana. Ia menyampaikan kata-kata mutiaranya kepada khalayak yang baru saja berbai’at kepada kekuasaan yang baru berkuasa—kekuasaan yang telah menentang perintah dan kebijakan Nabi. Fathimah berkata, “Kami akan berdiri kukuh dan menentang kalian hingga tubuh kami luluh diterjang puluhan tombak dan pisau yang tajam berkilauan”. Fathimah, puteri Nabi mengumumkan penolakan bai’at kepada sang khalifah yang baru menjabat!
Kalau kita lihat sekilah khutbah Fathimah (Khutbah Fadakiyah/Khutbah Al-Fadakiyah yang dicatat dengan rinci baik oleh kelompok Sunni maupun Syi’ah) yang disampaikan di mesjid Nabi dan di hadapan kaum Muhajirin dan Ansar, kita akan segera melihat bahwa Fathimah mempertanyakan penguasa yang baru itu dan memberikan peringatan keras terhadapnya. Pertanyaan segera timbul terhadap kecaman Fathimah terhadap penguasa baru itu: Apakah khutbah yang disampaikan Fathimah itu dikarenakan oleh rasa marah yang dan sakit hati yang timbul karena telah diperlakukan kasar oleh penguasa baru dan para pengawalnya itu? Karena sebelum peristiwa ini terjadi Rasulullah sering berkata: “Rasa senang dan rasa marah Fathimah itu menyebabkan rasa senang dan rasa marah Allah.” Kesukaan dan kemarahan Fathimah itu menimbulkan kesukaan dan kemarahan Allah. Dengan mengacu pada hadits itu, maka kita akan bisa menyimpulkan bahwa Allah tentu saja marah pada orang yang pernah membuat Fathimah marah. Dan orang yang membuat Allah marah, tak pernah pantas untuk menduduki kursi khilafah.
Khutbah yang disampaikan oleh Fathimah itu jelah memberikan dampak yang dasyhat terhadap khalfah pertama beserta para begundalnya. Dengan khutbah itu, Fathimah memberikan pandangan yang baru di kalangan umat Islam terhadap tirani yang sedang berkuasa. Akan tetapi walaupun begitu, setelah Fathimah selesai memberikan khutbah di mesjid Nabawi itu serangkaian peristiwa menyedihkan yang terjadi pada keluarga Nabi tetap saja menghantui. Semua peristiwa itu menyebabkan Fathimah tergeletak lemah di pembaringannya yang resah.
Pada saat-saat terakhir kehidupan Fathimah, Ummu Salamah (salah satu isteri Rasulullah yang baik) menanyakan tentang keadaannya. Fathimah dengan gamblang berkata, “Saya merasa kehilangan Rasulullah yang amat sangat; dan kesedihan serta kepedihan saya itu ditambah dengan kenyataan pahit harus berhadapan dengan penguasa dzalim.” Dalam kesempatan yang lain, Fathimah menjelaskan dengan kata-kata yang hampir sama akan tetapi lebih rinci ketika kaum wanita datang menjenguk keadaannya yang sedang sakit dan terbaring lemah di ranjangnya. Kepada kaum wanita yang datang menjenguknya itu, Fathimah berkata: “Demi Allah, aku melalui hari-hari pertamaku dengan bertahan dari perbuatan buruk yang kalian lakukan padaku dan juga dari para suamimu. Celakalah kalian semua! Mengapa mereka menolak ketentuan Allah (dalam penunjukkan Imam Ali sebagai penerus Nabi), seperti yang sudah disampaikan oleh Rasulullah? Mengapa mereka rampas hak orang yang lebih mendatangkan manfaat bagi kalian; yang lebih mengetahui tentang urusan dunia dan akhirat kalian? Mengapa kalian sampai benci pada Ali? Demi Allah seandainya mereka membantunya dalam mengurus pemerintahan ini, Ali akan menjalankannya dengan baik sekali. Seandainya mereka melakukan itu, maka pintu-pintu keberkahan akan terbuka dari langit dan bumi.”
Fathimah Az-Zahra (as) seringkali menggunakan setiap kesempatan untuk memperingatkan dan memberitahu orang-orang tentang penyelewengan ketentuan Allah yang telah disampaikan oleh Rasulullah itu, akan tetapi mereka tidak menghiraukannya. Lalu kalau begitu bagaimana dengan masa depan nanti? Siapa lagi yang akan mengingatkan mereka dari penyelewengan ini? Bagaimana pesan suci dari Nabi ini bisa sampai pada generasi nanti? Sekarang saja sudah begini. “Ketika Rasulullah wafat, pesan sucinya langsung diinjak-injak oleh para pencari kekuasaan, yang menghendaki Islam karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi darinya; dengan memanfaatkan kejahilan orang-orang yang ada di sekelilingnya.” Bagaimana bisa keberatan Fathiimah itu mencapai masa yang jauh? Bagaimana Fathimah bisa menyampaikan keberatannya kepada generasi yang akan datang yang terlahir jauh kemudian? Karena ……… dalam masa-nya saja Fathimah tak pernah memiliki kebebasan untuk menyampaikan rasa kehilangannya akan ayahandanya; ia tak punya kebebasan untuk menyampaikan apa yang pernah disampaikan ayahandanya.
KESYAHIDAN FATHIMAH DAN HARI-HARI TERAKHIR DARI KEHIDUPANNYA
Catatan dari hari-hari terakhir kehidupan Fathimah (as) menunjukkan secara jelas siapa sebenarnya wanita suci dari durriyyat Nabi ini. Hari itu tanggal 3 Jumadil Tsani tahun 11H. Hari itu Fathimah Az-Zahra berkata kepada seluruh anggota keluarganya bahwa sekarang merasa baikan. Rasa nyeri yang ada di beberapa tulang iganya dan di tangannya sudah jauh berkurang dan panas demam yang ditimbulkan oleh rasa sakitnya itu sudah menurun. Kemudian ia bangkit dari tidurnya dan mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Ia memaksakan dirinya untuk memandikan anak-anaknya; akan tetapi kemudian muncul Bibi Fizzza dan Imam Ali untuk membantu dirinya memandikan anak-anak. Fathimah selesai memandikan anak-anak kemudian memakaikan pakaian dan memberikan makanan hingga kenyang. Setelah itu mengirimkan anak-anak itu kepada saudara sepupunya.
Imam Ali (as) merasa terkejut melihat isterinya yang tercinta bangkit dari ranjangnya dan sudah mulai pekerjaan rumah tangganya. Lalu Imam Ali bertanya kepada isterinya apa yang terjadi dengan dirinya. Fathimah (as) menjawab, “Hari ini adalah hari terakhir dari hidupku. Aku ingin memandikan anak-anakku dan memakaikannya baju untuk yang terakhir kalinya karena setelah ini mereka akan menjadi anak-anak piatu, tak beribu!”
Imam Ali (as) kemudian bertanya bagaimana Fathimah bisa tahu bahwa ini adalah hari terakhir hidupnya dan sebentar lagi akan datang hari kematiannya. Kemudian Fathimah Az-Zahra (as) menjawab bahwa ia melihat ayahanda tercintanya (Rasulullah) di dalam mimpinya. Rasulullah berkata bahwa Fathimah akan segera bergabung dengan Rasulullah pada malam itu. Kemudian Fathimah berwasiat kepada Imam Ali dan memohon agar wasiatnya itu dipenuhi (http://islamitucinta.blogspot.co.id/2010/11/kata-kata-terakhir-bunda-fathimah-as.html).
Yang berikut ini adalah penggalan sejarah yang mengabarkan kepada kita tentang kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Bunda Fathimah (as), sebelum bunda meninggalkan kita. Kata-kata bunda ini direkam dalam Nahjul Balaghah. Berikut petikannya:
“Ali! Engkau tahu bahwa ini adalah hari terakhir dari hidupku. Aku sekarang ini sedang dalam keadaan suka dan duka sekaligus. Aku gembira karena segala kesusahan dan kepedihanku akan segera berakhir dan aku akan bertemu kembali dengan ayahku. Di sisi lain aku sedih karena aku akan kehilanganmu; aku akan berpisah denganmu.
Tolonglah Ali! Catatlah apa yang akan aku katakan dan kerjakanlah apa yang aku wasiatkan. Sepeninggalku, engkau boleh menikahi perempuan lain yang engkau senangi, akan tetapi engkau hendaknya menikahi sepupuku Yamama. Ia sangat mencintai anak-anak kita dan Husein tampaknya sangat dekat dengannya.
Juga biarkan Fizza tetap bersamamu meskipun ia nantinya telah menikah, selama dia mau. Ia itu lebih daripada seorang pembantu di mataku. Ia lebih mirip seorang anak bagiku.
Ali! Kuburkanlah aku pada malam hari dan jangan biarkan mereka yang sudah bertindak kejam padaku (Abu Bakar, Umar bin Khattab dan para begundalnya—red) hadir di pemakamanku. Janganlah kematianku menyebabkan kedukaan berkelanjutan padamu karena engkau harus segera menyelamatkan Islam dan umat sepeninggalku untuk masa yang panjang.
Janganlah penderitaanku menjadikan hidupmu susah dan resah, berjanjilah padaku Ali!
Imam Ali menjawab, “Baiklah Fathimah, aku berjanji”.
Bunda Fathimah (as) melanjutkan pembicaraannya…….. . “Ali, aku tahu betapa engkau sangat mencintai anak-anak kita……………oleh karena itu jagalah Husein dengan hati-hati……………………Ia sangat mencintaiku, dan ia akan sangat kehilangan diriku…………………….
Berjanjilah untuk menjadi ibu baginya……hingga saat ini ketika aku sedang sakit, ia masih tidur di atas dadaku. Ia sekarang akan segera kehilangan itu………………
Janganlah engkau meratapiku Ali! Aku tahu di balik tampangmu yang keras betapa lembutnya hatimu itu. Engkau telah seringkali menahan dirimu dari kepedihan dan engkau akan harus menghadapi kepedihan lain yang akan datang mendatangimu……………….
Selamat tinggal, Ali! Ucapkanlah selamat tinggal bagiku………………..”
Kepedihan terasa mengunci tenggorokan Imam Ali……..air matanya dan seguk kesedihan tertahan di sana. Kata-kata yang diucapkan diiringi derai air mata yang tak tertahankan. Ia berkata, “Selamat jalan, Fathimah sayang”
Demi mendengar itu, Bunda Fathimah menjawab, “Semoga Dia yang maha kasiih membantumu untuk menghadapi kepedihan ini dan penderitaan ini. Sekarang biarlah aku menghadap Allah sendirian………..”
Setelah mengucapkan itu Bunda Fathimah merangkak ke arah tikar shalatnya dan bersujud di hadapan Allah. Imam Ali meninggalkan isterinya tercinta agar menghadap Allah dengan khusyu. Ketika Imam Ali memasuki kamar yang tadi ia tinggalkan, ia mendapati isterinya yang tercinta tetap pada posisi sujudnya akan tetapi ruh sucinya sudah keluar dari tubuhnya untuk bertemu dengan ruh ayahnya yang suci dengan segenap kemuliaan dan kesucian serta keagungannya.
Bunda Fathimah meninggal pada usia muda.
Imam Ali senantiasa berkata, “Sekuntum bunga tumbuh berkembang; bunga itu berasal dari surga dan kembali ke surga…………akan tetapi keharumannya yang ia tinggalkan, tetap bersemayam dalam ingatan”
IMAM ALI: “Sebutkanlah apa yang ingin engkau aku lakukan, wahai puteri Rasulullah”
(Imam Ali lalu meminta setiap orang untuk meninggalkan rumah itu agar bisa bicara tenang dengan isterinya. Imam Ali kemudian duduk di samping isterinya)
FATHIMAH: “Suamiku tercinta, engkau tahu benar apa yang telah aku lakukan dan untuk apa aku lakukan itu semua. Aku mohon agar engkau memaafkan kecerewetanku selama ini; mereka telah menderita terlalu banyak karena kecerewetanku ini selama aku sakit dan aku sekarang ingin melihat mereka bahagia di akhir hidupku ini. Aku bahagia sekaligus aku juga bersedih hati. Aku bahagia karena sebentar lagi aku terbebas dari segala kesulitan hidupku dan aku akan segera bertemu dengan ayahku; dan aku bersedih hati karena sebentar lagi aku akan berpisah dengan engkau, suamiku. Suamiku tercinta…………engkau tahu benar bahwa aku tak pernah berdusta; aku juga tetap setia dan berkhidmat padamu……………pernahkah aku membantahmu selama aku menjadi isterimu?”
IMAM ALI: “Masya Allah! Engkau adalah orang yang paling mengenal Allah'; isteri yang paling berbakti pada suaminya; isteri yang paling shalehah. Engkau lebih mulia dan lebih bertakwa sehingga takkan mungkin engkau membangkang kepadaku. Sungguh betapa beratnya aku harus berpisah denganmu dan harus kehilanganmu akan tetapi peristiwa ini memang takkan mungkin terelakan. Demi Allah! Engkau telah membuat kedukaanku kembali lagi. Baru saja aku bersedih hati karena ditinggalkan oleh Rasulullah, sekarang aku harus ditinggalkan olehmu. Sungguh kematianmu dan berpulangnya engkau itu adalah sebuah musibah yang sangat besar bagiku; akan tetapi kepada Allah-lah semua kita berpulang; semuanya ini milik Allah ta’ala, dan kepadaNyalah kita akan kembali (QS. 2: 156). Betapa pedihnya musibah ini. Musibah ini begitu besarnya hingga tak ada lagi bandingan yang sepadan dengannya.”
(Kemudian mereka berdua menangis bersama. Imam Ali memeluk isterinya yang tercinta seraya berkata)
IMAM ALI: “Suruhlah aku untuk melakukan apa yang engkau mau; engkau niscaya akan melihatku patuh dan setia pada apa yang engkau perintahkan. Akan aku utamakan segala apa yang engkau mintakan kepadaku. Akan aku utamakan kemauanmu itu diatas kemauanku.”
FATHIMAH: “Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepadamu, suamiku. Sekarang, dengarlah wasiatku ini. Pertama, menikahlah segera sepeninggalku, akan tetapi engkau harus terlebih dahulu menikahi keponakanku Umamah. Umamah itu akan memperlakukan anak-anak kita seperti aku memperlakukan anak-anak kita. Selain itu, laki-laki itu tak bisa hidup layak tanpa adanya kehadiran seorang perempuan di sisinya. Umamah mencintai anak-anak kita dan Husein sangat dekat dengannya. Lalu biarkanlah Fizza (pembantu keluarga Imam Ali) tetap bersamamu hingga ia menikah, apabila ia masih mau bersamamu keluarga kita, biarlah ia tetap bersama. Fizza itu lebih dari sekedar pembantu bagiku. Aku mencintai Fizza seperti aku mencintai anak perempuanku sendiri.”
FATHIMAH: (kemudian melanjutkan pembicaraannya) “Aku mohon padamu agar nanti ketika aku dikuburkan jangan sampai ada satu orangpun yang pernah mendzalimiku hadir di pemakamanku, karena mereka telah menjadi musuhku; dan yang telah menjadi musuhku itu telah menjadi musuh Allah dan RasulNya. Jangan juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk menshalatiku; jangan juga beri kesempatan yang sama kepada para pengikutnya. Aku ingin engkau memandikan jenazahku di malam hari; kafani aku juga di malam hari dan shalati aku dan kuburkan aku di malam yang sama ketika semua mata umat manusia sedang tertutup dan semua pandangan tak terjaga. Dan setelah penguburan selesai, duduklah di dekat kuburku dan bacakan AlQur’an untukku.”
“Jangan sampai kematianku ini membuatmu patah semangat. Engkau harus berkhidmat kepada Islam dan kemanusiaan dalam jangka waktu yang lama setelah kematianku. Jangan sampai penderitaanku ini menjadikan hidupmu susah, berjanjilah kepadaku wahai suamiku.”
IMAM ALI: “Baik, Fathimah isteriku tercinta. Aku berjanji.”
FATHIMAH: “Aku tahu bagaimana rasa cintamu kepada anak-anak kita akan tetapi berhati-hatilah dengan anak kita Husein. Ia sangat mencintaiku dan ia akan merasa sangat kehilangan diriku. Jadilah seorang ibu utuknya. Hingga saat ini ia masih sukan tidur di dadaku, dan sekarang ia akan segera kehilangan itu.”
(Imam Ali membelai tangan Fathimah yang patah (akibat dari penyerangan yang dilakukan oleh para pengawal kekhalifahan ke rumah mereka—red, http://islamitucinta.blogspot.co.id/2010/10/tangisan-fathimah-az-zahra.html)
TANGISAN FATHIMAH AZ-ZAHRA
dan menyapu air matanya yang hangat. Fathimah memandang sendu kepada Imam Ali dan kemudian berkata:)
FATHIMAH: “Janganlah meratapiku, wahai suamiku. Aku tahu betul di balik wajahmu yang keras ada hati yang sangat lembut. Engkau sudah terlalu banyak menderita dan engkau akan menderita lagi lebih banyak.”
Fathimah Az-Zahra sudah siap menemui Tuhannya. Ia sekarang mandi membersihkan dirinya kemudian berpakaian lengkap dan sudah itu langsung berbaring di atas ranjangnya. Ia memintah Asma binti Umays untuk menunggu dirinya sebentar dan kemudian memanggil namanya. Apabila tidak ada jawaban ketika namanya dipanggil……………berarti Fathimah sudah meninggalkan dunia ini menemui Tuhannya.
Asma bint Umays menunggu beberapa waktu lamanya dan kemudian ia memanggil-manggil nama Fathimah akan tetapi tidak ada jawaban dari Fathimah. Asma binti Umays memanggil sekali lagi: “Wahai puteri terkasih Muhammad! Duhai puteri paling mulia yang pernah dilahirkan oleh wanita mulia! Duhai puteri terbaik dari orang-orang yang terbaik yang pernah berjalan di muka bumi ini! Duhai puteri Rasulullah yang kedekatannya sama dengan jarak dua busur panah bahkan lebih dekat lagi" (QS. 53: 9)
Tak ada jawaban sama sekali yang bisa terdengar dari puteri Nabi………; kebisuan mencekik ruangan sempit dimana jenazah suci sang puteri Nabi tergeletak tak bergerak. Asma binti Umays kemudian mendekat ke jenazah suci itu dan memang betul tubuh kurus puteri Nabi itu sudah tak bernyawa lagi. Ruh suci yang harum telah meninggalkan tubuh kuyu itu dan menjumpai ayahnya, Rasulullah, di hadapan sang maha lembut, maha kasih dan maha sayang.
Tepat pada saat itulah Imam Hasan (as) dan Imam Husein (as) yang masih kanak-kanak memasuki rumah dan bertanya pada Asma binti Umays: “Dimanakah ibu?” “Ibu kami tidak biasanya tidur pada saat siang hari seperti ini!”
Asma bint Umays menjawab: “Wahai putera Rasulullah! Ibumu itu tidak sedang tidur………ia telah mendahului kalian semua. Ia sudah meninggal dunia!”
Ketika Imam Hasan (as) mendengar kata-kata seperti itu, ia menjatuhkan dirinya ke tubuh ibunya yang sudah dingin dan ia menciumi pipi ibunya dan wajahnya seraya berkata kepadanya: “Ibuku yang kusayang! Berbicaralah kepadaku sebelum engkau meninggal dunia.”
Imam Husein (as) datang dan kemudian ia juga mendekati ibunya dan menciumi kaki ibunya dan berkata: “Ibuku sayang! Ini aku Husein, anakmu. Bicaralah kepadaku sebelum engkau meninggal.”
Kemudian, Imam Husein berpaling kepada Imam Hasan dan berkata: “Semoga Allah menghibur dirimu atas kepergian ibunda kita”
Ada dua hadits yang berbeda tentang keberadaan Imam Ali (as) ketika Fathimah meninggal dunia. Salah satunya menyebutkan bahwa Imam Ali ada bersama Fathimah pada saat kematian isterinya itu. Dan hadits yang lain adalah sebagai berikut:
(Imam Ali sedang berada di mesjid. Imam Hasan dan Imam Husein pergi ke mesjid dan menceritakan tentang wafatnya ibu mereka kepada ayahnya. Segera setelah Imam Ali mendengar berita itu, ia terjatuh pingsan. Ketika siuman, ia berkata: “Siapa lagi yang bisa menghiburku ketika aku sedih dan pilu, wahai puteri Muhammad? Engkau dulu selalu menghiburku dan sekarang siapakah yang bisa menggantikan kedudukanmu?” Fathimah Az-Zahra (sa) meninggal dalam usia yang masih muda dan Imam Ali senantiasa mengenang saat-saat indah bersamanya. Imam Ali senantiasa berkata: ““Sekuntum bunga tumbuh berkembang; bunga itu berasal dari surga dan kembali ke surga…………akan tetapi keharumannya yang ia tinggalkan, tetap bersemayam dalam ingatan”
Kaum wanita dari bani Hasyim kemudian dikumpulkan dan diberitahu tentang musibah yang sangat besar itu. Betul, memang musibah yang sangat besar. Dan musibah besar itu datang setelah musibah besar lainnya datang sebelumnya. Belum lagi sembuh luka hati ini karena telah ditinggal Nabi; sekarang beberapa kelompok umat Islam yang masih setia kepada keluarga Nabi ditinggalkan pula oleh puteri Nabi yang mereka cintai itu.
Ketiak orang-orang di kota Madinah sadar bahwa Fathimah Az-Zahra itu sudah menemui kesyahidannya (syahid karena luka-luka—luka dalam dan luka luar—yang telah diderita olehnya karena serangan yang dilakukan oleh para pengawal khalifah pertama atas perintahnya—red). Mereka berkumpul di depan rumah Fathimah dan menunggu untuk melakukan upacara penguburan. Akan tetapi kemudian mereka mendengar bahwa upacara penguburannya akan ditunda. Pada malam hari, ketika orang-orang sudah tertidur dengan lelapnya, Imam Ali (as) mulai memandikan jenazah Fathimah dan mengkafaninya dengan rapi. Dan itu dilakukannya—sesuai dengan bunyi wasiat isterinya—dengan tanpa kehadiran orang-orang yang telah membenci dan dibenci oleh Fathimah. Orang-orang yang sudah melakukan penyerbuan ke rumahnya dan hendak membakar rumahnya. Setelah Imam Ali selesai memulasara jenazah Fathimah, Imam Ali menyuruh Imam Hasan dan Imam Husein yang waktu itu masih kecil untuk memanggil beberapa sahabat Nabi yang setia dan jujur yang juga disukai oleh Fathimah agar membantu proses penguburannya hingga selesai. Tidak lebih dari 7 orang saja yang dilaporkan oleh sejarah yang turut membantu dalam proses penguburan itu. Setelah mereka datang; Imam Ali melakukan shalat dan berdoa dan kemudian menguburkan jenazah isterinya yang tercinta itu. Sementara itu kedua putera tercintanya berdiri sedih tidak jauh dari liang lahat yang sebentar lagi akan ditutup memisahkan mereka berdua dengan ibunya yang tercinta. Mereka berdua menangis diam-diam menahan rasa pilu yang membuncah di dalam dada keduanya.
Ada dua hadits yang tentang wafatnya Fathimah. Yang satu mengatakan bahwa wafatnya itu terjadi 75 hari setelah wafatnya Rasulullah sementara hadits lainnya mengatakan bahwa wafatnya Fathimah itu terjadi setelah 95 hari dari wafatnya Rasulullah. Seperti yang kita ketahui, Rasulullah itu meninggal pada tanggal 28 Safar. Jadi 75 hari setelah bulan Safar itu kira-kira tanggal 13, 14, atau 15 Jumadil Awwal. Sedangkan kalau 95 hari maka para sahabat menghitungnya sampai tanggal 3 Jumadil Tsani. Karena kita tidak tahu persisnya kapan bunda Fathimah meninggal, maka kita menggabungkan tanggal 13, 14 dan 15 Jumadil Awwal itu dengan tanggal 3 Jumadil Awwal sebagai hari-hari bunda Fathimah atau dalam bahasa Parsi disebut Ayyame Fatimiyya.
Malahan Bunda Fathimah meninggal dalam keadaan marah kepada Abu Bakar, dengan meninggalkan wasiat yang menyebutkan bahwa Abu Bakar dilarang untuk menshalati jenazahnya apabila kelak Bunda Fathimah meninggal selain itu juga Bunda Fathimah tidak ingin jenazahnya diantarkan oleh Abu Bakar (http://islamitucinta.blogspot.co.id/2011/02/puteri-nabi-itu-dimakamkan-secara.html)
PUTERI NABI ITU DIMAKAMKAN SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI
Quiet Funeral of Fatima Zahra (sa), the daughter of Messenger of Allah (saw)
Sebuah rombongan kecil yang terdiri dari orang-orang yang setia dan patuh pada Rasulullah tampak berjalan gontai. Segukan tangis lirih dan terasa mengiris-iris hati yang pilu terdengar dari mereka. Wajah-wajah mereka lusuh tertunduk tersembunyi dalam tutup-tutup kepala yang jatuh menaungi kepala-kepala mereka. Rombongan itu berjalan tanpa mengeluarkan bunyi berarti ke sebuah tempat sunyi yang khusus untuk menguburkan salah seorang manusia suci yang mereka cintai. Mereka berjalan dalam kegelapan malam pada bulan Jumadil Tsani, hari ketiga di tahun sebelas Hijriah. Rombongan itu menyusuri jalan-jalan kota Madinah. Terasa segar dalam ingatan baru beberapa lama lewat mereka melakukan hal yang sama untuk manusia suci lainnya, Muhammad Al-Mustafa. Sekarang giliran puterinya yang tercinta…………Fathimah Az-Zahra (as).
Dalam rombongan itu ada anak-anak dengan ayah mereka beserta teman-teman dekat dari sang ayah; mereka semua berjalan dalam kebisuan dan kesabaran. Pada wajah-wajah mereka tampak kepasrahan dan keridhoan akan apa yang telah menimpa mereka selama beberapa hari ini. Akan tetapi meskipun begitu sesekali masih terdengar tangis yang tertahan di tenggorokan; air mata mengucur deras dengan tangisan yang lirih sekali hampir tak terdengar seakan ingin menyembunyikan kepedihan yang telah menimpa mereka agar tidak ada orang yang mendengar mereka di kegelapan malam karena memang mereka tidak ingin seorangpun tahu di kota Madinah itu bahwa mereka sedang melakukan sebuah perbuatan yang akan direkam baik oleh sejarah.
Seorang ayah yang tadi disebutkan di atas ialah Imam Ali (as); sementara anak-anak yang turut bersamanya ialah putera-puterinya. Ada Imam Hasan (as) di sana; ada Imam Husein (as), ada Zainab, dan ada Umm Kultsum yang berjalan gontai dalam kebisuan di belakang ayahnya. Bersama mereka ada para sahabat pilihan yang sangat setia kepada Nabi baik ketika Nabi masih hidup atau ketika sudah wafat. Mereka adalah Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Miqdad al-Aswad, dan Salman Al-Farisi.
Ketika setiap mata dari penduduk Madinah tertutup; ketika tak ada suara sedikitpun dari mereka, rombongan surga itu meninggalkan rumah Imam Ali membawa usungan tandu berisi jenazah suci dari puteri sang Nabi, Fathimah az-Zahra. Anak-anaknya sekarang mengantar jenazah ibunya itu ke sebuah pemakaman yang sunyi yang sudah ditentukan.
Fathimah memang merencanakan itu semua sebelumnya. Fathimah telah memberikan wasiat kepada Imam Ali agar para penduduk kota Madinah itu tidak datang ke pemakamannya. Ia ingin dikuburkan pada malam hari dan ingin agar kuburannya disembunyikan dari pengetahuan penduduk kota Madinah.
Ada kesunyian yang mencekam di sana. Tiba-tiba terdengar tangisan agak keras dan parau memecah kesunyian yang tadi. Tangisan itu datang dari pahlawan padang pasir yang musuh manapun pasti akan ngeri dan menyingkir. Tangisan itu sekarang terdengar lebih keras seakan menghabiskan rasa kepenasaran karena sedari tadi tangisan itu ia tahan. Ia berkata dalam tangisannya:
“Ya, Rasulullah! Salam bagimu, wahai kekasihku. Salam dariku dan dari puterimu yang sekarang ini akan datang kepadamu dan ia sangat bergegas meninggalkanku untuk sampai kepadamu. Ya, Rasulullah, rasa luluh lantak terasa pada diriku dan rasa lemah tak berdaya telah menggerogoti diriku. Itu tak lain karena engkau dan puterimu telah meninggalkanku. Tapi aku sadar semua ini milik Allah dan kepadaNyalah segala sesuatu itu kembali (QS. 2: 156)
Semua yang telah dititipkan itu akan diambil kembali; semua yang pernah kita miliki itu akan diambil lagi oleh pemiliknya yang sejati. Sementara itu kepedihan dan kesedihan Ali, tetap bermasayam dalam dirinya baik siang maupun malam hari. Tak ada batasan jelas untuk Ali kapan ia bersedih dan kapan ia terbebas dari kesedihannya itu. Kepergian dua orang yang dicintainya sangat mengguncang dirinya. Perasaan itu akan tetap pada dirinya hingga dirinya nanti bertemu lagi dengan yang dicintainya……yaitu pada hari dimana ia dipanggil oleh Allah untuk menghadapNya. Imam Ali kembali mengadu kepada Rasulullah dalam rintihan yang lirih……”Ya, Rasulullah, puterimu pastilah akan mengadukan kejadian yang sedang menimpa umat ini. Puterimu ingin umat ini bersatu kembali. Puterimu ingin agar engkau datang kembali agar bisa mempersatukan umat yang sudah bercerai berai ini. Dan engkau nanti akan bertanya padanya secara rinci. Engkau akan bertanya mengapa umat ini menentang keluarga nabi. Mengapa mereka mengkhianati apa-apa yang telah ditentukan oleh Nabi. Dan mengapa mereka melakukan hal ini padahal kematianmu itu baru saja terjadi dan umat masih merasakan kejadian ini!”
“Salam untuk kalian berdua! Salam perpisahan dariku yang sedang berduka bukan dariku yang telah tak suka kepada kalian berdua. Kalau aku pergi dari pusara kalian, itu bukan karena aku merasa bosan kepada kalian. Dan kalau aku berlama-lama di pusara kalian, itu bukan karena aku tak lagi percaya dengan kuasa Tuhan dan apa yang telah Tuhan janjikan kepada orang-orang yang tengah ditimpa kepedihan.”
Setelah menguburkan Fathimah az-Zahra (as), rombongan berisi keluaga dekat Nabi dan para sahabat pilihannya segera bergegas kembali ke rumahnya masing- masing sehingga tidak ada satu orangpun di kota Madinah yang tahu dimana Fathimah dikuburkan.
Sesampainya mereka di rumah, anak-anak dengan segera sadar bahwa mereka telah ditinggalkan oleh ibunya. Mereka merasakan kesepian yang mencekik. Imam Ali segera menghibur mereka supaya kesedihan tak terlalu larut membawa pikiran mereka. Akan tetapi itu tidak mudah dilakukan. Imam Ali mencoba menenangkan diri mereka dan kemudian ia sendiri masuk ke dalam kamar dan kemudian larut dalam tangisan yang sendu. Pahlawan Badar, Uhud, Khaybar, Khandaq dan beberapa perang lainnya itu merasakan kelelahan yang luar biasa dalam menahan kepedihan dan akhirnya ia lampiaskan dalam tangisan. Tangisan karena rasa cinta dan kehilangan; bukan tangisan manja dan penuh keputus-asaan.
Mereka semua telah melalui serangkaian kejadian yang menyesakkan sepeninggal Rasulullah. Pengangkatan Imam Ali di Ghadir Khum telah dilupakan secara sengaja oleh banyak orang; tanah Fadak sudah dirampas; rumah mereka telah diserang oleh para utusan khalifah pertama; pintu rumah keluarga Nabi yang dibakar menimpa Bunda Fathimah az-Zahra—pintu itu mematahkan beberapa tulang iganya dan menggugurkan kandungannya. Isteri sang Imam harus terbaring sakit di ranjangnya selama beberapa hari setelah itu; terbaring sendirian dan terisolasi dari dunia luar dan kemudian meninggal dalam kepedihan yang menyesakkan!
Malam hari itu setiap anak terpaksa saling menghibur untuk meredakan kesedihan mereka. Mereka berkumpul dalam satu kamar dan tidur kelelahan……………hari-hari yang berat akan masih menyambangi mereka satu demi satu. Sementara itu Bunda Fathimah menyaksikan mereka dengan wajah sendu.
MENGAPA KUBURANNYA DIRAHASIAKAN?
Hingga detik ini tidak ada seorangpun yang tahu persis dimanakah kuburan dari sayyidah Fathimah (as) yang kepadanya Rasulullah selalu memberikan pernghormatan yang penuh takzim. Rasulullah selalu senantiasa berdiri menyambut apabila Fathimah datang menjenguk. Rasulullah seringkali didengar orang berkata: “Fathimah itu adalah bagian dari diriku. Siapapun yang menyakiti diri Fathimah akan berarti menyakiti diriku.” Rasulullah juga seringkali berkata: “Barangsiapa yang menyakiti Fathimah, ia berarti menyakitiku; barangsiapa yang menyakitiku, berarti ia telah menyakiti Allah!”. Rasulullah juga seringkali berkata: “Allah menjadi sangat marah karena kemarahan Fathimah; dan merasa senang dengan rasa senang Fathimah.” Sejarah telah mencatat bahwa Fathimah dikuburkan di sekitar Jannat al-Baqi di Madinah akan tetapi tidak ada seorangpun yang tahu tempat persisnya; tak ada seorangpun yang bisa menunjukkan dengan pasti di mana makam dari puteri Nabi yang suci itu.
USAHA-USAHA UNTUK MENCARI DAN MEMBUKA KUBURAN FATHIMAH (as) DI JANNAT AL-BAQI SENANTIASA MENGALAMI KEGAGALAN
Ketika matahari terbit di keesokan harinya, orang-orang di kota Madinah berduyun-duyun menuju rumah Ali (as). Mereka ingin ikut serta dalam upacara penguburan dari puteri kandung Rasulullah itu. Akan tetapi mereka terpaksa gigit jari karena upacara penguburan telah lama selesai. Penguburan sayyidah Fathimah dilakukan secara sembunyi-sembunyi di malam hari dan tanpa kehadiran penduduk kota Madinah.
Pada saat yang bersamaan Imam Ali sedang membuat empat buah kuburan baru di Jannat al-Baqi untuk mengelabui para penduduk kota Madinah supaya orang-orang tidak tahu dimana letak kuburan Fathimah yang sebenarnya. Ketika para penduduk kota Madinah memasuki kompleks pemakaman, mereka kebingungan karena ada empat buah kubur yang baru dan mereka tidak tahu yang mana yang kuburan Fathimah (as) yang asli. Mereka saling pandang satu sama lainnya dan segera saja perasaan bersalah menyelimuti mereka. Mereka berkata: “Nabi kita tidak meninggalkan satupun anak kecuali Fathimah (as). Dan sekarang puteri Rasulullah telah meninggal dan kita sama sekali tidak ikut serta dalam upacara penguburannya. Kita bahwak tidak sadar dan tidak tahu persis dimana letak makamnya”
Pemerintah yang berkuasa sadar sekali akan bahaya yang mengancam dari peristiwa ini. Kematian puteri tercinta Nabi setelah kejadian penyerbuan ke rumahnya oleh pemerintah yang berkuasa, serta upacara penguburan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi akan mengharu biru perasaan emosi dari para penduduk kota Madinah. Oleh karena itu, pemerintah membuat pengumuman yang mengejutkan: “Buatlah kelompok berisi wanita Muslimah dan suruh mereka untuk menggali makam-makam ini agar kita bisa menemukan mayat Fathimah dan kita bisa menshalatkan dia dan menguburkannya lagi”
Kemudian mereka tanpa basa-basi lagi dan tanpa mengenal rasa malu dan khawatir sedikitpun mulai melaksanakan rencana mereka. Mereka melanggar wasiat yang telah diberikan oleh Fathimah! Mereka juga melanggar hak-hak privasi seseorang. Imam Ali telah berusaha untuk menyembunyikan makam Fathimah akan tetapi mereka berusaha untuk membongkarnya.
Apakah mereka telah lupa betapa tajamnya pedang Imam Ali, Zulfiqar? Apakah mereka telah lupa betapa beraninya Imam Ali? Apakah mereka akan mengira bahwa Imam Ali akan tetap diam melihat perbuatan tercela mereka? Apakah mereka mengira Imam Ali akan diam tak bertindak melihat mereka membogkar kuburan Fathimah?
Imam Ali sama sekali tidak melawan atau melakukan tindakan balasan atas perlakuan rezim Abu Bakar sepeninggal Rasulullah karena Imam Ali tidak ingin perlawanannya menimbulkan perpecahan di kalangan Muslimin. Umat Islam akan terpecah-pecah kedalam berbagai kelompok kepentingan dan itu tak bisa dihindarkan kalau Imam Ali melawan. Imam Ali dan keluarga Nabi terpaksa mengorbankan dirinya sebagai tumbal untuk persatuan dan keutuhan umat Islam. Imam Ali selama ini tidak melawan meskipun ada tindakan-tindakan kejahatan yang dilakukan kepada Fathimah sebelum maupun setelah Nabi wafat. Imam Ali tidak melawan karena Imam Ali telah diperintahkan oleh Rasulullah untuk bersabar, akan tetapi kesabaran itu sampai pada batas yang telah ditentukan. Ketika Imam Ali menerima berita bahwa rezim Abu Bakar akan membongkar kuburan Fathimah, Imam Ali dengan segera mengenakan pakaian perangnya dan bergegas menuju pemakaman Jannat al-Baqi. Seseorang dari mereka berteriak melihat kedatangan Imam Ali, “Ini Ali bin Abu Thalib datang dengan menghunus pedangnya dan berkata: “Barangsiapa ada yang berani untuk membongkar makam puteri Nabi walaupun ia hanya memindahkan sebuah batu darinya, aku akan memukul punggungnya dengan pedang hingga orang terakhir dari kalian, wahai kaum yang dzalim.”
Orang-orang yang tahu benar akan keseriusan Imam Ali segera mundur teratur melihat ancaman itu bukan hanya sekedar bualan. Mereka sadar bahwa Imam Ali akan melaksanakan ancamannya kepada orang yang berani mengganggu kuburan isterinya, Fathimah. Pada waktu itu, ada seorang suruhan dari pemerintah yang berkuasa yang datang dengan gemetar menghadap Imam Ali sambil berkata: “Ada apa gerangan, ya Abbal Hasan? Demi Allah, kami ini akan menggali kuburannya dan membawa jasadnya keluar untuk kami shalatkan.”
Imam Ali menjambak pakaian orang itu dan mengguncang-guncangnya kemudian melemparkannya ke tanah jauh sekali dan kemudian berkata: “Wahai anaknya Sawada! Aku telah lama mengabaikan hakku dan kewajibanku untuk melindungi orang-orang dari mencampakkan keyakinannya…………akan tetapi demi kuburan Fathimah dan demi DIA yang jiwaku ada di tanganNya, apabila engkau dan para pengikutmu berusaha untuk membongkar kuburan Fathiimah, maka saksikanlah…………aku akan menggenangi tanah ini dengan darah kalian!”
Pada saat-saat kritis seperti ini akhirnya Abu Bakar datang tergopoh-gopoh dan menggigil ketakutan sambil berkata: “Wahai Abu Al-Hasan, aku memohon kepadamu demi hak Rasulullah dan demi DIA yang ada di Arasy; tinggalkanlah lelaki itu dan kami berjanji tidak akan melakukan apapun yang engkau tidak sukai.”
Akhirnya hingga saat ini detik ini, lokasi dari kuburan Fathimah (as) tetaplah misteri………tak seorangpun yang tahu.
Fathimah az-Zahra (as) telah berwasiat agar dikuburkan pada malam hari. Permintaannya agar kuburannya disembunyikan merupakan pesan tersendiri yang ingin disampaikan lewat rintang sejarah hingga ke masa yang akan datang. Fathimah Az-Zahra (as) ingin agar pesan ini sampai kepada seluruh umat Islam………….pesan yang menyatakan bahwa keluarga Nabi telah disia-siakan dan didzalimi serta hak-haknya dirampas oleh rezim yang berkuasa. Dan ini bisa menjadi titik balik sejarah di kehidupan seseorang yang hanya mengetahui satu versi sejarah yaitu sejarah yang ditulis dan diajarkan penguasa dan diindoktrinkan ke dalam sel-sel darah umat Islam.
Fathimah Az-Zahra membangkitkan kehidupan dari kematian; memberikan kemenangan dari kekalahan; dan sebuah cerita kepahlawanan dan perdamaian dari jaman ke jaman ia ciptakan dari hidupnya yang penuh kepedihan. Fathimah menciptakan sebuah revolusi di setiap jantung kaum Muslim yang sadar dari satu generasi ke generasi lainnya. Jantung Fathimah masih berdetak di sela-sela detak jantung umat Islam. Dan kedua belah matanya terjaga menunggu bendera kebebasan yang akan berkibar bersama dengan kedatangan puteranya yang ditunggu-tunggu yaitu Imam Mahdi (as).
Sekarang ini, seperti juga pada jaman-jaman lainnya yang telah lalu, kita semua menghadapi kepedihan dan penindasan. Kita harus bersabar dalam menghadapi kepedihan ini. Kita harus meneruskan pesan Fathimah ini ke generasi selanjutnya. Kita harus sampaikan penderitaan keluarga Nabi ini kepada generasi kita dan selanjutnya agar mereka tahu bahwa Rasulullah dan misi keIslamannya telah mendapatkan tekanan dari orang-orang terdekatnya dan Islam telah dicampuri dan dikotori oleh mereka.
Terjemahan dari: http://www.ezsoftech.com/stories/fatima.asp under the title of:
Kerap kali dalam perbahasan atau perdebatan dengan saudara dari Sunni, saya pasti akan membawa hadis-hadis keutamaan Ahlulbait(as) dari sumber Sunni, untuk menguatkan dakwaan kami akan keutamaan kedudukan mereka sebagai khalifah Umat Islam. Juga turut menjadi kontroversi, adalah banyak sekali riwayat yang menunjukkan betapa Abu Bakar, Umar menyakiti Ahlulbait(as) Nabi(s), sejurus dan setelah kematian baginda.
Tambah menjadi penderitaan kepada pihak Nasibi, hadis-hadis ini berstatus sahih, atau paling tidak hasan. Ini menjadi duri dalam daging bagi mereka. Terdesak untuk mempertahankan kepercayaan rapuh mereka, mahu tidak mahu, mereka pasti akan membawakan hadis-hadis keutamaan dan kemuliaan Abu Bakar atau Umar atau siapa sahaja bagi menumpulkan hujah-hujah Syiah. Mereka lantas akan mengatakan Syiah mengabaikan hadis keutamaan mereka, dan hanya mengambil hadis yang menentang mereka.
Saya tidak mahu membahas status hadis keutamaan mereka, maka saya akan anggap bahawa memang, semua hadis keutamaan mereka itu memang sahih. Bagaimanapun timbul masalah apabila ada juga hadis seperti berikut yang menumpulkan segala keutamaan mereka, hanya sekadar contoh sahaja:
Sahih Bukhari Kitab Fardh Al Khumus Bab Khumus no 1345. Namun, di sini, kita lihat hadis tersebut dari Kitab Mukhtasar Shahih Bukhari oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hal 608 dengan no hadis 1345:
Dari Aisyah, Ummul Mukminah (ra), ia berkata “Sesungguhnya Fatimah (as) binti Rasulullah (saw) meminta kepada Abu Bakar sesudah wafat Rasulullah (saw) supaya membahagikan kepadanya harta warisan bahagiannya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah (saw) dari harta fa’i yang dianugerahkan oleh Allah kepada Beliau.[Dalam riwayat lain: kamu meminta harta Nabi SAW yang berada di Madinah dan Fadak dan yang tersisa dari seperlima Khaibar 4/120] Abu Bakar lalu berkata kepadanya, [Dalam riwayat lain: Sesungguhnya Fatimah dan Abbas datang kepada Abu Bakar meminta dibagikan warisan untuk mereka berdua apa yang ditinggalkan Rasulullah (saw), saat itu mereka berdua meminta dibagi tanah dari Fadak dan saham keduanya dari tanah (Khaibar) lalu pada keduanya berkata 7/3] Abu Bakar “Sesungguhnya Rasulullah (saw) bersabda “Harta Kami tidaklah diwaris ,Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah [Sesungguhnya keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini, [maksudnya adalah harta Allah- Mereka tidak boleh menambah jatah makan] Abu Bakar berkata “Aku tidak akan biarkan satu urusan yang aku lihat Rasulullah SAW melakukannya kecuali aku akan melakukannya] Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.
Jadi bagaimana sekarang?
Di dapati Abu Bakar yang merupakan sahabat utama penuh kemuliaan juga telah membuat kan Sayyidatina Fatimah(s) marah, yang mana Rasulullah(s) bersabda:
Nabi saaw bersabda: “Fatimah adalah sebagian dariku, yang membuatnya marah, membuatku marah”
Jikalau kami mengambil hadis keutamaan Abu Bakar sebagai sahih, dan hadis penindasan Ahlulbait juga sebagai sahih, maka bolehlah kita ambil kesimpulan peribadi Abu Bakar sebagai berikut:
“Abu Bakar merupakan seorang sahabat paling mulia Rasulullah(s), dan beliau juga telah menyakiti Fatimah(a) dan membuat baginda(s) marah, yang mana akhirnya memberi kemurkaan Allah swt.”
Sampai ke tahap ini, sebagai seorang pengkaji yang adil dan tanpa “bias”, akan terpaksa menggunakan kekuatan akal mereka untuk menghasilkan satu dalil aqli yang kukuh.
Persoalannya, perkara mana yang lebih berat? Kemuliaan Abu Bakar atau kemarahan Fatimah(s)? Bagi orang yang berakal, sudah dapat tahu jawabannya. Tapi bagi pemilik otak gred C, mungkin saya terpaksa simplifiedkan lagi keadaan di atas.
paradoks hadis kemuliaan Abu Bakar, Umar dan yang lain. Jika ada orang tak faham lagi, maka, jelas, beliau bukan lagi Ahlil Fikir, dan tidak dapat diselamatkan kejahilan mereka.
Hujjatul Islam Moawenian dalam ceramahnya menceritakan kisah berikut. Allamah Amini, penulis kitab Al-Ghadir, menyampaikan sebuah pertanyaan sederhana di hadapan para ulama ahlusunah: siapakah imamnya Fatimah binti Muhammad?
Ada sebuah kisah nyata tentang Allamah Amini ketika diundang oleh para ulama suni dalam sebuah acara makan malam ketika beliau ada di Mekah atau Madinah. Pertama kalinya beliau menolak, tapi mereka memaksa. Namun kemudian, beliau menerima dengan satu syarat bahwa dia hanya datang untuk makan malam, bukan diskusi, karena pandangan beliau sudah dikenal. Mereka menerima persyaratannya. Mereka mengatakan kalau beliau datang, barulah akan dipikirkan apa yang akan dilakukan.
Dalam pertemuan tersebut terdapat sekitar 70-80 ulama besar suni yang menghafal antara 10-100 ribu hadis yang ada. Setelah mereka makan, mereka ingin mengajaknya terlibat dalam diskusi dan dengan cara ini mereka dapat membuatnya terdiam. Tapi Allamah Amini mengingatkan mereka tentang peraturan bahwa dia datang hanya untuk makan malam.
Salah satu di antara mereka kemudian mengatakan bahwa akan lebih baik jika masing-masing di antara yang hadir dapat mengutipkan sebuah hadis. Dengan cara ini, allamah juga akan terlibat menyampaikan hadis dan hadis tersebut dapat membantu mereka untuk memulai diskusi. Semuanya menyampaikan sebuah hadis sampai akhirnya giliran Allamah Amini. Mereka memintanya untuk menyampaikan sebuah hadis dari Nabi Muhammad saw.
Allamah mengatakan tidak masalah, tapi dia akan menyampaikan sebuah hadis dengan satu syarat: setelah hadis disampaikan, masing-masing dari kalian harus menyampaikan pandangan tentang sanad dan kebenaran hadis tersebut. Mereka menerimanya.
Kemudian, beliau menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: “Siapa yang tidak mengenal imam zamannya kemudian meninggal, maka meninggalnya sama seperti pada masa jahiliah.”
Kemudian ia bertanya kepada masing-masing dari mereka tentang kebenaran hadis tersebut. Mereka semua menyatakan bahwa hadis tersebut benar dan tidak ada keraguan tentangnya dalam semua kitab rujukan suni. Kemudian allamah mengatakan bahwa kalian semua sepakat tentang kebenaran hadis ini. “Baiklah, saya mempunyai satu pertanyaan. Katakan kepada saya apakah Fatimah mengenali imamnya? Lalu siapakah imamnya? Siapakah imamnya Fatimah?”
Tidak ada yang menjawabnya. Mereka semua terdiam dan setelah beberapa lama satu per satu meninggalkan tempat. “Allah mengetahui bahwa saya melakukan diskusi ini dengan ulama suni di Masjidilharam dan dia adalah orang yang sangat ahli dan berpengetahuan. Dia hanya tertawa. Aku tanyakan kepadanya jawaban pertanyaan saya, tapi dia hanya tertawa.”
Saya mulai marah dan mengatakan padanya, “Apa yang Anda tertawakan?” Dia menjawab, “Saya menertawakan diri saya sendiri.” Saya tanya, “Benarkah?” Dia menjawab, “Ya.” Saya tanya lagi, “Mengapa?”
“Karena saya tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Anda. Jika saya katakan Fatimah tidak mengenal imam pada zamannya, itu berarti dia wafat sebagai orang kafir. Tapi tidak mungkin pemimpin para wanita di dunia ini tidak mengenal imamnya. Tidak pernah mungkin!”
“Jika Fatimah mengenal imamnya, bagaimana saya bisa mengatakannya? Misal Abu Bakar adalah imamnya, tetapi Bukhari dalam kitabnya menuliskan fakta bahwa Fatimah wafat dalam keadaan marah… Tidak mungkin bagi Fatimah untuk marah kepada imamnya!”
Fatimah adalah alasan terkuat kami. Karena Fatimah, tidak ada tempat untuk menyembunyikan kebenaran. Karenanya, menghidupkan nama Fatimah dan menangis untuk kesyahidahannya adalah seruan kepada tauhid. Menangis untuk Fatimah, pintu dan rumahnya yang terbakar adalah menangis untuk Alquran yang juga terbakar!
Bunda Fathimah meninggal pada saat beliau masih memendam rasa marah pada Abu Bakar karena Abu Bakar telah menolak Fathimah yang menuntut haknya atas warisan yang diberikan oleh ayahnya, Muhammad al-Mustafa. Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah pernah berkata:
“………Fathimah, puteri Rasulullah, harus mendapatkan warisan yang ditinggalkan oleh ayahnya dari fai [harta kekayaan yang didapatkan dari pihak musuh sebagai tawaran perdamaian] yang telah dianugerahkan oleh Allah untuk RasulNya. Abu Bakar kemudian berkata kepadanya (‘Aisyah), ‘Rasulullah pernah berkata: ‘Kami (para Nabi) tidak meninggalkan warisan; apa yang kami tinggalkan akan menjadi sedekah’. Oleh karena itulah maka bunda Fathimah menjadi marah. Bunda Fathimah tidak lagi bertegur sapa dengan Abu Bakar hingga beliau wafat. Bunda Fathimah hanya hidup sekitar 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah” ‘Aisyah kemudian menambahkan, “Dan Fathimah menuntut Abu Bakar agar segera memberikan bagian yang merupakan haknya yaitu warisan yang ditinggalkan oleh ayahnya pada peperangan Khaybar, yaitu berupa sebidang tanah di daerah Fadak, dan harta benda yang dikumpulkan di Madinah, akan tetapi Abu Bakar menolak itu sambil berkata, ‘Aku tidak akan meninggalkan sesuatupun yang tidak ditinggalkan oleh Rasulullah.’” (Lihat: Al-Bukhari, Shahih, volume 4, halaman 208, dalam kitab tentang Khumus dalam bab tentang kewajiban-kewajiban).
Bunda Fathimah demikian marahnya kepada Abu Bakar (karena haknya telah dirampas secara semena-mena—red) hingga Bunda Fathimah meninggalkan wasiat kepada suaminya, Imam Ali (as), agar Abu Bakar tidak menshalati jenazah dirinya apabila Bunda Fathimah meninggal kelak. Selain itu juga Abu Bakar tidak boleh mengiringi jenazahnya. Imam Ali (as) menguburkan jasad suci dari Bunda Fathimah pada malam hari seperti yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, dengan melaporkan apa yang dikatakan oleh ‘Aisyah yang berkata, “…………Abu Bakar menolak untuk memberikan semua itu kepada Fathimah. Oleh karena itu kemudian Fathimah marah sekali kepadanya sehingga ia tidak mau lagi bertegur sapa dan bertemu dengannya hingga ia meninggal dunia. Ia hidup sekitar 6 bulan lamanya setelah Rasulullah meninggal dunia. Ketika ia meninggal, suaminya mengubur jasadnya pada malam hari. Abu Bakar tidak pernah mengumandangkan adzhan para hari dimana Fathimah meninggal (untuk mengumumkan kematian Fathimah), Abu Bakar juga tidak menyelenggarakan shalat jenazah atasnya.”.
Jangan Mencela Sahabat Rasulullah ??
Abdullah Ibnu Abbad menurut Bukhari pernah menyatakan bahwa Rasulullah telah bersabda:“Orang yang membenci apa yang dilakukan oleh seorang Amir (pemimpin) hendaklah bersabar, karena orang yang menyimpang sepenggalan dari jalan yang ditempuh oleh seorang Amir, maka apabila ia meninggal, maka ia meninggal dalam keadaan JAHILIYYAH” (Lihat: Al-Bukhari dalamShahih-nya , volume 9, halaman 145).
Dan dalam Shahih-nya, Muslim menyatakan bahwa Rasulullah telah bersabda: “Seseorang yang meninggal tanpa memberikan bai’atnya (kepada seorang Imam) maka apabial ia meninggal, ia meninggal dalam keadaan JAHILIYYAH” (Lihat: Muslim dalam Shahih-nya, volume 4, halaman 517, diterbitkan oleh Dar al-Sha’b press).
Dan dalam Musnad-nya, Ahmad bin Hanbal menuliskan bahwa Rasulullah dilaporkan pernah bersabda: “Barangsiapa meninggal tanpa memiliki seorang Imam, maka ia meninggal dalam keadaan JAHILIYYAH” (Lihat: Ahmad dalam Musnad-nya, volume 3, halaman 446).
Bunda Fathimah itu memiliki kedudukan yang utama karena ia adalah puteri dari seorang guru kemanusiaan dan ia juga adalah isteri dari seorang pemimpin dari kaum beriman (Amirul Mukminin) yang mana keduanya merupakan manusia pilihan dan setiap orang bersaksi bahwa keduanya orang yang paling adil diantara manusia; paling berilmu dan paling mulia. Dengan posisi seperti itu, mustahil puteri Rasulullah itu menjadi orang yang bodoh seperti yang dituduhkan oleh Abu Bakar. Mengapa demikian?
Karena kalau Bunda Fathimah dituduh telah meminta sesuatu yang bukan haknya dan Rasulullah itu tidak pernah mewariskan apa-apa untuk puterinya (seperti yang dituduhkan oleh Abu Bakar), berarti itu sama saja dengan menyebutkan bahwa ayahnya dan suaminya belum pernah memberitahu Fathimah tentang hal itu. Itu sama sekali tidak mungkin terjadi! Mana mungkin ayahnya dan suaminya tidak pernah memberitahu apa-apa tentang hak waris itu. Jadi kemungkinan yang sangat mungkin ialah ABU BAKAR ITU TELAH BERDUSTA!!!!!.
Bisa dilihat dalam sejarah bahwa Bunda Fathimah marah kepada Abu Bakar selama 6 bulan penuh hingga Bunda Fathimah meninggal dunia. Ini adalah penggalan kisah hidup penuh derita yang harus dilakoni oleh Bunda Fathimah sepeninggal ayahnya.
Sungguh jauh panggang dari api apabila itu dilakukan oleh seorang wanita penghulu para wanita di surga. Kita berlindung kepada Allah dari tuduhan orang-orang yang penuh dengki yang telah menuduhnya berbuat keji yaitu meminta sesuatu yang bukan hak miliknya yang hakiki. Ketika Abu Bakar mengambil haknya atas tanah Fadak dan harta benda yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah di kota Madinah, dan juga Kumus dari Khaybar, maka Bunda Fathimah segera bergegas untuk bertemu dengan Abu Bakar yang pada waktu itu sedang berada di tengah-tengah kaum Ansar dan Muhajirin. Bunda Fathimah langsung menyampaikan pidatonya yang menyebabkan orang-orang yang hadir di sana menangis terisak-isak.
Simak beberapa peristiwa sebagai berikut:
1. Permusuhan antara Bunda Fathimah dan Abu Bakar. Abu Bakah dituding oleh bunda Fathimah sebagai orang yang khianat terhadap wasiat yang diberikan oleh Ayahandanya. Abu Bakar tidak memberikan wasiat Nabi berupa sebidang tanah di daerah Fadak yang memang diperuntukkan oleh Rasulullah untuk puterinya, Fathimah az-Zahra. Permusuhan ini terkenal dalam sejarah. Paling tidak sejarah memperkenalkan sisi bunda Fathimah yang tidak mau berbai’at kepada Abu Bakar.
Pertanyaan: APAKAH BUNDA FATHIMAH TIDAK TAHU ADA HADITS YANG MENGHARUSKAN PENGHORMATAN KEPADA ABU BAKAR SEBAGAI SALAH SATU SAHABAT NABI? MENGAPA CUMA KAUM AHLUSSUNNAH SAJA YANG TAHU HADITS INI?
2. ‘Aisyah menghasut orang-orang untuk memerangi khalifah yang sah waktu itu yaitu Imam Ali bin Abi Thalib. ‘Aisyah didukung oleh Thalhah bin Ubaydillah dan Zubayr bin Awwam mengobarkan perang yang kelak dikenal sebagai perang unta atau Perang Jamal dimana ‘Aisyah mengomandoi serangan di atas untanya.
Pertanyaan: MENGAPA ALI BIN ABU THALIB MELAWAN KETIKA IA DISERANG OLEH ‘AISYAH PADAHAL ADA HADITS YANG MENGHARUSKAN SETIAP ORANG ISLAM UNTUK MENGHORMATI ‘AISYAH? MENGAPA ALI BIN ABU THALIB TIDAK TAHU HADITS ITU? MENGAPA CUMA KAUM AHLUSSUNNAH SAJA YANG TAHU HADITS ITU?
Kalau saja Imam Ali bin Abu Thalib tahu tentang hadits (bathil) itu dan kemudian menghormati ‘Aisyah sesuai dengan yang dikehendaki oleh hadits itu, maka peperangan Jamal tidak perlu terjadi.
SEANDAINYA KELOMPOK AHLUSSUNNAH PADA WAKTU ITU TELAH LAHIR KEDUNIA DAN ADA DI TEMPAT ITU PADA WAKTU ITU DAN KEMUDIAN MEMPERINGATKAN IMAM ALI, MAKA “PERANG JAMAL” TIDAK AKAN TERJADI?
3. Tengoklah kisah tentang Umar berikut ini. Kisah ini bisa anda lihat di buku-buku sejarah dan sirah. Juga lihat dalam Shahih Bukhari dalam Bab as-Syuruthi Jihad 2: 122; lihat juga dalam Shahih MuslimBab Shulhul Hudaibiyah jilid 2. Singkatnya ceritanya seperti ini:
Pada tahun keenam hijriah Rasulullah bersama seribu empat ratus sahabatnya keluar dari Madinah dengan tujuan umrah. Diperintahkannya para sahabat menyarungkan pedangnya masing-masing. Mereka berihram di Dzil Hulaifah dan membawa binatang korban agar orang-orang Qurays tahu bahwa mereka datang untuk umrah bukan untuk perang. Karena sifat angkuhnya, orang-orang Qurays tidak mau kelak ada penduduk Arab mendengar bahwa Muhammad telah masuk ke Mekkah dan memecahkan benteng mereka. Diutusnya serombongan delegasi yang diketuai oleh Suhail bin ‘Amr bin Abdul Wud al-‘Amiri agar meminta Nabi kembali ke tempat asalnya. Tahun depan mereka akan diizinkan untuk umrah selama tiga hari. Orang-orang Qurays juga meletakkan syarat yang berat yang kemudian diterima oleh Nabi berdasarkan kemashlahatan yang dilihatnya dan wahyu Allah yang diterimanya. Rasulullah tidak mungkin memutuskan segala sesuatu tanpa ada wahyu yang turun kepadanya.
Namun sebagian sahabat tidak senang dengan sikap Nabi seperti ini. Mereka menentangnya dengan keras. Umar bin Khattab (yang sangat dihormati oleh saudara kita dari kalangan Ahlussunnah) datang dan berkata dengan keras: “Apakah benar bahwa engkau adalah Nabi Allah yang sesungguhnya?”
“Ya,” jawab Nabi.
“Bukankah kita dalam hak dan musuh kita dalam bathil?”
“Ya,” jawab Nabi kalem.
“Lalu mengapa kita hinakan agama kita?”, desak Umar.
“Aku adalah Rasulullah. Aku tidak melanggar perintah-Nya dan Dialah penolongku,” jawab Nabi.
“Bukankah engkau mengatakan kepada kami bahwa kita akan mendatangi Rumah Allah dan bertawaf di sana?”, tanya Umar.
“Ya. Tetapi apakah aku katakan kepadamu pada tahun ini juga?”, tanya Nabi.
“Tidak,” jawab Umar.
“Engkau akan datang ke sana dan tawaf di sekitarnya, Insya Allah,” kata Nabi mengakhiri pembicaraan.
Kemudian Umar datang kepada Abu Bakar dan bertanya:
“Wahai Abu Bakar! Benarkah bahwa dia adalah seorang Nabi yang sesungguhnya?”
“Ya,” Abu Bakar menjawab.
Kemudian Umar mengajukan pertanyaan serupa kepada Abu Bakar dan dijawab dengan jawaban yang serupa juga.
“Wahai saudara!”, kata Abu Bakar kepada Umar. “Beliau adalah Rasul Allah yang sesungguhnya. Beliau tidak melanggar perintah-Nya dan Dialah penolongnya. Maka percayalah padanya.”.
Usai Nabi menulis piagam perdamaian (pada perjanjian Hudaybiah), beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya: “Hendaklah kalian sembelih binatang-binatang korban yang kalian bawa itu dan cukurlah rambut kaliang.” Demi Allah tidak ada satu sahabatpun berdiri mematuhi perintah itu sampai Nabi mengucapkannya sebanyak tiga kali. Ketika dilihatnya mereka tidak mematuhi juga perintahnya, Nabi masuk ke dalam tendanya dan keluar kembali tanpa berbicara dengan siapapun. Beliau sembelih korbannya dengan tangannya sendiri lalu memanggil tukang cukurnya kemudian beliau bercukur. Melihat ini para sahabat kemudian menyembelih juga korban mereka, kemudian saling mencukur sehingga hampir-hampir mereka saling berbunuhan.”.
Pertanyaan: KALAU SAJA SEMUA HADITS TENTANG KEHARUSAN MENGHORMATI PARA SAHABAT NABI ITU SHAHIH ADANYA MAKA KITA DENGAN HERAN BERTANYA:
MENGAPA KITA HARUS MENGHORMATI UMAR YANG TIDAK HORMAT KEPADA NABI?
MENGAPA KITA HARUS MENARUH HORMAT KEPADA ORANG YANG MENYAKITI PERASAAN NABI?
MENGAPA KITA HARUS HORMAT KEPADA ORANG-ORANG YANG MEMBANGKANG PERINTAH NABI?
MENGAPA KITA HARUS MENGHORMATI ORANG-ORANG YANG LEBIH MEMENTINGKAN PENDAPATNYA SENDIRI DIATAS PENDAPAT NABI?
Padahal Allah sudah menggariskan dalam al-Qur’an:.“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari” (QS. Al-Hujuraat: 2).
Umar telah meninggikan suaranya di hadapan Nabi. Umar telah menganggap pendapat dirinya lebih daripada pendapat Nabi. Oleh karena itu sesuai dengan hukum Allah dalam Al-Qur’an itu, amalan orang seperti itu akan terhapus dan ia diakhirat akan mengalami kerugian yang amat sangat.
Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait.
Judul di atas tentu saja akan cukup mengejutkan bagi siapa saja yang belum mengetahui tentang riwayat ini. Hal ini termasuk salah satu hal yang dipermasalahkan dalam perdebatan yang biasa terjadi oleh kelompok Islam Sunni dan Syiah. Permasalahan ini jelas merupakan masalah yang pelik dan musykil dan tidak jarang ulama sunni yang menyatakan bahwa peristiwa ini tidak pernah terjadi dan riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah. Sebaliknya untuk menjawab anggapan ini Syiah menyatakan bahwa peristiwa ini benar terjadi dan terdapat riwayat-riwayat yang berkaitan dengan peristiwa tersebut dalam referensi Ahlus Sunnah.
Tulisan kali ini hanya ingin melihat dengan jelas apakah benar peristiwa ini benar-benar tercatat dalam sejarah atau hanyalah berita bohong belaka. Perlu dinyatakan sebelumnya bahwa tulisan ini tidak dibuat dengan tujuan untuk medeskriditkan pribadi atau kelompok tertentu melainkan hanya menyampaikan sesuatu apa adanya.
Riwayat-riwayat tentang Ancaman Pembakaran Rumah Sayyidah Fathimah Az Zahra as ternyata memang benar ada dalam kitab-kitab yang menjadi pegangan Ahlus Sunnah yaitu dalam Tarikh Al Umm Wa al Mulk karya Ibnu Jarir At Thabari, Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Ansab Al Asyraf karya Al Baladzuri, Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr dan Muruj Adz Dzahab karya Al Mas’udi. Berikut adalah riwayat yang terdapat dalam Kitab Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan peristiwa itu dengan sanad:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata ”Ketika Bai’ah telah diberikan kepada Abu Bakar setelah kewafatan Rasulullah SAW. Ali dan Zubair sedang berada di dalam rumah Fatimah bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Sehingga ketika Umar menerima kabar ini Ia bergegas ke rumah Fatimah dan berkata ”Wahai Putri Rasulullah SAW setelah Ayahmu tidak ada yang lebih aku cintai dibanding dirimu tetapi aku bersumpah jika orang-orang ini berkumpul di rumahmu maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah ini bersama mereka yang ada di dalamnya”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berbicara kepada mereka “tahukah kalian kalau Umar datang kemari dan bersumpah akan membakar rumah ini jika kalian kemari. Aku bersumpah demi Allah ia akan melakukannya jadi pergilah dan jangan berkumpul disini”. Oleh karena itu mereka pergi dan tidak berkumpul disana sampai mereka membaiat Abu Bakar. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah jilid 7 hal 432 riwayat no 37045).
Riwayat ini memiliki sanad yang shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim.
Sanad Riwayat Dalam Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.
Ibnu Abi Syaibah.
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Utsman Al Absi Al Kufi. Ia adalah seorang imam penghulu para hafidz, penulis banyak kitab sepertiMusnad,al Mushannaf dan Tafsir. Para ulama telah sepakat akan keagungan ilmu kejujuran dan hafalannya. Dalam Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 490 Adz Dzahabi berkata”Ia termasuk yang sudah lewat jembatan pemeriksaan dan sangat terpercaya”. Ahmad bin Hanbal berkata ”Abu Bakar sangat jujur, ia lebih saya sukai disbanding Utsman saudaranya”. Al Khathib berkata “Abu Bakar rapi hafalannya dan hafidz”.
Muhammad bin Bisyr.
Muhammad bin Bisyr adalah salah seorang dari perawi hadis dalam Kutub Al Sittah. Dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 9 hal 64, Thabaqat Ibnu Saad jilid 6 hal 394, Tarikh al Kabir jilid I hal 45, Al Jarh Wat Ta’dil jilid 7 hal 210, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 322 dan Al Kasyf jilid 3 hal 22 terdapat keterangan tentang Muhammad bin Bisyr.
Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah”.
Yahya bin Main telah mentsiqahkannya.
Al Ajuri berkata ”Ia paling kuat hafalannya diantara perawi kufah”.
Utsman Ibnu Abi Syaibah berkata “Ia tsiqah dan kokoh”.
Adz Dzahabi berkata ”Ia adalah Al Hafidz Al Imam dan kokoh”.
An Nasai berkata “Ia tsiqah”.
Ubaidillah bin Umar.
Keterangan tentang beliau disebutkan dalam Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 160-161, Siyar A’lam An Nubala jilid 6 hal 304, Tahdzib At Tahdzib jilid 7 hal 37, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 637, Ats Tsiqat jilid 3 hal 143,dan Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 5 hal 326.
Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah dan tsabit”.
Yahya bin Ma’in berkata ”Ia tsiqah, hafidz yang disepakati”.
Abu Hatim berkata ”Ia tsiqah”.
Adz Dzahabi berkata ”Ia Imam yang merdu bacaan Al Qurannya”.
An Nasai berkata ”Ia tsiqah dan kokoh”.
Ibnu Manjawaih berkata ”Ia termasuk salah satu tuan penduduk Madinah dan suku Quraisy dalam keutamaan Ilmu,ibadah hafalan dan ketelitian”.
Abu Zar’ah berkata “Ia tsiqah”.
Abdullah bin Ahmad berkata ”Ubaidillah bin Umar termasuk orang yang terpercaya”.
Zaid bin Aslam.
Zaid bin Aslam adalah salah seorang perawi Kutub As Sittah. Keterangan tentang beliau terdapat dalam Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 3 hal 554, Tahdzib at Tahdzib jilid 3 hal 341, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 326, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 132-133, dan Siyar A’lam An Nubala jilid 5 hal 316.
Abu Hatim menyatakan Zaid tsiqah.
Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah,ahli fiqh dan alim dalam tafsir Al Quran”.
Imam Ahmad menyatakan beliau tsiqah.
Ibnu Saad menyatakan “Ia tsiqah”.
Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Al Imam, Al Hujjah dan Al Qudwah (teladan).
Abu Zara’ah menyatakan Ia tsiqah.
Ibnu Kharrasy menyatakan beliau tsiqah.
Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah” .
Aslam Al Adwi Al Umari.
Aslam dikenal sebagai tabiin senior dan merupakan perawi Kutub As Sittah. Beliau termasuk yang telah disepakati ketsiqahannya. Keterangan tentang Beliau dapat dilihat di Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 88 dan Siyar A’lam An Nubala jilid 4 hal 98:
Adz Dzahabi berkata “Ia seorang Faqih dan Imam”.
Al Madani berkata “Ia seorang penduduk Madinah terpercaya dan Kibar At Tabi’in”.
Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah”.
Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah”.
Abu Zara’ah berkata ”Ia tsiqah”.
An Nawawi berkata ”Huffadz bersepakat menyatakan Aslam tsiqah”.
Jadi riwayat di atas yang menyatakan adanya Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait Sayyidah Fatimah Az Zahra AS telah diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah dan tidak berlebihan kalau ada yang menyatakan riwayat tersebut shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu sebenarnya keliru sekali kalau ada yang beranggapan bahwa Riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah apalagi kalau menyatakan ini adalah riwayat yang dibuat-buat oleh golongan Syiah.Just Syiahpobhia .
Salam Damai.
APAKAH KITA KELUAR DARI ISLAM KALAU TIDAK MENGHORMATI PARA SAHABAT NABI?
Tentu saja tidak. Karena kalau menghormati sahabat itu dijadikan tolok ukur keIslaman seseorang maka semua madzhab (terutama madzhab-madzhab Ahlussunnah seperti Maliki, Hanafi, Syafi’I, dan Hambali) akan mencantumkan PENGHORMATAN TERHADAP SAHABAT NABI sebagai salah satu rukun Islam.
Selama ini rukun Islam orang-orang Ahlussunnah ialah:
1. Syahadat.
2. Shalat.
3. Puasa.
4. Zakat.
5. Haji (bagi yang mampu).
Dimanakah gerangan PENGHORMATAN TERHADAP SAHABAT NABI diletakkan?
(Syiah-Ali/Islam-Itu-Cinta/ezsoftech/ABNS)
“Rasulullah bersabda, Fathimah itu adalah bagian dari diriku. Siapa saja yang membuatnya marah berarti membuatku marah juga”(Lihat Al-Bukhari, volume 5, halaman 75, bab keutamaan sahabat)
Bunda Fathimah meninggal tanpa mau berbai’at kepada Abu Bakar.
http://islamitucinta.blogspot.co.id/2011/02/kesyahidan-fathimah-az-zahra-as.html
_____________________________________
KESYAHIDAN FATHIMAH AZ-ZAHRA (as.)
Sebagian besar kaum Muslimin tidak tahu apa yang terjadi pada diri Bunda Fathimah (puteri Rasulullah) setelah ayahanda tercinta-nya wafat meninggalkan dirinya. Kaum Muslimin tidak banyak yang tahu derita dan perlakuan buruk yang terjadi pada diri puteri Nabi itu. Sebenarnya apabila kaum Muslimin mau meluangkan waktu mereka barang sedikit saja untuk menggali sumber-sumber sejarah dari kalangan Ahlu Sunnah maupun Ahlul Bayt, maka mereka akan melihat dengan jelas sekali bahwa kitab sejarah otentik yang ada di kalangan kedua kelompok itu mencatat dengan cukup rinci kejadian yang menimpa puteri Nabi sepeninggal ayahnya yang tercinta itu. Kitab-kitab sejarah itu menjelaskan bagaimana Bunda Fathimah (as) kerap kali mengeluhkan kedzaliman penguasa yang memerintah sepeninggal Nabi.
Misalnya, ketika Bunda Fathimah Az-Zahra mendengar hadits palsu yang disampaikan oleh khalifah pertama (http://islamitucinta.blogspot.co.id/2010/12/bagian-13-12-pemimpin-dalam-kontroversi.html),
*****
*****
(bagian 13) 12 PEMIMPIN DALAM KONTROVERSI: MENYOAL KEYAKINAN WAHABI TENTANG 12 PEMIMPIN YANG ADA DALAM HADITS-HADITS SAUDARA AHLU SUNNAH
وإن يريدوا أن يخدعوك فإن حسبك الله هو الذي أيدك بنصره وبالمؤمنين
“Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu'min” (QS. Al-Anfal: 62)
Berikut tanggapan Al-Ustadz Alvaen El-Mahbub yang saya hormati dalam note-nya (beberapa kali beliau berpindah alamat untuk debat ini…………entah dengan alasan apa. Tapi biarlah hanya dia dan Allah yang tahu alasannya. Takutkah kalau beliau terlihat tidak menguasai panggung? Atau malukah karena beliau baru sekarang bisa menjawab khusus pertanyaan ini yang menggantung lebih dari 17 hari sejak diberikan kepada beliau). Sekali lagi kesalahan ketik dan kesalahan bahasa apalagi kesalahan berpikir ada pada beliau dan saya tidak mengubah sedikitpun dari apa yang beliau tulis di bawah ini:
KEDUSTA'AN DAN PENYELEWANGAN APEP WAHYUDIN TERHADAP NASH AL-QUR'AN (part 1)
by Alvaen El-mahbub on Thursday, 02 December 2010 at 00:50
tulisan note ini adalah sebuah tanggapan terhadap tulisan apep wahyudin si pemeluk agama syiah : di alamat
walau masih banyak urusan yang perlu saya selesaikan namun saya sempatkan diri untuk menanggapi tulisan apep wahyudin yang penuh dengan syubhat dan kedusta'an.
pada ulasan kali ini pembaca akan tercengang-cengang atas sebuah sanggahan dan tulisan seorang apep wahyudin pemeluk agama syiah yang ia tulis di alamat link di atas. sebab saudara apep wahyudin mengetengahkan sebuah dalil al-qur'an yang jauh dari api di panggang, mari kita simak dan cermati di mana letak penyelewangan seorang syi'i ini dalam pengambilan hujjah dan dalil. benar kata ulama' bukan syiah nama-nya jika tidak menakwilkan ayat-ayat al-qur'an oleh hawa nafsu dan kehendak farji'-nya saja.
pada ulasan sebelum nya kita membahas tentang 12 pemimpin qurays, bahwa umat islam ini JAYA di tangan 12 pemimpin qurays. apa maksud hadist Rasul atas kaliamt sebuah KEJAYA'AN atau KEMENANGAN itu ??. oleh itu saya akan ulas disini, lalu kita kaitkan dengan sebuah dalil yang di lontarkan oleh si pmeluk agama apep wahyudin.
untuk bisa menyambung dan memahami secara mudah, saya ketengahkan kmbali sebuah hadist Nabi sebagai nubuwah atas KEJAYA'AN umat islam di tangan 12 pemimpin qurays.
Rasulullah SAW bersabda :
عن جابر بن سمرة أنَّه قال: سمعتُ رسول الله صَلّى اللهُ عليهِ وسَلَّمَ يقول: لا يزال هذا الدين عزيزاً إلى اثني عشر خليفةً. فكبَّرَ الناس وضجُّوا، ثم قال كلمة خفية، قلت لأبي: يا أبه، ما قال؟ قال: كلُّهم من قريشأبو داود، سنن أبي داود، ج: 4، كتاب: المهدي، ح: 4280، ص: 106
dari "JABIR BIN SAMIRAH", beliau berkata : Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : agama ini senantiasa dalam keada'an mulya selama berlalu 12 pemimpin , orang-orang bertakbir dan berteriak, kemudian Rasulullah bersabda dengan kalimat yang pelan, saya bertanya kepada ayahku, apa yang beliau sabdakan ?? ayahku menjawab. semuanya dari "QURAYS" [Sunan abi daud juz 4 kitab al-mahdi hadist nomer 4380 hal : 106]
hadist serupa dan senada kita jumpai di dalam kitab hadist sohih bukhori :
جاء في صحيح البخاري بسنده إلىعبد الملك بن عمير عن جابر بن سمرة أنَّه قال: سمعت النبي صَلّى اللهُ عليهِ وسَلَّمَ يقول:يكون اثنا عشر أميراً.فقال كلمة لم أسمعها، فقال أبي: إنَّه قال: كلُّهم من قريش البخاري، صحيح البخاري، ج: 8، كتاب الأحكام، ص: 127
juga dari "JABIR BIN SAMIRAH", beliau berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda Akan ada 12 Amir (pemimpin)" Berkata Jabir (perawi hadis): "Dan kemudian beliau bersabda dengan kalimat yang tidak aku dengar. Ayahku berkata: "Semuanya dari orang "QURAYS." [HR al-Bukhari juz 8-kitab al-ahkam hal 127].
hadist-hadist serupa banyak kita jumpai di dalam kitab-kitab hadist yang diakui kesohihan-nya, namun saya cukupkan dengan dua kutipan hadist di atas, insyallah itu sudah dapat mewakili dari puluhan hadist yang senada dan juga sama.
seorang yang berfikir cerdas sudah tentu dengan segera dapat menangkap dan memahami maksud dua hadist di atas, bahwa hadist itu berbicara tentang KEJAYA'AN ISLAM, KEMENANGAN ISLAM, dan KEKUKUHAN ISLAM di atas agama lain. namun datang sorang syi'i apep wahyudin memahami hadist di atas dengan pemahaman yahudi dan penyelewengan yang sempurna.
mari kita ulas dan bahas.
apa yang di maksud dengan KEJAYA'AN, KEMENANGAN dan KEKUKUHAN ISLAM itu?? maka disini saya akan menampilkan sebuah asumsi yang di lontarkan oleh apep wahyudin. menurut apep wahyudin : KEJAYA'AN, KEMENANGAN dan KEKUKUHAN ISLAM itu sebagai berikut :
a. istiqamah dalam ketaatan kepada Allah dan RasulNya
b. kecondongan kepada akhirat atas dunia
c. keridhoan Allah dan RasulNya kepada kita karena ketaatan kita
d. terhindar dari melakukan perbuatan dzalim
e. kejujuran dan keterjagaan dari perbuatan dosa
jadi KEMENANGAN DAN KEJAYAA'AN itu menurut apep wahyudin adalah tidak di ukur oleh seberapa banyak umat islam ini membawa kemenangan di atas agama-agama lain. tidak di ukur oleh seberapa banyak umat islam ini merangkul orang kafir untuk memeluk agama islam, tidak di ukur oleh seberapa banyak panji-panji islam ini berkibar dengan bendera tauhid di jantung kota negara-negara kafir dan membawa mereka memeluk agama islam. dan tidak di ukur oleh seberapa banyak negara-negara kafir jatuh kedalam pangkuan umat islam.
melainkan KEMENANGAN DAN JAYA itu menurut apep wahyudin hanya cukup dengan, istiqamah dalam ketaatan kepada Allah dan RasulNya, kecondongan kepada akhirat atas dunia, keridhoan Allah dan RasulNya kepada kita karena ketaatan kita, terhindar dari melakukan perbuatan dzalim, kejujuran dan keterjagaan dari perbuatan dosa. -itu saja-.
sehingga jika ada seorang yang istiqomah dalam ketaatan kepada Allah dan RasulNya, condong kepada akhirat atas dunia, dan Allah dan Rasulnya ridho kepada kita karena ketaatan kita, terhindar dari melakukan perbuatan dzalim, jujur dan terjaga dari perbuatan dosa. maka itu sudah di anggap cukup dan telah berhasil membawa agama islam ini JAYA dan MENANG kendati negaranya di jajah dan di injak-injak oleh pasukan komunis kafir.
oleh itu saya simpulkan: (meminjam teori pola pikir ala apep wahyudin) agama islam ini senantiasa dalam keada'an JAYA selama berlalu 12 pemimpin qurays. artinya adalah, istiqomah dalam keta'an kepada Allah dan Rasulnya. condong kepada akhirat atas dunia, dan Allah dan Rasulnya ridho kepada kita karena ketaatan kita, terhindar dari melakukan perbuatan dzalim, jujur dan terjaga dari perbuatan dosa. maka bila kita berfikir secara obyektif maka kita jumpai bahwa setiap orang yang istiqamah dalam keta'atan kepada Allah dan rasul-nya, condong kepada akhirat atas dunia dan -seterus-nya- maka itu sudah di anggap sebagai orang yang berhasil membuat islam ini JAYA dan MENANG, WALAU NEGARANYA DI JAJAH DAN DI INJAK-INJAK OLEH PASUKAN KOMUNIS KAFIR. (aneh BIN geli kan ??)
oleh karena itu maka angka 12 yang telah di sebutkan di dalam hadist terpaksa harus kita buang dan lemparkan ke dinding. sebab terlalu banyak orang yang istiqamah dalam keta'atan kepada Allah dan rasul-nya, bukan cuma terbatas 12 orang saja. tapi ribuan, juta'an bahkan milyaran, , oleh itu angka 12 tidak berlaku, dan dengan sendirinya Nubuwah nabi itu palsu dan tidak terbukti. (dan hal ini jauh dari kebenaran)
saudara apep, semuga Allah membukan pintu hidayah kepada anda, sehingga akal bulus dan kejahilan anda segera di hilangkan.
ketahuilah..! hadist dengan terang benderang berbicara tentang KEJAYA'AN, KEMENANGAN DAN KEKUKUHAN ISLAM di atas agama lain, bukan berbicara pasal istiqomah, condong kepada akhirat atas dunia, dan Allah dan Rasulnya ridho kepada kita karena ketaatan kita, terhindar dari melakukan perbuatan dzalim, jujur dan terjaga dari perbuatan dosa , INI MASALAH LAIN DAN MEMPUNYAI BAB LAIN.
KEJAYA'AN islam itu berbicara tentang kemajuan agama ini, dari sedikit menjadi banyak. dari satu negara menjadi berpuluh-puluh negara, dari minoritas menjadi mayoritas. dari tertinggal menjadi maju. inilah yang di maksud oleh KEJAYA'AN. KEMENANGAN, DAN KEKUKUHAN.
adapun istiqomah dalam keta'an kepada Allah dan Rasulnya. condong kepada akhirat atas dunia, dan Allah dan Rasulnya ridho kepada kita karena ketaatan kita, terhindar dari melakukan perbuatan dzalim, jujur dan terjaga dari perbuatan dosa, INI BUKAN YAN DI MAKSUD KEJAYA;AN ISLAM . melainkan INI SEBUAH KEWAJIBAN kepada rindividu dari setiap orang muslim.
buanglah kejahilan anda itu. jangan tampakkan kedunguan anda di depan khalayak ramai.
ketahuilah bahwa sebuah kewajiban itu harus di lakukan oleh setiap individu muslim, bukan hanya sebatas 12 pemimpin melainkan seluruh umat islam dari lapisan bawah sampai ke lapisan atas, mempunyai kewajiban untuk istiqomah dalam keta'an kepada Allah dan Rasulnya. mempunyai kewajiban untuk condong kepada akhirat atas dunia, mempunyai kewajiban agar supaya Allah dan Rasulnya ridho kepada kita karena ketaatan kita, mempunyai kewajiban terhindar dari melakukan perbuatan dzalim, mempunyai kewajiban untuk jujur dan terjaga dari perbuatan dosa. itu adalah wajib hukum-nya dan setiap orang islam dari seluruh lapisan harus mengamalkan itu semua sebagai bentuk dari sebuah kewajiban bagi umat beragama.
dan selanjutnya saya mengajak pembaca untuk menoleh dalil yang di ajukan oleh apep wahyudin, dan mari kita telanjangi kedunguan dan kejahilan orang pemeluk agama syiah ini. disini saya akan kutip dalil yang di bawa oleh si apep wahyudin, kemudian saya paparkan di mana letak kesalahan dan penyimpangan-nya.
dalil pertama : ia berdalil di atas sebuah ayat al-qur'an di dalam surah an-nisa' ayat 13.
1.
تلك حدود الله ومن يطع الله ورسوله يدخله جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها وذلك الفوز العظيم
artinya : (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.
menurut apep wahyudin ayat ini adalah sebuah dalil atas KEJAYA'AN. KEMENANGAN, KEKUHAN ISLAM di tangan 12 pemimpin . baiklah saudara pembaca mungkin di antara kalian ada yang pernah belajar ilmu tafsir al-qur'an tentu akan tertawa dan geli melihat tingkah laku seorang apep wahyudin ini, karena dia berdalil bukan pada tempatnya, ibaratkan orang minta dalil solat maka apep wahyudin memberikan dalil orang menikah.(sungguh sangat menggelikan)
mari saya jelaskan secara perinci. ayat di atas menerangkan pasal hukum waris mewarisi. bukan menjelaskan pasal kemenangan islam di tangan 12 pemimpin .
Allah dan Rasul-nya telah menetapkan hak-hak dan hukum waris mewarisi di antar isteri, suami , anak, saudara, paman dan lain sebagainya. sehingga hukum-hukum tersebut adalah merupakan ketentuan Allah dan Rasul-nya, yang apabila kita ta'at atas hukum-hukum waris, mewarisi yang sudah di tentukan oleh Allah dan Rasulnya maka Allah akan memasukkan kedalam surga dan itulah kemenangan yang besar.
agar si apep wahyudin bisa membaca Al-qur'an, minimal buka al-qur'an lah walau hanya sekali maka saya sarankan kepada belaiu untuk buka dan baca ayat sebelum-nya : berbunyi :
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ 12
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ 13
" artinya : Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (annisa' 12-13).
JADI AYAT DI ATAS BUKAN MENJELASKAN PASAL KEJAYA'AN DAN KEKUKUHAN ISLAM, MELAINKAN MEMERINTAHKAN KEPADA KITA SEMUA AGAR SENANTIASA BERPEGANG KEPADA HUKUM-HUKUM WARIS YANG TELAH DI TENTUKAN OLEH ALLAH DAN RASUL-NYA DAN SURGA ADALAH IMBALAN-NYA, BILA KITA PATUH DAN TA'AT MAKA ITULAH KEMENAGAN BESAR BAGI KITA.
-bersambung-
KESIMPULAN DAN ULASAN SEKALIGUS:
Alhamdulillah ternyata Al-Ustadz Alvaen El-Mahbubi tidak bersembunyi terlalu lama. Ia sekarang
menampakkan hidungnya lagi setelah sebelumnya tidak muncul entah kemana. Akan tetapi begitu beliau muncul dan memberikan sanggahan terhadap posting saya yang terdahulu, beliau sama sekali tidak memberikan sanggahan yang bermutu. Beliau seperti biasa hanya memberikan sanggahan berupa sumpah serapah dan ditambah hadits yang tidak berhubungan dengan yang seharusnya beliau ajukan.
1. Seharusnya beliau mengajukan dalil-dalil dari al-Qur’an dan Al-Hadits yang menunjukkan bahwa KEMENANGAN DAN KEJAYAAN yang dimaksud dalam hadits tentang 12 pemimpin yang dijanjikan Nabi itu ialah seperti apa yang diklaim oleh Al-Ustadz yaitu:
a. Kemenangan politik dan militer.
b. Kemenangan berupa daerah taklukan dan jajahan.
c. Harta jarahan dan pajak diri.
BUKTIKANLAH LEWAT AL-QUR’AN DAN HADITS BAHWA YANG DIMAKSUD DENGAN KEMENANGAN/KEJAYAAN (dalam hadits tentang 12 pemimpin yang dijanjikan nabi) IALAH APA-APA YANG ANDA KLAIM, WAHAI USTADZ?
2. Anda, ya ustadz, telah menulis dengan berapi-api seperti ini:
“sebab terlalu banyak orang yang istiqamah dalam keta'atan kepada Allah dan rasul-nya, bukan cuma terbatas 12 orang saja. tapi ribuan, juta'an bahkan milyaran, , oleh itu angka 12 tidak berlaku, dan dengan sendirinya Nubuwah nabi itu palsu dan tidak terbukti. (dan hal ini jauh dari kebenaran)”
Sanggahan saya ialah:
Saya tahu (seperti banyak orang tahu bahkan yang pandir pun tahu) bahwa banyak sekali orang yang “istiqamah dalam keta’atan kepada Allah dan Rasul-Nya” , akan tetapi orang juga tahu bahwa yang memiliki sifat itu dan kemudian memiliki kemampuan untuk mentransfer sifat baik itu kepada umatnya tidaklah banyak di muka bumi ini. Tapi………………..
APAKAH ORANG SEPERTI MU’AWIYYAH DAN YAZID (yang anda masukkan kedalam daftar khurafat anda) ITU MEMILIKI SIFAT SEPERTI DI ATAS DAN KEMUDIAN MEREKA BISA MENTRANSFER SIFAT ITU KEPADA UMAT ISLAM AGAR MEREKA MEMILIKI SIFAT UTAMA SEPERTI ITU?
TIDAK YA USTADZ, pakailah nalarmu yang seringkali terhijab oleh dosa dan fanatisme sempit. Dua orang yang saya sebutkan namanya itu tidak pernah memiliki sifat itu dan tidak pernah bisa membuat umat memiliki sifat itu.
MENGAPA ANDA MEMILIH 2 MAKHLUK BURUK ITU MENJADI PEMIMPIN? AFALAA TA’QILUUN?
3. Ayat yang saya ajukan untuk mendefinisikan kata KEMENANGAN atau KEJAYAAN dalam hadits tentang 12 pemimpin yang dijanjikan nabi itu (ayat An-Nisaa: 13) itu sudah tepat.
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar”
Anda ya Ustadz malah memperkuat saya bukan menyanggahnya (ma’af ternyata memang anda kurang cerdas).
a. Betul sekali ayat itu berhubungan dengan ayat diatasnya yaitu tentang hukum waris (anda menyangka saya tidak tahu, padahal saya tahu betul itu).
b. Ayat itu bisa bermakna umum yaitu KEMENANGAN ITU IALAH KETA’ATAN KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA dalam hal ini keta’atan kepada hukum yang telah digariskan oleh Allah dan RasulNya. Jadi apabila kita ta’at selalu maka kita akan mendapatkan KEMENANGAN.
c. Salah satu hukum yang harus dita’ati ialah hukum waris sebagai salah satu hukum yang harus dipatuhi oleh umat Islam.
d. Jadi tidak ada masalah dengan sanggahan ustadz. Malahan ustadz telah memperkuat pernyataan saya bukan memperlemahnya.
PEMIMPIN YANG BENAR-BENAR DIAMANATKAN OLEH RASULULLAH DAN TERMASUK KEDALAM RANGKAIAN 12 PEMIMPIN YANG DIJANJIKAN HARUSLAH TAAT HUKUM (salah satunya ialah hukum waris).
SIMAKLAH RIWAYAT YANG TERJADI PADA SALAH SATU PEMIMPIN YANG DIAGUNG-AGUNGKAN OLEH AL-USTADZ YAITU ABU BAKAR:
Ketika bunda Fathimah datang menemui Abu Bakar untuk meminta tanah Fadak yang menjadi hak warisnya, Abu Bakar dengan angkuhnya berkata:
“Aku mendengar bahwa Rasulullah bersabda: ‘Kami para nabi tidak mewariskan, tidak pula kami mewarisi’”
Abu Bakar tidak memberikan tanah Fadak itu kepada bunda Fathimah dan ia memilih untuk memilikinya sendiri.
Bunda Fathimah berpidato di depan khalayak banyak sehingga kejadian ini disaksikan orang banyak. Beliau berkata (sambil mengutip beberapa ayat al-Qur’an sekaligus untuk menopang klaimnya):
“Wahai kaum Muslimin! Akankah warisanku dirampas? Wahai putra Abu Qahafah (Abu Bakar)! Dimanakah di dalam Kitabullah (apa dalilnya dalam Al-Qur’an bahwa) engkau mewarisi ayahku sedangkan aku tidak mewarisinya? Sungguh, engkau maju dengan sesuatu yang belum pernah dikenal (yaitu hadits tentang warisan dari para nabi yang hanya diriwayatkan oleh Abu Bakar saja—dalam kata lain Abu Bakar itu telah melakukan kebohongan publik). Apakah engkau sengaja meninggalkan Kitabullah dan melemparkannya ke balik punggungmu? Tidakkah engkau membacanya dimana difirmankan, Dan Sulaiman telah mewarisi Daud? (QS. An-Naml: 16) Dan ketika kitab ini menuturkan kisah Zakaria dan mengatakan, Maka, anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putera, yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub? (QS. Maryam: 5—6). Dan, ‘Orang-orang yang berhubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya di dalam Kitabullah? (QS. Al-Anfal: 75). Dan, ‘Allah menetapkan bagimu tentang (pembagian warisan) anak-anakmu, yaitu bagian seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan? (QS. An-Nisaa: 11). Dan, ‘……jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat kepada orang tua dan karib kerabatnya secara makruf, (inilah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa? (QS. Al-Baqarah: 180)”.
“Kalian menyatakan bahwa aku tak berhak! Dan bahwa aku tidak mewarisi ayahku! Wahai! Apakah Allah menurunkan sepenggal ayat (Al-Qur’an) tentang kalian, dimana DIA mengecualikan ayahku? Atau, apakah kalian mengatakan, ‘Ini (Fathimah dan ayahnya) orang-orang dari dua agama, maka mereka tak saling mewarisi? Bukankah kami—aku dan ayahku—adalah orang-orang yang menaati satu agama? Atau, apakah kalian mempunyai pengetahuan lebih tentang kekhususan dan keumuman Al-Qur’an daripada ayahku dan sepupuku ……………”
Pidatonya terlalu panjang apabila dituliskan di sini. Kesimpulan yang bisa kita ambil ialah pemimpin yang dipuja-puji oleh Al-Ustadz Alvaen El-Mahbub itu ternyata hanyalah seorang tua yang tidak menepati dan tidak menta’ati hukum waris. Mana mungkin pempimpin yang tidak menta’ati hukum Allah akan diberikan kemenangan (versi Al-Qur’an bukan versi Alvaen)?
Pertanyaan saya pada anda, ya ustadz:
a. APA DASAR HUKUM ANDA MEMILIH ORANG YANG INGKAR KEPADA HUKUM ALLAH (hukum waris) SEBAGAI SALAH SEORANG PEMIMPIN DARI 12 PEMIMPIN YANG DIJANJIKAN NABI?
b. APAKAH ANDA MEMILIH ABU BAKAR JUSTERU KARENA IA TELAH BERHASIL MENDAPATKAN KEMENANGAN (versi Alvaen bukan versi Al-Qur’an) YAITU BERHASIL MERAMPAS HARTA BERUPA TANAH FADAK DARI PUTERI RASULULLAH?
AFALAA TA’QILUUN, YA USTADZ?
kayaknya masih bersambung tuh………………….
ia marah sekali. Ia tahu betul bahwa hadits palsu itu (yang sengaja dibuat oleh khalifah pertama untuk mencegahnya menuntut haknya atas tanah Fadak. Beberapa perawi hadits dan sejarawan seperti Bukhari, Ahmad bin Hanbal, Ibn Sa’ad, Ibn Katsir dan lain-lain telah mencatat dan melaporkan bahwa Fathimah az-Zahra tetap marah kepada khalifah yang pertama hingga beliau wafat menemui ayahnya yang tercinta.
Ketika tubuh Rasulullah yang suci dibaringkan di liang lahat dan kemudian dikuburkan, terkubur juga kata-katanya tentang peran Imam Ali dan kepemimpinannya atas umat Islam. Dengan kepandaian berbicara yang fasih, Rasulullah menyebut Imam Ali sebagai “pemimpin orang-orang beriman” dan bukannya “pemimpin orang-orang Islam”. Dengan kata-kata itu, Rasulullah ingin menegaskan bahwa mereka yang menerima Islam dibawah tekanan politis tidak akan bisa menerima kepemimpinan Imam Ali (as). Sedangkan mereka yang menerima kepemimpinan dan kenabian Muhammad, akan bisa menerima kepemimpinan Imam Ali (as).
Fathimah Az-Zahra (as) melihat dengan jelas sekali bahwa tubuh ayahnya yang terbujur kaku di liang lahat akan segera tertutup tanah dan seiring dengan tubuhnya yang tertutup tanah, terkubur juga kata-katanya yang biasanya terngiang-ngiang di telinga menyampaikan nasehat bijak dari surga. Setiap kata-kata ayahnya sekarang ini digantikan oleh kata-kata para penguasa yang menggantikan kebajikan dengan doktrin kekuatan. Dengan segera Fathimah menyadari bahwa ia harus berbuat sesuatu sebelum segalanya terlambat. Ia harus menyampaikan sesuatu yang akan diingat orang sepanjang zaman. Ia harus menyampaikan sesuatu yang akan dicatat para pecintanya hingga akhir zaman.
Dengan segera dan dengan segenap keyakinan, ia bergegas menuju mesji Nabawi—mesjid Nabi—dan ia berkhutbah di sana. Ia menyampaikan kata-kata mutiaranya kepada khalayak yang baru saja berbai’at kepada kekuasaan yang baru berkuasa—kekuasaan yang telah menentang perintah dan kebijakan Nabi. Fathimah berkata, “Kami akan berdiri kukuh dan menentang kalian hingga tubuh kami luluh diterjang puluhan tombak dan pisau yang tajam berkilauan”. Fathimah, puteri Nabi mengumumkan penolakan bai’at kepada sang khalifah yang baru menjabat!
Kalau kita lihat sekilah khutbah Fathimah (Khutbah Fadakiyah/Khutbah Al-Fadakiyah yang dicatat dengan rinci baik oleh kelompok Sunni maupun Syi’ah) yang disampaikan di mesjid Nabi dan di hadapan kaum Muhajirin dan Ansar, kita akan segera melihat bahwa Fathimah mempertanyakan penguasa yang baru itu dan memberikan peringatan keras terhadapnya. Pertanyaan segera timbul terhadap kecaman Fathimah terhadap penguasa baru itu: Apakah khutbah yang disampaikan Fathimah itu dikarenakan oleh rasa marah yang dan sakit hati yang timbul karena telah diperlakukan kasar oleh penguasa baru dan para pengawalnya itu? Karena sebelum peristiwa ini terjadi Rasulullah sering berkata: “Rasa senang dan rasa marah Fathimah itu menyebabkan rasa senang dan rasa marah Allah.” Kesukaan dan kemarahan Fathimah itu menimbulkan kesukaan dan kemarahan Allah. Dengan mengacu pada hadits itu, maka kita akan bisa menyimpulkan bahwa Allah tentu saja marah pada orang yang pernah membuat Fathimah marah. Dan orang yang membuat Allah marah, tak pernah pantas untuk menduduki kursi khilafah.
Khutbah yang disampaikan oleh Fathimah itu jelah memberikan dampak yang dasyhat terhadap khalfah pertama beserta para begundalnya. Dengan khutbah itu, Fathimah memberikan pandangan yang baru di kalangan umat Islam terhadap tirani yang sedang berkuasa. Akan tetapi walaupun begitu, setelah Fathimah selesai memberikan khutbah di mesjid Nabawi itu serangkaian peristiwa menyedihkan yang terjadi pada keluarga Nabi tetap saja menghantui. Semua peristiwa itu menyebabkan Fathimah tergeletak lemah di pembaringannya yang resah.
Pada saat-saat terakhir kehidupan Fathimah, Ummu Salamah (salah satu isteri Rasulullah yang baik) menanyakan tentang keadaannya. Fathimah dengan gamblang berkata, “Saya merasa kehilangan Rasulullah yang amat sangat; dan kesedihan serta kepedihan saya itu ditambah dengan kenyataan pahit harus berhadapan dengan penguasa dzalim.” Dalam kesempatan yang lain, Fathimah menjelaskan dengan kata-kata yang hampir sama akan tetapi lebih rinci ketika kaum wanita datang menjenguk keadaannya yang sedang sakit dan terbaring lemah di ranjangnya. Kepada kaum wanita yang datang menjenguknya itu, Fathimah berkata: “Demi Allah, aku melalui hari-hari pertamaku dengan bertahan dari perbuatan buruk yang kalian lakukan padaku dan juga dari para suamimu. Celakalah kalian semua! Mengapa mereka menolak ketentuan Allah (dalam penunjukkan Imam Ali sebagai penerus Nabi), seperti yang sudah disampaikan oleh Rasulullah? Mengapa mereka rampas hak orang yang lebih mendatangkan manfaat bagi kalian; yang lebih mengetahui tentang urusan dunia dan akhirat kalian? Mengapa kalian sampai benci pada Ali? Demi Allah seandainya mereka membantunya dalam mengurus pemerintahan ini, Ali akan menjalankannya dengan baik sekali. Seandainya mereka melakukan itu, maka pintu-pintu keberkahan akan terbuka dari langit dan bumi.”
Fathimah Az-Zahra (as) seringkali menggunakan setiap kesempatan untuk memperingatkan dan memberitahu orang-orang tentang penyelewengan ketentuan Allah yang telah disampaikan oleh Rasulullah itu, akan tetapi mereka tidak menghiraukannya. Lalu kalau begitu bagaimana dengan masa depan nanti? Siapa lagi yang akan mengingatkan mereka dari penyelewengan ini? Bagaimana pesan suci dari Nabi ini bisa sampai pada generasi nanti? Sekarang saja sudah begini. “Ketika Rasulullah wafat, pesan sucinya langsung diinjak-injak oleh para pencari kekuasaan, yang menghendaki Islam karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi darinya; dengan memanfaatkan kejahilan orang-orang yang ada di sekelilingnya.” Bagaimana bisa keberatan Fathiimah itu mencapai masa yang jauh? Bagaimana Fathimah bisa menyampaikan keberatannya kepada generasi yang akan datang yang terlahir jauh kemudian? Karena ……… dalam masa-nya saja Fathimah tak pernah memiliki kebebasan untuk menyampaikan rasa kehilangannya akan ayahandanya; ia tak punya kebebasan untuk menyampaikan apa yang pernah disampaikan ayahandanya.
KESYAHIDAN FATHIMAH DAN HARI-HARI TERAKHIR DARI KEHIDUPANNYA
Catatan dari hari-hari terakhir kehidupan Fathimah (as) menunjukkan secara jelas siapa sebenarnya wanita suci dari durriyyat Nabi ini. Hari itu tanggal 3 Jumadil Tsani tahun 11H. Hari itu Fathimah Az-Zahra berkata kepada seluruh anggota keluarganya bahwa sekarang merasa baikan. Rasa nyeri yang ada di beberapa tulang iganya dan di tangannya sudah jauh berkurang dan panas demam yang ditimbulkan oleh rasa sakitnya itu sudah menurun. Kemudian ia bangkit dari tidurnya dan mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Ia memaksakan dirinya untuk memandikan anak-anaknya; akan tetapi kemudian muncul Bibi Fizzza dan Imam Ali untuk membantu dirinya memandikan anak-anak. Fathimah selesai memandikan anak-anak kemudian memakaikan pakaian dan memberikan makanan hingga kenyang. Setelah itu mengirimkan anak-anak itu kepada saudara sepupunya.
Imam Ali (as) merasa terkejut melihat isterinya yang tercinta bangkit dari ranjangnya dan sudah mulai pekerjaan rumah tangganya. Lalu Imam Ali bertanya kepada isterinya apa yang terjadi dengan dirinya. Fathimah (as) menjawab, “Hari ini adalah hari terakhir dari hidupku. Aku ingin memandikan anak-anakku dan memakaikannya baju untuk yang terakhir kalinya karena setelah ini mereka akan menjadi anak-anak piatu, tak beribu!”
Imam Ali (as) kemudian bertanya bagaimana Fathimah bisa tahu bahwa ini adalah hari terakhir hidupnya dan sebentar lagi akan datang hari kematiannya. Kemudian Fathimah Az-Zahra (as) menjawab bahwa ia melihat ayahanda tercintanya (Rasulullah) di dalam mimpinya. Rasulullah berkata bahwa Fathimah akan segera bergabung dengan Rasulullah pada malam itu. Kemudian Fathimah berwasiat kepada Imam Ali dan memohon agar wasiatnya itu dipenuhi (http://islamitucinta.blogspot.co.id/2010/11/kata-kata-terakhir-bunda-fathimah-as.html).
*****
KATA-KATA TERAKHIR BUNDA FATHIMAH (as)Yang berikut ini adalah penggalan sejarah yang mengabarkan kepada kita tentang kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Bunda Fathimah (as), sebelum bunda meninggalkan kita. Kata-kata bunda ini direkam dalam Nahjul Balaghah. Berikut petikannya:
“Ali! Engkau tahu bahwa ini adalah hari terakhir dari hidupku. Aku sekarang ini sedang dalam keadaan suka dan duka sekaligus. Aku gembira karena segala kesusahan dan kepedihanku akan segera berakhir dan aku akan bertemu kembali dengan ayahku. Di sisi lain aku sedih karena aku akan kehilanganmu; aku akan berpisah denganmu.
Tolonglah Ali! Catatlah apa yang akan aku katakan dan kerjakanlah apa yang aku wasiatkan. Sepeninggalku, engkau boleh menikahi perempuan lain yang engkau senangi, akan tetapi engkau hendaknya menikahi sepupuku Yamama. Ia sangat mencintai anak-anak kita dan Husein tampaknya sangat dekat dengannya.
Juga biarkan Fizza tetap bersamamu meskipun ia nantinya telah menikah, selama dia mau. Ia itu lebih daripada seorang pembantu di mataku. Ia lebih mirip seorang anak bagiku.
Ali! Kuburkanlah aku pada malam hari dan jangan biarkan mereka yang sudah bertindak kejam padaku (Abu Bakar, Umar bin Khattab dan para begundalnya—red) hadir di pemakamanku. Janganlah kematianku menyebabkan kedukaan berkelanjutan padamu karena engkau harus segera menyelamatkan Islam dan umat sepeninggalku untuk masa yang panjang.
Janganlah penderitaanku menjadikan hidupmu susah dan resah, berjanjilah padaku Ali!
Imam Ali menjawab, “Baiklah Fathimah, aku berjanji”.
Bunda Fathimah (as) melanjutkan pembicaraannya…….. . “Ali, aku tahu betapa engkau sangat mencintai anak-anak kita……………oleh karena itu jagalah Husein dengan hati-hati……………………Ia sangat mencintaiku, dan ia akan sangat kehilangan diriku…………………….
Berjanjilah untuk menjadi ibu baginya……hingga saat ini ketika aku sedang sakit, ia masih tidur di atas dadaku. Ia sekarang akan segera kehilangan itu………………
Janganlah engkau meratapiku Ali! Aku tahu di balik tampangmu yang keras betapa lembutnya hatimu itu. Engkau telah seringkali menahan dirimu dari kepedihan dan engkau akan harus menghadapi kepedihan lain yang akan datang mendatangimu……………….
Selamat tinggal, Ali! Ucapkanlah selamat tinggal bagiku………………..”
Kepedihan terasa mengunci tenggorokan Imam Ali……..air matanya dan seguk kesedihan tertahan di sana. Kata-kata yang diucapkan diiringi derai air mata yang tak tertahankan. Ia berkata, “Selamat jalan, Fathimah sayang”
Demi mendengar itu, Bunda Fathimah menjawab, “Semoga Dia yang maha kasiih membantumu untuk menghadapi kepedihan ini dan penderitaan ini. Sekarang biarlah aku menghadap Allah sendirian………..”
Setelah mengucapkan itu Bunda Fathimah merangkak ke arah tikar shalatnya dan bersujud di hadapan Allah. Imam Ali meninggalkan isterinya tercinta agar menghadap Allah dengan khusyu. Ketika Imam Ali memasuki kamar yang tadi ia tinggalkan, ia mendapati isterinya yang tercinta tetap pada posisi sujudnya akan tetapi ruh sucinya sudah keluar dari tubuhnya untuk bertemu dengan ruh ayahnya yang suci dengan segenap kemuliaan dan kesucian serta keagungannya.
Bunda Fathimah meninggal pada usia muda.
Imam Ali senantiasa berkata, “Sekuntum bunga tumbuh berkembang; bunga itu berasal dari surga dan kembali ke surga…………akan tetapi keharumannya yang ia tinggalkan, tetap bersemayam dalam ingatan”
*****
(Imam Ali lalu meminta setiap orang untuk meninggalkan rumah itu agar bisa bicara tenang dengan isterinya. Imam Ali kemudian duduk di samping isterinya)
FATHIMAH: “Suamiku tercinta, engkau tahu benar apa yang telah aku lakukan dan untuk apa aku lakukan itu semua. Aku mohon agar engkau memaafkan kecerewetanku selama ini; mereka telah menderita terlalu banyak karena kecerewetanku ini selama aku sakit dan aku sekarang ingin melihat mereka bahagia di akhir hidupku ini. Aku bahagia sekaligus aku juga bersedih hati. Aku bahagia karena sebentar lagi aku terbebas dari segala kesulitan hidupku dan aku akan segera bertemu dengan ayahku; dan aku bersedih hati karena sebentar lagi aku akan berpisah dengan engkau, suamiku. Suamiku tercinta…………engkau tahu benar bahwa aku tak pernah berdusta; aku juga tetap setia dan berkhidmat padamu……………pernahkah aku membantahmu selama aku menjadi isterimu?”
IMAM ALI: “Masya Allah! Engkau adalah orang yang paling mengenal Allah'; isteri yang paling berbakti pada suaminya; isteri yang paling shalehah. Engkau lebih mulia dan lebih bertakwa sehingga takkan mungkin engkau membangkang kepadaku. Sungguh betapa beratnya aku harus berpisah denganmu dan harus kehilanganmu akan tetapi peristiwa ini memang takkan mungkin terelakan. Demi Allah! Engkau telah membuat kedukaanku kembali lagi. Baru saja aku bersedih hati karena ditinggalkan oleh Rasulullah, sekarang aku harus ditinggalkan olehmu. Sungguh kematianmu dan berpulangnya engkau itu adalah sebuah musibah yang sangat besar bagiku; akan tetapi kepada Allah-lah semua kita berpulang; semuanya ini milik Allah ta’ala, dan kepadaNyalah kita akan kembali (QS. 2: 156). Betapa pedihnya musibah ini. Musibah ini begitu besarnya hingga tak ada lagi bandingan yang sepadan dengannya.”
(Kemudian mereka berdua menangis bersama. Imam Ali memeluk isterinya yang tercinta seraya berkata)
IMAM ALI: “Suruhlah aku untuk melakukan apa yang engkau mau; engkau niscaya akan melihatku patuh dan setia pada apa yang engkau perintahkan. Akan aku utamakan segala apa yang engkau mintakan kepadaku. Akan aku utamakan kemauanmu itu diatas kemauanku.”
FATHIMAH: “Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepadamu, suamiku. Sekarang, dengarlah wasiatku ini. Pertama, menikahlah segera sepeninggalku, akan tetapi engkau harus terlebih dahulu menikahi keponakanku Umamah. Umamah itu akan memperlakukan anak-anak kita seperti aku memperlakukan anak-anak kita. Selain itu, laki-laki itu tak bisa hidup layak tanpa adanya kehadiran seorang perempuan di sisinya. Umamah mencintai anak-anak kita dan Husein sangat dekat dengannya. Lalu biarkanlah Fizza (pembantu keluarga Imam Ali) tetap bersamamu hingga ia menikah, apabila ia masih mau bersamamu keluarga kita, biarlah ia tetap bersama. Fizza itu lebih dari sekedar pembantu bagiku. Aku mencintai Fizza seperti aku mencintai anak perempuanku sendiri.”
FATHIMAH: (kemudian melanjutkan pembicaraannya) “Aku mohon padamu agar nanti ketika aku dikuburkan jangan sampai ada satu orangpun yang pernah mendzalimiku hadir di pemakamanku, karena mereka telah menjadi musuhku; dan yang telah menjadi musuhku itu telah menjadi musuh Allah dan RasulNya. Jangan juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk menshalatiku; jangan juga beri kesempatan yang sama kepada para pengikutnya. Aku ingin engkau memandikan jenazahku di malam hari; kafani aku juga di malam hari dan shalati aku dan kuburkan aku di malam yang sama ketika semua mata umat manusia sedang tertutup dan semua pandangan tak terjaga. Dan setelah penguburan selesai, duduklah di dekat kuburku dan bacakan AlQur’an untukku.”
“Jangan sampai kematianku ini membuatmu patah semangat. Engkau harus berkhidmat kepada Islam dan kemanusiaan dalam jangka waktu yang lama setelah kematianku. Jangan sampai penderitaanku ini menjadikan hidupmu susah, berjanjilah kepadaku wahai suamiku.”
IMAM ALI: “Baik, Fathimah isteriku tercinta. Aku berjanji.”
FATHIMAH: “Aku tahu bagaimana rasa cintamu kepada anak-anak kita akan tetapi berhati-hatilah dengan anak kita Husein. Ia sangat mencintaiku dan ia akan merasa sangat kehilangan diriku. Jadilah seorang ibu utuknya. Hingga saat ini ia masih sukan tidur di dadaku, dan sekarang ia akan segera kehilangan itu.”
(Imam Ali membelai tangan Fathimah yang patah (akibat dari penyerangan yang dilakukan oleh para pengawal kekhalifahan ke rumah mereka—red, http://islamitucinta.blogspot.co.id/2010/10/tangisan-fathimah-az-zahra.html)
*****
TANGISAN FATHIMAH AZ-ZAHRA
Hari itu Madinah panas dan hingar bingar
Gumaman sibuk dari sekumpulan sahabat terdengar
Mereka bertikai memperebutkan tampuk kekuasaan
Sambil lalu lalang mereka berteriak-teriak di jalanan
Mereka memanggil suamimu, Ali, untuk keluar dari rumah suci
Agar ia segera memberikan bai'at kepada "Ash-Shidiqy"
Suamimu tak hirau bukan karena galau ataupun risau
Namun, Ia tak ingin menimbulkan suasana yang jauh lebih kacau
Seorang sahabat terdengar berujar: "Bakarlah rumahnya sampai jadi Abu!"
Yang lain ribut bertikai; ada yang tak setuju dan ada yang ragu-ragu
Al-Muhsin, bayimu yang lahir tak jadi
Kelak akan bertanya di kemudian hari
"Siapakah ia orangnya yang membunuhku sebelum aku lahir?"
"Sungguh tempatnyalah di neraka Saqr"
Kau, Fathimah yang suci berdarah-darah
Kau menatap kerumunan itu dengan marah
Tak pedulikah mereka........................
Bahwa marahmu itu adalah marah sang Nabi?
Tak tahukah mereka...........................
Kepedihanmu itu terasa oleh kami hingga hari ini?
Kelak akan bertanya di kemudian hari
"Siapakah ia orangnya yang membunuhku sebelum aku lahir?"
"Sungguh tempatnyalah di neraka Saqr"
Kau, Fathimah yang suci berdarah-darah
Kau menatap kerumunan itu dengan marah
Tak pedulikah mereka........................
Bahwa marahmu itu adalah marah sang Nabi?
Tak tahukah mereka...........................
Kepedihanmu itu terasa oleh kami hingga hari ini?
*****
dan menyapu air matanya yang hangat. Fathimah memandang sendu kepada Imam Ali dan kemudian berkata:)
FATHIMAH: “Janganlah meratapiku, wahai suamiku. Aku tahu betul di balik wajahmu yang keras ada hati yang sangat lembut. Engkau sudah terlalu banyak menderita dan engkau akan menderita lagi lebih banyak.”
Fathimah Az-Zahra sudah siap menemui Tuhannya. Ia sekarang mandi membersihkan dirinya kemudian berpakaian lengkap dan sudah itu langsung berbaring di atas ranjangnya. Ia memintah Asma binti Umays untuk menunggu dirinya sebentar dan kemudian memanggil namanya. Apabila tidak ada jawaban ketika namanya dipanggil……………berarti Fathimah sudah meninggalkan dunia ini menemui Tuhannya.
Asma bint Umays menunggu beberapa waktu lamanya dan kemudian ia memanggil-manggil nama Fathimah akan tetapi tidak ada jawaban dari Fathimah. Asma binti Umays memanggil sekali lagi: “Wahai puteri terkasih Muhammad! Duhai puteri paling mulia yang pernah dilahirkan oleh wanita mulia! Duhai puteri terbaik dari orang-orang yang terbaik yang pernah berjalan di muka bumi ini! Duhai puteri Rasulullah yang kedekatannya sama dengan jarak dua busur panah bahkan lebih dekat lagi" (QS. 53: 9)
Tak ada jawaban sama sekali yang bisa terdengar dari puteri Nabi………; kebisuan mencekik ruangan sempit dimana jenazah suci sang puteri Nabi tergeletak tak bergerak. Asma binti Umays kemudian mendekat ke jenazah suci itu dan memang betul tubuh kurus puteri Nabi itu sudah tak bernyawa lagi. Ruh suci yang harum telah meninggalkan tubuh kuyu itu dan menjumpai ayahnya, Rasulullah, di hadapan sang maha lembut, maha kasih dan maha sayang.
Tepat pada saat itulah Imam Hasan (as) dan Imam Husein (as) yang masih kanak-kanak memasuki rumah dan bertanya pada Asma binti Umays: “Dimanakah ibu?” “Ibu kami tidak biasanya tidur pada saat siang hari seperti ini!”
Asma bint Umays menjawab: “Wahai putera Rasulullah! Ibumu itu tidak sedang tidur………ia telah mendahului kalian semua. Ia sudah meninggal dunia!”
Ketika Imam Hasan (as) mendengar kata-kata seperti itu, ia menjatuhkan dirinya ke tubuh ibunya yang sudah dingin dan ia menciumi pipi ibunya dan wajahnya seraya berkata kepadanya: “Ibuku yang kusayang! Berbicaralah kepadaku sebelum engkau meninggal dunia.”
Imam Husein (as) datang dan kemudian ia juga mendekati ibunya dan menciumi kaki ibunya dan berkata: “Ibuku sayang! Ini aku Husein, anakmu. Bicaralah kepadaku sebelum engkau meninggal.”
Kemudian, Imam Husein berpaling kepada Imam Hasan dan berkata: “Semoga Allah menghibur dirimu atas kepergian ibunda kita”
Ada dua hadits yang berbeda tentang keberadaan Imam Ali (as) ketika Fathimah meninggal dunia. Salah satunya menyebutkan bahwa Imam Ali ada bersama Fathimah pada saat kematian isterinya itu. Dan hadits yang lain adalah sebagai berikut:
(Imam Ali sedang berada di mesjid. Imam Hasan dan Imam Husein pergi ke mesjid dan menceritakan tentang wafatnya ibu mereka kepada ayahnya. Segera setelah Imam Ali mendengar berita itu, ia terjatuh pingsan. Ketika siuman, ia berkata: “Siapa lagi yang bisa menghiburku ketika aku sedih dan pilu, wahai puteri Muhammad? Engkau dulu selalu menghiburku dan sekarang siapakah yang bisa menggantikan kedudukanmu?” Fathimah Az-Zahra (sa) meninggal dalam usia yang masih muda dan Imam Ali senantiasa mengenang saat-saat indah bersamanya. Imam Ali senantiasa berkata: ““Sekuntum bunga tumbuh berkembang; bunga itu berasal dari surga dan kembali ke surga…………akan tetapi keharumannya yang ia tinggalkan, tetap bersemayam dalam ingatan”
Kaum wanita dari bani Hasyim kemudian dikumpulkan dan diberitahu tentang musibah yang sangat besar itu. Betul, memang musibah yang sangat besar. Dan musibah besar itu datang setelah musibah besar lainnya datang sebelumnya. Belum lagi sembuh luka hati ini karena telah ditinggal Nabi; sekarang beberapa kelompok umat Islam yang masih setia kepada keluarga Nabi ditinggalkan pula oleh puteri Nabi yang mereka cintai itu.
Ketiak orang-orang di kota Madinah sadar bahwa Fathimah Az-Zahra itu sudah menemui kesyahidannya (syahid karena luka-luka—luka dalam dan luka luar—yang telah diderita olehnya karena serangan yang dilakukan oleh para pengawal khalifah pertama atas perintahnya—red). Mereka berkumpul di depan rumah Fathimah dan menunggu untuk melakukan upacara penguburan. Akan tetapi kemudian mereka mendengar bahwa upacara penguburannya akan ditunda. Pada malam hari, ketika orang-orang sudah tertidur dengan lelapnya, Imam Ali (as) mulai memandikan jenazah Fathimah dan mengkafaninya dengan rapi. Dan itu dilakukannya—sesuai dengan bunyi wasiat isterinya—dengan tanpa kehadiran orang-orang yang telah membenci dan dibenci oleh Fathimah. Orang-orang yang sudah melakukan penyerbuan ke rumahnya dan hendak membakar rumahnya. Setelah Imam Ali selesai memulasara jenazah Fathimah, Imam Ali menyuruh Imam Hasan dan Imam Husein yang waktu itu masih kecil untuk memanggil beberapa sahabat Nabi yang setia dan jujur yang juga disukai oleh Fathimah agar membantu proses penguburannya hingga selesai. Tidak lebih dari 7 orang saja yang dilaporkan oleh sejarah yang turut membantu dalam proses penguburan itu. Setelah mereka datang; Imam Ali melakukan shalat dan berdoa dan kemudian menguburkan jenazah isterinya yang tercinta itu. Sementara itu kedua putera tercintanya berdiri sedih tidak jauh dari liang lahat yang sebentar lagi akan ditutup memisahkan mereka berdua dengan ibunya yang tercinta. Mereka berdua menangis diam-diam menahan rasa pilu yang membuncah di dalam dada keduanya.
Ada dua hadits yang tentang wafatnya Fathimah. Yang satu mengatakan bahwa wafatnya itu terjadi 75 hari setelah wafatnya Rasulullah sementara hadits lainnya mengatakan bahwa wafatnya Fathimah itu terjadi setelah 95 hari dari wafatnya Rasulullah. Seperti yang kita ketahui, Rasulullah itu meninggal pada tanggal 28 Safar. Jadi 75 hari setelah bulan Safar itu kira-kira tanggal 13, 14, atau 15 Jumadil Awwal. Sedangkan kalau 95 hari maka para sahabat menghitungnya sampai tanggal 3 Jumadil Tsani. Karena kita tidak tahu persisnya kapan bunda Fathimah meninggal, maka kita menggabungkan tanggal 13, 14 dan 15 Jumadil Awwal itu dengan tanggal 3 Jumadil Awwal sebagai hari-hari bunda Fathimah atau dalam bahasa Parsi disebut Ayyame Fatimiyya.
Terjemahan dari: http://www.ezsoftech.com/stories/default.asp
_____________________________________
Malahan Bunda Fathimah meninggal dalam keadaan marah kepada Abu Bakar, dengan meninggalkan wasiat yang menyebutkan bahwa Abu Bakar dilarang untuk menshalati jenazahnya apabila kelak Bunda Fathimah meninggal selain itu juga Bunda Fathimah tidak ingin jenazahnya diantarkan oleh Abu Bakar (http://islamitucinta.blogspot.co.id/2011/02/puteri-nabi-itu-dimakamkan-secara.html)
______________________________________
PUTERI NABI ITU DIMAKAMKAN SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI
Quiet Funeral of Fatima Zahra (sa), the daughter of Messenger of Allah (saw)
Sebuah rombongan kecil yang terdiri dari orang-orang yang setia dan patuh pada Rasulullah tampak berjalan gontai. Segukan tangis lirih dan terasa mengiris-iris hati yang pilu terdengar dari mereka. Wajah-wajah mereka lusuh tertunduk tersembunyi dalam tutup-tutup kepala yang jatuh menaungi kepala-kepala mereka. Rombongan itu berjalan tanpa mengeluarkan bunyi berarti ke sebuah tempat sunyi yang khusus untuk menguburkan salah seorang manusia suci yang mereka cintai. Mereka berjalan dalam kegelapan malam pada bulan Jumadil Tsani, hari ketiga di tahun sebelas Hijriah. Rombongan itu menyusuri jalan-jalan kota Madinah. Terasa segar dalam ingatan baru beberapa lama lewat mereka melakukan hal yang sama untuk manusia suci lainnya, Muhammad Al-Mustafa. Sekarang giliran puterinya yang tercinta…………Fathimah Az-Zahra (as).
Dalam rombongan itu ada anak-anak dengan ayah mereka beserta teman-teman dekat dari sang ayah; mereka semua berjalan dalam kebisuan dan kesabaran. Pada wajah-wajah mereka tampak kepasrahan dan keridhoan akan apa yang telah menimpa mereka selama beberapa hari ini. Akan tetapi meskipun begitu sesekali masih terdengar tangis yang tertahan di tenggorokan; air mata mengucur deras dengan tangisan yang lirih sekali hampir tak terdengar seakan ingin menyembunyikan kepedihan yang telah menimpa mereka agar tidak ada orang yang mendengar mereka di kegelapan malam karena memang mereka tidak ingin seorangpun tahu di kota Madinah itu bahwa mereka sedang melakukan sebuah perbuatan yang akan direkam baik oleh sejarah.
Seorang ayah yang tadi disebutkan di atas ialah Imam Ali (as); sementara anak-anak yang turut bersamanya ialah putera-puterinya. Ada Imam Hasan (as) di sana; ada Imam Husein (as), ada Zainab, dan ada Umm Kultsum yang berjalan gontai dalam kebisuan di belakang ayahnya. Bersama mereka ada para sahabat pilihan yang sangat setia kepada Nabi baik ketika Nabi masih hidup atau ketika sudah wafat. Mereka adalah Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Miqdad al-Aswad, dan Salman Al-Farisi.
Ketika setiap mata dari penduduk Madinah tertutup; ketika tak ada suara sedikitpun dari mereka, rombongan surga itu meninggalkan rumah Imam Ali membawa usungan tandu berisi jenazah suci dari puteri sang Nabi, Fathimah az-Zahra. Anak-anaknya sekarang mengantar jenazah ibunya itu ke sebuah pemakaman yang sunyi yang sudah ditentukan.
Akan tetapi dimanakah ribuan penduduk kota Madinah yang seharusnya ada di tempat? Ketika iringan pengantar jenazah puteri Nabi itu lewat?
Mengapa tak seorangpun dari mereka datang melawat?
Mengapa pemakamannya dilangsungkan pada saat dianggap sangat tidak tepat? Mengapa harus dilangsungkan di kegelapan malam yang pekat?
Fathimah memang merencanakan itu semua sebelumnya. Fathimah telah memberikan wasiat kepada Imam Ali agar para penduduk kota Madinah itu tidak datang ke pemakamannya. Ia ingin dikuburkan pada malam hari dan ingin agar kuburannya disembunyikan dari pengetahuan penduduk kota Madinah.
Ada kesunyian yang mencekam di sana. Tiba-tiba terdengar tangisan agak keras dan parau memecah kesunyian yang tadi. Tangisan itu datang dari pahlawan padang pasir yang musuh manapun pasti akan ngeri dan menyingkir. Tangisan itu sekarang terdengar lebih keras seakan menghabiskan rasa kepenasaran karena sedari tadi tangisan itu ia tahan. Ia berkata dalam tangisannya:
“Ya, Rasulullah! Salam bagimu, wahai kekasihku. Salam dariku dan dari puterimu yang sekarang ini akan datang kepadamu dan ia sangat bergegas meninggalkanku untuk sampai kepadamu. Ya, Rasulullah, rasa luluh lantak terasa pada diriku dan rasa lemah tak berdaya telah menggerogoti diriku. Itu tak lain karena engkau dan puterimu telah meninggalkanku. Tapi aku sadar semua ini milik Allah dan kepadaNyalah segala sesuatu itu kembali (QS. 2: 156)
Semua yang telah dititipkan itu akan diambil kembali; semua yang pernah kita miliki itu akan diambil lagi oleh pemiliknya yang sejati. Sementara itu kepedihan dan kesedihan Ali, tetap bermasayam dalam dirinya baik siang maupun malam hari. Tak ada batasan jelas untuk Ali kapan ia bersedih dan kapan ia terbebas dari kesedihannya itu. Kepergian dua orang yang dicintainya sangat mengguncang dirinya. Perasaan itu akan tetap pada dirinya hingga dirinya nanti bertemu lagi dengan yang dicintainya……yaitu pada hari dimana ia dipanggil oleh Allah untuk menghadapNya. Imam Ali kembali mengadu kepada Rasulullah dalam rintihan yang lirih……”Ya, Rasulullah, puterimu pastilah akan mengadukan kejadian yang sedang menimpa umat ini. Puterimu ingin umat ini bersatu kembali. Puterimu ingin agar engkau datang kembali agar bisa mempersatukan umat yang sudah bercerai berai ini. Dan engkau nanti akan bertanya padanya secara rinci. Engkau akan bertanya mengapa umat ini menentang keluarga nabi. Mengapa mereka mengkhianati apa-apa yang telah ditentukan oleh Nabi. Dan mengapa mereka melakukan hal ini padahal kematianmu itu baru saja terjadi dan umat masih merasakan kejadian ini!”
“Salam untuk kalian berdua! Salam perpisahan dariku yang sedang berduka bukan dariku yang telah tak suka kepada kalian berdua. Kalau aku pergi dari pusara kalian, itu bukan karena aku merasa bosan kepada kalian. Dan kalau aku berlama-lama di pusara kalian, itu bukan karena aku tak lagi percaya dengan kuasa Tuhan dan apa yang telah Tuhan janjikan kepada orang-orang yang tengah ditimpa kepedihan.”
Setelah menguburkan Fathimah az-Zahra (as), rombongan berisi keluaga dekat Nabi dan para sahabat pilihannya segera bergegas kembali ke rumahnya masing- masing sehingga tidak ada satu orangpun di kota Madinah yang tahu dimana Fathimah dikuburkan.
Sesampainya mereka di rumah, anak-anak dengan segera sadar bahwa mereka telah ditinggalkan oleh ibunya. Mereka merasakan kesepian yang mencekik. Imam Ali segera menghibur mereka supaya kesedihan tak terlalu larut membawa pikiran mereka. Akan tetapi itu tidak mudah dilakukan. Imam Ali mencoba menenangkan diri mereka dan kemudian ia sendiri masuk ke dalam kamar dan kemudian larut dalam tangisan yang sendu. Pahlawan Badar, Uhud, Khaybar, Khandaq dan beberapa perang lainnya itu merasakan kelelahan yang luar biasa dalam menahan kepedihan dan akhirnya ia lampiaskan dalam tangisan. Tangisan karena rasa cinta dan kehilangan; bukan tangisan manja dan penuh keputus-asaan.
Mereka semua telah melalui serangkaian kejadian yang menyesakkan sepeninggal Rasulullah. Pengangkatan Imam Ali di Ghadir Khum telah dilupakan secara sengaja oleh banyak orang; tanah Fadak sudah dirampas; rumah mereka telah diserang oleh para utusan khalifah pertama; pintu rumah keluarga Nabi yang dibakar menimpa Bunda Fathimah az-Zahra—pintu itu mematahkan beberapa tulang iganya dan menggugurkan kandungannya. Isteri sang Imam harus terbaring sakit di ranjangnya selama beberapa hari setelah itu; terbaring sendirian dan terisolasi dari dunia luar dan kemudian meninggal dalam kepedihan yang menyesakkan!
Salah satu sudut pandang tempat bernama Ghadir Khum
Malam hari itu setiap anak terpaksa saling menghibur untuk meredakan kesedihan mereka. Mereka berkumpul dalam satu kamar dan tidur kelelahan……………hari-hari yang berat akan masih menyambangi mereka satu demi satu. Sementara itu Bunda Fathimah menyaksikan mereka dengan wajah sendu.
MENGAPA KUBURANNYA DIRAHASIAKAN?
Hingga detik ini tidak ada seorangpun yang tahu persis dimanakah kuburan dari sayyidah Fathimah (as) yang kepadanya Rasulullah selalu memberikan pernghormatan yang penuh takzim. Rasulullah selalu senantiasa berdiri menyambut apabila Fathimah datang menjenguk. Rasulullah seringkali didengar orang berkata: “Fathimah itu adalah bagian dari diriku. Siapapun yang menyakiti diri Fathimah akan berarti menyakiti diriku.” Rasulullah juga seringkali berkata: “Barangsiapa yang menyakiti Fathimah, ia berarti menyakitiku; barangsiapa yang menyakitiku, berarti ia telah menyakiti Allah!”. Rasulullah juga seringkali berkata: “Allah menjadi sangat marah karena kemarahan Fathimah; dan merasa senang dengan rasa senang Fathimah.” Sejarah telah mencatat bahwa Fathimah dikuburkan di sekitar Jannat al-Baqi di Madinah akan tetapi tidak ada seorangpun yang tahu tempat persisnya; tak ada seorangpun yang bisa menunjukkan dengan pasti di mana makam dari puteri Nabi yang suci itu.
USAHA-USAHA UNTUK MENCARI DAN MEMBUKA KUBURAN FATHIMAH (as) DI JANNAT AL-BAQI SENANTIASA MENGALAMI KEGAGALAN
___________________________________________
Ketika matahari terbit di keesokan harinya, orang-orang di kota Madinah berduyun-duyun menuju rumah Ali (as). Mereka ingin ikut serta dalam upacara penguburan dari puteri kandung Rasulullah itu. Akan tetapi mereka terpaksa gigit jari karena upacara penguburan telah lama selesai. Penguburan sayyidah Fathimah dilakukan secara sembunyi-sembunyi di malam hari dan tanpa kehadiran penduduk kota Madinah.
Pada saat yang bersamaan Imam Ali sedang membuat empat buah kuburan baru di Jannat al-Baqi untuk mengelabui para penduduk kota Madinah supaya orang-orang tidak tahu dimana letak kuburan Fathimah yang sebenarnya. Ketika para penduduk kota Madinah memasuki kompleks pemakaman, mereka kebingungan karena ada empat buah kubur yang baru dan mereka tidak tahu yang mana yang kuburan Fathimah (as) yang asli. Mereka saling pandang satu sama lainnya dan segera saja perasaan bersalah menyelimuti mereka. Mereka berkata: “Nabi kita tidak meninggalkan satupun anak kecuali Fathimah (as). Dan sekarang puteri Rasulullah telah meninggal dan kita sama sekali tidak ikut serta dalam upacara penguburannya. Kita bahwak tidak sadar dan tidak tahu persis dimana letak makamnya”
Kompleks pemakaman Jannatul Baqi sebelum dihancurkan rezim Saudi pada tahun 1925
Pemerintah yang berkuasa sadar sekali akan bahaya yang mengancam dari peristiwa ini. Kematian puteri tercinta Nabi setelah kejadian penyerbuan ke rumahnya oleh pemerintah yang berkuasa, serta upacara penguburan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi akan mengharu biru perasaan emosi dari para penduduk kota Madinah. Oleh karena itu, pemerintah membuat pengumuman yang mengejutkan: “Buatlah kelompok berisi wanita Muslimah dan suruh mereka untuk menggali makam-makam ini agar kita bisa menemukan mayat Fathimah dan kita bisa menshalatkan dia dan menguburkannya lagi”
Kompleks pemakaman Jannatul Baqi setelah penghancuran yang diperintahkan oleh rezim Saudi. Rupanya rezim Saudi menindaklanjuti rencana rezim Abu Bakar yang tertunda belasan abad sebelumnya.
Kemudian mereka tanpa basa-basi lagi dan tanpa mengenal rasa malu dan khawatir sedikitpun mulai melaksanakan rencana mereka. Mereka melanggar wasiat yang telah diberikan oleh Fathimah! Mereka juga melanggar hak-hak privasi seseorang. Imam Ali telah berusaha untuk menyembunyikan makam Fathimah akan tetapi mereka berusaha untuk membongkarnya.
Apakah mereka telah lupa betapa tajamnya pedang Imam Ali, Zulfiqar? Apakah mereka telah lupa betapa beraninya Imam Ali? Apakah mereka akan mengira bahwa Imam Ali akan tetap diam melihat perbuatan tercela mereka? Apakah mereka mengira Imam Ali akan diam tak bertindak melihat mereka membogkar kuburan Fathimah?
Kompleks pemakaman Jannatul Baqi sekarang..........rata dengan tanah. Tidak menyisakan keindahan melainkan sebuah gurun gersang. Kalau saja orang tidak pernah mengingatnya sebagai kompleks pemakaman para sahabat dan isteri-isterin Nabi dan Ahlul Bayt Nabi, mungkin orang sama sekali tidak bisa mengetahui nilai sejarahnya. Rezim Saudi ingin melupakan nilai historis dari kompleks pemakaman ini.
Imam Ali sama sekali tidak melawan atau melakukan tindakan balasan atas perlakuan rezim Abu Bakar sepeninggal Rasulullah karena Imam Ali tidak ingin perlawanannya menimbulkan perpecahan di kalangan Muslimin. Umat Islam akan terpecah-pecah kedalam berbagai kelompok kepentingan dan itu tak bisa dihindarkan kalau Imam Ali melawan. Imam Ali dan keluarga Nabi terpaksa mengorbankan dirinya sebagai tumbal untuk persatuan dan keutuhan umat Islam. Imam Ali selama ini tidak melawan meskipun ada tindakan-tindakan kejahatan yang dilakukan kepada Fathimah sebelum maupun setelah Nabi wafat. Imam Ali tidak melawan karena Imam Ali telah diperintahkan oleh Rasulullah untuk bersabar, akan tetapi kesabaran itu sampai pada batas yang telah ditentukan. Ketika Imam Ali menerima berita bahwa rezim Abu Bakar akan membongkar kuburan Fathimah, Imam Ali dengan segera mengenakan pakaian perangnya dan bergegas menuju pemakaman Jannat al-Baqi. Seseorang dari mereka berteriak melihat kedatangan Imam Ali, “Ini Ali bin Abu Thalib datang dengan menghunus pedangnya dan berkata: “Barangsiapa ada yang berani untuk membongkar makam puteri Nabi walaupun ia hanya memindahkan sebuah batu darinya, aku akan memukul punggungnya dengan pedang hingga orang terakhir dari kalian, wahai kaum yang dzalim.”
Orang-orang yang tahu benar akan keseriusan Imam Ali segera mundur teratur melihat ancaman itu bukan hanya sekedar bualan. Mereka sadar bahwa Imam Ali akan melaksanakan ancamannya kepada orang yang berani mengganggu kuburan isterinya, Fathimah. Pada waktu itu, ada seorang suruhan dari pemerintah yang berkuasa yang datang dengan gemetar menghadap Imam Ali sambil berkata: “Ada apa gerangan, ya Abbal Hasan? Demi Allah, kami ini akan menggali kuburannya dan membawa jasadnya keluar untuk kami shalatkan.”
Imam Ali menjambak pakaian orang itu dan mengguncang-guncangnya kemudian melemparkannya ke tanah jauh sekali dan kemudian berkata: “Wahai anaknya Sawada! Aku telah lama mengabaikan hakku dan kewajibanku untuk melindungi orang-orang dari mencampakkan keyakinannya…………akan tetapi demi kuburan Fathimah dan demi DIA yang jiwaku ada di tanganNya, apabila engkau dan para pengikutmu berusaha untuk membongkar kuburan Fathiimah, maka saksikanlah…………aku akan menggenangi tanah ini dengan darah kalian!”
Pada saat-saat kritis seperti ini akhirnya Abu Bakar datang tergopoh-gopoh dan menggigil ketakutan sambil berkata: “Wahai Abu Al-Hasan, aku memohon kepadamu demi hak Rasulullah dan demi DIA yang ada di Arasy; tinggalkanlah lelaki itu dan kami berjanji tidak akan melakukan apapun yang engkau tidak sukai.”
Akhirnya hingga saat ini detik ini, lokasi dari kuburan Fathimah (as) tetaplah misteri………tak seorangpun yang tahu.
Fathimah az-Zahra (as) telah berwasiat agar dikuburkan pada malam hari. Permintaannya agar kuburannya disembunyikan merupakan pesan tersendiri yang ingin disampaikan lewat rintang sejarah hingga ke masa yang akan datang. Fathimah Az-Zahra (as) ingin agar pesan ini sampai kepada seluruh umat Islam………….pesan yang menyatakan bahwa keluarga Nabi telah disia-siakan dan didzalimi serta hak-haknya dirampas oleh rezim yang berkuasa. Dan ini bisa menjadi titik balik sejarah di kehidupan seseorang yang hanya mengetahui satu versi sejarah yaitu sejarah yang ditulis dan diajarkan penguasa dan diindoktrinkan ke dalam sel-sel darah umat Islam.
Fathimah Az-Zahra membangkitkan kehidupan dari kematian; memberikan kemenangan dari kekalahan; dan sebuah cerita kepahlawanan dan perdamaian dari jaman ke jaman ia ciptakan dari hidupnya yang penuh kepedihan. Fathimah menciptakan sebuah revolusi di setiap jantung kaum Muslim yang sadar dari satu generasi ke generasi lainnya. Jantung Fathimah masih berdetak di sela-sela detak jantung umat Islam. Dan kedua belah matanya terjaga menunggu bendera kebebasan yang akan berkibar bersama dengan kedatangan puteranya yang ditunggu-tunggu yaitu Imam Mahdi (as).
Sekarang ini, seperti juga pada jaman-jaman lainnya yang telah lalu, kita semua menghadapi kepedihan dan penindasan. Kita harus bersabar dalam menghadapi kepedihan ini. Kita harus meneruskan pesan Fathimah ini ke generasi selanjutnya. Kita harus sampaikan penderitaan keluarga Nabi ini kepada generasi kita dan selanjutnya agar mereka tahu bahwa Rasulullah dan misi keIslamannya telah mendapatkan tekanan dari orang-orang terdekatnya dan Islam telah dicampuri dan dikotori oleh mereka.
Terjemahan dari: http://www.ezsoftech.com/stories/fatima.asp under the title of:
“Quiet Funeral of Fatima Zahra (sa), the daughter of Messenger of Allah (saw)”
______________________________________Kerap kali dalam perbahasan atau perdebatan dengan saudara dari Sunni, saya pasti akan membawa hadis-hadis keutamaan Ahlulbait(as) dari sumber Sunni, untuk menguatkan dakwaan kami akan keutamaan kedudukan mereka sebagai khalifah Umat Islam. Juga turut menjadi kontroversi, adalah banyak sekali riwayat yang menunjukkan betapa Abu Bakar, Umar menyakiti Ahlulbait(as) Nabi(s), sejurus dan setelah kematian baginda.
Tambah menjadi penderitaan kepada pihak Nasibi, hadis-hadis ini berstatus sahih, atau paling tidak hasan. Ini menjadi duri dalam daging bagi mereka. Terdesak untuk mempertahankan kepercayaan rapuh mereka, mahu tidak mahu, mereka pasti akan membawakan hadis-hadis keutamaan dan kemuliaan Abu Bakar atau Umar atau siapa sahaja bagi menumpulkan hujah-hujah Syiah. Mereka lantas akan mengatakan Syiah mengabaikan hadis keutamaan mereka, dan hanya mengambil hadis yang menentang mereka.
Saya tidak mahu membahas status hadis keutamaan mereka, maka saya akan anggap bahawa memang, semua hadis keutamaan mereka itu memang sahih. Bagaimanapun timbul masalah apabila ada juga hadis seperti berikut yang menumpulkan segala keutamaan mereka, hanya sekadar contoh sahaja:
Sahih Bukhari Kitab Fardh Al Khumus Bab Khumus no 1345. Namun, di sini, kita lihat hadis tersebut dari Kitab Mukhtasar Shahih Bukhari oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani jilid 3 hal 608 dengan no hadis 1345:
Dari Aisyah, Ummul Mukminah (ra), ia berkata “Sesungguhnya Fatimah (as) binti Rasulullah (saw) meminta kepada Abu Bakar sesudah wafat Rasulullah (saw) supaya membahagikan kepadanya harta warisan bahagiannya dari harta yang ditinggalkan Rasulullah (saw) dari harta fa’i yang dianugerahkan oleh Allah kepada Beliau.[Dalam riwayat lain: kamu meminta harta Nabi SAW yang berada di Madinah dan Fadak dan yang tersisa dari seperlima Khaibar 4/120] Abu Bakar lalu berkata kepadanya, [Dalam riwayat lain: Sesungguhnya Fatimah dan Abbas datang kepada Abu Bakar meminta dibagikan warisan untuk mereka berdua apa yang ditinggalkan Rasulullah (saw), saat itu mereka berdua meminta dibagi tanah dari Fadak dan saham keduanya dari tanah (Khaibar) lalu pada keduanya berkata 7/3] Abu Bakar “Sesungguhnya Rasulullah (saw) bersabda “Harta Kami tidaklah diwaris ,Harta yang kami tinggalkan adalah sedekah [Sesungguhnya keluarga Muhammad hanya makan dari harta ini, [maksudnya adalah harta Allah- Mereka tidak boleh menambah jatah makan] Abu Bakar berkata “Aku tidak akan biarkan satu urusan yang aku lihat Rasulullah SAW melakukannya kecuali aku akan melakukannya] Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.
Jadi bagaimana sekarang?
Di dapati Abu Bakar yang merupakan sahabat utama penuh kemuliaan juga telah membuat kan Sayyidatina Fatimah(s) marah, yang mana Rasulullah(s) bersabda:
Nabi saaw bersabda: “Fatimah adalah sebagian dariku, yang membuatnya marah, membuatku marah”
Jikalau kami mengambil hadis keutamaan Abu Bakar sebagai sahih, dan hadis penindasan Ahlulbait juga sebagai sahih, maka bolehlah kita ambil kesimpulan peribadi Abu Bakar sebagai berikut:
“Abu Bakar merupakan seorang sahabat paling mulia Rasulullah(s), dan beliau juga telah menyakiti Fatimah(a) dan membuat baginda(s) marah, yang mana akhirnya memberi kemurkaan Allah swt.”
Sampai ke tahap ini, sebagai seorang pengkaji yang adil dan tanpa “bias”, akan terpaksa menggunakan kekuatan akal mereka untuk menghasilkan satu dalil aqli yang kukuh.
Persoalannya, perkara mana yang lebih berat? Kemuliaan Abu Bakar atau kemarahan Fatimah(s)? Bagi orang yang berakal, sudah dapat tahu jawabannya. Tapi bagi pemilik otak gred C, mungkin saya terpaksa simplifiedkan lagi keadaan di atas.
paradoks hadis kemuliaan Abu Bakar, Umar dan yang lain. Jika ada orang tak faham lagi, maka, jelas, beliau bukan lagi Ahlil Fikir, dan tidak dapat diselamatkan kejahilan mereka.
*****
Hujjatul Islam Moawenian dalam ceramahnya menceritakan kisah berikut. Allamah Amini, penulis kitab Al-Ghadir, menyampaikan sebuah pertanyaan sederhana di hadapan para ulama ahlusunah: siapakah imamnya Fatimah binti Muhammad?
Ada sebuah kisah nyata tentang Allamah Amini ketika diundang oleh para ulama suni dalam sebuah acara makan malam ketika beliau ada di Mekah atau Madinah. Pertama kalinya beliau menolak, tapi mereka memaksa. Namun kemudian, beliau menerima dengan satu syarat bahwa dia hanya datang untuk makan malam, bukan diskusi, karena pandangan beliau sudah dikenal. Mereka menerima persyaratannya. Mereka mengatakan kalau beliau datang, barulah akan dipikirkan apa yang akan dilakukan.
Dalam pertemuan tersebut terdapat sekitar 70-80 ulama besar suni yang menghafal antara 10-100 ribu hadis yang ada. Setelah mereka makan, mereka ingin mengajaknya terlibat dalam diskusi dan dengan cara ini mereka dapat membuatnya terdiam. Tapi Allamah Amini mengingatkan mereka tentang peraturan bahwa dia datang hanya untuk makan malam.
Salah satu di antara mereka kemudian mengatakan bahwa akan lebih baik jika masing-masing di antara yang hadir dapat mengutipkan sebuah hadis. Dengan cara ini, allamah juga akan terlibat menyampaikan hadis dan hadis tersebut dapat membantu mereka untuk memulai diskusi. Semuanya menyampaikan sebuah hadis sampai akhirnya giliran Allamah Amini. Mereka memintanya untuk menyampaikan sebuah hadis dari Nabi Muhammad saw.
Allamah mengatakan tidak masalah, tapi dia akan menyampaikan sebuah hadis dengan satu syarat: setelah hadis disampaikan, masing-masing dari kalian harus menyampaikan pandangan tentang sanad dan kebenaran hadis tersebut. Mereka menerimanya.
Kemudian, beliau menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: “Siapa yang tidak mengenal imam zamannya kemudian meninggal, maka meninggalnya sama seperti pada masa jahiliah.”
Kemudian ia bertanya kepada masing-masing dari mereka tentang kebenaran hadis tersebut. Mereka semua menyatakan bahwa hadis tersebut benar dan tidak ada keraguan tentangnya dalam semua kitab rujukan suni. Kemudian allamah mengatakan bahwa kalian semua sepakat tentang kebenaran hadis ini. “Baiklah, saya mempunyai satu pertanyaan. Katakan kepada saya apakah Fatimah mengenali imamnya? Lalu siapakah imamnya? Siapakah imamnya Fatimah?”
Tidak ada yang menjawabnya. Mereka semua terdiam dan setelah beberapa lama satu per satu meninggalkan tempat. “Allah mengetahui bahwa saya melakukan diskusi ini dengan ulama suni di Masjidilharam dan dia adalah orang yang sangat ahli dan berpengetahuan. Dia hanya tertawa. Aku tanyakan kepadanya jawaban pertanyaan saya, tapi dia hanya tertawa.”
Saya mulai marah dan mengatakan padanya, “Apa yang Anda tertawakan?” Dia menjawab, “Saya menertawakan diri saya sendiri.” Saya tanya, “Benarkah?” Dia menjawab, “Ya.” Saya tanya lagi, “Mengapa?”
“Karena saya tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Anda. Jika saya katakan Fatimah tidak mengenal imam pada zamannya, itu berarti dia wafat sebagai orang kafir. Tapi tidak mungkin pemimpin para wanita di dunia ini tidak mengenal imamnya. Tidak pernah mungkin!”
“Jika Fatimah mengenal imamnya, bagaimana saya bisa mengatakannya? Misal Abu Bakar adalah imamnya, tetapi Bukhari dalam kitabnya menuliskan fakta bahwa Fatimah wafat dalam keadaan marah… Tidak mungkin bagi Fatimah untuk marah kepada imamnya!”
Fatimah adalah alasan terkuat kami. Karena Fatimah, tidak ada tempat untuk menyembunyikan kebenaran. Karenanya, menghidupkan nama Fatimah dan menangis untuk kesyahidahannya adalah seruan kepada tauhid. Menangis untuk Fatimah, pintu dan rumahnya yang terbakar adalah menangis untuk Alquran yang juga terbakar!
Bunda Fathimah meninggal pada saat beliau masih memendam rasa marah pada Abu Bakar karena Abu Bakar telah menolak Fathimah yang menuntut haknya atas warisan yang diberikan oleh ayahnya, Muhammad al-Mustafa. Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah pernah berkata:
“………Fathimah, puteri Rasulullah, harus mendapatkan warisan yang ditinggalkan oleh ayahnya dari fai [harta kekayaan yang didapatkan dari pihak musuh sebagai tawaran perdamaian] yang telah dianugerahkan oleh Allah untuk RasulNya. Abu Bakar kemudian berkata kepadanya (‘Aisyah), ‘Rasulullah pernah berkata: ‘Kami (para Nabi) tidak meninggalkan warisan; apa yang kami tinggalkan akan menjadi sedekah’. Oleh karena itulah maka bunda Fathimah menjadi marah. Bunda Fathimah tidak lagi bertegur sapa dengan Abu Bakar hingga beliau wafat. Bunda Fathimah hanya hidup sekitar 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah” ‘Aisyah kemudian menambahkan, “Dan Fathimah menuntut Abu Bakar agar segera memberikan bagian yang merupakan haknya yaitu warisan yang ditinggalkan oleh ayahnya pada peperangan Khaybar, yaitu berupa sebidang tanah di daerah Fadak, dan harta benda yang dikumpulkan di Madinah, akan tetapi Abu Bakar menolak itu sambil berkata, ‘Aku tidak akan meninggalkan sesuatupun yang tidak ditinggalkan oleh Rasulullah.’” (Lihat: Al-Bukhari, Shahih, volume 4, halaman 208, dalam kitab tentang Khumus dalam bab tentang kewajiban-kewajiban).
Bunda Fathimah demikian marahnya kepada Abu Bakar (karena haknya telah dirampas secara semena-mena—red) hingga Bunda Fathimah meninggalkan wasiat kepada suaminya, Imam Ali (as), agar Abu Bakar tidak menshalati jenazah dirinya apabila Bunda Fathimah meninggal kelak. Selain itu juga Abu Bakar tidak boleh mengiringi jenazahnya. Imam Ali (as) menguburkan jasad suci dari Bunda Fathimah pada malam hari seperti yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, dengan melaporkan apa yang dikatakan oleh ‘Aisyah yang berkata, “…………Abu Bakar menolak untuk memberikan semua itu kepada Fathimah. Oleh karena itu kemudian Fathimah marah sekali kepadanya sehingga ia tidak mau lagi bertegur sapa dan bertemu dengannya hingga ia meninggal dunia. Ia hidup sekitar 6 bulan lamanya setelah Rasulullah meninggal dunia. Ketika ia meninggal, suaminya mengubur jasadnya pada malam hari. Abu Bakar tidak pernah mengumandangkan adzhan para hari dimana Fathimah meninggal (untuk mengumumkan kematian Fathimah), Abu Bakar juga tidak menyelenggarakan shalat jenazah atasnya.”.
Jangan Mencela Sahabat Rasulullah ??
Abdullah Ibnu Abbad menurut Bukhari pernah menyatakan bahwa Rasulullah telah bersabda:“Orang yang membenci apa yang dilakukan oleh seorang Amir (pemimpin) hendaklah bersabar, karena orang yang menyimpang sepenggalan dari jalan yang ditempuh oleh seorang Amir, maka apabila ia meninggal, maka ia meninggal dalam keadaan JAHILIYYAH” (Lihat: Al-Bukhari dalamShahih-nya , volume 9, halaman 145).
Dan dalam Shahih-nya, Muslim menyatakan bahwa Rasulullah telah bersabda: “Seseorang yang meninggal tanpa memberikan bai’atnya (kepada seorang Imam) maka apabial ia meninggal, ia meninggal dalam keadaan JAHILIYYAH” (Lihat: Muslim dalam Shahih-nya, volume 4, halaman 517, diterbitkan oleh Dar al-Sha’b press).
Dan dalam Musnad-nya, Ahmad bin Hanbal menuliskan bahwa Rasulullah dilaporkan pernah bersabda: “Barangsiapa meninggal tanpa memiliki seorang Imam, maka ia meninggal dalam keadaan JAHILIYYAH” (Lihat: Ahmad dalam Musnad-nya, volume 3, halaman 446).
Bunda Fathimah itu memiliki kedudukan yang utama karena ia adalah puteri dari seorang guru kemanusiaan dan ia juga adalah isteri dari seorang pemimpin dari kaum beriman (Amirul Mukminin) yang mana keduanya merupakan manusia pilihan dan setiap orang bersaksi bahwa keduanya orang yang paling adil diantara manusia; paling berilmu dan paling mulia. Dengan posisi seperti itu, mustahil puteri Rasulullah itu menjadi orang yang bodoh seperti yang dituduhkan oleh Abu Bakar. Mengapa demikian?
Karena kalau Bunda Fathimah dituduh telah meminta sesuatu yang bukan haknya dan Rasulullah itu tidak pernah mewariskan apa-apa untuk puterinya (seperti yang dituduhkan oleh Abu Bakar), berarti itu sama saja dengan menyebutkan bahwa ayahnya dan suaminya belum pernah memberitahu Fathimah tentang hal itu. Itu sama sekali tidak mungkin terjadi! Mana mungkin ayahnya dan suaminya tidak pernah memberitahu apa-apa tentang hak waris itu. Jadi kemungkinan yang sangat mungkin ialah ABU BAKAR ITU TELAH BERDUSTA!!!!!.
Bisa dilihat dalam sejarah bahwa Bunda Fathimah marah kepada Abu Bakar selama 6 bulan penuh hingga Bunda Fathimah meninggal dunia. Ini adalah penggalan kisah hidup penuh derita yang harus dilakoni oleh Bunda Fathimah sepeninggal ayahnya.
Sungguh jauh panggang dari api apabila itu dilakukan oleh seorang wanita penghulu para wanita di surga. Kita berlindung kepada Allah dari tuduhan orang-orang yang penuh dengki yang telah menuduhnya berbuat keji yaitu meminta sesuatu yang bukan hak miliknya yang hakiki. Ketika Abu Bakar mengambil haknya atas tanah Fadak dan harta benda yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah di kota Madinah, dan juga Kumus dari Khaybar, maka Bunda Fathimah segera bergegas untuk bertemu dengan Abu Bakar yang pada waktu itu sedang berada di tengah-tengah kaum Ansar dan Muhajirin. Bunda Fathimah langsung menyampaikan pidatonya yang menyebabkan orang-orang yang hadir di sana menangis terisak-isak.
Simak beberapa peristiwa sebagai berikut:
1. Permusuhan antara Bunda Fathimah dan Abu Bakar. Abu Bakah dituding oleh bunda Fathimah sebagai orang yang khianat terhadap wasiat yang diberikan oleh Ayahandanya. Abu Bakar tidak memberikan wasiat Nabi berupa sebidang tanah di daerah Fadak yang memang diperuntukkan oleh Rasulullah untuk puterinya, Fathimah az-Zahra. Permusuhan ini terkenal dalam sejarah. Paling tidak sejarah memperkenalkan sisi bunda Fathimah yang tidak mau berbai’at kepada Abu Bakar.
Pertanyaan: APAKAH BUNDA FATHIMAH TIDAK TAHU ADA HADITS YANG MENGHARUSKAN PENGHORMATAN KEPADA ABU BAKAR SEBAGAI SALAH SATU SAHABAT NABI? MENGAPA CUMA KAUM AHLUSSUNNAH SAJA YANG TAHU HADITS INI?
2. ‘Aisyah menghasut orang-orang untuk memerangi khalifah yang sah waktu itu yaitu Imam Ali bin Abi Thalib. ‘Aisyah didukung oleh Thalhah bin Ubaydillah dan Zubayr bin Awwam mengobarkan perang yang kelak dikenal sebagai perang unta atau Perang Jamal dimana ‘Aisyah mengomandoi serangan di atas untanya.
Pertanyaan: MENGAPA ALI BIN ABU THALIB MELAWAN KETIKA IA DISERANG OLEH ‘AISYAH PADAHAL ADA HADITS YANG MENGHARUSKAN SETIAP ORANG ISLAM UNTUK MENGHORMATI ‘AISYAH? MENGAPA ALI BIN ABU THALIB TIDAK TAHU HADITS ITU? MENGAPA CUMA KAUM AHLUSSUNNAH SAJA YANG TAHU HADITS ITU?
Kalau saja Imam Ali bin Abu Thalib tahu tentang hadits (bathil) itu dan kemudian menghormati ‘Aisyah sesuai dengan yang dikehendaki oleh hadits itu, maka peperangan Jamal tidak perlu terjadi.
SEANDAINYA KELOMPOK AHLUSSUNNAH PADA WAKTU ITU TELAH LAHIR KEDUNIA DAN ADA DI TEMPAT ITU PADA WAKTU ITU DAN KEMUDIAN MEMPERINGATKAN IMAM ALI, MAKA “PERANG JAMAL” TIDAK AKAN TERJADI?
3. Tengoklah kisah tentang Umar berikut ini. Kisah ini bisa anda lihat di buku-buku sejarah dan sirah. Juga lihat dalam Shahih Bukhari dalam Bab as-Syuruthi Jihad 2: 122; lihat juga dalam Shahih MuslimBab Shulhul Hudaibiyah jilid 2. Singkatnya ceritanya seperti ini:
Pada tahun keenam hijriah Rasulullah bersama seribu empat ratus sahabatnya keluar dari Madinah dengan tujuan umrah. Diperintahkannya para sahabat menyarungkan pedangnya masing-masing. Mereka berihram di Dzil Hulaifah dan membawa binatang korban agar orang-orang Qurays tahu bahwa mereka datang untuk umrah bukan untuk perang. Karena sifat angkuhnya, orang-orang Qurays tidak mau kelak ada penduduk Arab mendengar bahwa Muhammad telah masuk ke Mekkah dan memecahkan benteng mereka. Diutusnya serombongan delegasi yang diketuai oleh Suhail bin ‘Amr bin Abdul Wud al-‘Amiri agar meminta Nabi kembali ke tempat asalnya. Tahun depan mereka akan diizinkan untuk umrah selama tiga hari. Orang-orang Qurays juga meletakkan syarat yang berat yang kemudian diterima oleh Nabi berdasarkan kemashlahatan yang dilihatnya dan wahyu Allah yang diterimanya. Rasulullah tidak mungkin memutuskan segala sesuatu tanpa ada wahyu yang turun kepadanya.
Namun sebagian sahabat tidak senang dengan sikap Nabi seperti ini. Mereka menentangnya dengan keras. Umar bin Khattab (yang sangat dihormati oleh saudara kita dari kalangan Ahlussunnah) datang dan berkata dengan keras: “Apakah benar bahwa engkau adalah Nabi Allah yang sesungguhnya?”
“Ya,” jawab Nabi.
“Bukankah kita dalam hak dan musuh kita dalam bathil?”
“Ya,” jawab Nabi kalem.
“Lalu mengapa kita hinakan agama kita?”, desak Umar.
“Aku adalah Rasulullah. Aku tidak melanggar perintah-Nya dan Dialah penolongku,” jawab Nabi.
“Bukankah engkau mengatakan kepada kami bahwa kita akan mendatangi Rumah Allah dan bertawaf di sana?”, tanya Umar.
“Ya. Tetapi apakah aku katakan kepadamu pada tahun ini juga?”, tanya Nabi.
“Tidak,” jawab Umar.
“Engkau akan datang ke sana dan tawaf di sekitarnya, Insya Allah,” kata Nabi mengakhiri pembicaraan.
Kemudian Umar datang kepada Abu Bakar dan bertanya:
“Wahai Abu Bakar! Benarkah bahwa dia adalah seorang Nabi yang sesungguhnya?”
“Ya,” Abu Bakar menjawab.
Kemudian Umar mengajukan pertanyaan serupa kepada Abu Bakar dan dijawab dengan jawaban yang serupa juga.
“Wahai saudara!”, kata Abu Bakar kepada Umar. “Beliau adalah Rasul Allah yang sesungguhnya. Beliau tidak melanggar perintah-Nya dan Dialah penolongnya. Maka percayalah padanya.”.
Usai Nabi menulis piagam perdamaian (pada perjanjian Hudaybiah), beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya: “Hendaklah kalian sembelih binatang-binatang korban yang kalian bawa itu dan cukurlah rambut kaliang.” Demi Allah tidak ada satu sahabatpun berdiri mematuhi perintah itu sampai Nabi mengucapkannya sebanyak tiga kali. Ketika dilihatnya mereka tidak mematuhi juga perintahnya, Nabi masuk ke dalam tendanya dan keluar kembali tanpa berbicara dengan siapapun. Beliau sembelih korbannya dengan tangannya sendiri lalu memanggil tukang cukurnya kemudian beliau bercukur. Melihat ini para sahabat kemudian menyembelih juga korban mereka, kemudian saling mencukur sehingga hampir-hampir mereka saling berbunuhan.”.
Pertanyaan: KALAU SAJA SEMUA HADITS TENTANG KEHARUSAN MENGHORMATI PARA SAHABAT NABI ITU SHAHIH ADANYA MAKA KITA DENGAN HERAN BERTANYA:
MENGAPA KITA HARUS MENGHORMATI UMAR YANG TIDAK HORMAT KEPADA NABI?
MENGAPA KITA HARUS MENARUH HORMAT KEPADA ORANG YANG MENYAKITI PERASAAN NABI?
MENGAPA KITA HARUS HORMAT KEPADA ORANG-ORANG YANG MEMBANGKANG PERINTAH NABI?
MENGAPA KITA HARUS MENGHORMATI ORANG-ORANG YANG LEBIH MEMENTINGKAN PENDAPATNYA SENDIRI DIATAS PENDAPAT NABI?
Padahal Allah sudah menggariskan dalam al-Qur’an:.“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari” (QS. Al-Hujuraat: 2).
Umar telah meninggikan suaranya di hadapan Nabi. Umar telah menganggap pendapat dirinya lebih daripada pendapat Nabi. Oleh karena itu sesuai dengan hukum Allah dalam Al-Qur’an itu, amalan orang seperti itu akan terhapus dan ia diakhirat akan mengalami kerugian yang amat sangat.
Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait.
Judul di atas tentu saja akan cukup mengejutkan bagi siapa saja yang belum mengetahui tentang riwayat ini. Hal ini termasuk salah satu hal yang dipermasalahkan dalam perdebatan yang biasa terjadi oleh kelompok Islam Sunni dan Syiah. Permasalahan ini jelas merupakan masalah yang pelik dan musykil dan tidak jarang ulama sunni yang menyatakan bahwa peristiwa ini tidak pernah terjadi dan riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah. Sebaliknya untuk menjawab anggapan ini Syiah menyatakan bahwa peristiwa ini benar terjadi dan terdapat riwayat-riwayat yang berkaitan dengan peristiwa tersebut dalam referensi Ahlus Sunnah.
Tulisan kali ini hanya ingin melihat dengan jelas apakah benar peristiwa ini benar-benar tercatat dalam sejarah atau hanyalah berita bohong belaka. Perlu dinyatakan sebelumnya bahwa tulisan ini tidak dibuat dengan tujuan untuk medeskriditkan pribadi atau kelompok tertentu melainkan hanya menyampaikan sesuatu apa adanya.
Riwayat-riwayat tentang Ancaman Pembakaran Rumah Sayyidah Fathimah Az Zahra as ternyata memang benar ada dalam kitab-kitab yang menjadi pegangan Ahlus Sunnah yaitu dalam Tarikh Al Umm Wa al Mulk karya Ibnu Jarir At Thabari, Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Ansab Al Asyraf karya Al Baladzuri, Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr dan Muruj Adz Dzahab karya Al Mas’udi. Berikut adalah riwayat yang terdapat dalam Kitab Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan peristiwa itu dengan sanad:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata ”Ketika Bai’ah telah diberikan kepada Abu Bakar setelah kewafatan Rasulullah SAW. Ali dan Zubair sedang berada di dalam rumah Fatimah bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Sehingga ketika Umar menerima kabar ini Ia bergegas ke rumah Fatimah dan berkata ”Wahai Putri Rasulullah SAW setelah Ayahmu tidak ada yang lebih aku cintai dibanding dirimu tetapi aku bersumpah jika orang-orang ini berkumpul di rumahmu maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah ini bersama mereka yang ada di dalamnya”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berbicara kepada mereka “tahukah kalian kalau Umar datang kemari dan bersumpah akan membakar rumah ini jika kalian kemari. Aku bersumpah demi Allah ia akan melakukannya jadi pergilah dan jangan berkumpul disini”. Oleh karena itu mereka pergi dan tidak berkumpul disana sampai mereka membaiat Abu Bakar. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah jilid 7 hal 432 riwayat no 37045).
Riwayat ini memiliki sanad yang shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim.
Sanad Riwayat Dalam Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.
Ibnu Abi Syaibah.
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Utsman Al Absi Al Kufi. Ia adalah seorang imam penghulu para hafidz, penulis banyak kitab sepertiMusnad,al Mushannaf dan Tafsir. Para ulama telah sepakat akan keagungan ilmu kejujuran dan hafalannya. Dalam Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 490 Adz Dzahabi berkata”Ia termasuk yang sudah lewat jembatan pemeriksaan dan sangat terpercaya”. Ahmad bin Hanbal berkata ”Abu Bakar sangat jujur, ia lebih saya sukai disbanding Utsman saudaranya”. Al Khathib berkata “Abu Bakar rapi hafalannya dan hafidz”.
Muhammad bin Bisyr.
Muhammad bin Bisyr adalah salah seorang dari perawi hadis dalam Kutub Al Sittah. Dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 9 hal 64, Thabaqat Ibnu Saad jilid 6 hal 394, Tarikh al Kabir jilid I hal 45, Al Jarh Wat Ta’dil jilid 7 hal 210, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 322 dan Al Kasyf jilid 3 hal 22 terdapat keterangan tentang Muhammad bin Bisyr.
Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah”.
Yahya bin Main telah mentsiqahkannya.
Al Ajuri berkata ”Ia paling kuat hafalannya diantara perawi kufah”.
Utsman Ibnu Abi Syaibah berkata “Ia tsiqah dan kokoh”.
Adz Dzahabi berkata ”Ia adalah Al Hafidz Al Imam dan kokoh”.
An Nasai berkata “Ia tsiqah”.
Ubaidillah bin Umar.
Keterangan tentang beliau disebutkan dalam Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 160-161, Siyar A’lam An Nubala jilid 6 hal 304, Tahdzib At Tahdzib jilid 7 hal 37, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 637, Ats Tsiqat jilid 3 hal 143,dan Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 5 hal 326.
Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah dan tsabit”.
Yahya bin Ma’in berkata ”Ia tsiqah, hafidz yang disepakati”.
Abu Hatim berkata ”Ia tsiqah”.
Adz Dzahabi berkata ”Ia Imam yang merdu bacaan Al Qurannya”.
An Nasai berkata ”Ia tsiqah dan kokoh”.
Ibnu Manjawaih berkata ”Ia termasuk salah satu tuan penduduk Madinah dan suku Quraisy dalam keutamaan Ilmu,ibadah hafalan dan ketelitian”.
Abu Zar’ah berkata “Ia tsiqah”.
Abdullah bin Ahmad berkata ”Ubaidillah bin Umar termasuk orang yang terpercaya”.
Zaid bin Aslam.
Zaid bin Aslam adalah salah seorang perawi Kutub As Sittah. Keterangan tentang beliau terdapat dalam Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 3 hal 554, Tahdzib at Tahdzib jilid 3 hal 341, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 326, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 132-133, dan Siyar A’lam An Nubala jilid 5 hal 316.
Abu Hatim menyatakan Zaid tsiqah.
Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah,ahli fiqh dan alim dalam tafsir Al Quran”.
Imam Ahmad menyatakan beliau tsiqah.
Ibnu Saad menyatakan “Ia tsiqah”.
Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Al Imam, Al Hujjah dan Al Qudwah (teladan).
Abu Zara’ah menyatakan Ia tsiqah.
Ibnu Kharrasy menyatakan beliau tsiqah.
Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah” .
Aslam Al Adwi Al Umari.
Aslam dikenal sebagai tabiin senior dan merupakan perawi Kutub As Sittah. Beliau termasuk yang telah disepakati ketsiqahannya. Keterangan tentang Beliau dapat dilihat di Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 88 dan Siyar A’lam An Nubala jilid 4 hal 98:
Adz Dzahabi berkata “Ia seorang Faqih dan Imam”.
Al Madani berkata “Ia seorang penduduk Madinah terpercaya dan Kibar At Tabi’in”.
Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah”.
Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah”.
Abu Zara’ah berkata ”Ia tsiqah”.
An Nawawi berkata ”Huffadz bersepakat menyatakan Aslam tsiqah”.
Jadi riwayat di atas yang menyatakan adanya Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait Sayyidah Fatimah Az Zahra AS telah diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah dan tidak berlebihan kalau ada yang menyatakan riwayat tersebut shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu sebenarnya keliru sekali kalau ada yang beranggapan bahwa Riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah apalagi kalau menyatakan ini adalah riwayat yang dibuat-buat oleh golongan Syiah.Just Syiahpobhia .
Salam Damai.
APAKAH KITA KELUAR DARI ISLAM KALAU TIDAK MENGHORMATI PARA SAHABAT NABI?
Tentu saja tidak. Karena kalau menghormati sahabat itu dijadikan tolok ukur keIslaman seseorang maka semua madzhab (terutama madzhab-madzhab Ahlussunnah seperti Maliki, Hanafi, Syafi’I, dan Hambali) akan mencantumkan PENGHORMATAN TERHADAP SAHABAT NABI sebagai salah satu rukun Islam.
Selama ini rukun Islam orang-orang Ahlussunnah ialah:
1. Syahadat.
2. Shalat.
3. Puasa.
4. Zakat.
5. Haji (bagi yang mampu).
Dimanakah gerangan PENGHORMATAN TERHADAP SAHABAT NABI diletakkan?
(Syiah-Ali/Islam-Itu-Cinta/ezsoftech/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email