Pesan Rahbar

Kebijakan Luar Negeri Arab Saudi Mulai Tercium

Written By Unknown on Sunday, 22 February 2015 | 19:26:00


Warna kebijakan luar negeri Arab Saudi mulai nampak dan tercium setelah penertiban situasi di dalam negeri.
KBS melaporkan, kebijakan dan politik luar negeri Arab Saudi di wilayah Timur Tengah dan dunia internasional mulai aktif pasca restrukturisasi pemerintahan dan “pembersihan” kondisi-kondisi di dalam negeri serta berakhirnya masa duka Malik Abdullah bin Abdul Aziz. Bukti-buktinya dapat disaksikan di dalam perkembangan dan perubahan yang terjadi pada hari-hari terakhir.

Tiga Emir dan tokoh terkemuka disaksikan hadir di Riyadh sepanjang hari-hari yang lalu. Raja Arab Saudi Syaikh Malik Salman bersama dengan Emir Kuwait Syaikh Sabah Al Ahmad dan Putra Mahkota Abu Dhabi Syaikh Mohammad bin Ziyad serta pada hari Selasa bersama dengan Emir Qatar Syaikh Tamim bin Hamd Al Tsani.

Pada hari Rabu, 18 Februari, disaksikan hadirnya komandan-komandan militer 60 negara yang tergabung dalam koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk melawan ISIL dengan tujuan menganalisa perang ini dan pertukaran informasi tentangnya.

Namun mobilisasi pertama adalah lebih penting, karena terkait dengan dokumen Teluk Persia dan perselisihan Qatar dengan tiga negara Teluk Persia yakni Emirat, Bahrain, Arab Saudi. Dan perselisihan itu berpusat pada dukungan Qatar terhadap Ikhwanul Muslimin Mesir, membukakan tempat di Qatar, dan memberikan kewargaan kepada para penentang negara-negara Teluk Persia.

Umumnya media-media yang bergantung kepada negara Teluk Persia tidak banyak berbicara ketika terkait dengan isu kondisi Teluk Persia dan diamnya media-media tentang poros dialog tiga negara dengan Raja Salman adalah juga dalam koridor ini.

Tampaknya kesepakatan Riyadh pada tanggal 16 November tahun lalu sudah tidak berlaku dan al-Jazirah kembali ke jalan pertama dan mempropagandakan dukungan kepada Ikhwanul Muslimin dan melawan pemerintahan Mesir. Yusuf al-Qardawi juga mengambil langkah itu dan menghendaki keruntuhan pemerintahan Abdul Fattah al-Sisi. Krisis di antara kedua belah pihak sampai kepada tingkat bahwa media Mesir menuduh Al-Jazirah membuat gambar-gambar dalam serangan pesawat tempur Mesir ke warga Libya dan memandang gambar-gambar yang disiarkan oleh al-Jazirah adalah lama dan berhubungan dengan mereka yang terpojok di Benghazi.

Emirat dan Kuwait mendukung penuh Presiden Mesir dan juga meminta kepada Raja Salman untuk meneruskan kebijakan-kebijakan Raja Abdullah, namun bukti-bukti menunjukkan bahwa dia tidak terlalu merespon dukungan kepada Sisi dan tidak terlalu memusuhi Ikhwanul Muslimin. Hal ini Nampak pada pernyataan-pernyataan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Saud al-Faisal yang mengatakan bahwa negaranya tidak bermusuhan dengan Ikhwanul Muslimin.

Perbedaan sikap Raja Salman dari saudaranya Raja Abdullah dalam dukungan kepada Sisi telah menjauhkan dia dari Emirat, Bahrain, dan Kuwait. Tetapi mendekatkan dia kepada Qatar dan tidak ada solusi menengah.

Arab Saudi membutuhkan negara-negara Teluk Persia terkait dengan isu Yaman yang secara langsung merupakan ancaman bagi dirinya sebagaimana dia memerlukan sokongan mereka untuk menghadapi ISIL yang merupakan bahaya besar bagi Arab Saudi. Abu Bakar al-Baghdadi telah memilih penguasa untuk Mekah dan Madinah dan dalam upaya mencari ibukota yang tetap bagi kekhalifahannya.

Kedatangan Raja Salman di lapangan terbang Riyadh untuk menyambut Emir Qatar memberikan banyak pesan, namun itu tidak bermakna bahwa semua kondisi bersesuaian dengan yang apa diinginkan. Raja Arab Saudi di hari-hari mendatang memandang dirinya terpaksa harus mengambil langkah-langkah tegas dan kuat dalam menangani negara-negara Teluk Persia, Mesir, kondisi-kondisi Yaman, dan luasnya pengaruh ISIL di Libya. Kebijakan-kebijakan politiknya yang hakiki di wilayah dan internasional dalam waktu dekat akan nampak dengan memperhatikan krisis-krisis yang terjadi di seluruh wilayah.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: