"Aku meminta izin untuk berjumpa dengan Imam Ja'far ash Shadiq", begitu Abu Hanifah memulai kisahnya. "tetapi dia tidak memperkenalkanku. Kebetulan datanglah rombongan orang Kofah meminta izin, dan akupun masuk bersama mereka. Setelah aku berada disisinya, aku berkata:
- Wahai putra Rasulullah, alangkah baiknya jika Anda menyuruh orang pergi ke Kofah dan melarang penduduknya mengecam sahabat Rasulullah saw. Aku lihat disana lebih dari 10.000 orang mengecam sahabat.
+ Mereka tidak akan menerima laranganku.
- Siapa yang berani menolak Anda, padahal Anda putra Rasulullah?
+ Anda orang pertama yang tidak menerima perintahku. Anda masuk tanpa seizinku. Duduk tanpa perintahku. Berbicara tidak sesuai dengan pendapatku. Telah sampai padaku bahwa anda menggunakan qiyas.
- Benar.
+ Celaka anda, hai Nu'man. Orang yang pertama menggunakan qiyas ialah Iblis, ketika Allah menyuruhnya sujud kepada Adam. Lalu dia menolak dan berkata: "Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan ia dari tanah". Hai Nu'man mana yang lebih besar (dosanya), membunuh atau berzina?
- Membunuh
+ Tetapi mengapa Allah menetapkan dua orang saksi untuk pembunuhan dan empat orang untuk zina. Anda gunakan qiyas disini?
- Tidak
+ Mana yang lebih besar najisnya, kencing atau air mani?
- Kencing
+ Mengapa, untuk kencing diperintahkan wudhuk, tetapi untuk mani diperintahkan mandi. Anda juga gunakan qiyas disini?
- Tidak
+ Mana lebih besar, Shalat atau Shaum?
- Shalat
+ Kenapa wanita haid harus mengkadha shaumnya tetapi tidak harus mengkadha shalatnya. Anda juga gunakan qiyas disini?
- Tidak
+ Mana yang lebih lemah, wanita atau pria
- Wanita
+ Mengapa Allah berikan warisan dua bagian bagi pria dan satu bagian bagi wanita. Apakah anda juga pakai qias disini?
- Tidak
Dialog kita cukupkan sampai disini saja. Menurut riwayat, Imam Abu Hanifah - mujtahid besar Ahlus Sunnah ini - kemudian berguru kepada Imam Jakfar ash Shadiq, imam ke enam dalam mazhab "Syiah Imamiah 12". Terkenal ucapan Abu Hanifah: "Laula sanatan, lahalaka Nu'man" (bila tidak ada dua tahun bersama Ja'far, akan celakalah Nu'man). Yang berguru kepada Imam Ja'far bukan saja Abu Hanifah, juga Malik bin Anas, Yahya bin Sa'id, Sufyaniun, Ibnu Juraih, Syu'bah dan Ayyub as Sajastani. Tentang gurunya Malik berkata: "Tidak ada yang dilihat mata, yang didengar telinga, lebih utama dari Imam Ja'far ash Shadiq dalam hal keutamaannya, ilmunya, ibadahnya dan wara'nya".
ISLAM AGAMA TAUHID
Kepada Malik berguru Imam Syafi'i, kepada Syafi'i berguru Imam Hanbali. Secara singkat, mazhab-mazhab besar ini semuanya bersumber kepada sumber yang sama. Namun kenapa terjadi perpecahan diantara pengikut mereka? Mengapa pengikut Syafi'i menentang pengikut Abu Hanifah? Mengapa pengikut Hanbali mengecam pengikut Syafi'i? Mengapa ahlus Sunnah mengkafirkan Syi'ah? Bukankah itu bermakna pengikut dari mazhab empat mengkafirkan gurunya? Bagaimana mungkin itu boleh terjadi? Apanya yang salah? Renungkanlah saudaraku (Angku di Awe Geutah, Tampokdjok, Acheh - Sumatra)
Sumber:
1. Abdul Halim Jundi, Al Imam Ja'far ash Shadiq. Kiro: Majlisul 'ala (tanpa tahun)
2. Lihat komentar Ibnu Hajar tentang Ja'far dalam As Sawaiq al Muhriqah, Kairo: Maktabah al Qahirah, 1385.
Menisbatkan sesuatu kepada suatu mazhab tidak cukup hanya dengan bukti nukilan dari kitab mazhab tersebut.
Nama Allah Digunakan Untuk Beristinja’ : Kedustaan Terhadap Syi’ah
Sungguh mengherankan betapa banyak
orang-orang yang membuat kedustaan atas nama Syi’ah. Kami heran hilang
kemana kejujuran dan objektivitas dalam mencari kebenaran. Tidak setuju
terhadap Syi’ah bukan berarti bisa leluasa berbuat dusta. Masih suatu
kewajaran jika dengan alasan tertentu anda para pembaca tidak menyukai
orang atau mazhab tertentu tetapi jika anda membuat kedustaan
terhadapnya atau memfitnahnya dengan tuduhan dusta maka itu sangat tidak
wajar.
Silakan para pembaca melihat tulisan disini.
________________________________
Berikut Perkataan Wahabi:
Nama Allah Digunakan Untuk Beristinja Oleh Syiah.
Tatkala para
syiah membakar Al Quran karena kebencian mereka terhadap Al Quran, maka itu
bukanlah suatu yang mengagetkan jika syiah yang melakukannya. Jangankan
membakar Al Quran karena kebencian, merekapun membolehkan untuk istinja
(membersihkan kemaluan dan dubur setelah buang air, baca: cebok) dengan sesuatu
yang terdapat nama Allah.
Kami bukanlah
bicara dengan fitnahan, melainkan kami berbicara dengan bukti dari kitab mereka
sendiri. Mereka memang luar biasa dalam memainkan syariat Allah. Dan mereka
lebih luar biasa lagi dalam menghina Allah subhanahu wa ta’ala, nama Allah digunakan
oleh mereka untuk membersihkan kotoran (baca: tahi) mereka. Dan sangat disayangkan jika mereka menisbatkannya
kepada para imam, mereka menisbatkan riwayatnya kepada para imam. Naudzubillah
min dzaalik.
Mana buktinya ?? Thoyyib, para ikhwah silahkan simak riwayat ini. Disebutkan
dalam kitab mereka "Wasail Asy Syiah" milik "Al Amili":
عن أبي عبدالله (
عليه السلام ) قال: كان نقش خاتم أبي: العزة لله جميعا، وكان في يساره، يستنجي بها،
وكان نقش خاتم أمير المؤمنين ( عليه السلام ): الملك لله، وكان في يده اليسرى، يستنجي
بها
“Dari Abi
Abdillah alaihissalam, dia berkata: Ukiran cincin bapakku (Muhammad Al Baqir)
adalah “Al Izzah LILLAH Jami’an”, dan cincin itu ada di tangan kirinya dia
beristinja’ (baca: cebok) dengannya. Dan ukiran cincin Amiril mu’minin (Ali bin
Abi Thalib) adalah “Al Mulku LILLAH”, dan cincin ini ada ditangan kirinya dia
beristinja’ dengannya” Wasa’il Asy Syiah 24/10
Lihat bagaimana
para syiah menghinakan Allah. Mereka membolehkan untuk membersihkan kotoran
mereka dengan sesuatu yang terdapat nama Allah di dalamnya. Kehinaan apa lagi
yang lebih keji dari pada kehinaan mereka ??
Maka kami
tidak akan ragu akan kekafiran syiah yang menghinakan Allah seperti ini. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ
وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ . لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
“Katakanlah:
"Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu
berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman. Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat),
niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah
orang-orang yang selalu berbuat dosa” QS At Taubah 65-66
Mereka diatas
kekufuran dan bagi mereka adalah laknat Allah subhanahu wa ta’ala. Allahu
subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya
orang-orang yang menghina
Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan
menyediakan baginya siksa yang menghinakan” QS Al Ahzab: 57
Dan orang yang
menghina Allah subhanahu wata’ala adalah kafir dan harus dibunuh dan ini
menurut ijma’ kesepakatan ulama kaum muslimin. Ishaq bin rahawih berkata:
أجمع المسلمون على
أن من سب الله أو سب رسوله صلى الله عليه وسلم أو دفع شيئا مما أنزل الله عز وجل أو
قتل نبيا من أنبياء الله عز وجل: "أنه كافر بذلك وان كان مقرا بكل ما أنزل الله"
قال الخطابي: "لا أعلم أحدا من المسلمين اختلف في وجوب قتله
“Kaum muslimin berijma’ bahwasanya orang yang yang menghina
Allah dan RasulNya shallallahu alaihi wa sallam atau menolak sesuatu dari apa
yang Allah turunkan atau membunuh seorang nabi dari nabi-nabi Allah azza wa
jalla: maka dia adalah kafir karena hal tersebut walaupun dia meyakini setiap
apa yang Allah turunkan. Al Khottobi berkata: Aku tidak mengetahui seseorang dari
muslimin yang berselisih tentang kewajiban untuk membunuhnya” Ash Sharim Al
Maslul Hal. 4.
Disebutkan
juga dalam kitab ini (Ash Sharim Al Maslul):
فإن الناس مجمعون
على أن من سب الله تعالى من المسلمين يقتل
“Sesungguhnya
manusia berijma bahwasanya seseorang yang menghina Allah ta’ala maka dia
dibunuh” Ash Sharim Al Maslul Hal. 546.
Disebutkan juga
pada halaman yang sama:
فإن كان مسلما وجب
قتله بالإجماع لأنه بذلك كافر مرتد وأسوأ من الكافر فإن الكافر يعظم الرب ويعتقد أن
ما هو عليه من الدين الباطل ليس باستهزاء بالله ولا مسبة له
“Dan jika dia
(yang menghina Allah) dahulunya adalah seorang muslim maka dia wajib dibunuh
secara ijma’, karena dia menjadi kafir dan murtad karena perihal tersebut. Dan
dia lebih buruk dari orang kafir, karena sesungguhnya orang kafir mengagungkan
Rabb dan dia meyakini apa yang ada dalam agama bathil tersebut tidak ada
penghinaan terhadap Allah dan celaan untukNya”
Begitulah,
betapa hinanya agama syiah la’natullah alaihim. Fallahul musta’aan wa alaihit
tuqlaan.
Penulis: Muhammad Abdurrahman Al Amiry
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Ikuti status kami dengan menekan tombol like pada halaman FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @abdr_alamiry
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Ikuti status kami dengan menekan tombol like pada halaman FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @abdr_alamiry
____________________________________
Jawaban kami:
Pembaca akan melihat betapa rendah kualitas tulisannya yang hanya
berupa kata-kata hinaan dan dusta [diantaranya bahwa Syi’ah membenci dan
membakar Al Qur’an]. Kemudian ia menampilkan riwayat yang ia jadikan
bukti atas judul tulisannya. Adapun kata hinaan dan dusta yang ia
lontarkan hanya menunjukkan kerendahan akhlak dirinya maka kami akan
berfokus pada bukti riwayat yang ia bawakan bahwa Syi’ah membolehkan
beristinja’ dengan sesuatu yang terdapat nama Allah.
Penulis tersebut membawakan riwayat dalam
kitab Wasa’il Syi’ah. Sebelum membahas riwayat tersebut, perlu pembaca
ketahui bahwa menisbatkan sesuatu kepada suatu mazhab tidak cukup hanya
dengan bukti nukilan dari kitab mazhab tersebut. Contoh sederhana,
-
Apakah dengan adanya hadis kisah Gharaniq dalam kitab hadis mazhab Ahlus Sunnah maka bisa dikatakan bahwa itulah keyakinan Ahlus Sunnah?
-
Apakah dengan adanya riwayat sebagian sahabat meminum kotoran dan darah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam kitab hadis Ahlus Sunnah maka bisa dikatakan bahwa itulah keyakinan Ahlus Sunnah?.
Jawabannya tidak. Mengapa demikian? Karena
bisa jadi riwayat-riwayat yang ada dalam kitab mazhab tersebut ternyata
kedudukannya dhaif berdasarkan kaidah keilmuan di sisi mazhab tersebut.
Oleh karena itu perlu diteliti apakah nukilan tersebut shahih atau tidak
berdasarkan kaidah ilmu. Hal ini berlaku baik dalam mazhab Ahlus Sunnah
maupun dalam mazhab Syi’ah. Orang yang serampangan menukil tanpa
mengerti kaidah ilmu hanya menunjukkan kebodohan yang akan berakhir pada
kedustaan. Itulah yang terjadi pada penulis rendah tersebut.
Riwayat yang ia jadikan bukti kami kutip dari kitab Al Istibshaar Syaikh Ath Thuusiy yaitu riwayat berikut:
فأما ما رواه أحمد بن محمد عن البرقي عن وهب بن وهب عن أبي عبد الله عليه السلام قال: كان نقش خاتم أبي (العزة لله جميعا) وكان في يساره يستنجي بها، وكان نقش خاتم أمير المؤمنين عليه السلام (الملك لله) وكان في يده اليسرى ويستنجي بها
Maka adapun riwayat Ahmad bin Muhammad dari Al Barqiy dari Wahb bin Wahb dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] yang berkata “Ukiran
cincin ayahku adalah [Al ‘Izzah Lillaah Jamii’an] dan cincin itu ada di
tangan kirinya, ia beristinja’ dengannya. Ukiran cinci Amirul Mukminin
[‘alaihis salaam] adalah [Al Mulk Lillaah] dan itu ada di tangan
kirinya, ia beristinja’ dengannya [Al Istibshaar Syaikh Ath Thuusiy 1/48].
Riwayat ini berdasarkan kaidah ilmu Rijal
dalam mazhab Syi’ah kedudukannya dhaif jiddaan karena di dalam sanadnya
terdapat Wahb bin Wahb. Berikut keterangan ulama Rijal Syi’ah tentangnya:
وهب بن وهب بن عبد الله بن زمعة بن الأسود بن المطلب بن أسد بن عبد العزى أبو البختري روى عن أبي عبد الله عليه السلام، وكان كذابا
Wahb bin Wahb bin ‘Abdullah bin Zam’ah
bin Al Aswad bin Muthallib bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza, Abu Bakhtariy
meriwayatkan dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] dan dia seorang
pendusta [Rijal An Najasyiy hal 430 no 1155].
وهب بن وهب، أبو البختري، عامي المذهب، ضعيف
Wahb bin Wahb, Abu Bakhtariy, bermazhab ahlus sunnah, seorang yang dhaif [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 256].
وهب بن وهب وهو ضعيف جدا عند أصحاب الحديث
Wahb bin Wahb dan ia dhaif jiddan di sisi ahli hadis [Tahdzib Al Ahkam Syaikh Ath Thuusiy 9/77].
Sudah jelas riwayat ini tidak bisa
dijadikan hujjah di sisi mazhab Syi’ah karena perawinya dhaif dan
pendusta di sisi mazhab Syi’ah. Tulisan saudara penulis itu memang
rendah dan tidak berguna karena ia berhujjah dengan riwayat yang dhaif
di sisi Syi’ah untuk mendustakan mazhab Syi’ah. Ia bahkan mengatakan
Syi’ah sebagai agama yang hina dengan bersandar pada riwayat ini. Dan
telah terbukti dalam pembahasan di atas bahwa penulis tersebut yang
lebih pantas untuk dikatakan hina karena tuduhannya.
Ada baiknya kami mengulangi hakikat diri
kami untuk mencegah orang-orang awam [dan termasuk penulis rendah
tersebut] menuduh yang bukan-bukan terhadap kami. Kami bukan seorang
pengikut mazhab Syi’ah tetapi kami tidak suka jika seseorang berbuat
nista dan dusta terhadap mazhab Syi’ah. Silakan siapapun mengkritik
Syi’ah tetapi berhujjahlah dengan kaidah ilmu yang ilmiah.
Kedudukan Al-Quran dalam Mazhab Islam Syiah.
Pertemuan Guru Besar Tafsir Al-Qur’an di Qom Iran
Pertemuan Guru Besar Tafsir Al-Qur’an di Qom Iran
2014, 08 May 6:01 PMTahrif quran sudah menjadi isu yang sengaja dilemparkan oleh sebagian golongan kepada mazhab ahlulbait as, isu yang masih hangat di masyarakat dan tanpa disadari menjadi sebuah doktrin bagi sebagian golongan untuk menyudutkan mazhab lainnya tanpa didasari dalil-dalil yang jelas.
Ayatullah Sayyid Milani Mengatakan bahwa Alquran adalah
penjelas segala sesuatu dan juga penjelas bagi dirinya (quran).
Ayatullah Ja’far Subhani mengatakan Alquran adalah asas bagi syariat
Islam, dan sunnah nabawiah yang menjadi qarinah baginya, Alquran adalah
cahaya yang jelas untuk dirinya dan menerangi selainnya dan Alquran
seperti Matahari yang menyinari sekelilingnya. Allah SWT berfirman
didalam surat Al-Isra 9 :
إِنَّ هذَا الْقُرْآنَ يَهْدي لِلَّتي هِيَ أَقْوَمُ وَ
يُبَشِّرُ الْمُؤْمِنينَ الَّذينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحاتِ أَنَّ لَهُمْ
أَجْراً كَبيراً
Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang
mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa mereka memiliki pahala yang
besar.
Allah berfirman didalam surat Annahl ayat 89:
وَ نَزَّلْنا عَلَيْكَ الْكِتابَ تِبْياناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَ هُدىً وَ رَحْمَةً وَ بُشْرى لِلْمُسْلِمينَ
Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Al-Qur’an) ini untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri.
Dan juga secara jelas Allah menjadikan Quran sebagai pembeda antara Haq dan Bathil surat Al-Furqan ayat pertama:
تَبارَكَ الَّذي نَزَّلَ الْفُرْقانَ عَلى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعالَمينَ نَذيراً
Maha Agung nan Abadi Dzat yang telah menurunkan al-Furqân
(Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam.
Tahrif quran sudah menjadi isu yang sengaja dilemparkan
oleh sebagian golongan kepada mazhab ahlulbait as, isu yang masih hangat
di masyarakat dan tanpa disadari menjadi sebuah doktrin bagi sebagian
golongan untuk menyudutkan mazhab lainnya tanpa didasari dalil-dalil
yang jelas, berikut ini penjelasan dan pengenalan mengenai apa itu
tahrif dan penjelasan ulama syiah dalam menolak keberadaan tahrif
didalam Alquran.
A. Makna Takhrif dan Pembagiannya.
Tahrif secara lughawi : Tafsirulkalam ‘alagheiri wajhin
/harrafa assyai ‘an wajhi (menyelewengkan sesuatu pada arah tertentu)
Seperti dalam al-Qur’an ayat Annisa : 46;
يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَواضِعِهِ
Mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya.
Attabarsi mengatakan : Yufassiruunaha ‘ala gheiri ma unzilat ( menafsirkan sesuatu selain apa yang diturunkan).
Secara Istilah ada beberapa bentuk dalam memahami tahrif :
Tahrif maknawi : tahrif madlul kalam atau yufassiru ‘ala
wajhin yuwafiqu ra’yu almufassir sawaun awafiqu alwaqi’ am la (
menafsirkan pada bentuk tertentu yang sesuai dengan Ra’yu mufassir baik
itu sesuai dengan yang sebenarnya atau tidak) .
Bentuk tahrif ini banyak dilakukan oleh sebagian mufassir
sehingga jauh dari makna yang sebenarnya. Mazhab Syiah meyakini bahwa
Allah SWT menurunkan ayat tidak sendiri atau tidak telanjang tanpa
penjelasan, akan tetapi berikut takwil dan tafsir ayat tersebut secara
terperinci, seperti didalam hadits dan qaul para ulama Syiah. Sehingga
seperti yang dikatakan Syeikh Mufid bahwa tangan-tangan orang dzalim
inilah yang hendak menghapus dan menyembunyikan keterangan yang jelas
berupa tafsir dan takwil alquran tersebut, bukan menghilangkan ayat
Alquran, tetapi penjelasannya.
Tahrif Qira’ah:
Perubahan Harakat , huruf dengan masih terjaga keutuhan
Quran , seperti membaca Yathhuran atau yathhuranna , yang satu
menggunakan nun khafifah yang lain menggunakan tsaqilah.
Perubahan Lahjah/dialek , seperti lahjah Hijaz berbeda
dengan lahjah iraq dan iran bahkan dengan libanon dan di daerah
sekitarnya, semisal : Qaf , sebagian mengucapkan dengan Gaf.
Tahrif Perubahan Kata:
Seperti kata “asra’u” dengan “Amdhu” , dan “Alhakim” dengan
“Al’adil” Tahrif seperti ini tidak terjadi di dalam Alquran. Walaupun
sebagian hadits didalam mazhab Suni menceritakan perubahan itu.
Tahrif penambahan, pengurangan kalimat dan ayat:
Tahrif sejenis inipun tidak terjadi didalam Alquran,
walaupun ada keterangan hadits dhaif baik itu dalam literatur mazhab
Suni ataupun Syiah. tahrif perubahan kata dan penambahan serta
pengurangan kalimat atau ayat inilah yang akan dibahas pada pembahasan
kita kali ini.
Dalil Ketiadaan Tahrif Al-Qur’an
a) Dalil dari ayat Alquran
- Ayat al Hifdz
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr ayat-9).
“Adzikr” yang dimaksud disini adalah Alquran.
Dan dilam ayat ini terdapat makna janji Allah SWT sendirilah yang menjaga keaslian Alquran itu sendiri.
- Ayat Nafi al Bathil
إِنَّ الَّذينَ كَفَرُوا بِالذِّكْرِ لَمَّا جاءَهُمْ وَ
إِنَّهُ لَكِتابٌ عَزيزٌ لا يَأْتيهِ الْباطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا
مِنْ خَلْفِهِ تَنْزيلٌ مِنْ حَكيمٍ حَميدٍ
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika
Al-Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka juga tidak tersembunyi dari
Kami), dan sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia.
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik
dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Terpuji. (Alfushilat : 41-42)
Makna Addzikr disini adalah Alquran, dan “Adzikr” dikatakan
“Al-kitab al’aziz”, jadi makna Addzikr disini adalah Quran. Al-bâthil
berlawanan dengan Al-haq (kebenaran), dan Alquran Adalah kebenaran dalam
lafadz dan maknanya atau makna-maknanya, serta hukumnya yang abadi,
pengetahuannya bahkan dasar-dasarnya sesuai dengan fitrah manusia.
Seperti yang dikatakan Syeikh Thabarsi dalam Majma Al-bayan mengenai
ayat ini ,dikatakan : Alquran tidak ada hal yang tanaqudh (kontradiktif)
dalam lafadznya tidak ada kebohongan dalam khabarnya, tidak ada yang
ta’arudh (berlawanan), tidak ada penambahan dan pengurangan. Sehingga
pantaslah kalau ayat Alquran ini saling menjelaskan yang satu dengan
yang lainnya.
- Ayat Jam’ul Qur’an dan Qiraatnya
لا تُحَرِّكْ بِهِ لِسانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ إِنَّ عَلَيْنا جَمْعَهُ وَ قُرْآنَهُ فَإِذا قَرَأْناهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنا بَيانَهُ
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu karena tergesa-gesa ingin (membaca) Al-Qur’an. Karena mengumpulkan dan membacanya adalah tanggungan Kami. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, penjelasannya adalah (juga) tanggungan Kami.” (Al-Qiyamah : 17-19).
Allah SWT lah yang menjaga , mengumpulkan, membacanya, dan menjelaskannya juga.
Disinilah yang diyakini mazhab Syiah Bahwa Wahyu itu bukan
hanya Ayat alquran yang ada di tangan kita tetapi meliputi juga wahyu
penjelasan, takwil, dan keterangan-keterangan lainnya kepada nabi saww
yang bukan termasuk ayat seperti Alquran yang ada pada tangan kita,
sehingga dalam hal ini Imam Ali as menuliskannya secara lengkap dalam
Qurannnya yang makruf dikenal sebagai Quran Ali yang diperintahkan oleh
Rasulullah saww. Sehingga banyak yang keliru memahami Quran Ali disini.
Quran Ali memang memiliki banyak ayat tetapi bukan ayat seperti yang ada
didepan kita, tetapi ayat-ayat penjelasan secara terperinci, meliputi
asbab annuzul, tafsir, takwil, dan keterangan penjelasan lainnya yang
dinamakan didalam sebagai riwayat sebagai ayat sehingga berjumlah 17000
ayat. Tetapi bukanlah ayat Alquran secara asas, hanya ayat penjelasan,
tafsir, takwilnya.
b). Dalil riwayat dari orang-orang Maksum as
- Hadits Ghadir
Semisal dalam kitab Alihtijaj 1/60 Syeikh Attabarsi:
(معاشر الناس) تدبروا القرآن وافهموا آياته وانظروا إلى
محكماته ولا تتبعوا متشابهه، فوالله لن يبين لكم زواجره ولا يوضح لكم
تفسيره إلا الذي أنا آخذ بيده ومصعده إلى – وشائل بعضده – ومعلمكم إن من
كنت مولاه فهذا علي مولاه، وهو علي بن أبي طالب عليه السلام أخي ووصيي،
Di dalam peristiwa Ghadir Khum yang makruf pada tanggal 18 Julhijjah
Nabi saww bersabda : Wahai kaum manusia sekalian,
pelajarilah Alquran, dan fahamilah ayat-ayatnya, dan lihatlah pada ayat
Muhkamah janganlah mengikuti yang mutasyabihah, dan Allah tidak akan
menjelaskankan makna bathinnya dan menerangkan tafsirnya kecuali aku
yang mengangkat tangannya dan yang mengangkat lengannya, dan yang
menunjukkan kamu sesungguhnya barangsiapa yang Aku Maulanya maka ali
Maulanya juga dan dia Ali ibn Abi thalib as saudaraku dan washiku.
Hadits Ghadir merupakah hadits fauqu mutawatir di kalangan
umat Islam. Dan saya sengaja mengambil sebuah contoh hadits ghadir dari
mazhab syiah yang menunjukkan keterjagaan Quran dari tahrif . Dikatakan
disana bahwa perintah mentadabbur quran dan memahaminya dan melihat yang
muhkamah bukan mutasyabihah melazimkan bahwa Alquran pada saat itu
telah terkumpul tersusun, tidak ada perubahan.
- Hadits Tsaqalain
Hadits Ini juga merupakan hadits mutawatir di kalangan umat Islam :
إني تارك فيكم الثقلين كتاب الله و عترتي أهل البيتي، ما إن تمسكتم بهما لن تضلوا بعدي أبداً…
Rasulullah saww bersabda : Sesungguhnya aku tinggalkan
untuk kalian semua dua pusaka yang berat yang pertama Kitabullah dan
kedua itrati Ahlulbaiti , yang berpegangteguh padanya maka tidak akan
tersesatkan selama-lamanya setelahku…
Keterangan :
- Perintah Tamassuk (berpegang teguh) adalah far’u (bagian)
dari wujud Alquran di tangan almutamassikin (orang yang berpegang
teguh), jadi sesuatu yang mustahil perintah berpegang teguh kepada Quran
yang tidak wujud atau tidak diyakini keutuhannya dari kurang atau
lebihnya ayat atau surat dalam Alquran.
- Hadits yang menjelaskan bahwa Qur’an kuat rukunnya
Imam Ali as berkata :
و كتاب الله بين اظهاركم ناطق لا يعيا لسانه، و بيت لا تهدم أركانه، و عزّ لا تهزم أعوانه
Dan kitabullah yang hadir padamu yang Nathiq tidak lelah
lidahnya, dan rumah yang tidak roboh rukun (tiangnya), dan mulia tidak
terputus pertolongannya. ( khutbah 133 nahjul balaghah)
- Hadits Perintah untuk merujuk kepada al-Qur’an
Perintah untuk merujuk pada quran ,dan hadits yang sesuai
dengannya telah dipakai dan yang tidak sesuai dengan quran harus
ditinggalkan, merupakan bukti yang sangat jelas tentang ketiadaan tahrif
dalam alquran. Hal ini melazimkan Alquran sebagai pokok asas untuk
merujuk, dan asas melazimkan keaslian dan keutuhannya, Karena bagaimana
mungkin memerintahkan untuk merujuk kepada Quran sedangkan yang menjadi
sumber nya diragukan keasliaannya, hal ini mustahil.
محمد بن يعقوب: عن علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن النوفلي، عن
السكوني، عن أبي عبدالله (عليه السلام) قال: «قال رسول الله (صلى الله عليه
و آله): إن على كل حق حقيقة، و على كل صواب نورا، فما وافق كتاب الله
فخذوه، و ما خالف كتاب الله فدعوه». ( الكافي 1: 55/ 1)
“Muhammad Ibn Ya’qûb berkata : dari Ali Ibn Ibrâhîm dari
ayahnya dari An-Naufali dari As-Saukani, dari Abu Abdillah bersabda :
Rasulullah saww bersabda : Sesungguhnya dari segala hal yang benar
adalah sebuah hakikah kebenaran, dan dari segala pahala adalah cahaya,
dan apa-apa yang sesuai dengan kitabullah maka ambillah dan yang
bertolak belakang dengan kitabullah tinggalkanlah”.
قول الإمام الصادق عليه السّلام: «إذا ورد عليكم حديثان
مختلفان فأعرضوهما على كتاب اللّه، فما وافق كتاب اللّه فخذوه، و ما خالف
كتاب اللّه فردّوه …» (وسائل الشيعة : 18:84)
“Perkataan Imam As-Sâdiq as : Jikalau datang kepadamu dua
hadits yang berbeda maka rujuklah kepada kitabullah , mana yang sesuai
dengan Quran maka ambillah dan yang tidak sesuai tolaklah”.
Isi dari hadits tersebut tidak lain dari perintah merujuk
kepada Alquran maka hadits yang tidak sesuai dengan Quran maka
tinggalkanlah dan yang sesuai ambillah, bahkan ditegaskan bahwa yang
sesuai dengan Quran itu dariku (Maksumin as) dan yang tidak sesuai itu
bukan dariku.
Hadits semodel ini banyak di dalam literatur Syiah, saya menuliskan sebagian hanya sebagai sebuah gambaran saja.
- Anjuran Imam Maksum as untuk mengkhatamkan Qur’an
من ختم القرآن بمكة من جمعة إلى جمعة و أقل من ذلك ، و خنمه
في يوم الجمعة، كتب الله له الأجر و الحسنات من أوّل جمعة كانت إلى آخر
جمعة تكون فيها، و إن ختم في سائر الأيام فكذلك.
Imam Baqir as berkata : Barangsiapa yang mengkhatam Alquran
di Mekkah dari hari Jumat ke hari Jumat lagi atau lebih sedikit dari
itu, dan mengkhatamnya di hari Jumat, Allah SWT menuliskannya pahala
(yang banyak) dan kebaikan ( yang berlimpah) dari awal jum’at sampai
akhir Jum’at. Dan yang mengkhatam di hari lainnyapun seperti demikian
(pahalanya) juga.
Khatam Quran menunjukkan Alquran telah ada dan terkumpul
seperti yang ada sekarang. Karena Khatam melazimkan membaca dari awalnya
sampai akhirnya, karena kalau adanya tahrif berupa kurang ayat maka
tidak bisa dikatakan “khatam” kalau dikatakan adanya penambahan ayat,
maka tidak ada wujudnya dan yang wujud di tangan syiah dari zaman Imam
Ali as ataupun di zaman Imam Baqir as sekalipun sama dengan muslimin
lainnya, lalu bagaimana bisa dikatakan adanya tahrif kurang dan tambah
di dalam mazhab Syiah?
- Dalil kitab yang ada ditangan kaum muslimin sudah lengkap
كتاب ربكم فيكم، مبيناً حلالح و حرامه و فرائضه و فضائله و ناسخه و منسوخه….
Kitab yang ada di tanganmu (kaum Muslim), penjelas halal dan haramnya , fardhu dan fadhailnya, nasikh dan mansukhnya…
Menjelaskan kesempurnaan alquran yang ada di tangan muslimin (Nahjulbalaghah , khutbah 1:23)
- Surat Imam Ridha as
Perlu kita ketahui bahwa Imam Ridha as adalah Imam ke
delapan di zaman kekhalifahan zalim Abbasiah Al-makmun yang bukan
syiahnya.
وأن جميع ما جاء به محمد بن الله هو الحق المبين والتصديق به
وبجميع من مضى قبله من رسل الله وأنبيائه وحججه والتصديق بكتابه الصادق
العزيز الذي (لا يأتيه الباطل من بين يديه ولا من خلفه تنزيل حكيم حميد)
وأنه المهيمن على الكتب كلها، وأنه حق من فاتحته إلى خاتمته نؤمن بمحكمه
ومتشابهه وخاصه وعامه ووعده ووعيده وناسخه ومنسوخه وقصصه وأخباره لا يقدر
أحد من المخلوقين، أن يأتي بمثله وأن الدليل بعده والحجة على المؤمنين
Imam Ridha as berkata : Sesungguhnya Jami’ (seluruh) apa
yang diturunkan Muhammad ibn abdillah adalah Haqqul mubin, dan
membenarkan dengannya seluruh (kitab ) sebelumnya dari utusan Allah SWT
dan para nabi-Nya, dan yang menjadi hujjah (keasliannya) dan
membenarkannya adalah Kitabullah Assadiq alaziz ayat- Yang tidak datang
kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Terpuji. Dan Hujjah ayat tersebut menjaga seluruh kitab ( quran)
seluruhnya (kandungannya), dan Alquran benar dari mulai Fatihahnya
sampai akhirnya , kami mengimani Almuhkamah dan mutasyabihah, alkhashah
dan ‘amah , janji dan ancamannya, nasikh dan mansukhnya, kisah dan
akhbarnya, tidak ada seorangpun dari makhluk yang mampu membuat
sepertinya, dan dalil setelahnya serta Hujjah bagi orang Mukmin.
-sangat jelas pernyataan Imam Ridha as membenarkan Quran yang ada di tangan Makmun yang bukan syiahnya.
- Peintah mengumpulkan Qur’an di masa Nabi Saw
Perlu diketahui para Ulama syiah dengan analisa yang
terperinci dan detail berkesimpulan bahwa Quran telah tersusun di jaman
Nabi saww seperti sekarang ini, karena banyak dalil yang menunjukkan hal
itu, baik itu di dalam kitab-kitab mazhab Syiah ataupun Suni. Dan yang
setelahnya adalah ikhtilaf dalam masalah qiraah, seperti yang dilakukan
penyatuan qiraah di zaman Utsman bin Affan – jadi Khalifah Utsman
bukanlah menyusun al-quran tetapi menyatukan qiraahnya dan kesepakatan
tulisan dalam huruf seperti titik dan harakat, sebagian berpendapat
urutan suratnya-,walaupun setelahnya masih terjadi perbedaan yang
mencapai qiraah tujuh sebagian mengatakan sampai sepuluh.
علي بن الحسين، عن أحمد بن أبي عبد الله، عن علي بن الحكم عن سيف، عن
أبي بكر الحضرمي، عن أبي عبد الله عليه السلام قال: إن رسول الله صلى الله عليه
وآله قال لعلي: يا علي القرآن خلف فراشي في المصحف والحرير
والقراطيس فخذوه واجمعوه ولا تضيعوه كما ضيعت اليهود التوراة، فانطلق علي
فجمعه في ثوب أصفر، ثم ختم عليه في بيته ….
dari Abi Abdillah as, Rasul
saww bersabda kepada Ali as :
Wahai Ali Alquran yang ada dibalik
tilam/kasur, didalam mushhaf dan kain serta kertas, ambillah dan
kumpulkanlah janganlah kau telantarkannya /menghilangkannya seperti
orang-orang Yahudi menelantarkan/menghilangkan tauratnya, maka
bersegeralah Ali untuk mengumpulkannya dan menyusunnya di dalam kain
yang kuat (dijilid) yang kuning, kemudian menyelesaikannya di rumahnya.
(Alamah majlisi -Biharulanwar 89/48).
Penyusunan dan pengumpulan Quran di zaman rasulullah saww
banyak tertulis di dalam kitab rujukan umat Islam, sebagian dari hadits
Suni seperti yang dinukil Al-khawarizmi di dalam kitab Al-manaqib dari
Ali ibn Ribah sesungguhnya Ali ibn Abi thalib as dan ibn Ka’ab
mengumpulkan dan menyusun Alquran Alkarim di zaman rasulullah saww.
c). Pernyataan para ulama Syiah Syeikh Shaduq (wafat-318 H)
Kitab Ali’tiqad 59-60;
اعتقادنا أن القرآن الذي أنزله الله على نبيه محمد صلى الله
عليه و آله هو ما بين الدفتين و هو ما في أيدي الناس ليس بأكثر من ذلك ،
ومبلغ سوره عند الناس مائة و أربع عشرة سورة ، وعندنا أن الضحى وألم نشرح
سورة واحدة ولإيلاف وألم تر كيف سورة واحدة ، ومن نسب إلينا أنا نقول أكثر
من ذلك فهو كاذب “
Keyakinan Kami bahwa Quran yang diturunkan Allah kepada
nabinya Muhammad saww dan quran itu diantara dua sisi, dan dia yang ada
di tangan manusia (sekarang) yang tidak ada lebih dari hal itu yaitu
yang berjumlah 114 surat, dan di kita(syiah) , surat dhuha dan alam
nasyrah dianggap satu surah, dan alilaf dengan alam tara kaifa dianggap
satu surah, dan yang menuduh kita lebih dari demikian maka hal itu
bohong.
Syeikh Mufid ( wafat 413 H).
Kitab Awailul Almaqalat , hal 54 – 56;
وقد قال جماعة من اهل الامامة : انه لم ينقص من كلمة ولا من آية ولا من سورة ..) الخ .. لتعلم مدى كذبه ودجله
Dan berkata ulama Jamaah dari Ahli Imamah (Syiah) : bahwa
sesungghunya Quran tidak ada kurang dari kalimat dan tidak pula dari
ayat dan tidak pula dari surah ….sampai kamu tahu siapa yang
membohonginya dan menipunya. (orang yang mengatakan adanya tahrif) Syeikh Murtadha ( wafat 436 H).
Risalah aljwabiah alula;
لأن القرآن معجزة النبوة ومأخذ العلوم الشرعية والاحكام
الدينية’ وعلماء المسلمين قد بلغوا في حفظه وحمايته الغاية حتى عرفوا كل شئ
اختلف فيه اعرابه وقراءته.. فكيف يجوز ان يكون مغيراً أو
منقوصاً مع العناية الصادقة والضبط الشديد ! وقال : ان القران كان على عهد رسول الله (ص) مجموعاً مؤلفاً على ما هو عليه
الآن ..)
… Sesungguhnya Quran sebuah mukjizah , yang meliputi
ilmu-ilmu Syar’iyyah dan Ahkam diniyyah, dan Ulama Muslimin telah banyak
menghapalnya dan menjaganya sampai dimana mereka mengetahui segala
kekeliruan ( kalau terjadi) didalamnya pada i’rabnya dan bacaannya, dan
bagaimana bisa Quran itu terdapat perubahan atau kekurangan sedangkan
banyak yang menjaganya dan menghapalnya dengan sangat banyaknya , maka
dia berkata : sesungguhnya Quran di zaman rasulullah saww telah
terkumpul , ditulis seperti sekarang ini.
Syeikh Thaifah -Syeikh Thusi ( 460 H)-syeikh thaifah adalah ulama ijma’ yang penting didalam mazhab Syiah.
Albayan fi tafsir Quran juz 1 hal 3:
أما الكلام في زيادته ونقصانه فمّما لايليق به ‘لأن الزيادة فيه
مجمع على بطلانها’
Dan pernyataan dalam ziadah ( lebih ) dan kurang dari quran
tidak layak karena kelebihan (ziadah) adalah secara sepakat merupakan
sebuah kebathilan. Syeikh Tabarsi (548 H).
(اما الزيادة فمجمع على بطلانها’ واما القول بالنقيصة فالصحيح من مذهب أصحابنا الامامية خلافه .
Ziadah (kelebihan) dan kekurangan ayat (didalam Alquran)
secara ijma adalah bathil maka yang betul dalam mazhab Imamiah (syiah)
adalah tidak sependapat dengannya (dengan kekurangan dan kelebihan)
( Majma Al-bayan juz 1 hal 15) Sayyid Ali ibn Thawus Alhilli ( 663 H).
إنَ رأي الإمامة هو عدم التحريف
Sesungguhnya pandangan Syiah Imamiah adalah ketiadaan tahrif Quran ( Sa’du AsSu’ud 144) Alamah Hilli (728 H).
جعل القول بالتحريف متنافياً مع ضرورة تواتر القرآن بين المسلمين
Anggapan Tahrif berlawanan dengan dharuriyat tawatur Alquran diantara muslimin
( Ajwibah Al-Masail Al-Muhawiah 121) Almaula Muhaqiq Ahmad Ardabili (993 H).
جعل العلم بنفي التحريف ضرورياً من المذهب .
Telah sampai tinggkatan al-‘ilm (qath’i) terhadap penafian tahrif adalah kedaruriatan Mazhab (syiah)
(Majma Alfaidah jilid 2 hal 218) Sayyid Nurullah Tastari Al-Mustasyhid (1029 H).
ما نسب الى الشيعة الامامية من القول بوقوع التغيير في القرآن
ليس مما قال به جمهور الامامية’ انما قال به شرذمة قليلة منهم لااعتداد
بهم فيما بينهم
Barangsiapa yang menisbatkan kepada syiah mengenai pendapat
adanya perubahan dalam Quran bukanlah pendapat Jumhur Imamiah (syiah)
,mereka yang mengatakan perubahan hanyalah segolongan kecil dari mereka
dikarenakan keyakinan mereka dengan apa yang ada diantara mereka (
Akhbariun)
(Kitab Mashaib An-Nashaib atau Al-Ala’ Arrahman 1/25) Al-Maula Muhaddits Muhammad ibn Hasan Feidz Al-kasyani (1090 H).
: (على هذا لم يبق لنا اعتماد بالنص الموجود’ وقد قال تعالى
:{ وَاِنهُ لكتاب عَزيز لا يَأتيهِ الباطل من بين يديه ولا من خَلفه} وقال
:{ وإنا نَحنُ نَزلنَا الذِكرَ وإنا لهُ لَحافِظون}. وأيضاً يتنافى مع
روايات العرض على القرآن . فما دل على وقوع التحريف مخالف لكتاب الله
وتكذيب له فيجب رده والحكم بفساده أو تأويله .
Setelah meriwayatkan sebuah hadits mengenai tahrif….
terhadap hal itu tidak ada bagi kita keyakinan (taharif) dikarenakan
adanya nash Quran, Allah berfirman :
sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia, Yang
tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun
dari belakangnya.
dan firman allah Ta’ala :
Sesungguhnya kami yang menurunkan Alquran dan kamilah yang menjaganya.
Dan juga berlawanan dengan riwayat-riwayat mengenai Quran ,
oleh sebab hadits apa saja saja yang menunjukkan tahrif quran
berlawanan dengan Kitabullah dan merupakan suatu kedustaan dan maka
wajib bagi kita untuk menolaknya dan menghukuminya dengan kefasidan,
atau dengan menak’wilnya. (tafsir Shâfi jilid 1 hal 33).
Syeikh Muhammad Ibn Hasan Hurr Al-Amili (1104 H);
: إن من تتبع الاخبار وتفحص التواريخ والآثار علم -علماً
قطعياً- بأن القرآن قد بلغ أعلى درجات التواتر’ وأن آلآلف الصحابة كانوا
يحفظونه ويتلونه’ وأنه كان على عهد رسول الله (ص) مجموعاً مؤلفاً
Sesungguhnya barangsiapa yang menelusuri akhbar (rwiayat)
dan meneliti Tarikh , dan atsar , telah diketahui – dengan ilmu
Qath’i-sesungguhnya Quran telah mencapai yang paling tinggi derajatnya
pada tingkatan mutawatir dan ribuan dari shahabat menghapal quran dan
membacanya dan hal itu pada zaman rasulullah saww telah terkumpul dan
tertulis quran tersebut ( Al-fushul Al-Muhimmah fi ta’lif Al-Ummah hal
166) Syeikh Ja’far kabir Kasyiful Ghitha (1228 H).
كذلك جعله من ضرورة المذهب بل الدين واجماع المسلمن واخبار النبي والأئمة الطاهرين .
…oleh sebab itu menjadikannya (penolakan tahrif) dari
daruriat Mazhab (syiah) bahkan agama (Islam umumnya) dan Ijma Muslimin
serta Akhbar dari Nabi saww dan Imam suci as. ( Kasyifulghtha , kitabulquran min Ashalat hal 298).
Syeikh Muhammad ibn Husein Kasyiful ghitha ( 1373 H);
جعل رفض احتمال التحريف أصلاً من اصول المذهب .اصل الشيعة واصولها
Penolakan terhadap kemungkinan Tahrif adalah bagian dari Ushul Mazhab , hal itu merupakan keaslian Syiah dan ushulnya.
Dan masih banyak lagi pernyataan ulama mutaqaddimin (terdahulu) ….
Ulama Mutaakkhirin sudah jelas dengan ijma’ nya menolak tahrif quran diantaranya :
Sayyid Khui;
إنَ من يدَعي التحريف يخالف بداهة العقل
(sesungguhnya yang beranggapan adanya tahrif maka berlawanan dengan kebadihiahan aqal ) (Al-Bayan fi tafsir Al-quran : 220).
Imam Khumaeni;
…والآن وبعد أن أصبحت صورته الكتبية في متناولنا بعد أن نزلت بلسان الوحي على مراحل ومراتب من دون زيادة أو نقصان وحتى لو حرف واحد.
Dan sekarang setelah menjadi bentuk secara kitabiah dan
kita menerimanya setelah turun dengan lisan wahyu para tahapan dan
susunan tanpa adanya lebih dan kurang walalupun satu huruf pun. Alquran
annaql akbar 1/66 dan puluhan para maraji mutaakhirin dalam kitabnya dan
fatwanya masing-masing.
Kesimpulan : Alquran merupakan Kitab Tsiql Akbar (pusaka
besar) yang terjamin keasliannya Dengan dalil yang mutawatir dan kuat
Alquran yang sekarang sama dengan di zaman nabi saww, bahkan ditegaskan
bahwa Alquran telah tersusun dan terkumpul sejak zaman Nabi saw.
Hadits-hadits yang mengandung tahrif adalah hadits dhaif (lemah) dan
sangat jarang. Hadits-hadits lemah tersebut terdapat didalam litelatur
Suni dan Syiah dan para ulama telah sepakat dalam penolakan hadits
tersebut. Hadits-hadits yang mengandung tahrif bertolak belakang dengan
dhahir kitab Alquran Quran Ali bukanlah quran yang berbeda dengan Quran
yang ada ditangan muslimin sekarang, akan tetapi perbedaan terletak pada
adanya keterangan penjelasan, takwil dan tafsir didalam Quran Ali.
Alquran syiah sama dengan alquran muslimin umumnya.
Post a Comment
mohon gunakan email