Pesan Rahbar

Home » , , , , , » MARI MELIHAT KEBOHONGAN, REFERENSI-REFERENSI HADIS DAN SEJARAH AHLUS SUNNAH

MARI MELIHAT KEBOHONGAN, REFERENSI-REFERENSI HADIS DAN SEJARAH AHLUS SUNNAH

Written By Unknown on Friday, 17 October 2014 | 05:43:00

Dan Tersingkaplah Kebohongan.

Hadis yang menyatakan "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin sepeninggalku, dan peganglah erat-erat serta gigitlah dengan gigi gerahammu" dan hadis yang menyatakan "Sesungguhnya aku meninggalkan dua perkara yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunahku", keduanya bagi saya merupakan dalil terkuat yang saya gunakan ketika saya cenderung kepada pemikiran Wahabi. Saya hafal betul kedua hadis tersebut sering diulang-ulang oleh para ulama mereka di dalam buku-buku dan ceramah-ceramahnya, tidak terlintas di dalam benak saya untuk memeriksa referensi aslinya. Bagi saya kedua hadis itu sebagai sesuatu yang pasti dan tidak perlu diragukan lagi. Karena kedua hadis itu merupakan dasar utama bangunan pemikiran Ahlus Sunnah, lebih khusus lagi pemikiran Wahabi yang dibangun kokoh di atas dasar kedua hadis ini. Tidak terlintas sedikit pun di dalam benak saya untuk meragukan kesahihan kedua hadis tersebut. Hadis ini pula yang menjadi landasan titik tolak bergabungnya saya ke dalam mazhab Ahlus Sunnah. Oleh Karenanya, keraguan terhadap hadis tersebut merupakan keraguan akan keanggotan saya ke dalam mazhab Ahlus Sunnah.

Pemikiran ini bukanlah merupakan produk jaman sekarang atau produk pemikiran Ahlus Sunnah, melainkan telah dirancang sejak masa silam dengan tujuan untuk menyembunyikan kebenaran dan menghadapi jalan Ahlul Bait, memerankan Islam dengan bentuknya yang paling indah. Namun sangat disayangkan, kebanyakkan mazhab pemikiran berdiri di atas reruntuhan perancang yang jahat itu. Mereka menganut pemikiran-pemikirannya sedemikian rupa, sehingga seolah-olah sebagai sesuatu yang turun dari Allah. Mereka menyebarkan dan membelanya dengan segala cara. Wahabi merupakan contoh yang jelas dari korban perancang jahat tersebut, yang telah menjerumuskan umat Islam ke dalam jurang perpecahan.
Kita akan berusaha menyingkap sedikit tipu daya dan persekongkolannya pada tiap-tiap bab buku ini.
Yang perlu menjadi perhatian kita dari perancang di atas, di dalam masalah ini, ialah bahwa kedua hadis di atas adalah merupakan langkah pertama untuk menyelewengkan agama, merubah perjalanan risalah dan menjauhkan kaum Muslimin dari hadis Rasulullah saw, "Sesungguhnya aku tinggalkan padamu dua perkara yang sangat berharga, yang jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku", yang merupakan hadis mutawatir yang diriwayatkan oleh kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah dan Syi'ah, namun tangan-tangan jahil telah berusaha menyembunyikannya dari pandangan manusia, dan sebagai gantinya mereka menyebarkan hadis "Kitab Allah dan sunahku" dan hadis "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin...." yang kelak akan tersingkap ke-dhaifan-nya.

Saya terkejut manakala mendengar pertama kali hadis "... Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku". Saya takut ... dan berharap hadis itu tidak sahih, karena dia akan meruntuhkan bangunan pemikiran agama saya, dan bahkan lebih jauh lagi akan merobohkan tiang penyangga Ahlus Sunnah. Namun, angin bertiup tidak sebagaimana yang diinginkan perahu .... dan yang terjadi justru sebaliknya manakala saya memeriksa kedua hadis di atas ke dalam referensi-referensi aslinya, saya menemukan bahwa hadis ".. Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku ..." termasuk hadis sahih yang tidak dapat seorang pun meragukannya. Berbeda dengan hadis "... Kitab Allah dan sunahku ..", yang tidak lebih hanya merupakan hadis ahad yang marfu' atau mursal. Melihat itu hati saya menjadi terpukul. Dari sinilah awal mula saya melakukan pembahasan. Setelah itu mulailah terkumpul beberapa petunjuk satu demi satu, sehingga pada akhirnya tersingkaplah kebenaran dengan sejelas-jelasnya. Di sini kita akan buktikan ke-dhaif-an hadis "Kamu harus berpegang kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin .." dan hadis ".. Kitab Allah dan sunahku ..", serta sekaligus kesahihan hadis ".. Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku ..", yang merupakan peluru pertama yang mengenai jantung pemikiran Ahlus Sunnah.

Hadis "Kamu Harus Berpegang Teguh Kepada Sunahku Dan Sunah Para Khulafa` Rasyidin" Merupakan Kebohongan Yang Nyata.
"Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin sepeniggalku, dan peganglah erat-erat serta gigitlah dengan gigi gerahammu."

Orang yang melihat hadis ini untuk pertama kali dia akan mengira hadis ini merupakan hujjah yang kokoh dan petunjuk yang jelas akan kewajiban mengikuti mazhab para Khulafa` Rasyidin. Yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dan tidak mungkin membawanya ke arti lain, kecuali dengan melakukan takwil yang didasari ta'assub. Dari sini tampak sekali kehebatan tipuan dan kelihaian para pemalsu. Di dalamnya mereka menetapkan kebenaran mazhab Ahlus Sunnah —madrasah Khulafa` Rasyidin— dihadapan madzhab Syi'ah —madrasah Ahlul Bait. Dari sini kita dapat menjelaskan bahwa pertumbuhan madrasah-madrasah pemikiran Ahlus Sunnah adalah di dalam rangka menentang mazhab Ahlul Bait. Karena madrasah-madrasah tersebut berdiri di atas dasar hadis ini dan hadis-hadis lain yang sepertinya.

Namun, dengan menggunakan pandangan ilmiah dan dengan sedikit bersusah payah di dalam meneliti kenyataan sejarah dan hal-hal yang melingkupi hadis ini dan hadis-hadis lain yang sepertinya, atau dengan melihat ke dalam ilmu hadis dan ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil, niscaya akan tampak dengan jelas kebohongan hadis ini.

Sungguh sangat bodoh jika seorang Ahlus Sunnah berhujjah kepada orang Syi'ah dengan hadis ini. Itu dikarenakan hadis ini hanya ada di kalangan Ahlus Sunnah, sehingga mereka tidak bisa memaksa orang Syi'ah dengan hadis yang tidak mereka riwayatkan di dalam kitab-kitab referensi mereka.

Namun, disebabkan saya seorang pembahas dari kalangan Ahlus Sunnah maka mau tidak mau saya harus bertitik tolak dari kitab-kitab referensi Ahlus Sunnah, sehingga dapat menjadi pegangan bagi saya; dan ini yang menjadi acuan saya di dalam melakukan pembahasan. Kita harus bersandar kepada acuan ini di dalam berdialog dan berargumentasi. Karena sebuah argumentasi tidak dapat dikatakan argumentasi kecuali jika mengikat pihak lawan, sehingga menjadi hujjah baginya. Dan ini yang tidak disadari oleh kebanyakkan ulama Ahlus Sunnah manakala mereka berhujjah kepada orang-orang Syi'ah. Misalnya, mereka berhujjah dengan menggunakan hadis ini, sementara orang Syi'ah berhujjah dengan menggunakan hadis ".. Kitab Allah dan 'itrah Ahlul Baitku .." Perbedaan di antara kedua hujjah ini sangat besar sekali. Karena hadis "sunahku" hanya ada di dalam kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah sementara hadis "'itrah Ahlul Baitku" dapat ditemukan di dalam kitab-kitab hadis kedua kelompok.

REFERENSI-REFERENSI HADIS.

Sesungguhnya kesulitan pertama yang dihadapi hadis "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin ..." ialah Bukhari Muslim membuangnya dan tidak meriwayatkannya. Dan ini berarti kekurangan di dalam derajat kesahihannya. Karena sesahih-sahihnya hadis adalah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh dua orang Syeikh, yaitu Bukhari dan Muslim. Kemudian yang diriwayatkan oleh Bukhari saja. Lalu yang diriwayatkan oleh Muslim saja. Kemudian yang memenuhi syarat keduanya. Kemudian yang memenuhi syarat Bukhari saja. Dan kemudian yang memenuhi syarat Muslim saja. Keutamaan-keutaman ini tidak terdapat di dalam hadis di atas.

Hadis di atas terdapat di dalam Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi dan Sunan ibnu Majah.
Para perawi hadis ini selurahnya tidak lolos dari kelemahan dan tuduhan dalam pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Orang yang meneliti biografi mereka dapat melihat hal ini dengan jelas. Pada kesempatan ini saya tidak bisa mendiskusikan seluruh para perawi hadis ini seorang demi seorang, dengan berbagai macam jalannya, dan dengan menukil pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-ta'dil tentang mereka. Melainkan saya akan mencukupkan dengan hanya mendhaifkan seorang atau dua orang perawi dari musnad setiap riwayat. Itu sudah cukup digunakan untuk mendhaifkan riwayat tersebut, se-bagaimana yang disepakati oleh para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Karena, bisa saja perawi yang dhaif ini sendiri yang telah membuat riwayat ini.

Riwayat Turmudzi.

Turmudzi telah meriwayatkan hadis ini dari Bughyah bin Walid. Dan, inilah pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil tentang Bughyah bin Walid: Ibnu Jauzi berkata tentangnya di dalam sebuah perkataan, "Sungguh kami ingat bahwa Bughyah telah meriwayatkan dari orang-orang yang majhul dan orang-orang lemah. Mungkin saja dia tidak menyebutkan mereka dan tidak menyebutkan orang-orang yang meriwayatkan baginya."[6]

Ibnu Hiban berkata, "Tidak bisa berhujjah dengan Bughyah."[7] Ibnu Hiban juga berkata, "Bughyah seorang penipu. Dia meriwayatkan dari orang-orang yang lemah, dan para sahabatnya tidak meluruskan perkataannya dan membuang orang-orang yang lemah dari mereka."[8]

Abu Ishaq al-Jaujazani berkata, "Semoga Allah merahmati Bughyah, dia tidak peduli jika dia menemukan khurafat pada orang tempat dia mengambil hadis."[9]

Dan ucapan-ucapan lainnya dari para huffadz dan ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Dan apa yang telah kita sebutkan itu sudah cukup.

Sanad Hadis Pada Abu Dawud.

Walid bin Muslim meriwayatkan hadis dari Tsaur an-Nashibi. Sebagaimana kata Ibnu Hajar al-'Asqolani, "Kakeknya telah terbunuh pada hari Muawiyah terserang penyakit sampar. Adapun Tsaur, jika nama Ali disebut dihadapannya dia mengatakan, "Saya tidak menyukai laki-laki yang telah membunuh kakek saya."[10]

Adapun berkenaan dengan Walid, adz-Dzahabi berkata, "Abu Mushir mengatakan Abu Walid seorang penipu, dan mungkin dia telah menyembunyikan cacat para pendusta."[11]

Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata "Ayah saya ditanya tentangnya (tentang Walid), dia menjawab, 'Dia seorang yang suka mengangkat-angkat."[12]

Dan begitu juga perkataan-perkataan yang lainnya. Itu sudah cukup untuk mendhaifkan riwayatnya.

Sanad Hadis Pada Ibnu Majah.

Diriwayatkan melalui tiga jalan:
- Pada jalan hadis pertama terdapat Abdullah bin 'Ala. Adz-Dzahabi berkata tentangnya, "Ibnu Hazm berkata, 'Yahya dan yang lainnya telah mendaifkannya.'[13] Dia telah meriwayatkan hadis dari Yahya, dan Yahya adalah seorang yang majhul dalam pandangan Ibnu Qaththan."[14]

- Adapun pada jalan yang kedua terdapat Ismail bin Basyir bin Manshur. Dia itu seorang pengikut aliran Qadariyyah di dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib.[15]

Adapun pada jalan ketiga disisi ibnu majah adalah sebagai berikut: Hadis diriwayatkan dari Tsaur —seorang nashibi— Abdul Malik bin Shabbah. Di dalam kitab Mizan al-I'tidal disebutkan, "Dia dituduh mencuri hadis."[16]

Di samping itu, hadis tersebut sebagai hadis ahad. Seluruh riwayatnya kembali kepada seorang sahabat, Urbadh bin Sariyah. Hadis ahad tidak bisa digunakan sebagai hujjah, disamping Urbadh termasuk pengikut dan agen Muawiyah.

Kenyatan Sejarah Dan Hadis Ahlus Sunnah.

Adapun kenyataan sejarah juga mendustakan hadis ini. Sejarah menyebutkan bahwa sunah yang suci belum ditulis pada masa Rasulullah saw, dan bahkan di sana terdapat hadis-hadis yang berasal dari saluran Ahlus Sunnah yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw melarang penulisan hadis. Seperti perkataan Rasulullah saw,
"Janganlah kamu menulis sesuatu dariku. Barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Qur'an maka hendaknya dia menghapusnya." Sebagaimana yang terdapat di dalam Sunan ad-Darimi[17] dan Musnad Ahmad.

Di dalam sebuah riwayat disebutkan, "Mereka meminta izin kepada Rasulullah saw untuk menulis hadis beliau, namun Rasulullah saw tidak mengizinkan mereka." Dan riwayat-riwayat lainnya secara jelas melarang penulisan hadis yang berasal dari Rasulullah saw. Semua itu tidak lain merupakan upaya perancang untuk mencegah tersebarnya hadis Rasulullah saw, supaya kebenaran tidak kelihatan. Mereka tidak berhenti sampai di sini, Umar telah berijtihad secara gamblang untuk menghapus hadis. Urwah bin Zubair telah meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab ingin menulis sunah, lalu dia bermusyawarah tentang hal itu dengan para sahabat. Para sahabat memberi isyarat supaya dia menuliskannya. Maka mulailah Umar beristkharah kepada Allah tentang hal itu selama sebulan. Kemudian, pada suatu hari Allah menetapkan hatinya, lalu dia berkata,
"Tadinya saya bermaksud ingin menulis sunah, namun kemudian saya ingat satu kaum sebelum kamu yang menulis kitab-kitab dan menekuni pekerjaan itu lalu mereka meninggalkan Kitab Allah. Demi Allah, saya tidak akan mengenakan sesuatu apapun kepada Kitab Allah untuk selama-lamanya."[18]

Dari Yahya bin Ju'dah disebutkan bahwa Umar bin Khattab hendak menuliskan sunah, kemudian tampak baginya untuk tidak menuliskannya, maka dia pun mengumumkan di kota-kota, barangsiapa yang mempunyai sesuatu (hadis) di sisinya maka hendaknya dia menghapusnya.[19]

Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa setiap kali Khalifah Umar bin Khattab mengirim seorang hakim atau gubernur ke sebuah negeri dia memberikan pesan, dan salah satu dari pesannya ialah, "Ringkaskan Al-Qur'an, sedikitkan riwayat dari Muhammad, maka aku menyertaimu”.[20]

Sejarah telah mencatat bahwa Khalifah Umar bin Khattab telah berkata kepada Abu Dzar, Abdullah bin Mas'ud dan Abu Darda, "Hadis apa ini yang engkau sebarkan dari Muhammad?!"[21]

Juga disebutkan bahwa Umar bin Khattab mengumpulkan hadis dari seseorang, mereka mengira Umar bin Khattab hendak memeriksa dan meluruskannya sehingga tidak ada perselisihan di dalamnya, maka merekapun membawa tulisan-tulisan hadis mereka, lalu Umar mem-bakarnya seraya berkata, "Kebohongan sebagaimana kebohongan Ahlul Kitab." Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Khatib dari al-Qasim di dalam kitab Tagyid al-'Ilm.

Adapun alasan yang disebutkan oleh Umar bin Khattab untuk menyita sunah adalah alasan yang tidak dapat diterima oleh seorang yang bodoh sekali pun, apalagi oleh seorang yang berilmu. Karena hal itu bertentangan dengan Al-Qur'an, ruh agama, dan akal. Bagaimana dia dapat mengatakan "Ringkaskan Al-Qur'an dan sedikitkan riwayat", padahal Al-Qur'an sendiri mengatakan bahwa kehujjahannya berdiri dengan sunah. Karena sunah adalah penjelas, pen-takhsis, pen-taqyid dan lain sebagainya. Allah SWT telah berfirman, "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan."

Bagaimana Rasulullah saw menerangkan Al-Qur'an?! Bukankah dengan sunah?! Allah SWT telah berfirman, "Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. "
Apa manfaat wahyu jika kita diperintahkan untuk menyembunyikan dan membakarnya. Adapun sunah yang mereka gunakan sebagai hujjah akan wajibnya mengikuti sunah, telah mengalami serangkaian silsilah persekongkolan. Persekongkolan ini dimulai sejak jaman Abu Bakar di mana dia membakar lima ratus hadis yang ditulis pada masa Rasulullah saw di jaman kekhilafahannya.[22] Aisyah berkata, "Ayah saya mengumpulkan lima ratus hadis Rasulullah saw, lalu dia tidur dengan keadaan berguling-guling (tidak tenang). Pada saat bangun pagi dia berkata, 'Wahai anak perempuanku, kemarikan hadis-hadis yang ada padamu.' Maka saya pun membawakannya, dan lalu dia membakarnya. Kemudian Ayah saya berkata, 'Saya takut saya mati sementara hadis-hadis ini masih berada di sisimu.'"[23]

Umar bin Khattab telah memerintahkan kepada seluruh penjuru negeri pada masa kekhilafahannya, bahwa barang siapa telah menulis sebuah hadis maka dia harus menghapusnya.[24]

Utsman pun melakukan hal yang sama. Karena dia telah memberi tanda tangan untuk meneruskan jalan yang telah ditempuh oleh Syeikhain, yaitu Abu Bakar dan Umar. Usman berkata di atas mimbar, "Tidak boleh seorang pun meriwayatkan sebuah hadis yang belum pernah didengar pada masa Abu Bakar dan Umar."[25]
Kemudian sepeninggalnya jalan tersebut diteruskan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah bin Abi Sufyan berkata, "Wahai manusia, sedikitkan riwayat dari Rasulullah saw, dan jika kamu menyampaikan hadis maka sampaikanlah hadis sebagaimana yang telah disampaikan pada masa Umar."[26]
Dengan begitu, perbuatan menghentikan penulisan hadis menjadi sebuah sunah yang diikuti, dan perbuatan menulis hadis dihitung sebagai sebuah kemunkaran.

Propaganda yang menyesatkan yang dilakukan oleh para penguasa dalam masalah penulisan hadis ini tidak lain bertujuan untuk menutupi keutamaan-keutamaan Ahlul Bait. Mungkin alasan ini tidak bisa diterima oleh banyak orang, namun inilah kenyataan yang ditemukan oleh para peneliti sejarah. Lalu setelah itu, sunah yang mana yang telah diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk diikuti?!

Apakah sunah yang telah dihapus oleh Umar atau sunah yang telah dibakar oleh Abu Bakar?!
Lalu apa yang harus diperbuat oleh orang yang hendak berpegang kepada sunah sepeninggal Rasulullah saw?!

Sebagai contoh, seseorang hidup bersama para sahabat. Lalu untuk mengetahui sebuah sunnah Rasulullah saw, apakah dia harus mencari semua sahabat yang tersebar di berbagai negeri, yang mana sebagian dari mereka ada yang menjadi gubernur dan komandan?!

Apakah dia harus menemui mereka semua untuk menanyakan sebuah hukum yang ingin dia ketahui, atau apakah cukup dengan hanya merujuk kepada para sahabat yang ada, namun yang demikian tentunya tidak mencukupi, karena terdapat kemungkinan adanya pembatal (nasikh), pengkhusus (mukhashshish) dan pembatas (muqayyid) sunnah tersebut, dengan hadirnya seorang atau dua orang sahabat yang tidak ada di kota yang bersangkutan? Dan kehujjahan sunah —sebagaimana kata Ibnu Hazm— tidak dapat tegak berdiri kecuali dengan mereka.

Jika yang demikian ini sulit bagi orang yang bertemu dengan para sahabat, padahal jumlah mereka sedikit, maka apa lagi setelah kekuasan Islam bertambah luas dan telah banyak negeri yang ditaklukkan, sementara semakin banyak pertanyaan yang muncul tentang berbagai kejadian.

Dengan apa mereka bisa menjawab?!
Begitulah banyak hadis dan hukum yang hilang, dan ini memang merupakan tujuan dari persekongkolan yang mereka lakukan. Umar bin Khattab dengan lantang mengatakkan hal itu pada masa Rasulullah saw, ketika Rasulullah saw bersabda pada saat hendak meninggal dunia,
"Ambilkan aku tulang pundak dan tinta, supaya aku tuliskan sebuah tulisan yang kamu tidak akan sesat selama-lamanya sesudahnya." Lalu Umar berkata, "Sesungguhnya dia sedang mengigau, cukup bagi kita Kitab Allah saja."[27]

Tujuan yang melatarbelakangi pelarangan mendatangkan tulang pundak dan tinta bagi Rasulullah saw yang hendak menuliskan sebuah tulisan yang akan mencegah mereka dari kesesatan adalah tujuan yang sama dengan yang melatarbelakangi pelarangan pengumpulan dan penulisan hadis.
Bagaimana bisa mereka meriwayatkan hadis "Berpegang teguhlah kepada sunahku" sementara para sahabat dan khalifah tidak berpegang kepadanya, dan bahkan dengan lantang mereka mengatakan sesuatu yang lain dari itu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh adz-Dzahabi di dalam kitab Tadzkirah al-Huffadz. Adz-Dzahabi berkata, "Sesungguhnya Abu Bakar Shiddiq mengumpulkan manusia sepeninggal wafatnya Nabi mereka. Lalu Abu Bakar berkata kepada mereka, 'Sesungguhnya kamu menyampaikan hadis-hadis Rasulullah saw namun kamu berselisih tentangnya, dan orang-orang sepeninggalmu akan lebih keras perselisihannya, maka oleh karena itu janganlah kamu menyampaikan satu hadis pun dari Rasulullah saw. Dan jika ada orang bertanya kepadamu maka katakanlah, di antara kita terdapat Kitab Allah, maka halalkan lah apa yang dihalalkannya dan haramkan lah apa yang diharamkannya."[28]

"Sesungguhnya yang normal ialah tidak ditetapkannya sesuatu yang belum tersusun dan terbukukan sebagai sumber penetapan hukum bagi umat, kecuali jika terdapat penanggung jawab yang menjadi rujukan tentangnya."[29]

Umat Islam sepakat bahwa sunah Nabi belum dibukukan pada masa Rasulullah saw dan pada masa para khalifah, dan sunah tidak dibukukan kecuali setelah satu abad setengah dari wafatnya Raslullah saw. Lantas dengan alasan apa mereka mengatakan, "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku ..."

Hadis Lain.

Bunyi nasnya: "Aku tinggalkan dua perkara padamu yang jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunah Nabi-Nya."
Hadis ini lebih lemah lagi untuk bisa didiskusikan. Adapun hal-hal yang dapat kita katakan mengenai hadis ini, di samping hal-hal yang telah disebutkan pada hadis sebelumnya ialah:

1. Hadis ini tidak diriwayatkan oleh para penulis kitab sahih yang enam dikalangan Ahlus Sunnah, dan ini sudah cukup untuk mendhaifkannya. Bagaimana bisa mereka berpegang kepada sebuah hadis yang sama sekali tidak ada di dalam kitab-kitab sahih dan musnad mereka. Seseorang yang memperhatikan bagaimana hadis ini diperlakukan dikalangan Ahlus Sunnah, sepertinya dia akan merasa yakin bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh kitab-kitab sahih, terutama sahih Bukhari dan sahih Muslim; padahal kenyataannya hadis ini sama sekali tidak terdapat di dalam kitab-kitab sahih dan musnad.

2. Sesungguhnya sumber-sumber pertama yang menyebutkan hadis ini ialah kitab al-Muwaththa Imam Malik, Sirah Ibnu Hisyam dan ash-Shawa'iq Ibnu Hajar, dan saya tidak menemukan kitab lain yang meriwayatkan hadis ini. Kitab-kitab ini telah menukil kedua hadis ini secara bersama-sama, kecuali kitab al-Muwaththa.

3. Riwayat hadis ini mursal di dalam kitab ash-Shawa'iq, dan terpotong sanadnya di dalam Sirah Ibnu Hisyam.[30] Ibnu Hisyam mengaku bahwa dia mengambil hadis ini dari Sirah Ibnu Ishaq, dan saya telah mencarinya di dalam Sirah Ibnu Ishaq namun saya tidak menemukannya di dalam semua cetakannya. Lantas, dari mana sebenarnya Ibnu Hisyam mengambil hadis ini....?!

4. Adapun riwayat Malik terhadap hadis ini adalah khabar marfu' yang tidak ada sanadnya. Perawi al-Muwaththa berkata, "Telah berkata Malik kepada saya bahwa telah sampai berita kepadanya sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda ... (al-hadis)."[31]

Sebagaimana Anda lihat, hadis ini tidak bersanad, maka oleh karena itu tidak boleh bersandar kepadanya. Mengapa hanya Malik yang meriwayatkan hadis ini sementara gurunya Abu Hanifah atau muridnya Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal tidak meriwayatkannya. Jika hadis ini sahih maka kenapa para Imam mazhab dan para Imam hadis berpaling darinya.
5. Al-Hakim mengeluarkan hadis ini di dalam mustadrak-nya[32] dengan dua jalur. Pada jalur pertama terdapat Zaid ad-Dailasi, dari Doimah, dari Ibnu Abbas. Kita tidak mungkin dapat menerima hadis ini karena pada sanadnya terdapat Ikrimah si pendusta.[33] Dia termasuk seorang musuh Ahlul Bait as, dan termasuk orang yang memerangi dan mengkafirkan Ali as. Adapun pada jalur yang kedua terdapat Shalih bin Musa ath-Thalhi, dari Abdul Aziz bin Rafi', dari Ibnu Shalih, dari Abu Hurairah. Hadis ini pun tidak mungkin dapat diterima, karena menurut riwayat Abu Sa’id al-Khudri hadis ini dikatakan oleh Rasulullah saw pada saat beliau terbaring hendak wafat, sementara pada waktu itu Abu Hurairah sedang berada di Bahrain karena diutus bersama 'Ala al-Hadhrami satu tahun setengah sebelum Rasulullah saw wafat. Lantas kapan Abu Hurairah mendengar Rasulullah saw yang sedang terbaring hendak wafat mengatakan hadis ini?!

6. Sunan al-Kubra Baihaqi menukil hadis ini pada juz 10, halaman 4, terbitan Dar al-Ma'rifah Bcirut - Lebanon. Dia menukil hadis "Aku tinggalkan padamu Kitab Allah dan 'ltrah Ahlul Baitku", dan kemudian menukil dua hadis mustadrak dengan nas.

7. Kitab al-Faqih al-Mutafaqqih, karya Khatib al-Baghdadi, jilid 1, halaman 94, mensahihkan hadis ini; dan kemudian Syeikh al- Anshari, anggota lembaga fatwa Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah Beirut - Lebanon memberikan komentar tentangnya. Dia menukli dua hadis: Yang pertama hadis mustadrak (dari Abi Shalih, dari Abu Hurairah). Adapun hadis baru yang dia nukilkan ialah, Saif bin Umar telah meriwayatkan kepadaku, dari Ibnu Ishaq al-Asadi, dari Shabah bin Muhammad, dari Abu Hazm, dari Abi Sa'id al-Khudri .... al-hadis. Sanad ini tidak mungkin dapat diterima berdasarkan kesaksian para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil, dikarenakan adanya Saif bin Umar, yang telah disepakati kedustaan dan kebohongannya. Saya akan ketengahkan kepada Anda pandangan para ulama tentang dia.

8. Kitab al-Ilma' ila Ma'rifah Ushul ar-Riwayah wu Taqyid as-Sima', karya Qadhi 'lyadh yang hidup pada tahun 479 - 544 Hijrah, hasil tahkik Sayyid Ahmad Shaqir, cetakan pertama, penerbit Dar ar- Ra's an-Nashirah —Maktabah al-'Atiqah— Tunis, halaman 9, menukil nas hadis ini dari kitab al-Faqih al-Mutafaqqih, yang pada sanadnya terdapat Saif bin Umar.

Selain dari yang kami telah sebutkan di atas tidak ada satu buku pun lainnya yang menukil hadis "Kitab Allah dan sunahku". Dengan demikian, hadis ini tidak ditetapkan kecuali oleh tiga jalur, yaitu dari Ibnu Abbas, Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah. Ketiga jalur ini, bersama dengan kedhaifannya, baru muncul pada pertengahan abad kelima hijrah, yaitu setelah masa Hakim. Dan tidak satu pun kitab yang lebih tua dari itu yang menyebutkan ketiga jalan ini. Ini yang pertama. Yang kedua, ketiga sahabat tersebut, yaitu Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Abu Sa'id al-Khudri telah meriwayatkan hadis "Kitab Allah dan 'ltrah Ahlul Baitku" pada abad kedua hijrah, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim. Mana di antara keduanya yang akan kita terima.[34]

Dialog Dengan Muhaddis Dan Hafidz Kota Damaskus, Abdul Qadir al-Arnauthi.

Selama saya tinggal di Syiria saya bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al-Arnauthi, salah seorang ulama Syiria. Dia mempunyai ijazah di dalam ilmu hadis.

Pertemuan ini berlangsung dengan tanpa persiapan dari saya, melainkan terjadi dengan kebetulan.
Saya mempunyai seorang teman dari Sudan yang bernama Adil. Saya mengenalnya di kawasan Sayyidah Zainab as, dan Allah SWT telah menerangi hatinya dengan cahaya Ahlul Bait as. Teman saya ini memiliki sifat-sifat terpuji yang jarang ditemukan pada yang lainnya. Dia seorang yang berakhlak, taat beragama dan warak. Keadaan telah memaksanya untuk bekerja di sebuah ladang di kawasan yang ber-nama "Adliyyah", kurang lebih berjarak sembilan kilometer sebelah selatan kawasan Sayyidah Zainab as. Di sebelah ladang tempat dia bekerja terdapat ladang lain milik seorang laki-laki tua yang dipanggil dengan sebutan Abu Sulaiman.

Ketika tetangga ini tahu bahwa orang Sudan yang bekerja di ladang sebelahnya itu orang Syi'ah, dia datang dan berbicara kepadanya. Tetangga itu berkata,
"Wahai saudaraku, orang-orang Sudan itu orang Ahlus Sunnah yang baik, lantas dari mana kamu menjadi Syi'ah?! Apakah di keluargamu ada orang yang bermazhab Syi'ah?"
Adil menjawab, "Tidak, namun agama dan keyakinan tidak dibangun di atas dasar taklid kepada masyarakat dan keluarga."
Tetangga itu berkata, "Sesungguhnya Syi'ah menipu dan membohongi masyarakat."
Adil menjawab, "Saya tidak melihat yang demikian itu dari mereka."
Tetangga itu berkata lagi, "Benar, kami mengenal mereka dengan baik."
Adil berkata, "Wahai haji, apakah Anda percaya pada Bukhari dan Muslim dan kitab-kitab sahih yang enam?"
Tetangga itu menjawab, "Tentu."
Adil berkata lagi, "Sesungguhnya Syi'ah berargumentasi atas berbagai keyakinan yang mereka yakini dengan menggunakan sumber-sumber ini, apalagi sumber-sumber mereka."
Tetangga itu berkata, "Mereka itu berdusta. Mereka mempunyai sahih Bukhari dan Muslim yang telah diselewengkan."

Adil menjawab, "Mereka tidak mengharuskan saya dengan kitab tertentu, melainkan mereka meminta saya untuk mencarinya di perpustakaan manapun di dunia Arab."
Tetangga itu berkata, "Ini bohong, saya wajib mengembalikan Anda ke dalam Ahlus Sunnah. Karena Rasulullah saw telah bersabda, "Jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang laki-laki dengan perantaraanmu, maka yang demikian itu lebih baik bagimu dibandingkan seluruh dunia dan isinya."
Adil berkata, "Kita ini pencari kebenaran dan petunjuk, kita akan condong bersama argumentasi ke mana pun argumentasi itu condong."

Tetangga itu berkata, "Saya akan mendatangkan kepadamu ulama terbesar di kota Damaskus. Yaitu 'Allamah Abdul Qadir ar-Arnauti, seorang ulama terpandang dan ahli hadis yang hafal Al-Qur'an. Orang-orang Syi'ah telah berusaha membujuknya dengan uang berjuta-juta supaya dia bersama mereka, namun dia menolaknya."

Teman saya Adil menyetujui rencana ini. Abu Sulaiman berkata kepadanya, "Janji kita pada hari Senin, Anda dan orang-orang Sudan lainnya yang terpengaruh pikiran Syi'ah silahkan datang." Adil datang kepada saya. Dia mengabarkan apa yang telah terjadi, dan meminta saya untuk pergi bersamanya. Dengan sangat senang saya menerima tawaran itu. Saya janji akan pergi bersamanya pada hari Senin tanggal 8 Safar 1417 Hijrah, tepat jam 12 siang.

Hari itu adalah hari yang sangat panas. Kami berkumpul di tempat yang telah dijanjikan, dan kemudian kami bertolak ke ladang bersama tiga orang Sudan lainnya. Setelah kami sampai, teman kami Adil menyambut kami di ladang yang hijau yang dipenuhi dengan berbagai pohon buah-buahan, seperti murbei, persik, apel dan buah-buahan lainnya yang tidak terdapat di negara kami, Sudan.

Setelah itu kami pun tergesa-gesa menuju ladang tetangganya yang Ahlus Sunnah itu. Tetangga itu menyambut kedatangan kami dengan kasar. Setelah beristirahat sejenak di tempat yang dikelilingi sayur-sayuran itu, saya berdiri untuk mengerjakan salat Zuhur. Pada saat saya mengerjakan salat Zuhur tibalah rombongan yang membawa Syeikh ar-Arnauthi. Ruangan bangunan telah dipenuhi oleh manusia sementara bagian luarnya telah dipenuhi oleh mobil. Kebingungan melanda wajah teman-teman saya, dikarenakan kedudukan yang sedemikian tingginya. Karena mereka tidak mengira urusan ini sedemikian besarnya. Setelah masing-masing menempati tempatnya, saya memilih tempat di sebelah Syeikh.
Setelah berlangsung acara perkenalan di antara semua, pemilik ladang berkata kepada Syeikh, "Mereka ini adalah saudara-saudara kita dari Sudan. Mereka telah terpengaruh Syi'ah di kawasaan Sayyidah Zainab. Di antara mereka ada seorang Syi'ah yang bekerja di ladang sebelah kami."

Syeikh itu bertanya, "Mana yang Syi'ah itu?"
Mereka menjawab, "Pergi ke ladangnya, dan nanti akan kembali tidak lama lagi."
Syeikh berkata, "Kalau begitu kita tunda pembicaraan kita hingga dia kembali."
Salah seorang Sudan pergi mencarinya dan kemudian membawanya ke majlis. Syeikh memanfaatkan kesempatan ini untuk membacakan banyak hadis yang dia hafal di luar kepala. Adapun tema hadis-hadis yang dibacakannya itu ialah berkenaan dengan keutamaan sebagian negeri atas sebagian negeri yang lain, khususnya yang berkenaan dengan negeri Syiria dan kota Damaskus. Tema ini telah memakan waktu sekitar setengah jam. Sebuah tema yang tidak ada faidahnya. Saya sangat heran kenapa dia tidak memanfaatkan kesempatan ini, padahal semua yang hadir telah menajamkan pikiran mereka untuk mendengarkan hadis yang dapat mereka manfaatkan di dalam agama dan dunia mereka. Kemudian dia berkata, "Sesungguhnya agama Allah tidak diambil berdasarkan nasab dan keturunan. Allah SWT telah menjadikan agamanya untuk semua manusia, lalu dengan hak apa kita mengambil agama kita dari Ahlul Bait?! Rasulullah saw telah memerintahkan kita untuk berpegang teguh kepada Kitab Allah dan sunahnya. Hadis ini adalah hadis yang sahih yang tidak ada seorang pun yang mampu mendhaifkannya, dan tidak ada jalan lain selain jalan ini." Kemudian dia menepukkan tangannya ke punggung Adil sambil berkata kepadanya, "Wahai anakku, jangan sampai perkataan Syi'ah dapat menipumu."

Saya memotong pembicaraannya dengan mengatakan, "Yang mulia Syeikh, kami adalah pencari kebenaran, dan kini perkara telah bercampur sedemikian rupa sehingga membingungkan kami. Oleh karena itu, kami datang kepada Anda supaya dapat mengambil manfaat dari Anda manakala kami mengetahui Anda seorang ulama besar, ahli hadis dan hafidz."
Syeikh itu menjawab, "Itu benar."

Saya berkata lagi, "Sudah merupakan sesuatu yang tidak diragukan lagi bahwa kaum Muslimin telah terbagi ke dalam beberapa golongan dan mazhab, dan masing-masing golongan mengklaim bahwa dirinyalah yang benar sementara yang lainnya salah. Apa yang harus saya lakukan sementara saya diwajibkan oleh agama Allah untuk mengetahui kebenaran di antara jalan-jalan yang saling bertentangan itu?! Apakah Allah menghendaki kita berpecah-belah atau menginginkan kita berada pada satu agama, yaitu kita menyembah Allah dengan agama yang satu?! Jika ya, lantas jaminan apa yang telah ditinggalkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk kita supaya umat terjaga dari kesesatan?

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa perselisihan pertama yang terjadi di antara kaum Muslimin adalah perselisihan yang terjadi secara langsung setelah Rasulullah saw wafat, padahal Rasulullah saw tidak mungkin meninggalkan umatnya tanpa ada petunjuk."

Syeikh berkata, "Sesungguhnya jaminan yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah saw untuk mencegah umat dari perselisihan ialah sabdanya yang berbunyi, "Sesungguhnya aku tinggalkan sesuatu padamu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunah."
Saya berkata, "Beberapa saat yang lalu Anda menyebutkan terkadang ada sebuah hadis yang tidak ada sumbernya, artinya tidak disebut di dalam kitab-kitab hadis."
Syeikh menjawab, "Itu benar."

Saya katakan kepadanya, "Hadis ini tidak memiliki sumber di dalam kitab-kitab sahih yang enam, lantas kenapa Anda menyebutkannya, sementara Anda seorang muhaddis?"
Di sini, bangkitlah kemarahan Syeikh, lalu dia berteriak lantang, "Apa yang Anda maksud, apakah Anda ingin mendhaifkan hadis ini."

Saya merasa heran kenapa Syeikh sedemikian marah padahal saya tidak mengatakan apa-apa.
Saya berkata, "Sabar, sesungguhnya pertanyaan saya hanya satu, yaitu apakah hadis ini terdapat di dalam kitab sahih yang enam?"
Syeikh itu menjawab, "Kitab sahih itu tidak hanya enam. Kitab hadis itu banyak sekali. Hadis ini terdapat di dalam kitab al-Muwaththa Imam Malik."
Saya berkata dengan menghadap kepada para hadirin, "Baik, Syeikh telah mengakui bahwa hadis ini tidak terdapat di dalam kitab-kitab sahih yang enam, dan hanya terdapat di dalam kitab al-Muwaththa Imam Malik."

Dengan nada tinggi dia memotong pembicaraan saya dengan mengatakan, "Lalu, apakah kitab al-Muwaththa bukan kitab hadis?"
Saya menjawab, "Kitab al-Muwaththa kitab hadis, namun hadis 'Kitab Allah dan sunahku' adalah marfu' dengan tanpa sanad, padahal diketahui bahwa semua hadis yang terdapat di dalam kitab al-Muwaththa bersanad."

Di sini Syeikh berteriak setelah hujjahnya patah. Dia mulai memukul saya dengan tangannya dan menggerak-gerakkan tubuh saya ke kanan dan ke kiri sambil berkata, "Anda ingin mendhaifkan hadis ini, padahal Anda ini siapa sehingga hendak mendhaifkannya." Dia tidak dapat mengontrol emosinya sehingga tindak tanduknya telah keluar dari batas-batas yang wajar. Seluruh orang yang hadir merasa heran dengan gerak dan tingkah lakunya.

Saya berkata, "Ya Syeikh, di sini tempat diskusi dan dalil, dan cara ini tidak layak untuk diikuti. Saya telah duduk dengan banyak ulama Syi'ah namun saya tidak pernah melihat sama sekali cara yang seperti ini." Allah SWT berfirman, 'Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.' Setelah itu, dia sedikit reda dari kemarahannya.
Saya berkata, "Ya Syeikh, saya bertanya kepada Anda apakah riwayat Malik terhadap hadis "Kitab Allah dan sunahku" di dalam kitab al-Muwaththa itu dhaif atau sahih?!"
Dengan penuh berat hati Syeikh menjawab, "Dhaif."

Saya berkata, "Jika demikian, kenapa Anda mengatakan hadis tersebut ada di dalam kitab al-Muwaththa padahal Anda tahu hadis tersebut dhaif?"
Dengan nada tinggi Syeikh menjawab, "Sesungguhnya hadis tersebut mempunyai jalan-jalan yang lain."
Saya berkata kepada para orang-orang yang hadir, "Syeikh telah melepaskan riwayat al-Muwaththa, dan mengatakan bahwa hadis ini mempunyai jalan-jalan yang lain, maka marilah kita mendengarkan jalan-jalan itu darinya."

Di sini Syeikh merasa malu, karena sebenarnya tidak ada jalan yang sahih yang dimiliki hadis ini. Pada saat itu tiba-tiba salah seorang hadirin yang duduk berbicara, lalu Syeikh menepuk saya dan berkata sambil menunjuk kepada orang yang bicara, "Dengarkan dia." Saya tahu dia ingin lari dari pertanyaan sulit yang saya lontarkan kepadanya. Saya merasakan itu darinya, namun saya tetap bersikeras dan berkata, "Ya Syeikh, sebutkanlah kepada kami jalan-jalan lain yang dimiliki hadis ini?"
Dengan nada putus asa Syeikh menjawab, "Saya tidak hapal, dan saya akan menuliskannya untuk Anda."
Saya berkata, "Subhanallah! Anda hapal seluruh hadis-hadis ini, hadis-hadis tentang keutamaan negeri-negeri, namun tidak hapal jalan hadis terpenting yang merupakan pilar utama mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang menjaga umat dari kesesatan, sebagaimana yang telah Anda katakan." Mendengar itu Syeikh terdiam seribu bahasa.

Ketika para hadirin merasakan rasa malu Syeikh, salah seorang dari mereka berkata kepada saya, "Apa yang Anda inginkan dari Syeikh, padahal Syeikh telah berjanji akan menuliskannya untuk Anda."
Saya berkata, "Saya akan coba dekatkan jalan untuk Anda. Sesungguhnya hadis ini juga terdapat di dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam dengan tanpa sanad."

Syeikh al-Arnauthi berkata, "Sirah Ibnu Hisyam adalah kitab sejarah, bukan kitab hadis."
Saya berkata, "Kalau begitu berarti Anda mendhaifkan riwayat ini."
Syeikh al-Arnauthi menjawab, "Ya."
Saya berkata, "Anda telah membantu saya menyelesaikan diskusi ini."
Kemudian saya meneruskan perkataan saya dengan mengatakan, "Hadis ini juga terdapat di dalam kitab al-llma' karya Qadhi 'lyadh, dan kitab al-Faqih al-Mutafaqqih karya Khatib al-Bagdadi, apakah Anda mengambil riwayat-riwayat ini?"
Syeikh menjawab, “Tidak”.

Saya berkata, "Jika demikian, maka hadis "Kitab Allah dan sunahku" itu dhaif menurut kesaksian Syeikh, dan tidak ada jaminan lain di hadapan kita kecuali satu jaminan yang akan mencegah umat dari perselisihan, yaitu hadis mutawatir dari Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah dan kitab-kitab sahih yang enam selain Bukhari, yaitu sabda Rasulullah saw yang berbunyi,
"Aku meninggalkan dua perkara yang sangat berharga, yang jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali yang terbentang di antara langit dan bumi, dan 'ltrah Ahlul Baitku. Sesungguhnya Zat Yang Maha Mengetahui telah memberitahukanku bahwa keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga mendatangiku di telaga," Sebagaimana yang terdapat di dalam riwayat Ahmad bin Hambal. Tidak ada alternatif lain bagi seorang Mukmin yang menginginkan Islam sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya selain dari jalan ini. Yaitu jalan Ahlul Bait yang mereka telah disucikan di dalam Al-Qur'an al-Karim dari segala dosa dan kotoran. Dan kemudian saya menyebutkan sekumpulan keutamaan-keutamaan Ahlul Bait as. Tidak sebagaimana biasanya, Syeikh terdiam tidak mengatakan satu patah kata pun selama saya berbicara.

Ketika murid-murid Syeikh melihat kekalahan di wajah gurunya, mereka pun membuat kegaduhan dengan berteriak-teriak.
Saya berkata, "Sungguh merupakan dajjal, kemunafikan dan penghindaran dari kebenaran. Sampai kapan pengingkaran ini akan terus berlangsung?! Kebenaran jelas ayat-ayatnya, tampak kelihatan penjelasan-penjelasannya, dan saya telah menegakkan hujjah atas Anda bahwa tidak ada agama selain dari Kitab Allah dan 'ltrah Rasululah saw yang suci."

Syeikh diam dan tidak membantah sedikit pun apa yang saya katakan. Tiba-tiba dia berdiri sambil berkata, "Saya ingin pergi, saya punya tugas mengajar", padahal dia tahu dia diundang untuk makan siang!!
Tuan rumah memaksa dia untuk tetap tinggal, dan setelah makanan disajikan suasana majlis pun menjadi tenang, dan Syeikh tidak mengatakan sepatah kata apa pun selama menyantap makanan, padahal sebelumnya dia yang menguasai majlis dan pembicaraan.

Demikianlah nasib setiap orang yang menghindari dan menyembunyikan kebenaran. Mau tidak mau pasti akan tersingkap di hadapan orang banyak.

Kesulitan Ahlus Sunnah Tidak Akan Terpecahkan Dengan Kedua Hadis Ini.

Jika seandainya kita membiarkan semua itu dan menerima kesahihan hadis "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin .." dan hadis ".. Kitab Allah dan sunahku.. " dengan tanpa membantah, maka yang demikian itu tidak akan bisa menyelamatkan Ahlus Sunnah dan tidak akan bisa memecahkan masalah berat yang dihadapinya. Bahkan justru segenap jalan dan kecendrungan akan mendukung dan memperkuat mazhab Ahlul Bait as (Syi'ah). Yang demikian itu dikarenakan hadis pertama yang ber-bunyi, "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin al-mahdiyyin sepeninggal.".

Rujuk:
[6] Al-Mawdhu'at, Ibnu Jauzi, jld. 1, hal. 109.
[7] Al-Mawdhu'at, Ibnu Jauzi, jld. 1, hal. 151.
[8] Al-Mawdhu'at, Ibnu Jauzi, jld. 1, hal. 218.
[9] Khulashah 'Abagat al-Anwar, jld. 2, hal. 350.
[10] Khulashah 'Abaqat al-Anwar, jld. 2, hal. 344.
[11] Mizan al-I'tidal, jld. 4, hal. 347.
[12] Tahdzin at-Tahdzib, jld. 11, hal. 145.
[13] Mizan al-I'tidal, jld. 2, hal. 343.
[14] Tahdzib at-Tahdzib, jld. 1, hal. 280.
[15] Tahdzib at-Tahdzib, jld. 1, hal. 284.
[16] Tahdzib at-Tahdzib, jld. 2, hal. 656.
[17] Ahmad, Muslim, Turmudzi dan Nasa'i meriwayatkannya dari Abu Sa'id al-Khudri.
[18] Diriwayatkan oleh Hafidz al-Maghrib bin Abdul Barr dan Baihaqi di dalam kitab al-Madkhal, dari 'Urwah.
[19] Jami' Bayan al-'llm wa Fadhlih, jld. 1, hal. 64 - 65.
[20] Tarikh ath-Thabari, jld. 3, hal. 273.
[21] Kanz al-'Ummal, jld. 10, hal. 293.
[22] Kanz al-'Ummmal, jld. 1, hal. 237 -239.
[23] Tadzkirah al-Huffadz, jld. 1, hal. 5.
[24] Musnad Ahmad, jld. 3, hal. 12 - 14.
[25] Kanz al-'Ummal, jld. 10, hal. 295, hadis 29490.
[26] Kanz al-'Ummal,jld. 10, hal. 291, hadis 29413.
[27] Sahih Bukhari, kitab ilmu, jld. 1, hal. 30.
[28] Adhwa 'ala as-Sunnah al-Muhammadiyyah, Muhammad Abu Rayyah, hal. 53.
[29] Ushul al-Fiqh al-Muqaran, Muhammad Taqi al-Hakim, hal. 73.
[30] Sirah Ibnu Hisyam, cetakan lama, jld. 2, hal. 603; cetakan ketiga, jld. 4, hal. 185; cetakan terakhir, jld. 2, hal. 221.
[31] Al-Muwaththa, Imam Malik, jld. 2, hal. 46.
[32] Al-Mustadrak, jld. 1, hal. 93.
[33] Nanti akan akan dijelaskan pendapat para ulama ilmu al-Jarh wa ta 'dil tentang 'lkrimah.
[34] Saya telah banyak mengambil manfaat dari 'Allamah Sayyid al-Badri tentang penilaian hadis ini.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: