Pesan Rahbar

Home » , , , , , , » Syi’ah Pelopor ilmu Tafsir dan ilmu Hadis Serta ilmu Fikih

Syi’ah Pelopor ilmu Tafsir dan ilmu Hadis Serta ilmu Fikih

Written By Unknown on Saturday, 1 November 2014 | 20:08:00


Sebelum memulai pembahasan, perlu diingatkan kedudukan Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. sebagai pemulai dan pelopor dalam mengembangkan berbagai ilmu Ulumul Qur’an. Sesungguhnya beliau telah mendiktekan enam puluhan cabang ilmu Ulumul Qur’an, dan menyebutkan contoh yang khas untuk setiap cabang. Semua itu terhimpun dalam sebuah buku yang kami riwayatkan dari beliau melalui bebarapa jalur periwayatan yang tersedia pada kami sampai sekarang ini. Buku itu adalah pedoman pokok bagi setiap orang yang telah menulis mengenai macam-macam cabang ilmu Al-Qur’an.

Mushaf atau kitab pertama yang menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan urutan masa penurunannya setelah wafat Nabi saw. adalah mushaf Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. Terdapat sejumlah riwayat mengenai hal ini dari jalur Ahlulbait secara mutawatir, dan dari jalur Ahlisunah secara mustafidz (satu tingkat di bawah mutawatir). Sebagiannya telah kami singgung di dalam kitab pertama kami, yakni Ta’sisusy-Syiah li Fununil Islam. Di sana kami telah mendiskusikan pandangan Ibnu Hajar Al-Asqolani secara kritis.

Tentang Orang Pertama Yang Mengarang Kitab Mengenai Ilmu Tafsir Al-Qur’an.

Orang pertama yang mengarang buku seputar ilmu Tafsir ialah seorang tabi’in bernama Said ibn Jubair r.a. Kala itu, ia adalah orang yang paling ahli di bidang Tafsir di antara para Tabi’in, sebagaimana yang dilaporkan oleh As-Suyuthi di dalam Al-Itqon dari periwayatan Qotadah seraya menyebutkan tafsirnya. juga Ibn Nadim menyinggung nama Said di dalam Al-Fehrest tatkala menyebutkan karya-karya yang dikarang seputar tafsir Al-Qur’an. sementara itu, sebelum Said belum ada tafsir yang pernah dinisbahkan kepada selainnya.

Said meninggal dunia pada tahun 94 Hijriyah. tak syak lagi, ia adalah salah satu syiah yang tulus. ulama-ulama kami telah memberikan kesaksian ini secara tegas di dalam kitab-kitab ilmu Rijal, seperti Allamah Jamaluddin ibn Al-Muthahhar di dalam Al-Khulashah dan Abi Amr Al-Kasyi di dalam Kitabun fir-Rijal. yang terakhir ini di dalam kitabnya meriwayatkan sejumlah riwayat dari Imam-Imam a.s. mengenai sanjungan mereka kepadanya, kesyiahannya dan ketulusannya pada Syiah. Al-Kasyi mengatakan: “Dan alasan pembunuhan Hajjaj ibn Yusuf atas Said tidak lain adalah karena persoalan ini, yakni kesyiahaannya, pada tahun 94″.

Dan perlu diketahui bahwa sekelompok dari tabi’in Syiah telah memulai mengarang di bidang tafsir Al-Qur’an setelah Said ibn Jubair. Di antara mereka adalah As-Sudi Al-Kabir Islmail ibn Abdurrahman Al-Kufi Abu Muhammad Al-Qurasyi yang wafat pada tahun 127 H. Di dalam Al-Ithqon, As-Suyuthi mengatakan: “Karya tafsir terbaik adalah tafsir tafsir Ismail As-Sudi. Darinyalah para Imam-imam mazhab menukil banyak riwayat”.

Saya katakan bahwa selain As-Suyuthi, An-Najasyi pun telah menyebutkan tafsir As-Sudi. Begitu pula Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi di dalam Asma’ Mushannifis Syi’ah. Adapun Ibnu Qutaibah secara tegas memberikan kesaksiannya atas kesyiahan As-Sudi di dalam Kitabul Ma’arif, juga Ibn Hajar Al-’Asqolani di dalam At-Taqrib dan Tahzibut Tahzib. Ismail As-sudi adalah salah satu sahabat Imam Ali ibn Husein, Imam Muhammad Al-Baqir dan Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.

Di antara mereka adalah Muhammad ibn As-Saib ibn Bsyr Al-Kalbi, pengarang tafsir yang terkenal itu, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibn NAdim tatkala ia mengurut nama kitab-kitab yang dikarang berkenaan dengan tafsir Al-Qur’an. Ibn Uday dalam Al-Kamil-nya mengatakan: “Al-Kalbi mempunyai hadis-hadis yang sahih dan khas (syiah, pent.) yang diriwayatkannya dari Abi Soleh, dan ia terkenal di bidang tafsir. Bahkan, tidak ada seorang pun yang mengarang tafsir setebal dan seindah karya tafsir Al-Kalbi”.

As-Sam’ani mengatakan: “Muhammad ibn As-Saib, pengarang tafsir, adalah warga kota Kufah. Ia menganut ajaran Raj’ah. Anaknya bernama Hisyam yang bernasab mulia dan bermazhab Syiah yang kuat. Saya katakan bahwa Ibn Saib adalah seorang syiah dan sahabat dekat Imam Ali Zainal Abidin dan Imam Muhammad Baqir a.s. Ia wafat pada 146 H.

Di antara mereka adalah Jabir ibn Yazid Al-Ja’fi, seorang tokoh di bidang tafsir Al-Qur’an. Ia mempelajari ilmu ini dari Imam Muhammad Baqir a.s. dan ia termasuk orang-orang yang dekat dengan beliau. Jabir telah mengarang sebuah tafsir Al-Qur’an dan selainnya. Tercatat pada tahun 127 H ia meninggal dunia. Tafsir Jabir tidaklah sama dengan tafsir Imam Baqir yang telah disebutkan oleh Ibn Nadim tatkala ia mengurut nama kitab-kitab yang dikarang di bidang tafsir. Ibn Nadim mengatakan: “Kitab Muhammad ibn Ali ibn Husein Al-Baqir telah diriwayatkan oleh Abul Jarud Ziyad ibn Munzir, Imam mazhab Jarudiyah Zaidiyah”. Saya katakan bahwa  sekelompok dari perawi-perawi terpercaya Syiah seperti: Abu Bashir Yahya ibn Qosim Al-Asadi dan selainnya, telah menukil menukil kitab Imam Baqir tersebut dari Abul Jarud di masa-masa kemurnian kesyiahannya; yakni sebelum ia menjadi penganut Zaidiyah.

Tentang Orang Pertama Yang Mengarang Di Bidang Qira’ah Dan Merumuskannya Sebagai Ilmu, Dan Orang Pertama Yang Menghimpun Bacaan-bacaan Al-Qur’an.

Perlu dicatat bahwa orang pertama yang merumuskan ilmu Qira’ah adalah Aban ibn Taghlab Ar-Ruba’i Abu Said. Ia biasa juga dipanggil Abu Umaimah Al-Kufi. An-Najasyi di dalam Asma’ Mushannifis Syi’ah mengatakan: “Sesungguhnya Aban rahimahullah adalah pelopor di berbagai bidang ilmu Al-Qur’an, Fiqih dan Hadis. Aban juga memiliki bacaan tersendiri yang masyhur di kalangan para Qori’”. An-Najasyi dalam periwayatan kitab tafsir Aban mengurut sanadnya dari Muhammad ibn Musa ibn Abu Maryam, pengarang kitab Al-Lu’lu’, sampai ke Aban. Di sana Aban mengatakan: “Dan pertama-tama hanyalah Hamzah sebagai pelatihan…”.

Ibnu Nadim dalam Al-Fehrest menyebutkan karangan Aban mengenai ilmu Qira’ah. Ia mengatakan: “Di antara karya-karya Aban ialah kitab Ma’anil Qur’an yang indah, Kitabul Qira’ah dan Kitab minal Ushul mengenai ilmu Riwayat menurut mazhab Syiah”.

Setelah Aban adalah Hamzah ibn Habib, salah seorang Pencetus tujuh bacaan, yang mengarang kitab Al-Qira’ah. Ibn Nadim mengatakan di dalam Al-Fehrest: “Al-Qira’ah adalah kitab yang ditulis oleh Hamzah ibn Habib; salah seorang dari tujuh sahabat terdekat Imam Ja’far Ash-Shadiq”. Sementara itu, Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi telah menyinggung ihwal Hamzah ini di dalam Kitabur Rijal seputar sahabat-sahabat Imam Ash-Shadiq a.s. Dan telah ditemukan catatan yang ditulis oleh Syeikh Syahid Muhammad ibn Makki dari Syeikh Jamaluddin Ahmad ibn Muhammad ibn Al-Haddad Al-Hilli, yaitu demikian: “Al-Kisaie telah belajar Al-Qur’an pada Hamzah, dan Hamzah pada Abu Abdillah Ja’far Ash-Shadiq, dan Ash-Shadiq pada ayahnya, dan ayahnya pada ayahnya, dan ayahnya pada ayahnya, dan atahnya pada Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib”. Saya katakan bahwa Hamzah juga belajar pada Al-A’masy dan Himran ibn A’yan; yang keduanya adalah tokoh Syiah, sebagaimana yang akan kita kenal.

Hingga kini, belum ada nama yang dikenal selain Aban dan Hamzah dalam pengarangan kitab di bidang Qiroah. Misalnya, Adz-Dzahabi dan selainnya yang menulis mengenai generasi para pembaca Al-Qur’an mencatat bahwa orang pertama yang mengarang di bidang Qira’ah adalah Abu ‘Ubaid Al-Qosim ibn Salam yang wafat pada 224 H. Menurut catatan ini, jelas Aban telah memulai lebih dahulu, sebab Adz-Dzahabi sendiri dalam Al-Mizan dan As-Suyuthi di dalam Ath-Thabaqot menuliskan tahun wafat Aban pada 141 H. Maka itu, Aban 83 tahun lebih dahulu mengarang daripada Abu Ubaid. Begitu pula   sekaitan dengan Hamzah ibn Habib. Adz-Dzahabi dan As-Suyuthi menuliskan tahun kelahirannya pada 80 H dan tahun wafatnya pada 156. Ada yang mengatakan wafatnya pada 154 H, ada pula yang mencatatnya pada 158, kendati tahun yang terakhir ini tidak valid.

Ala kulli hal, dapat disimpulkan bahwa Syiah adalah pelopor di bidang penyusunan ilmu Qira’ah dan bacaan  Al-Qur’an. Fakta ini tidaklah luput dari kesadaran sang Penghafal Al-Qur’an Adz-Dzahabi dan sang penghafal Al-Qur’an dari Syam As-Suyuthi. Hanya saja, mereka hendak menunjukkan muslim pertama di antara Ahli Sunnah yang mengarang kitab di bidang Qira’ah, bukan di antara umat Islam secara umum.

Di samping itu, dalam perihal pengarangan kitab Qira’ah, terdapat sekelompok syiah selain yang telah saya sebutkan seperti: Ibn Sa’dan Abu Ja’far ibn Sa’dan Adl-Dlurair. Ia aktif sebagai penyusun ilmu Qira’ah sebelum Abu Ubaid. Pada pembahasan ‘Pembaca-pembaca Syiah’, Ibn Nadim dalam Al-Fehrest menuliskan: “Ibn Sa’dan adalah guru masyarakat Ahli Sunnah, salah seorang pembaca berdasarkan bacaan Hamzah, kemudian ia memilih bacaan untuk dirinya sendiri. Ia lahir di Baghdad, bermazhab Kufah (Syiah, pent.), wafat pada 131 di hari Arafah. Di antara karya-karyanya ialah Kitabul Qira’ah, Mukhtasharun Nahw. Dan ia pun memiliki kumpulan definisi, semacam kumpulan definisi Al-Fara’”.

Seperti juga Ibn Sa’dan adalah Muhammad ibn Al-Hasan ibn Abu Sarah Ar-RAwasi Al-Kufi, guru Al-Kisaie dan Al-Fara’. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Imam Muhammad Baqir a.s. Abu Amr Ad-Danie telah menyebutkannya di dalam Thabaqotul Qurra’, dan mengatakan: “Muhammad ibn Al-Hasan telah meriwayatkan ilmu Huruf dari Abu Amr dan belajar pada Al-A’masy; seorang ulama Kufi (Syiah, pent.). Ia mempunyai mazhab yang khas dalam Qira’ah yang juga dianut oleh sebagian orang. Darinyalah Khallad ibn Khalid Al-Manqori dan Ali ibn Muhammad Al-Kindi belajar ilmu Huruf, darinya pula Al-Kisaie dan Al-Farra’ meriwayatkan ilmu tersebut”.

Muhammad ibn Al-Hasan wafat pada belasan tahun setelah seratus hijriyah. Di antara karya-karyanya ialah Kitabul Waqf, Al-Ibtida’ dalam edisi besar dan kecil, dan Kitabul Hamaz sebagaimana yang dicatat oleh An-Najasyi di dalam Asma’ Mushannifis Syi’ah dan oleh selainnya.

Di sini perlu juga dibubuhkan nama Zaid, sang syahid. Ia mempunyai qiroah datuknya, Amiril Mukminin Ali bin Abu Thalib a.s., sebagaimana telah dinukil oleh Umar ibn Musa Ar-Rojhi. Di pembukaan kitab qiroah Zaid, Umar mengatakan: “Aku telah mendengar qira’ah ini dari Zaid ibn Ali ibn Al-Husein ibn Ali ibn Abi Thalib a.s. Sungguh aku tidak pernah menemukan orang yang paling mengerti tentang Al-Qur’an, ayat-ayat nasikh dan mansukhnya, bentuk dan tata bahasanya, selain Zaid ibn Ali”. Zaid wafat pada tahun 122 H dalam keadaan syahid di masa kekuasaan Hisyam ibn Abdul Malik, salah seorang raja dinasti Bani Umayyah. Di saat wafat, ia berusia 42 tahun, lantaran ia lahir pada 82 H.

Semua nama-nama yang telah saya bawakan di atas tadi benar-benar telah memulai lebih dahulu dalam penyusunan dan perumusan ilmu qiraah (pembacaan Al-Qr’an) daripada Abu Ubaid Al-Qosim ibn Salam. Dengan demikian, dapat dibuktikan kepeloporan kaum Syiah di dalam penggagasan dan penyusunan ilmu Qira’ah.

Tentang Orang Pertama Yang Mengarang di Bidang Ilmu Ahkamul Qur’an.

Ketahuilah bahwasanya orang yang pertama kali mengarang di bidang Ahkamul Qur’an (ilmu mengenai ayat-ayat hukum syariat) adalah MUhammad ibn As-Saib Al-Kalbi; seorang sabahat Imam Muhammad Baqir a.s. sebagaimana telah saya singgung namanya sebelum ini. Dalam rangka menghimpun nama kitab-kitab yang ditulis berkenaan ilmu Ahkamul Qur’an, Ibn Nadim di dalam Al-Fehrest mengatakan: “Kitab Ahkamul Qur’an yang ditulis oleh Al-Kalbi telah diriwayatkannya sendiri dari Ibn Abbas”.

Telah Anda ketahui bahwa Ibn As-Saib Al-Kalbi wafat pada tahun 146 H. Atas dasar ini, maka pendapat As-Suyuthi yang menegaskan bahwa Imam Asy-Syafi’ie adalah orang pertama yang menulis di bidang ilmu Ahkamul Qur’an, dapat diragukan kebenarannya. Sebab, Imam Asy-Syafi’ie wafat pada 204 H, pada usia 54 tahun.

Begitu juga pendapat lain As-Suyuthi di dalam Tobaqotun Nuhat; memastikan bahwa orang pertama menulis berkenaan dengan Ahkamul Qur’an ialah Al-Qosim ibn Ishbagh ibn Muhammad ibn Yusuf Al-Bayani Al-Qurthubi; seorang ulama Ahli hadis dan pakar bahasa dari Andalusia. Pendapat ini tampak lemah mengingat tahun wafat Al-Qosim jatuh pada 340 H.

Tentang Orang Pertama yang mengarang di bidang ilmu Gharibul Qur’an.

Ketahuilah bahwasanya orang pertama yang mengarang di bidang ilmu Gharibul Qur’an adalah tokoh Syiah tersohor yang bernama Aban ibn Taghlab. Ulama-ulama besar Syiah telah memberikan kesaksian atas hal ini. Kita juga dapat menyimak kesaksian dari Yaqut Al-Humawi di dalam Mu’jamul Udaba’ dan Jajaluddin As-Suyuthi di dalam Bughyatul Wu’at. Mereka semua menyatakan wafat Aban pada tahun 141 H.
As-Suyuthi di dalam kitab Al-Awail mengatakan: “Orang pertama yang mengarang di bidang Gharibul Qur’an ialah Abu Ubaidah Muammar ibn Al-Mutsanna. Dan ia menyatakan secara tegas akan tanggal wafatnya, yaitu pada tahun 209 H, sebagai mengatakan 208 H, sebagian lagi mengatakan 210 H , ada pula yang mencatat 211 H”. Namun, saya tidak menyangka bahwa As-Suyuthi lalai akan apa yang dia sebutkan sendiri berkenaan dengan riwayat hidup Aban bin Taghlab, dan menurut kesaksiannya bahwa Aban mempunyai kitab Gharibul Qur’an. Hanya saja As-Suyuthi hendak menyebutkan orang pertama yang mengarang di bidang ilmu ini dari warga Bashrah.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa Abu Ubaidah bukanlah dari kelompok Ahli Sunnah sehingga dilakukan pembelaan bahwa As-Suyuthi hendak menyebutkan orang pertama yang mengarang di bidang Gharibul Quran dari kaum Ahli Sunnah, karena Abu Ubaidah sendiri dari kelompok Khawarij Shafuriyyah, sebagaimana hal ini dikuatkan oleh kesaksian Al-Jahidz di dalam kitabnya,  Al-Hayawan yang baru saja dicetak pada akhir-akhir ini di Mesir.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa para pengharang di bidang Gharibul Qur’an setelah Aban bin Tghlab adalah sekelompok kaum Syiah. Di antara mereka ialah Abu ja’far Ar-Rawasi. Ia sendiri sudah lebih dahulu muncul daripada Abu Ubaidah. Selain Abu Ja’far adalah Abu Utsman Al-Mazani yang wafat pada tahun 248 H. Lalu Al-Farra’ yang wafat pada tahun 207 H, dan Ibnu Duraid Al-Kufi; seorang ahli sastra Arab yang wafat pada 321 H, dan Ali ibn Muhammad As-Simsathi. Dan akan dibawakan riwayat-riwayat hidup mereka masing-masing pada pasal Ilmu Nahwu dan pasal Ilmu Bahasa, serta bukti-bukti atas kesyiahan mereka.

Tentang Kepeloporan Syiah Dalam Penyusunan Ilmu Makna Qur’an.

Ketahuilah bahwa orang pertama dari kaum Syiah yang mengarang di bidang ma’anil Qur’an (makna-makna Al-Qur’an) ialah Aban bin Taghlab yang wafat pada tahun 141 H. Kitab Aban tentang bidang ini telah dinyatakan oleh Ibnu Nadim dalam kitabnya, Al-Fehrest, dan An-Najasyi di dalam kitabnya, Asma’Mushannifisy Syi’ah, dan selain mereka berdua. Saya sendiri tidak menemukan satu orang pun yang menyusun sebuah kitab berkenaan dewngan imu Ma’anil Qur’anm sebelum Aban. Perlu diakui bahwa terdapat selain Aban dari kelompok Syiah yang menyusun ilmu ma’anil Qur’an, yaitu Ar-Rawasi dan Al-Farra’. Ibnu Nadim mengatakan: “Kitab Ma’anil Qur’an yang dikarang oleh Ar-rawasi dan kitab Ma’anil Qur’an yang disusun oleh Al-Farra’ untuk Umar ibn Bakar. Kedua penulis ini adalah dari kaum Syiah.

Dan orang pertama yang mengarang kitab di bidang ilmu Nasikh wa Mansukh adal;ah Abdullah ibn Abdurrrahman Al-Ashamm Al-Masma’ie dari warga Bashrah. Ia adalah seorang tokoh Syiah dan sahabat dekat Imam Ja’dfar Ash-Shadiq a.s. Dan setelahnya adalah Darim ibn Qubaishah ibn Nahsal ibn Majma’, Abul hasan At-Tamimi Ad-Darimi, salah seorang tokoh utama Syiah. Ia berumur panjang sehingga dapat menjumpai Imam Ali Ar-Ridha a.s. dan wafat pada akhir-akhir abad kedua. Ia mempunyai kitab Al-Wujuh wan Nadzair, dan kitab An-Nasikh wal Mansukh. Dua kitab itu telah disebutkan oleh An-Najasyi di dalam Asma’ Mushannisy Syiah.

Pengarang setelah mereka berdua di atas ialah Al-Hasan ibn Ali ibn Al-fidhal; sahabat dejkat Imam Ali ibn Muasa Ar-Ridha. Ia Awafat [pada tahun 224 H. Lalu Syeikh Al-A’dham Ahmad ibn Muhammad ibn Isa Al-Asy’ari al-Qummi; yang juga sabahat dekat Imam Ali Ar-Ridha a.s. Ia berusia cukup panjang hingga menjumpai Imam Hasan Al-Askari.

Dan berdasarkan apa yang disimpulkan dari tulisan Jalaluddin As-Suyuthi, bAwha orang pertama yang mengaranmgh di bidang Ma’anil Quran ial;ah Abu Ubaidah Al-Qosim ibn Salam yang wafat pada tahun 224 H, dan ia semasa dengan Al;-Hasan ibn Ali ibn Fidhal yang juga mengarang kitab di bidang yang sama, dan muncul jauh setelah Al-Masmaie, bahkan setelah Darim ibn Qubaishah.

Ala kulli hal, kaum Syiah adalah pelopor-pelopor di bidang penyusunan ilmu Ma’anil Qur’an. Dan orang pertama yang menyusun berkenaan dengan Nawadirul Qur’an (Kelangkaan Al-Qur’an) ialah Ali ibn Husein bibn Fidhal. Ia adalah seroang tokok Syiah di abad ketiga. Di dalam Al-Fehrest, Ibnu Nadim mengatakan: “dan Syeikh Ali ibn Ibrahim ibn Hasyim yang menyusun kitab tentang Nawadirul Qur’an adalah seorang Syiah. Ali ibn hasan ibn Fidhal yang menulis kitab di bidang yang sama juga dari kaum Syiah. Begitu pula, Abu Nashr Al-‘Ayyasyi yang juga mengarang dibidang tersebut adalah seorang Syiah”.

Saya Katakan, bahwa Ahmad ibn Muhammad Al-Yasari; penulis dari warga Bashrah juga mempunyai kitab Nawadirul Qur’an. Pada waktu itu, Al-Yasari menuliskan kitab itu untuk Raja Thahir di jaman Imam Hasan Al-Askari. Begitu juga Abdul Hasan Muhammad ibn hmad ibn MuhammAd yang terkenal juga dengan nama Al-Haritsi mempunyai kitab Nawadir Ilmil Qur’an. An-Najasyi mengtakan: “Abdul Hasan Muhammad ibn Ahmad ialah salah seoranmg sahabat kami yang masyhur dalam keterpercayaannya”.

Lalu, orang pertama yang mengarang di bidang ilmu Mutasyabihul Qur’an (tentang makna-makna samar di dalam Al-Qur’an) adalah HamzAh ibn habib Az-ziyad Al-Kufi. Ia adalah pengikut sekaligus asalah seorang sahabat setia Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. Ia wafat pada tahun 156 H di Halwan. Ibnu Nadim mengatakan: “Kitab Mutasyabihul Qur’an adalah karya Hamzsh ibn Habib, dan ia dalah salah satu dari tujuh sahabat dekat Imam Ja’far Ash-Shadiq”. Begitu njuga Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi menggolongkannya swebagai salah satu sahabat dekat Imam Ash-Shadiq a.s.

Jauh sebelum kesaksian Ibnu Nadim dan Syiekh Ath-Thusi adalah Ibnu ‘Uqdah yang telah menganggap Hamzah sebagai salah seorang sahabat dekat Imam a.s. di dalam kitab Ar-Rijal. Dan terdapat sekelompok kaum Syiah terdahulu kami yang mengarang di bidang Mutasyabihul Qur’an, seperti Muhammad ibn Ahmad Al-Wazir yang hidup semasa dengan Syeikh Ath-Thusi. Ia memiliki kitab Mutasyabihul Qur’an. Selain Al-Wazir ialah Syeikh Rasyiduddin Muhammad ibn Ali ibn Syar-Asyub Al-Mazandarani yang wafat pada tahun 288. Ia mempunyai kitab Mutasyabihul Qur’an.

Lalu, orang pertama yang menyusun kitab mengenai ilmu Maqthu’ul Qur’an wa Maushuluhu (sambungan dan putusan ayat-ayat Al-Qur’an) ialah Syeikh Hamzah ibn Habib. Muhammad ibn Ishaq yang dikenal juga dengan nama Ibnu NAdim  telah menyebutkan di dalam kitab Al-Fehrest bahwa sebuah kitab  Maqthu’ul Qur’an wa Maushuluhu adalah karya Hamzah ibn Habib; salah seorang tujuh sahabat dekat Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.”.

Lalu, orang pertama yang meletakkan titik-titik huruf dan tanda-tanda baca (i’rab) serta menjaganya dari tahrif (distorsi) di berbagai banyak buku adalah Abul Aswad, dan di sebagian buku adalah Yahya ibn Ya’mur Al-‘Idwani; yaitu murid Abul Aswad sendiri. Namun yang pertama lebih tepat. Walhasil, siapapun mereka itu, bisa dikatakan bahwa keutamaan dan kepeloporan berada pada kaum Syiah, sebab Abul Aswad maupun Yahya adalah dua orang Syiah, sebagaimana kesaksian mufakat para ulama. Dan telah kita bawakan berbagai macam teks serta bukti atas kesyiahan mereka di dalam kitab asli saya, yaitu Ta’sisusy Syi’ah li fuinunil Islam.

Lalu, orang pertama yang menyusun kitab di bidang Majazul Qur’an (Metaforika Al-Qur’an) sejauh yang saya ketahui, ialah Al-Farra’; nama lengkapnya adalah yahya Ibn Ziyad yang wafat pada tahun 207 H, sebagaimana yang akan dibawakan riwayat hidupnya pada pembahasan mengenai tokoh-tokoh ilmu Nahwu. Dan Al-Maula Abdullah Afandi di dalam Riyadul ‘Ulama menyatakan secara tegas bahwa Yahya ibn Ziyad Al-Farra’ ialah seorang Syiah. Ia mengatakan: “Dan apa yang dikatakan oleh As-Suyuthi mengenai kecenderunagn Al-Farra’ kepada Mu’tazilah mungkin berpangkal dari kerancuan sebagian besar ulama Ahli Sunnah berkenaan dengan prinsip-prinsip Syiah dan prinsip-prinsip Mu’tazilah. Padahal, Al-Farra’ itu sendiri ialah seorang Syiah Imamiyah”.

Selain itu, ada sekelompok orang Syiah yang menulis kitab berkenaan dengan majaz Al-Qur’an. Di antara karangan yang terbaik sekaitan dengan ilmu ini adalah kitab Majazatul Qur’an; karya Sayyid Syarif Radhi Al-Musawi, saudara Sayyid Al-Murtadha.

Lalu, orang pertama yang mengarang kitab di bidang ilmu Amtsalul Qur’an (pribahasa Al-Qur’an) ialah Syeikh Muhammad ibn Muhammad ibn Al-Junaid. Ibnu Nadim di dalam kitab Al-Fehrest, yaitu tatkala sampai di akhir bagian ulasannya tentang kitab-kitab yang dikarang mengenai berbagai makna Al-Qur’an, menyebutkan: “Kitab Amtsalul Qur’an adalah karya Ibnu Junaid”. Di sini, saya sendiri tidak menemukan seorang pun yang mengarang kitab mengenai ilmu ini sebelum Ibnu Junaid.

Lalu, orang pertama yang mengarang kitab tentang Fadhailul Qur’an (Keutamaan-keutamaan Al-Qur’an) ialah Ubay ibn Ka’ab Al-Anshari, seorang sahabat Nabi saw. masih di dalam Al-Fehrest, Ibnu Nadim menyatakan hal ini. Dan sepertinya Jalaluddin As-Suyuthi tidak mengetahui keutamaan Ubay ini sebagai pelopor penyusunan ilmu ini. Maka itu, dapat dimaklumi bila ia mengatakan bahwa orang pertama yang menulis kitab di bidang Fadhailul Qur’an ialah Imam Muhammad ibn Idris Asy-Syafi’ie yang wafat pada tahun 204 H. Kemudian Sayyid Ali ibn Sadruddin Al-Madani, pengarang As-Salafah, telah menyatakan kesyiahan Ubay ibn Ka’ab di dalam kitab Ath-Thabaqot; nama lengkapnya ialah Ad-Darajatur Rafi’at fi Thabaqot Syi’ah. Di sana, Al-Madani membawakan berbagai bukti atas kesyiahan Ubay. Dan di dalam kitab Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam, saya telah menambahkan bukti-bukti lain atas hal itu.

Dan ada sekelompok dari kaum Syiah juga mengarang di bidang yang sama. Di antara mereka ialah Al-Hasan ibn Ali ibn Abu Hamzah Al-Bathayini dan Muhammad ibn Khalid Al-Barqi. Kedua-duanya hidup di masa Imam Ali Ar-Ridha. Dan Ahmad ibn Muhammad Al-Yasari, Abu Abdillah seorang penulis dari Basrah yang hidup di jaman Khalifah Dzahir dan Imam Hasan Al-Askari a.s. Ada pula nama-nama selain mereka, yaitu Muhammad ibn Mas’ud Al-‘Ayyasyi, Ali ibn Ibrahim ibn Hasyim, Syeikh Al-Kulaini dan Ahmad ibn Muhammad ibn Ammar Abu Ali Al-Kufi yang wafat pada tahun 346 H, serta mana-nama lain dari ulama terdahulu kami.

Lalu, orang pertama yang mengarang kitab di bidang Asba’ul Qur’an (Tujuh Bacaan Al-Qur’an) ialah Hamzah ibn Habib Al-Kufi Az-Ziyab; salah seorang dari tujuh tokoh pembaca Syiah. Sebagaimana telah saya bawakan kesaksian atas kesyiahannya dari tokoh-tokoh terkemuka Islam. Di dalam Al-Fehrest, Ibnu Nadim telah menyebutkan kitab Asba’ul Qur’an dan kitab Hudud Ayil Qur’an, dan mengatakan bahwa kitab tersebut adalah karya Hamzah. Dan sejauh ini, saya tidak mengetahui seorang pun yang mendahului Hamzah dalam mengarang kitab tentang ilmu ini.

Tentang Tokoh-tokoh Ilmu Al-Qur’an Dari Kaum Syiah.

Di antara mereka adalah Abdullah ibn Abbas. Ialah orang pertama dari kaum Syiah yang mengdiktekan tafsir Al-Qur’an. Seluruh ulama kami telah memberikan kesaksian mereka atas kesyiahan Ibn Abbas. Mereka juga memberikan keterangan riwayat hidupnya secara baik, seperti Sayyid Ali ibn Sadruddin Al-Madani, di dalam kitab Ad-Darajatur Rafi’at fi Thabaqot Syi’ah. Dan saya sendiri telah mengulas perihal pribadinya ini di dalam Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam secara memadai. Ibn Abbas wafat pada tahun 67 H di kota Thaif, dan menjelang wafatnya, ia berikrar di dalam doanya; “Ya Allah, Sungguh aku memohon kedekatan diriku kepadamu dengan kesetiaanku pada kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib alahis-salam”.

Di antara mereka adalah Jabir ibn Abdullah Al-Anshari; seorang sahabat mulia Nabi saw. Sebagaimana yang dicatat oleh Abul Khair di dalam Tabaqotul Mufassirin, Jabir tergolong sebagai bagian dari jajaran pertama para mufassir. Fadhl ibn Syadzan An-Naysyaburi; seorang sabahat Imam ali Ar-Ridha a.s. mengatakan bahwa Jabir ibn Abdullah Al-Anshari ra. Adalah dari kelompok terdahulu/pertama yang merujuk kepada Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s. masih berkaitan dengan ihwal pribadi Jabir, Ibnu ‘Uqdah mengatakan:”Ia begitu tulus kepada Ahlulbait”. Dan saya sendiri stelah menyebyutklan di Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam beberapa keterangan tambahan mengenai dirinya. Jabir ibn Abdullah meninggal di Madinah pada tahun 70 H, yakni pada usia 94.

Di antara mereka adalah Ubay ibn KA’ab; pemuka para qorie (pembaca bacaan khas Al-Qur’an). Para ulama dan ahli sejarah mencatatnya berada di jajaran pertama dari silsilah kedudukan para mufassir. Ia adalah seorang sahabat Nabi saw. Dan ia sebagaimana yang sudah diketahui, adalah seorang Syiah. Riwayat hidup Ubay dicatat secara memadai oleh Sayyid Ali ibn Sadruddin Al-Madani di dalam Ad-Darajatur Rafi’at fi Thabaqot Syi’ah. Dan secara rinci lagi, saya telah membawakan riwayatnya di dalam Tasisusy Syi’ah li Fununil Islam.

Termasuk dari tokoh-tokoh ilmu Al-Qur’an yang datang setelah nama-nama sahabat di atas ialah para tabi’in. Di antara mereka ialah Sa’id ibn Jubair; seoranmg tabi’in yang paling ulung di bidang tafsir, sebagaimana kekasksian Qotadah atas hal ini. Sebagaimana pengarang Al-Itqon, yaitu As-Suyuthi. Dan telah saya bawakan bukti-bukti atas kesyiahan Sa’id.

Di antara para Tabi’in adalah Yahya ibn Ya’mur; seorang tabi’in danm tokoh Syiah di bidang ilmu Al-Qur’an. Ibnu Khalqan mengatakan: “Yahya adalah salah satu qorie; imam bacaan Al-Qur’an dari Bashrah, dan kepadanya Abullah ibn Ishaq belajar qiroah (bacaan Al-Qur’an). Ia amat menguasai Al-Qur’an, ilmu Nahwu dan berbagai cabang ilmu bahasa Arab. Yahya mempelajari Nahwu pada Abul Aswwad aD-Duali. Dan ia dikenal sebagai seorang tokoh dari jajaran pertama kaum Syiah yang mengakui kedudukan tinggi Ahlulbait, tanpa merendahkan orang mulia selain mereka. Dan saya telah menyebutkan sebaigian riwayat hidupnyua di dalam Tasisusy Syi’ah li Fununil Islam, yaitu ketika membahas tokoh-tokoh ilmu Nahwu.

Di antara para tabi’in ialah Abu Soleh. Ia dikenal pula dengan panggilan kuniyahnya. Abu Soleh merupakan murid Ibnu Abbas di bidangh Tafsir Al-Qur’an. Nama asli Abu soleh sendiri adalah Mizan Bashri; seorang tabi’in Syiah. Syeikh Mufid Muhammad ibn Nu’man di dalam Al-Kafiah fi Ibtholi taubatil Khotiah, telah memberikan kesaksian atas kesyiahan dan keterpercayaan Abu Soleh, yaitu tatkala Syeikh Mufid menyinggungnya setelah mengulas ihwal Ibnu Abbas. Abu Soleh wafat pada tahun 100 H.

Di antara para Tabi’in ialah Thawus ibn Kisan Abu Abdillah Al-Yamani. Ia mempelajari tafsir pada Ibnu Abbas. Syeikh Ahmad ibn Taimiyah menganggapnya sebagai oang yang paling mengusai tafsir, sebagaimana yang dicatat pula di dlam Al-Itqon oleh Jalaluddin As-Suyuthi. Dan Ibnu Qutaibah di dalam kitab Al-Ma’arif memberikan kesaksian atas kesyiahan Thawus. Di cetakan Mesir, halaman 206, Ibnu Qutaibah mengatakan: “Di antara kaum Syiah adalah Al-Harts Al-A’war, Sha’sha’ah ibn Shuhan, Ashbagh ibn Nabatah, Athiyah Al-‘Aufi, Thawus dan Al-A’masy”. Thawus meninggal di Makkah pada tahun 106 H. Dan ia dikenal senbagai oang yang amat setia pada Imam Ali ibn Husein As-Sajjad a.s.

Di antara para Tabi’in Adalah Al-A’masy Al-Kufi Sualiaman ibn Mehran Abu Muhammad Al-Asadi. Dan sebagiaman yang telah lalu, Ibnu Qutaibah telah memebrikan kekaskisan atas kesyiahannya. Begitu pula Syahristanmi di dalam kitab Al-Milal Wan Nihal serta selain mereka berdua. Dan di antara ulama kami yang memberikan kesaksian yang sma ialah Syeikh Syahid tsani Zainuddin di dalam Hasyiyatul Khulashah dan Muhaqqiq Bahbahani di dalam At-Ta’liqoh dan Mirza Muhammad Baqir Ad-Damad di dalam Ar-Rawasyih. Dan saya telah membawakan teks-teks yang menyuatakan kesaksian mereka atas kesyaiahan Al-A’masy di dalam kitab Tasisusy Syi’ah li Fununil Islam. Di sana yang menambahkan beberapa kesaksian lain. Al-A’masy Al-Kufi meningal pada tahun 148 H pada usia 88.

Di antara pata tabi’in uialah Sa’id ibn Al-Musayyab. Ia belajar fatsir pada Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib a.s. dan Ibnu Abbas. Ia tyumbuh cerdas di bawah pendidikan guru pertamanya dan ia menyertainya dan tidak pernah berpisah dengannya. Ia telah mengikuti perbabagai peperanagn secara langsung di dalamnya.

Dan Imam Ja’far Ash-Shadiq  dan Imam Ali Ar-Ridha A.s. telah memberikan eksaksian atas kesyiahan Sa’id, sebagimana yang tercatat di dalam juz ketiga dari kitab Qurbul Isnad, karya Al-Humairi. Sa’id ibn Al-Musayyab adalah seorang imam qiroah di madinah dan telah dinukil dari Ibnu Al-Madaini bahwa “Aku tidak mengenal dari kaum tabi’in yang lebih luas ilmu dan wasasannya daripada Sa’id ibn Al-Musayyab”. Sa’id wafat pada tahun 70, yaitu ketika ia berusia lebih dari 80.

Tentang Orang Pertama Penghimpun Hadis di Pertengahan Abad Kedua.

Dari kaum Syiah yang menyusun kitab-kitab, pokok-pokok akidah dan perincian hukum-hukum yang diriwayatkan dari jalur Ahlulbait adalah mereka yang hidup di masa-masa orang yang disebutkan berkenaan dengan orang pertama yang mengumpulkan riwayat dari kalangan Ahli Sunnah. Mereka meriwayatkan hadis-hadis dari Imam Ali Zainal Abidin a.s. dan dari putranya; Imam Muhammad Baqir a.s. Di antara mereka adalah Aban bin Taglab. Ia telah meriwayatkan tiga puluh ribu hadis dari Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.

Ada pula Jabir ibn Yazid Al-Ja’fi yang meriwayatkan tujuh puluh ribu hadis dari Imam Muhammad Al-Baqir a.s., dari ayah-ayah beliau hingga Rasulullah saw. Jabir mengatakan: “Aku memiliki lima puluh ribu hadis yang belum aku sampaikan. Semuanya dari Rasulullah saw. dari jalur Ahlulbait a.s.

Terdapat nama-mana lain yang melakukan penghimpunan dan periwayatan  hadis sebanyak di atas tadi, seperti Abu Hamzah, Zurarah ibn A’yan, Muhammad ibn Muslim Ath-Thaifi, Abu Bashir Yahya ibn Al-Qosim Al-Asadi, Abdul Mu’min ibn Al-Qosim ibn Qois ibn Muhammad Al-Anshari, Bassam ibn Bdullah Ash-Shairafi, Abu Ubaidah Al-Hidzaie Ziyad ibn Isa Abu Raja’ Al-Kufi, Zakaria ibn Abdullah Al-Fayyad Abu Yahya, Jahdar ibn Al-Mughirah Ath-Thaie, Hajar ibn Zaidah Al-Hadhrami Abu Abdillah, Muawiyah ibn Ammar ibn Abi Muawiyah, Khabbab ibn Abdillah, Al-Mutthalib Az-Zuhri Al-Qurasyi Al-Madani, dan Abdullah ibn Maimun ibn Al-Aswad Al-Qoddah. Saya telah sebutkan kitab dan riwayat hidup mereka masing-masing di dalam Ta’sisusy Sy’ah li Fununil Islam.

Sementara itu, Tsaur ibn Abu Fakhitah Abu Jaham telah meriwayatkan hadis-hadis dari sekelompok sahabat Nabi saw. Dan ia memiliki sebuah kitab utuh dari Imam Muhammad Baqir a.s.

Tentang Orang Pertama Dari Kaum Syiah Yang Menyusun Kitab Hadis Setelah Pertengahan Abad Kedua.
Terdapat sekelompok sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. yang meriwayatkan hadis dari beliau dan menghimpunnya ke dalam empat ratus kitab dengan judul Al-Usul. Syeikh Imam Abu Ali Al-Fadhl ibn Al-Hasan Ath-Thabarsi di dalam kitabnya, A’lamul Wara’, mengatakan: “Dinukil secara hampir mutawatir oleh banyak kalangan bahwa orang-orang yang meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. adalah mereka yang tergolong dari tokoh-tokoh ilmu yang jumlah mereka mencapai empat ribu. Lalu, mereka menyusun hadis-hadis tersebut ke dalam empat ratus kitab yang dikenal di tengah kaum Syiah dengan nama Al-Usul. Kemudiadan, kitab ini diriwayatkan oleh sabahat-sahabat Imam Ash-Shadiq a.s. dan oleh sahabat-sahatbat putra beliau; Imam Musa Al-kadzim a.s.”.

Sementara itu Abul Abbas Ahmad ibn ‘Uqdah telah menulis sebuah buku terpisah dengan judul Kitabu Rijali Man Rowa ‘an Abi Abdillah Ash-Shadiq. Kitab ini secara khusus menghimpun nama-nama mereka yang meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi bahkan menyebutkan dan menghitung karangan-karangan mereka masing-masing di dalam bab Ashabu Abi Abdillah Ash-Shadiq dari kitabnya;  Ar-Rijal, yaitu kitab yang disusun menurut nama-nama sahabat setiap dua belas imam Ahlulbait a.s.

Tentang Jumlah Kitab yang dikarang olrh orang Syiah tentang Hadis dari Jlur  Ahlulbait, sejak masa Imam Ali bin Abi Thalib sampai masa Imam Hasan Al-Askari a.s.

Ketahuilah bahwa jumlah kitab-kitab itu  melebihi angka 6600, sebagaimana yang dicatat oleh Syeikh Al-Jahidz Muhammad ibn Al-Hasan Al-Hurr, penulis Al-Wasail. Bahkan, ia menyatakan jumlah tersebut secara tegas di dalam bab keempat dari kitabnya yang besar tentang hadis, yaitu Wasailusy Syiah ila Ahkamisy Syari’ah. Semua ini juga telah saya sebutkan data-data yang menguatkan jumlah di atas tadi di dalam kitab saya yang berjudul Nuhayatud Dirayah fi Usuli Ilmul Hadis.

Tentang Generasi Berikut yang Menjadi Tokoh Ilmu Hadis dan Penyusun Kitab-kitab Induk yang Hingga Kini Merupakan Rujukan Hukum-hukum Syar’i Kaum Syiah.

Ketahuilah bahwasanya tiga Muhammad pertama adalah tokoh terdepan dalam penyusunan empat kitab induk hadis. Yang pertama ialah Muhammad ibn Ya’qub Al-Kulaini, penyusun kitab Al-Kafi. Ia wafat pada tahun 328 H. Di dalam kitab tersebut, Al-Kulaini telah mencatat 16099 hadis, lengkap dengan sanad-sanadnya.

Kedua ialah Muhammad ibn Ali ibn Al-Husein ibn Musa ibn Babaweih Al-Qummi yang wafat pada tahun 381 H. Ia dikenal juga dengan panggilan Abi Ja’far Ash-Shaduq. Ia telah menyusun 1400 kitab tentang ilmu hadis. Yang terbesar di antara kitab-kitab Ash-Shaduq adalah kitab  Man La Yahdhuruhul Faqih yang memuat 9044 hadis mengenai hukum-hukum syariat dan sunah-sunah.

Ketiga adalah Muhammad ibn Al-hasan Ath-Thusi yang terkenal dengan gelar Syeikh Ath-Thoifah. Ia telah menulis kitab Tahdzibul Ahkam, dan menyusunnya ke dalam 393 bab, dan mencatat hadis sebanyak 13590. Kitab Ath-Thusi lainnya adalah Al-Istibshor yang memuat 920 bab sehingga mencakup 5511 hadis. Inilah empat kitab induk yang menjadi rujukan utama kaum Syiah.

Kemudian tibalah peran tiga Muhammad terakhir yang juga tergolong sebagai tokoh kitab induk hadis. Pertama ialah Imam Muhammad Al-Baqir ibn Muhammad At-Taqie. Ia terkenal dengan nama Al-Majlisi. Kitab besar yang ditulis Al-Majlisi adalah kitab Biharul Anwar; fil Ahaditsil Marwiyyah ‘anin Nabi wal Aimmah min Alihil Ath-har. Kitab ini disusun sebanyak 26 jilid tebal. Dapat dikatakan bahwa kitab ini telah menjadi pegangan kaum Syiah. Sebab, tidak ada kitab induk hadis yang paling lengkap selain kitab Biharul Anwar. Sehingga Tsiqotul Islam Allamah An-Nurie menulis sebuah kitab yang berjudul “Al-Faidhul Qudsi fi Ahwalil Al-Majlisi” dan dicetak di Iran, yakni sebuah kitab yang secara khusus mengulas ihwal kehidupan Al-Majlisi.

Kedua ialah Muhammad ibn Murtadha ibn Mahmud, seorang tokoh besar ilmu hadis dan guru utama di dua bidang ilmu aqli dan naqli. Ia lebih dikenal dengan nama Muhsin Al-Kasyani dan julukan Al-Faidh. Kitab hadis yang ditulis olehnya berjudul Al-Wafi fi Ilmil Hadis, yang ketebalannya mencapai 14  jilid, dan setiap jilidnya merupakan kitab tersendiri. Kitab Al-Wafi menghimpun hadis-hadis yang termaktub di dalam empat kitab induk terdahulu berkenaan dengan akidah, hukum syariat, akhlak dan sunah-sunah. Usia Muhsin Al-Kasyani mencapai 84 tahun dan wafat pada tahun 1091 H. Dalam rentang usainya yang panjang itu, ia telah mengarang kurang lebih dua ratus kitab dari berbagai bidang ilmu.

Ketiga ialah Muhammad ibn Al-Hasan Al-Hurr Asy-Syami Al-‘Amili Al-Masyghari, seorang ulama hadis yang mayshur di kalangan ahli hadis dengan gelar Syeikhusy Syuyukh (guru ulama). Ia menulis kitab Tafshil Wasailsy Syi’ah ila Tahshil Ahaditsusy Syariah, dan penyusunannya mengacu pada kitab-kitab Fiqih. Di antara kitab-kitab induk hadis, kitab hadis Al-‘Amili ini tergolong sebagai kitab yang paling  banyak diakses oleh ulama. Di dalamnya telah tercatat hadis-hadis yang dinukil dari 80 kitab induk hadis, 70 dari jumlah itu dinukil dengan perantara, dan dicetak berkali-kali di Iran. Bisa dikatakan bahwa kaum Syiah sekarang lebih berkutat pada kitab ini. Muhammad Al-‘Amili dilahirkan pada bulan Rajab 1033 dan wafat pada tahun 1204 H di Thus-Khurasan (salah satu propinsi di bagian barat Iran, pent.)

Dan Syeikh Allamah Tsiqotul Islam Al-Husein ibn Allamah An-Nuri telah menghimpun hadis-hadis yang tidak dicatat oleh penulis Wasailusy Syi’ah, dan menyusunnya di dalam sebuah kitab berjilid berdasarkan susunan bab-bab kitab Wasailusy Syi’ah, dan meletakkan judul Mustadrokul Wasail wa Mustanbatul Masail padanya. Secara umum, kitab ini bentuk lain dari kitab Wasailusy Syi’ah. Dan dapat dikatakan bahwa kitab Syeikh An-Nuri ini merupakan kitab hadis Syiah yang paling besar, dimana Syeikh telah menyelesaikannya pada tahun 1319 H. Ia wafat pada 28 Jumadil Akhir 1320 H.

Dan masih banyak kitab-kitab induk hadis yang disusun oleh ulam-ulama besar hadis Syiah. Di antaranya ialah kitab Al-‘Awalim sebanyak 100 jilid, karya seorang ahli hadis yang tersohor bernama Syeikh Abdullah ibn Nurullah Al-Bahrani. Ia hidup semasa dengan Allamah Al-Majlisi, pengarang kitab Biharul Anwar yang telah kami singgung di atas tadi.

Selain Al-‘Awalim adalah kitab Syarhul Istabshor fi Ahaditsul Aimmatil Ath-har yang disusun  oleh Syeikh Qosim ibn Muhamad ibn Jawad ke dalam beberapa jilid besar, mirip dengan kitab Biharul Anwar. Syeikh Qosim dikenal dengan panggilan Ibnu Al-Wandi dan panggilan Faqih Al-Kadzimi. Ia hidup semasa dengan Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan Al-Hurr; pengarang kitab Wasailusy Syi’ah sebagaimana telah disinggung. Syeikh Qosim adalah salah seorang murid utama  datuk saya, Allamah Sayyid Nuruddin; saudara Sayyid Muhammad pengarang kitab Al-Madarik.

Selain itu adalah kitab Jami’ul Akhbar fi Idhohil Istibshor. Kitab ini tergolong kitab hadis yang besar yang disusun ke dalam banyak jilid oleh Syeikh Allamah Abdullatif ibn Ali ibn Amhmad ibn Abu Jami’ Al-Haritsi Al-Hamadani Asy-Syami Al-‘Amili. Ia menimba ilmu dari Syeikh Al-Hasan ibn Abu Mansur ibn Asy-Syahid Syeikh Zainuddin Al-‘Amili, pengarang kitab Al-Ma’alim dan Al-Muntaqo, dan salah seorang ulama abad kesepuluh Hijriyah.

Selain itu adalah kitab induk besar yang berjudul Asy-Syifa fi Hadis Alil Mushtafa. Kitab ini mencakup beberapa jilid tebal, disusun oleh seorang ulama peneliti hadis yang ulung, yaitu Syeikh Muhammad Ar-Ridha, putra seorang ahli Fiqih; Syeikh Abdullatif At-Tabrizi. Syeikh Ar-Ridha telah merampungkan penulisan kitab tersebut pada tahun 1158 H.

Selain itu adalah kitab Jami’ul Ahkam yang tercetak hingga mencapai 25 jilid besar, disusun oleh Allamah Abdullah ibn Sayyid Muhammad Ar-Ridha Asy-Syubbari Al-Kadzimi. Pada masa itu, ia dikenal sebagai guru besar kaum Syiah dan penulis unggul. Dapat dikatakan bahwa setelah era Allamah Al-Majlisi, tidak ada ulama yang mengarang kitab lebih banyak daripada karya-karyanya. Sayyid Muhammad Ar-Ridha wafat di Al-Kadzimain pada tahun 1242 H.

Tentang Kepeloporan Kaum Syiah dalam Menggagas Ilmu Dirayah dan Membaginya ke Beberapa Cabang Utama.

Orang pertama yang memulai perintisan dan pengagasan ilmu ini ialah Abu Abdillah Al-Hakim yang lahir di Naysyabur (sebuah kota di Propinsi Khurasan-Iran, pent.). Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abdullah. Ia wafat pada 405 H. Semasa hidupnya, Al-Hakim telah mengarang sebuah kitab yang berjudul Ma’rifatu Ulumil Hadis setebal lima jilid, lalu membagi ilmu-ilmu hadis ke lima puluh cabang. Kitab Kasyful Dzunun telah menyatakan kesaksiannya atas kepeloporannya dalam penggagasan ilmu tersebut, dan mengatakan: “Orang pertama yang memulai penggagasan dan pembagian ilmu Hadis ialah Muhammad ibn Abdullah dari Naysyabur, kemudian diikuti oleh Ibnu Ash-Shalah”.

Sementara itu, Al-jahidz As-Suyuthi menyebutkan di dalam kitab Al-Wasail fil Awail, bahwa orang pertama yang menyusun macam-macam ilmu Hadis dan membaginya menjadi beberapa cabang yang masih dikenal sampai sekarang ialah Ibnu Ash-Shalah. Ia wafat pada tahun 643 H. Data ini tidaklah bertentangan dengan apa yang telah kami bawakan di atas itu. Sebab, Al-Jahidz hendak menyebutkan orang pertama yang mengerjakan hal itu dari kaum Ahli Sunnah, sedangkan Abu Abdillah Al-Hakim adalah seorang Syiah berdasarkan kesepakatan para ulama Ahli Sunnah dan Syiah. Syeikh As-Sam’ani di dalam Al-Ansab, Syeikh Ahmad ibn Taimiyah dan Al-Jahidz Adz-Dzahabi di dalam Tadzkirotul Huffadz telah menyatakan secara tegas ihwal kesyiahan Al-Hakim.

Bahkan di dalam Tadzkirotul Huffadz, misalnya, Adz-Dzahabi menuturkan kesaksian Ibnu Thahir yang mengatakan: “Aku bertanya kepada Abu Ismail Al-Anshari perihal Al-Hakim. Ia berkata: ‘Ia adalah perawi yang terpercaya di bidang hadis dan seorang syiah yang penyimpang’”. Lalu Adz-Dzahabi mengatakan: “Lalu Ibnu Thahir berkata: ‘Abu Abdillah Al-Hakim adalah seorang syiah yang fanatik dalam kerahasiaannya, namun ia menampakkan kesunniannya dalam permasalahan khilafah dan khalifah pertama  setelah Nabi saw. Ia berseberangan dengan Muawiyah dan keluarganya seraya menampakkan pengakuannya pada mereka; suatu hal yang tidak bisa diterima sikapnya ini’”.

Saya katakan bahwa ulama-ulama kami, Syiah, juga telah menyatakan kesaksian mereka atas kesyiahan Abu Abdillah Al-Hakim, seperti Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan Al-Hurr di akhir-akhir kitab Wasailusy Syi’ah. Di dalam MA’alimul Ulama di bab Al-Kuna, ia menukil dari Ibnu Syar-Asyub yang menilai Al-Hakim sebagai salah seorang pengarang Syiah, dan ia memiliki kitab tentang keutamaan-keutamaan Ahlulbait serta sebuah kita tentang keutamaan-keutamaan Imam Ali Ar-Ridha a.s. mereka juga menyebutkan sebuah kitabnya berkenaan dengan keutamaan-keutamaan Fatimah Az-Zahra a.s.

Bahkan, Abdullah Afandi telah menerangkan riwayat hidup Al-Hakim secara rinci di dalam kitabnya; Riyadul ‘Ulama, di bagian pertama yang secara khusus membahas Syiah Imamiyah. Begitu juga Afandi menyebutkan namanya dan memberikan kesyaksian atas kesyiahannya di bab Al-Alqob dan di bab Al-Kuna. Di dalam kitab itu, Afandi menyebutkan dua kitab Al-Hakim yang berjudul Usul Ilmil Hadis dan Al-Makhal ila Ilmish Shohih. Afandi mengatakan: “Dan Al-Hakim telah mencatat hadis-hadis tentang Ahlulbait yang tidak termaktub di dalam Sohih Al-Bukhari, seperti hadis Ath-Thoirul masywi dan hadis Man kuntu maulahu”.

Setelah Abu Abillah Al-Hakim, terdapat sekelompok tokoh ilmu Hadis dari kaum Syiah yang mengarang di bidang ilmu Dirayah. Di antara mereka ialah Sayyid Jamaluddin Ahmad ibn Thawus Abul fadhail. Ialah peletak istilah-istilah hadis  Syiah Imamiyah berkenaan dengan pembagian hadis kepada empat macam; sohih, hasan, muwatssaq dan dzaif. Ibn Tawus wafat pada tahun 673 H.

Dan di antara mereka ialah Sayyid Allamah Ali ibn Abdul Hamid Al-Hasani. Ia mengarang kitab Syarh Usul Dirayatul Hadis.Ia juga melaporkan dari Syeikh Allamah Al-Hilli ibn Al-Muthahhar dan Syeikh Zainuddin yang masyhur dengan gelar Syahid Tsani (sang syahid kedua), sebuah kitab bernama Ad-Dirayah fi Ilmid Dirayah dan syarahnya yang berjudul Ad-Dirayah.

Dan di antyara mereka ialah Syeikh Al-Husein ibn Abdush Shomad Al-Haritsi Al-hamadani yang mengarang kitab Wushulul Akhyar ila Usulil Akhbar, Syeikh Abu Mansur Al-Hasan ibn Zainudin Al-‘Amili yang menulis kitab Muqoddimatul Muntaqo dan Usul Ilmil Hadis, dan Syiekh Bahauddin Al-‘Amili pengarang kitab Al-Wajizah fi Ilmi Diroyahtul Hadis. kitab terakhir ini telah saya syarahi dalam sebuah kitab yang saya namai dengan judul Syarah Nihayatud Dirayah, dicetak di India dan menjadi kurikulum di sekolah-sekolah pendidikan agama.

Tentang Orang Pertama Yang Menyusun Ilmu Rijal Dan Riwayat Hidup Para Perawi.

Ketahuilah bahwasanya Abu Abdillah Muhammad ibn Khalid Al-Barqi Al-Qummi adalah salah seorang sahabat Imam Musa ibn Ja’far Al-Kadzim a.s., sebagaimana Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi mencatat hal ini di dalam kitab Ar-Rijal. Dan Abul Faraj Ibnu Nadim di dalam Al-Fehrest, di awal bagian kelima pasal keenam mengenai riwayat tokoh-tokoh Fiqih Syiah menyebutkan karya Al-Barqi di bidang ilmu Rijal. Di sana ia mengatakan: “Dan di antara karya-karya Al-Barqi adalah Al-‘Awidh, At-Tabshiroh dan Ar-Rijal. Di dalam kitab terakhir ini, ia menyebutkan nama-nama yang meriwayatkan hadis-hadis dari Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib”.

Setelah Al-Barqi ialah Abu Muhammad Abdullah ibn Jablah ibn Hayyan ibn Abhar Al-Kinani. Ia mengarang kitab Ar-Rijal. Abdullah Al-Kinani berusia panjang dan wafat pada tahun 219 H.
As-Suyuthi di dalam Al-Awail mengatakan: “Orang pertama yang membahas ilmu Rijal ialah Syu’bah”. Jelas bahwa Syu’bah datang setelah Abdullah ibn Jablah, karena yang pertama wafat pada tahun 260 H. Bahkan setelah Abdullah ibn Jablah dan sebelum Syu’bah, terdapat salah seorang sahabat Imam Muhammad Jawad a.s. yang bernama Abu Ja’far Al-Yaqthini. Ia mengarang Kitabur Rijal, sebagaimana yang dicatat di dalam Al-Fehrest An-Najasyi dan Al-Fehrest Ibnu Nadim.

Perlu saya katakan bahwa Abu Abdillah Muhammad ibn Khalid Al-Barqi juga seorang sahabat imam Ahlulbait, yaitu Imam Musa Al-Kadzim a.s. dan Imam Ali Ar-Ridha a.s. Malah ia juga sempat menjumpai Imam Muhammad Jawad a.s. Kitab Al-Barqi masih terjaga utuh dan tersedia sampai sekarang. Di dalamnya disebutkan nama perawi-perawi yang meriwayatkan hadis dari Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. dan perawi-perawi setelah mereka. Di dalamnya juga terdapat tema penting Rijal mengenai Al-Jarah wat Ta’dil (penilaian kritis atas ihwal kehidupan para perawi) sebagaimana yang juga dibahas oleh semua kitab Rijal.
Kemudian Abu Ja’far Ahmad ibn Muhammad ibn Khalid Al-Barqi mengarang kitab Ar-Rijal dan kitab Ath-Thabaqot, dan wafat pada tahun 274 H.

Lalu, Syeikh Abul Hasan Muhammad ibn Ahmad ibn Dawud ibn Ali Al-Qummi yang dikenal juga dengan Ibnu Dawud; seorang ulama terkemuka Syiah. Ia mengranag kitab Al-Mamduhin wal Madzmumin minar Ruwat, dan wafat pada tahun 368 H.
Lalu, Syeikh Abu Ja’far Muhammad ibn Babaweih Ash-Shoduq yang mengarang kitab Ma’rifatur Rijal dan Kitabur Rijalil Mukhtarin min Ashabin Nabi saw. Ia wafat pada tahun 381.

Lalu, Syeikh Abu Bakar Al-Ji’ani yang dinyatakan oleh Ibnu Nadim bahwa ia merupakan salah seorang ulama besar Syiah. Al-Ji’ani mengarang kitab Asy-Syi’ah min Ashabil Hadits wa Thabaqotuhum. Tentang kitab ini, An-Najasyi mengatakan bahwa kitab itu disusun dalam ukuran besar.
Lalu, Syeikh Muhammad ibn Baththah yang mengarang kitab Asma’ Mushannifisy Syi’ah, dan wafat pada tahun 274 H.

Lalu, Syeikh Nashr ibn Ash-Shabah Abul Qosim Al-Balkhi; guru Syeikh Abu Amr Al-Kasyi. Ia mengarang kitab Ma’rifatun Naqilin min Ahlil Miah Tsalitsah. Ia wafat pada tahun pada abad ketiga hijriyah.
Lalu, Ali ibn Al-Hasan ibn Fidhal yang mengarang kitab Ar-Rijal. Ia berada di generasi sebelum Syeikh Nashr Al-Balkhi.

Lalu, Sayyid Abu Ya’la Hamzah ibn Al-Qosim ibn Ali ibn Hamzah ibn Al-asan ibn Ubaidilah ibn Al-Abbas ibn Ali ibn Abu Thalib a.s., yang mengarang kitab Man Rowa ‘an Ja’far ibn Muhammad minar Rijal. An-Najasyi mengatakan: “Kitab ini cukup baik, dan At-Tal’akbari meriwayatkan sertifikat pengakuan dan validitas darinya”. Hamzah ibn Qosim adalah ulama Syiah abad ketiga.
Lalu, Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan ibn Ali Abu Abdillah Al-Maharibi yang menyusun kitab Ar-Rijal min Ulama Tsalitsah.

Lalu, Al-Musta’thof Isa ibn Mehran yang mengarang Kitabul Muhadditsin. Isa termasuk ulama terdahulu Syiah, sebagaimana yang dicatat oleh Syeikh Ath-Thusi dio dalam Al-Fehrest.
Berikutnya, di dalam kitab Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam, saya telah mengulas karangan-karangan Syeikh Ath-Thusi, An-Najasyi, Al-Kasyi, Allamah ibn Al-Muthahhar Al-Hilli, Ibnu Dawud dan generasi-generasi yang mengarang kitab tentang ilmu Rijal. Dan hingga kini, semua karya-karya mereka  masih menjadi rujukan dalam upaya menilai kualitas pribadi para perawi (Al-jarah wa Ta’dil). Perlu dibubuhkan di sini, bahwa Abul Faraj Al-Qannani Al-Kufi; guru An-Najasyi, mempunyai karangan di bidang ini, berjudul Kitab Mu’jam Rijalil Mufadhal, dan menyusunnya sesuai dengan urutan huruf Hijaiyyah.

Tentang Orang Pertama Yang Mengarang Kitab Mengenai Ilmu Tabaqot.

Ketahuilah bahwasanya orang pertama yang mengarang kitab di b idang Tabaqot (Ilmu tentang generasi para perawi hadis) ialah Abu Abdullah  Muhammad ibn Umar Al-Waqidi yang lahir pada tahun 103. usianya mencapai 78 tahun. Ibnu Nadim di dalam Al-Fehrest memberikan kesaksian tegas atas kerangan Al-Waqidi di bidang ini, tepatnya di pasal keempat dari bab kedelapan sebagaimana akan datang uraian rincinya.
Ada pula Ibnu Al-Ju’abi Al-Qodhi Abu Bakar Amr ibn Muhammad ibn Salam ibn Al-Barra’ yang masyhur dengan panggilan Ibnul Ju’abi. Ia menulis Kitabusy Syi’ah min Ashabil Hadis wa Thabaqotihim dengan ukurannya yang besar dan tebal. Ia juga menulis kitab Al-Mawali wal Asyraf wa Thabaqotuhum, kitab Man Rowal Hadits min Bani Hasyim wa Mawalihim, kitab Akhbaru Ali Abi Thalib, kitab Akhbaru Baghdad wa Thabaqotuhum wa Ashabul Hadits. Ibnu Nadim mengatakan di dalam Al-Fehrest: “Ibnul Ju’abi adalah serorang ulama terhormat Syiah. Ia telah menjumpai penguasa masa itu, yaitu Saifuddaulah, dan mendekatinya hingga menjadi orang khususnya”. Saya katakan bahwa sejumlah ulama besar Syiah telah meriwayatkan hadis dari Ibnul Ju’abi, seperti Syeikh Mufid. Ibul Ju’abi wafat pada abad keempat, tepatnya pada tahun 355 H.

Berikutnya ialah Syeikh Abu Ja’far Ahmad ibn Muhammad ibn Khalid Al-Barqi, penulis Al-Mahasin. Ia mengarang Kitabut Thabaqot, Kitabut Tarikh, Kitabur Rijal. Abu JA’far Al-Barqi wafat pada tahun 274 H, dikatakan pula pada tahun 280 H.

Tentang Orang Pertama Yang Pengarang Kitab Di Bidang Ilmu Fiqih, Merumuskan Dan Menyusun Bab-babnya.

Ketahuilah bahwasanya orang pertama yang mengarang kitab di bidang ilmu Fiqih dan merumuskannya ialah Ali ibn Abu Rafie; budak Rasulullah saw. An-Najasyi di dalam mengulas generasi pertama pengarang dari syiah Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s.: “Ali ibn Abu Rafie, budak Rasulullah saw.  adalah seorang tabi’in dan pengikut setia Syiah. Ia mempunyai hubungan persahabatan yang dekat dengan Imam Ali ibn Abi Thalib a.s. Ia adalah sekretaris Imam Ali, menyimpan banyak dokumen, dan menyusun sebuah kitab tentang berbagai bab Fiqih, seperti Wudhu, Shalat dan bab-bab lainnya. Ia belajar pada Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Penyusunan kitab itu dilakukannya pada masa hidup sang guru yang mulia, dimulai dari bab Wudhu. Termaktub di dalamnya, bahwa jika salah seorang dari kalian hendak berwudhu, maka memulailah dari bagian kanan ke kiri dari badannya”.

Masih dari An-Najasyi dikatakan: “Para Ulama menghormati kitab ini. Maka, dia (Ali bin Abu Rafie) adalah orang pertama dari kaum Syiah yang mengarang kitab di bidang Fiqih. Dan Jalaluddin As-Suyuthi menyatakan: “Orang pertama yang mengarang kitab di bidang Fiqih ialah Imam Abu Hanifah”. Maksudnya ialah orangh pertama dari kalangan Ahli Sunnah, sebab penyusunan kitab fiqih telah dilakukan oleh Ali ibn Abu Rafie di masa hiodup Imam Ali ibn Abi Thalib a.s., beberapa puluh tahun jauh sebelum kelahiran Abu Hanifah.

Bahkan terdapat sekelompok ahli fiqih Syiah yang mengarang kitab di bidang Fiqih sebelum Abu Hanifah, seperti seoang tabi’in bernama Al-Qosim ibn Muhammad ibn Abu Bakar dan Sa’id ibn Al-Musayyab; seorang faqih Madinah keturuan bangsa Quraisy, dan salah seorang enam pakar fiqih. Sa’id wafat pada tahun 94 H. Sementara Al-Qosim ibn Muhammad ibn Abu Bakar wafat pada 106 H. ini berdasarkan pendapat yang benar. Ia adalah datuk Tuan kami; Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. dari pihak ibu beliau, yaitu Farwah binti Al-Qosim. Al-Qosim menikah dengan anak perempuan Imam Ali Zainal Abidin a.s.

Di samping itu, Abdullah Al-Humairi di dalam kitabnya, Qurbul Isnad, dalam mengulas ihwal Al-Qosim ibn Muhammad ibn Abu Bakar dan Sa’id ibn Al-Musayyab mengatakan: “Kedua-duanya adalah Syiah”. Adapun Al-Kulaini di dalam Al-Kafi di bab kelahiran Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. menukil dari Yahya ibn Jarir, bahwa Yahya mengatakan: “Berkata Abu Abdillah (Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.) bahwa Sa’id ibn Al-Musayyab, Al-Qosim ibn Muhammad ibn Abu Bakar dan Abu Khalid Al-Kalibi termasuk dari perawi-perawi terpercaya Ali ibn Husein a.s. (Imam Ali Zainal Abidin). Bahkan dalam sebuah hadis, dinyatakan bahwa Sa’id  dan Al-Qosim adalah dua hawari (sahabat dekat) Ali ibn Husein a.s.”.

Tentang Tokoh-tokoh Tersohor Dari Fuqoha Generasi Pertama Syiah.

Nama-nama mereka telah dicatat oleh Syeikh Abu Amr Al-Kasyi di dalam kitabnya yang terkenal; Rijalul Kasyi, yang semasa dengan Abu Ja’far Al-Kulaini; ahli hadis di abad ketiga. Al-Kasyi mengatakan: “Mengenai nama-nama para faqih dari sahabat Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s., bahwa para ulama telah sepakat pada pengakuan mereka akan kedudukan ilmu orang-orang pertama dari sahabat Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s., dimana ulama ini merujuk mereka ini dalam masalah fiqih. Mereka mengatakan bahwa yang paling terkemuka di antara mereka adalah enam sahabat Imam, yaitu Zurarah ibn A’yan, Ma’ruf ibn Kharbudz, Buraid, Abu Bashir Al-Asadi, Al-Fudhail ibn Yasar dan Muhammad ibn Muslim Ath-Thaifi. Sebagian mereka mengatakan bahwa yang benar ialah Abu Abshir Al-Muradi, yakni Laits ibn Al-Bakhtari, bukan Abu Bashir Al-Asadi. Mereka juga mengatakan bahwa yang paling alim di antara enam sahabat ini ialah Zurarah”.

Al-Kasyi lebih lanjut mengatakan: “Mengenai nama-nama fuqoha dari sahabat Imam Ja’far Ash-Shodiq a.s., para ulama telah sepakat untuk menyatakan sohih atas hadis-hadis sohih yang diriwayatkan oleh mereka, membenarkan apa yang mereka katakan, dan mengakui fiqih selain mereka berenam yang telah kami sebutkan namanya masing-masing. (Selain) mereka itu adalah enam orang; yaitu Jamil ibn Darraj, Abdullah ibn Miskan, Abdullah ibn Bakir, Hammad ibn Isa, Hammad ibn Utsman dan Aban ibn Utsman. Mereka (para ulama) juga mengatakan bahwa seorang faqih besar bernama Abu Ishaq; yaitu Tsa’labah ibn Maimun, menilai bahwa yang paling alim di antara mereka berenam ialah Jamil ibn Darraj. Enam orang itu adalah sahabat-sahabat muda Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.”.

Masih dari Al-Kasyi dinyatakan: “Mengenai nama-nama fuqoha dari sahabat Abu Ibrahim dan Abul Hasan (Imam Ali Ar-Ridha a.s.), bahwa telah sepakat ulama kami untuk menilai sohih hadis-hadis yang diriwayatkan oleh mereka, membenarkan ucapan mereka serta mengakui ilmu dan fiqih mereka. Mereka itu ialah enam orang yang datang selain eman orang sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. yang telah kami sebutkan di atas tadi; yaitu Yunus ibn Abdurrahman, Shafwan ibn Yahya Bayya’ As-Sabiri, Muhammad ibn Abi Umair, Abdullah ibn Al-Mughirah, Al-Hasan ibn Mahbub dan Ahmad ibn Muhammad ibn Abi Bashar. Sebagian ulama itu mengatakan bahwa yang benar bukanlah Al-Hasan ibn Mahbub, tetapi Al-Hasan ibn Ali ibn Fidhal dan Fudhalah ibn Ayyub. Sebagian mereka lagi menempatkan Utsman ibn Isa di posisi Fudhalah. Disepakati bahwa di antara mereka yang paling alim ialah Yunus ibn Abdurrahman dan Shafwan ibn Yahya”. Demikianlah kesaksian Al-Kasyi menjelaskan tokoh-tokoh tersohor dari fuqoha Syiah.

Tentang Banyaknya Jumlah Nama Faqih Dari Generasi Pertama Yang Mengarang Kitab Berdasarkan Mazhab Imam Ja’far Ibn Muhammad Ash-Shadiq a.s.

Ketika membahas ihwal Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s., Syeikh Abul Qosim Ja’far ibn Sa’id yang terkenal dengan gelar Al-Muhaqqiq (peneliti) mengatakan di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mu’tabar: “Dia (Imam Ja’far Ash-Shadiq) telah melakukan pengajaran sekelompok besar dari ulama dan ahli fikih terkemuka. Dari jawaban-jawaban Imam Ja’far a.s. atas peroslan-persoalan yang diajukan, mereka menulis 400 kitab”. Saya katakan bahwa kitab-kitab ini adalah hasil penyusunan para ulama dan ahli fikih tersebut. Namun, perlu dicatat bahwa Syeikh Syamsuddin Muhammad ibn Makki Asy-Syahid menyatakan di awal kitab Adz-Dzikra: “jawaban-jawaban Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. atas masalah-masalah fiqih telah ditulis oleh 4000 orang dari warga Irak, Hijaz, Khurasan dan Syam. Nama-nama kitab mereka tersimpan di kitab-kitab katalogia kitab-kitab Syiah, seperti kitab Fehrest Syeikh Abul Abbas An-Najasyi, Fehrest Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi, Fehrset Syeikh Abul Faraj Ibnu Nadim, kitab Al-‘Uqaili, kitab Ibnu Al-Ghadhoiri.

Pada kesempatan membahas ihwal Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s., Syeikh Mufid di dalam Al-Irsyad mengatakan: “Begitu banyak orang yang menukil dari beliau sehingga menjadi pusat tujuan perjalanan dan menebar sanjungan kepadanya di berbagai pelosok negeri. Para ulama tidak menukil hadis dan ilmu beliau dari salah satu aggota keluarga beliau. Para ahli hadis mencatat nama-nama perawi terpercaya yang meriwayatkan dari beliau, meski perbedaan pendapat mereka. Jumlah mereka mencapai 4000 orang”. Saya katakan bahwa Syeikh Abul Abbas Ahmad ibn ‘Uqdah Az-Zaidi telah menghitung nama-nama tersebut sebanyak 4000 orang, lalu menghimpunnya secara terpisah di dalam sebuh kitab, sebagaimana yang dilaporkan oleh Syeikh Abu Ja’far Ath-Thusi di awal bab sahabat-sahabat Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. dari kitabnya, Ar-Rijal. Silahkan dirujuk!

Tentang Sebagian Kitab-kitab Induk Fiqih Yang Dikarang Oleh Sahabat-sahabat Para Imam Ahlulbait Dari Generasi Pasca Tabi’in.

Seperti kitab induk fiqih bernama Jami’ul Fiqh yang dikarang oleh Tsabit ibn Hurmuz Al-Miqdam dari Imam Ali Zainal Abidin a.s., dan kitab Syara’iul Iman, karya Muhammad ibn Al-Mu’afi; budak Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. sekaligus belajar pada Imam Musa Al-Kadzim dan Imam Ali Ar-Ridha a.s. Muhammad wafat pada tahun 265 H. Juga kitab Jami’ Abwabil Fiqh, karya Ali ibn Abu Hamzah; murid Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. Adalah Abdullah ibn Al-Mughirah telah menulis tiga puluh kitab tentang bebarapa bab fiqih, sebagaimana dicatat oleh An-Najasyi. Ia adalah salah seorang sahabat Imam Musa Al-Kadzim a.s.

Adapula kitab Al-Fiqh wal Ahkam yang dkarang oleh Ibrahim ibn Muhammad ibn Abu Yahya Al-Madani Al-Aslami. Ia swafat pada tahun 184 H. Juga kitab Al-Jamie fi Abwabil Fiqh karya Al-Hasan ibn Ali ibn Abu Muhammad Al-Hijal. Juga kitab Al-Jamiul Kabir fil Fiqh, karya Ali ibn Muhammad ibn Syireh Al-Kasyani Abil Hasan; seorang yang produktif mengarang kitab. Juga sebuah kitab yang disusun menurut urutan bab fiqih yang dikarang oleh Shafwan ibn Yahya Al-Bajali. Ia wafat pada tahun 210 H. Juga kitab Al-Masyikhakh yang disusun berdasarkan arti fiqih oleh Abu Ali Al-Hasan ibn Mahbub As-Sarrad; seorang guru besar Syiah dan sahabat Imam Ali Ar-Ridha a.s. Ia wafat pada tahun 224 H. Dan terkhir adalah kitab Ar-Rahmah; sebuah kitab tebal yang menghimpun berbagai cabang ilmu fiqih dari jalur Ahulubait a.s.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: