Pesan Rahbar

Home » » Bahaya Fitnah Voa-Islam. Malu, Voa Islam Terpaksa Berbohong

Bahaya Fitnah Voa-Islam. Malu, Voa Islam Terpaksa Berbohong

Written By Unknown on Sunday, 12 April 2015 | 08:42:00


Bagi sebagian masyarakat awam, mengetahui dengan detail nama-nama senjata dan negara penemunya, atau negara yang menciptakan senjata itu bukanlah hal yang penting, dan bahkan tidak menarik. Coba Anda tanyakan kepada orang tua kita yang pedagang, atau petani, atau supir angkot, apakah mereka tahu Rudal S-300 diproduksi di negara mana? Sepertinya kecil sekali kemungkinan mereka bisa menjawab dengan tepat.

Ke-awam-an inilah yang lantas dimanfaatkan oleh media pengusung jihad, Voa-Islam. Sudah sangat sering, Liputan Islam mengungkap berbagai propaganda yang dilakukan Voa dalam memberikan informasi kepada pembacanya, namun mereka masih belum jera untuk tidak mengulangi kebohongan-kebohongan yang biasa mereka lakukan.

Dalam krisis Palestina pun, Voa berbohong lagi. Apa saja? Simak kutipan artikel berikut ini yang disalin dari tulisannya yang berjudul “Israel Shock, Roket Sijjil-5 buatan Hamas Jangkau Nuklir Israhell.”

“PALESTINA (voa-islam.com) – Brigade Izzuddin Al Qassam terus menerus memberikan kejutan bagi pihak Zionis dengan diluncurkannya sejumlah roket baru yang 100 persen produk para pejuang, diantara adalah Sijjil 55 yang baru saja diluncurkan di hari ke tiga serangan Zionis atas Gaza, demikian lansir situs resmi sayap militer Hamas ini, alqassam.ps (10/7/2014).” –akhir kutipan—
Dalam isi artikel, Voa-Islam sama sekali tidak menyebutkan secara rinci bagaimana Hamas membuat Roket Sijjil-5, melainkan hanya memberikan informasi bahwa roket ini menyebabkan kepanikan pada Israel. Artinya, judul berita yang menyebutkan bahwa Roket Sijjil-5 buatan Hamas hanyalah sebuah penggiringan opini, untuk mengelabui masyarakat awam. Memangnya, siapa yang tertarik mengetahui lebih lanjut tentang si pembuat roket?


Lalu, siapakah penemu/ pencipta Roket Sijjil 5 yang sebenarnya?
Sijjil [yang dalam Bahasa Inggris ditulis Sejjil] adalah roket buatan Iran, yang berbahan bakar padat. Dan mengapa dinamakan Sijjil, itu mengacu pada Al-Qur’an, surat Al-Fil. Perhatikan teks berikut:

SURAT AL-FIIL 105 (5) AYAT 1-5
Audzubillahi minasyaitan nirrajim
Bismillahirrahmanirrahiim
1. Alam tara kayfa fa’ala rabbuka bi-ash-haabi lfiil
2. Alam yaj’al kaydahum fii tadhliil
3. Wa-arsala ‘alayhim thayran abaabiil
4. tarmiihim bihijaaratin min sijjiil
5. faja’alahum ka’ashfin ma kuul

SURAT AL-FIIL 105 (5) AYAT 1-5 TERJEMAHNYA
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
1.  Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
2.  Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?,
3.  Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
4.  yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
5.  lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

[Kata Sijjil diambil dari Al-Qur’an yang berarti tanah yang terbakar]

Sejak awal, Voa-Islam memiliki sentimen negatif terhadap Iran, dan isu yang biasa diangkat adalah tentang mazhab. Voa meyakini, bahwa Iran yang bermazhab mayoritas Syiah merupakan sekutu dari Israel. Sehingga, mati-matian ia berusaha menyembunyikan peran bersar Iran dalam membantu Palestina. Mengapa Voa begitu membenci Iran? Jawabannya bisa ditemukan di link-link berikut ini:

Fitnah Voa-Islam atas Grand Mufti Suriah


Akhir-akhir ini di jejaring sosial Sheikh Ahmad Hassoun santer disebut Syiah dan bahkan dituduh melakukan hal-hal yang asusila. Oleh media-media Islam mainstream pendukung pemberontakan di Suriah, Sheikh Ahmad Hassoun digambarkan sebagai pribadi yang begitu kejam dan bengis. Contohnya sebagaimana yang diungkapkan Voa-Islam;
 “… Mufti Syiah Suriah yang telah berfatwa yang menyebabkan ratusan ribu kaum muslimin Sunni Suriah dibantai dan jutaan mereka terusir dari negaranya”
Siapakah sebenarnya Sheikh Ahmad Hassoun? Benarkah beliau seorang Syiah? Benarkah beliau berfatwa yang menyebabkan ratusan ribu muslim Sunni dibantai di Suriah?

Sheikh Ahmad Hassoun atau Shaikh Ahmad Baddruddin Hassoun adalah Grand Mufti Suriah sejak Juli 2005 menggantikan Grand Mufti Suriah sebelumnya yaitu Sheikh Ahmed Kuftaro atau Sheikh Ahmad Muhammad Amin Kuftaro (wafat tahun 2004) yang merupakan ulama Sunni, pimpinan Tarekat Sufi Naqsyabandiyah dan termasuk salah satu pendiri Liga Muslim Dunia.

Syeikh Ahmed Hassoun merupakan Doktor dalam mazhab fiqh Syafi’i yang diperoleh dari Universitas Al Azhar Kairo, Mesir. Lahir di Aleppo pada tahun 1949. Ayahnya bersama Muhamamd Adeeb Hassoun yang juga seorang ulama. Dalam berbagai kesempatan bersama Presiden Suriah, beliau shalat dengan tangan bersedekap sebagaimana fiqh Syafi’i. Sehingga, tuduhan bahwa beliau Syiah adalah tidak benar.

Dan apakah beliau pernah berfatwa yang menyebabkan ratusan ribu kaum muslimin terbunuh? Penting kiranya kita mendengar seruan beliau yang berkumandang saat pemakaman anaknya, Sarya. Anaknya yang baru berusia 22 tahun dan merupakan seorang mahasiswa jurusan Hubungan Internasional, tewas dibunuh oleh pemberontak Suriah saat dalam perjalanan bersama profesornya. Dengan mencermati kalimat demi kalimat dalam khotbahnya, kita akan bisa mengambil kesimpulan benarkah beliau adalah sosok yang kejam atau tidak.

Sheikh Ahmad Hassoun dari pemakaman anaknya,


yang dikutip dari Kajian Timur Tengah (Dina Y. Sulaeman);
Seruan untuk Pemimpin dan Ulama Arab, serta HAMAS
“Saya serukan kepada semua ibu para syuhada, semua anak dari para syuhada, semua ayah para syuhada, atas nama semua istri para syuhada, untuk berkata kepada semua orang yang membunuh:  Berhentilah kalian. Berhentilah kalian membunuhi anak-anak bangsa ini.  Kami tidak mempersiapkan pemuda-pemuda kami untuk dibantai oleh bangsa sendiri. Sesungguhnya kami persiapkan mereka untuk syahid di tanah Palestina. Dengarkanlah wahai para pemimpin Arab! Saya mempersiapkan anak saya untuk syahid di Palestina. Tapi kalian menolak. Kalian menarik duta-duta besar dari tanah kami. Padahal, Amerika, Perancis, Inggris, duta-dutanya masih tetap di tanah kami. Kalian malah tidak membiarkan duta besar kalian tetap di sini untuk menjalin komunikasi sesama saudara (Arab). Kami menantikan kalian para duta yang mulia untuk datang ke Suriah,  untuk bertemu dengan rakyat dan pemimpin, dan mendamaikan sesama manusia. Kami tidak mengharapkan kalian mengirimkan fatwa-fatwa.” “Wahai para Ulama. Wahai orang-orang yang mulia. Para syeikh Al Azhar, wahai Syeikh Al Qordhowi,  wahai yang berdiri dan berkhutbah dan mengeluarkan fatwa untuk membunuh 1/3 rakyat Suriah. Kini anakku telah kembali kepada Allah…” “Ya Allah, darah kami akan menjadi saksi di hadapan-Mu, bagi siapa yang berfatwa untuk membunuh kami, bagi siapa yang memotivasi orang-orang untuk membunuh rakyat Suriah,  bagi siapa yang mengirimkan senjata ke Suriah,  bagi siapa yang mengirimkan uang  [untuk pemberontakan di] Suriah …” “Wahai saudaraku, wahai Abal Walid, wahai Khalid Masy’al! Katakan pada orang-orang Arab, siapa yang merangkulmu di Suriah ? Katakan pada HAMAS, siapa yang merangkulmu di Suriah ? Katakan pada rakyat Gaza siapa yang menangisi darah kalian di Suriah?…”
Posisi Ulama Antiperang
“Dengarkan saudara-saudaraku, partai-partai Islam di dunia. Soal anakku, saya serahkan kepada Allah. Tetapi, saya bersumpah kepada Allah, sesungguhnya telah bersabda Nabi kita tercinta,  “Menghancurkan Ka’bah menjadi batu demi batu, lebih ringan dihadapan Allah dibandingkan membunuh atau menumpahkan darah orang mukmin di luar batasan hukum yang ditetapkan Allah (had).” Saya akan bertanya pada 4 pembunuh yang kemarin membunuh anakku dan seorang gurunya. Saya bertanya kepada mereka dan para syaikh mereka, dengan hukum Allah yang mana kalian membunuh anakku? apakah (dia) membunuh salah satu dari kalian? Apakah ayahnya ikut andil membunuh seseorang? Bukankah telah saya katakan dari awal, saya adalah pelayan negeri ini, saya adalah jembatan kasih sayang antara pemimpin dan rakyat. Saya tidak menyukai jabatan ini,  tapi saya adalah Mufti dari 23 juta jiwa di negeri ini, sudah saya katakan kepada kalian saya adalah pelayan, saya tidak rela siapa pun dari kalian tersakiti. Saya menangisi semua yang gugur syahid, saya berduka bagi semua anak- anak, saya berduka bagi semua ibu.” “Dan bagi kalian, yang masih berdemonstrasi di negaraku, akan kucium tangan kalian, akan kucium kening kalian. Tanah air kalian akan menjadi tempat pembantaian kedua. Kalian semualah yang akan dibantai [pertama kali]. Sasarannya bukanlah pemerintah, yang menjadi target bukanlah rezim… Mengapa mereka banyak melakukan pengeboman? Mengapa mereka membunuh rakyat di Serbia ? Mengapa Libya dibom? Mereka bukan [sekedar] menginginkan Sarya dan teman- teman syahidnya. Yang mereka inginkan adalah bangsa Suriah berlutut di hadapan Zionis dan AS!”
Seruan kepada ‘Pengguna Internet’
“Wahai para pemilik (pengguna) internet. Hari pertemuan kita adalah di Hari Pengadilan. Saya adukan kalian kepada Allah. Saya adukan kalian kepada Allah. Saya adukan kalian kepada Allah. Tulislah apa yang ingin kalian tulis! Ungkapkan kebencian kalian! Tuliskan kebencian kalian! Kami akan membungkamnya dengan cinta, keimanan, kesabaran, dan perjuangan… Kami akan membungkamnya, dengan keyakinan kami kepada Allah.”
Janji Amnesti dari Syekh Hassoun
“Saudara-saudaraku, wahai para ayah dan ibu, jika kalian melihat anak-anak kalian membawa senjata, katakan kepada mereka, ‘selamatkan negeri ini’! Dan barangsiapa yang meletakkan senjata dan menghentikan peperangan, saya minta kepada Presiden, agar memberikan amnesti (pengampunan) kepada mereka, bahkan kepada mereka yang telah membunuh anak saya! [Saya bersumpah] Demi Suriah, demi tanah air, demi negeri saya, demi agama saya!”
Seruan kepada Oposisi “Bagi Anda, wahai kaum oposisi, inilah Suriah, pintunya terbuka…  Berhentilah menghina bangsa ini dari luar negeri! Datanglah, dan katakan apa yang ingin kalian katakan di dalam negeri. Kalau sampai ada yang menolak kalian, aku akan berdiri bersama kalian, wahai oposisi! Datanglah dan katakan kebenaran dari kalian. Datanglah dan sampaikan dengan tulus. Kalian ingin kebebasan, kalian ingin keadilan? Mari kita bangun landasannya [kebebasan/keadilan] di Suriah…”
Duhai kaum muslimin, tidak lain dan tidak bukan Sheikh Ahmad Hassoun adalah seorang ulama yang hatinya penuh kasih dan cinta. Beliau berseru agar pihak yang bertikai di Suriah segera meletakkan senjata dan berdamai, beliau mengundang ulama-ulama Arab untuk menengahi konflik di Suriah, beliau menawarkan akan memohonkan amnesti kepada Presiden Suriah, beliau begitu besar perhatiannya terhadap muslim Arab Palestina yang teraniaya sehingga anaknyapun beliau siapkan untuk syahid di bumi Palestina. Kedekatan beliau dengan pemerintah bukan lantaran beliau adalah seorang penjilat dan antek pemerintah, tetapi karena beliau adalah penyambung lidah rakyat dan tali kasih antara pemerintah dan rakyatnya. Sangat tidak masuk akal seorang ulama Sunni berfatwa untuk membunuh muslim Sunni sebagaimana fitnah Voa-Islam dan aliansinya.
Kekayaan Sesungguhnya Sayyid Ali Khamenei (Tanggapan Untuk Voa Islam)


Voa Islam, membuat sebuah analisis yang bersumber dari Reuters tentang kekayaan Ayatullah Sayyid Ali Khamenei. Reuters adalah salah satu media yang cukup aktif memberitakan hal miring tentang Iran. Uniknya, voaislam mengutip berita dari Reuters tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan yang dijadikan objek berita. Voa Islam menulis,
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengendalikan kerajaan (imperium) bisnis bernilai sekitar $ 95 miliar dollar, kekayaan yang  jumlahnya melebihi nilai ekspor minyak  Iran, setiap tahunnya,  ungkap hasil investigasi  Reuters.
Sangat sedikit diketahui organisasi yang disebut ‘ SETAD’, merupakan salah satu faktor kunci yang menjadi penopang  pemimpin Iran itu abadi. Sekarang Ayatullah Ali Khamenei memegang saham di hampir setiap sektor industri Iran, termasuk keuangan, minyak, telekomunikasi, produksi pil KB dan bahkan peternakan burung unta .
‘SETAD’ telah membangun kerajaan bisnis, dan menguasi  ribuan properti milik kelompok sejumlah orang Syiah, dan  para pembinis Iran yang tinggal di luar negeri.
Reuters melakukan penyelidikan  yang rinci dalam serangkaian bukti-bukti, dan diterbitkan dalam tiga  dokumen,  bagaimana SETAD telah mengumpulkan portofolio raksasa real estate dengan mengklaim di pengadilan Iran, kadang-kadang palsu dengan menggunakan otoritas agama.
SETAD sebuah organisasi yang sangat buruk. Kini Ali Khamenei dengan kekuasaannya memegang monopoli pengadilan memerintahkan untuk mengambil properti  atas nama pemimpin tertinggi , dan secara teratur menjual properti yang disita, kemudian di lelang atau berusaha untuk memaksa  pembayaran dari pemilik asli.
Benarkah?
Disini akan disampaikan beberapa point yang tidak diekspos di Voa-Islam mengenai kekayaan sesungguhnya dari Iran Supreme Leader, yang telah dikonfirmasi kepada beberapa sumber dari yaitu rekan-rekan mahasiswa  Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Iran, juga seorang pengelola sebuah situs berita di Iran. Berikut keterangan dari tanya jawab dengan narasumber.

Pertanyaan: “Benarkah Rahbar mengendalikan uang  dalam jumlah yang sangat fantastis sebagaimana yang diberitakan oleh Reuters cs? Dalam laporannya membawa nama SETAD, yang dikabarkan sebagai yayasan yang buruk yang merupakan tubuh untuk membangun kerajaan bisnisnya? Dikabarkan, SETAD ini semena-mena merampas properti dengan mengatasnamakan Sayyid Ali Khamenei. “.

Jawab:  Benar, bahkan mungkin nilainya lebih besar daripada itu. Sesuai dengan perintah Ayatullah Khomeini, badan ini (SETAD) dibentuk untuk mengurusi semua harta yang terkait dengan Wali Faqih. Jadi itu tidak ada hubungannya dengan pribadi.

Selain itu, lembaga ini banyak melakukan investasi di kawasan tertinggal dan juga investasi di sektor obat-obatan dan telah  berhasil.  Nah, harta Wali Faqih ini dikira sebagai harta pribadi.
Tentu saja jika harta itu disebut kekayaan, maka nilai kekayaannya memang sangat besar. Coba lihat definisinya, semua harta yang tidak ada pemiliknya yang sah, itu berarti milik Imam Maksum as dan Wali Faqih saat ini yang mengelolanya. Harta-harta waqaf itu juga dikelola oleh Wali Faqih. Bisa dibayangkan jumlah  harta waqaf jika dikalkulasi?

Data diatas dsajikan untuk menyingkap misteri sesungguhnya tentang ‘kekayaan’ Ayatullah Khamenei, yang mana antara ada bias informasi antara fakta dan berita. Benar, bahwa Rahbar memang mengontrol atau mengendalikan uang dalam jumlah yang sangat besar, namun uang tersebut bukanlah kekayaan pribadi melainkan adalah kekayaan Imam Maksum as yang dikelola Wali Faqih. Tentunya bagi siapapun yang mengerti bagaimana system pemerintahan di Republik Islam Iran, hal ini tidaklah terlalu mengejutkan, karena pastinya kita tahu bahwa pemegang kekuasaan tertinggi adalah beliau, seorang ahli agama yang alim, hanif dan zuhud. Jadi kesimpulannya, Iran sendiri begitu besar kekayaannya. Dengan itu, bila negara Iran diembargopun, masih banyak jalan untuk berkelit. Belum lagi dengan uang khumus.

*****

Mengenal SETAD Dari Dekat

Lembaga SETAD ini didirikan untuk melaksanakan Pasal 49 UUD Iran [1], dan sesuai pasal tersebut, lembaga ini telah melakukan identifikasi dan menyita harta rezim Shah Pahlevi. Dengan demikian, harta yang dimiliki SETAD ini pada awalnya milik kekayaan Shah Reza Pahlevi.

Karena lembaga ini legal, dan  kemudian memiliki modal besar, lembaga ini lalu mendirikan sebuah organisasi sosial bernama “Barakat” (yang artinya berkah). Barakat  tidak sekadar melakukan aktivitas ekonomi belaka, itulah sebabnya organisasi tersebut lebih banyak bergerak di kawasan tertinggal Iran.

Lembaga Barakat yang berada di bawah Setad Ejrai-ye Farman-e Emam ini melakukan investasi besar-besaran di sektor obat-obatan di Iran dengan mempioritaskan kesehatan masyarakat.
Salah satu sumbangsihnya, lewat investasi di sektor obat-obatan ini SETAD berhasil memproduksi obat anti kanker yang diproduksi oleh perusahaan Sobhan Oncology di kota Rasht, yang mana teknologi pembuatan obat ini menggunakan nanoteknologi.

Perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan lainnya yang mendapatkan suntikan dana dari SETAD adalah Alborz Darou, produk-produk yang telah dihasilkan bisa dilihat di: http://www.alborzdarouco.com/index.html

Pada akhirnya,  kita tetap bebas menerima informasi dari mana saja. Apalagi untuk mengakses berita terkini sama sekali tidak sulit. Yang patut diperhatikan adalah, darimanapun berita itu berasal, mari kita sikapi dengan kritis. Tidak semua media bebas merdeka memberitakan kejadian sesuai dengan  fakta, dan tidak sedikit media merupakan alat sekaligus asset untuk mencapai tujuan dan kepentingan. Terlebih jika menemukan berbagai kejanggalan dalam berita tersebut, maka tabayyun, adalah hal pertama yang harus dilakukan.

Keterangan pasal 49 UUD Republik Islam Iran:
[1]: Article 49  [Confiscation]
The government has the responsibility of confiscating all wealth accumulated through usury, usurpation, bribery, embezzlement, theft, gambling, misuse of endowments, misuse of government contracts and transactions, the sale of uncultivated lands and other resources subject to public ownership, the operation of centers of corruption, and other illicit means and sources, and restoring it to its legitimate owner; and if no such owner can be identified, it must be entrusted to the public treasury.  This rule must be executed by the government with due care, after investigation and furnishing necessary evidence in accordance with the law of Islam.

Pasal 49 berbicara tentang kewajiban pemerintah untuk menyita kekayaan yang berasal dari riba, gasab, suap, korupsi, curian, judi, menyalahgunakan barang wakaf, menyalahgunakan kontrak dengan pemerintah, penjualan tanah milik pemerintah dan kekayaan alam, pengelolaan tempat fasad dan hal-hal yang tidak sesuai syariat lalu mengembalikannya kepada pemiliknya. Hukum ini harus dilakukan oleh pemerintah dan sesuai dengan bukti syariat.

Pasal itu memang tidak menyebutkan tentang Setad Ijra-ye Farmane Imam Khomeini ra, dan dasar hukum SETAD berasal dari ayat-ayat penjelas pasal itu yang berjumlah 15. Dalam ayat 8 disebutkan:
“Bila pengadilan berhasil membuktikan harta seorang atau organisasi itu tidak syar’i, maka bila diketahui berapa jumlah dan pemiliknya, maka harta itu dikembalikan kepada pemiliknya. Tapi bila pemiliknya tidak jelas, maka harta itu dikelola oleh Wali Faqih. Dan bila jumlahnya tidak diketahui, tapi pemiliknya diketahui, maka harus melakukan sulh atau berdamai dengan pemilik harta, tapi bila pemiliknya tidak jelas, maka khumus dari harta itu diserahkan kepada Wali Faqih”.

Penjelasan pasal ini tertuang dalam 15 ayat ditetapkan oleh parlemen Iran yang waktu itu diketuai oleh Hashemi Rafsanjani.

Siapa Pembunuh Putra Mufti Suriah?


Voa Islam menulis;
Surat perintah pembunuhan aktivis ketiga ditandantangi kepala cabang 291 intelijen angkatan udara bagian misi khusus, Brigadir Saqr Mannon pada tanggal 28 September 2011. Surat itu memerintahkan Letkol Suhail Hassan untuk segera pergi ke wilayah utara, yang termasuk Aleppo, untuk membunuh Saria Hassoun, putra dari Mufti Besar Suriah Syeikh Ahmad Badaruddin Hassoun.
Saria Hassoun ditembak mati di jalan raya Idlib-Aleppo dekat Universitas Ibla. Dia meninggal di Rumah Sakit Nasional Idlib dengan dua peluru, satu di dada dan satu di perut. Mufti Besar Suriah Syeikh Ahmad Badaruddin Hassoun dikenal dengan sikapnya yang membela rezim Suriah. Pemerintah Damaskus kemudian menuding kelompok oposisi sebagai pelaku pembunuhan putra mufti itu. Dengan membuat tuduhan palsu itu rezim Assad berharap mendapatkan simpati dari rakyat untuk melawan oposisi.
Dalam berita tersebut yang diturunkan pada bulan Oktober 2012, Voa Islam luput dari memberitakan bahwa pembunuhan di awal tahun terhadap putra Mufti Suriah, pelakunya sudah ditangkap oleh pihak pemerintah Suriah dan beritanya sudah ditayangkan pada bulan April 2012. Yang membunuh Saria Hassoun, adalah teroris dari milisi bersenjata yang merasa sedang berjihad di Suriah. Berikut laporan dari SANA
DAMASCUS, ( SANA ) – Teroris Ahmad al – Maloul dan Ghassan al – Maloul pada hari Jumat mengaku membunuh Saria Hassoun Badreddin, putra Mufti Suriah Ahmad Hassoun Badreddin .
Dalam pengakuan yang disiarkan oleh TV Suriah, dua teroris juga mengaku membunuh Dr Mohammad al – Omar, profesor Sejarah di Universitas Ebla dan melakukan beberapa tindakan penjarahan dan perampokan .
Teroris Ahmad al – Maloul mengatakan, “Kami bertemu dengan Anwar Kaddour, yang mengatakan kepada kami bahwa kita akan membunuh orang penting, dia mengatakan bahwa dia tidak tahu siapa nama orang itu.”
Selengkapnya lihat di sini
Mungkin setelah kita membaca berita dari dua sisi yang berbeda, selanjutnya kita akan bertanya tanya, “Apa motif Voaislam membuat berita basi sekaligus hoax tersebut?” Dan jika kita rajin mengikuti media Islam mainstream,  sekaligus memonitor berita dari media Barat,  maka mereka semuanya kompak menjadikan pemerintah Suriah yang sah dengan pemimpinnya Bashar al Assad sebagai tokoh jahat yang harus dilenyapkan. Ini adalah sesuatu yang luar biasa, media Islam yang katanya paling anti dengan Barat, kini mereka berada di barisan yang sama dengan kekuatan Barat dan memiliki musuh yang sama yaitu Assad. Siapa yang menunggangi dan ditunggangi? Siapa yang diuntungkan dari semua ini?
Meluruskan makna mulkulturalisme yang ‘dicompang-campingkan’ oleh Voa Islam ---> Beragama di Kampung Multikultural (1) : Meluruskan Makna Mulkulturalisme



Salah satu kekeliruan dalam membincangkan multikulturalisme adalah persoalan makna dan defenisinya. Padahal pemaknaan penting sebagai batasan pembicaraan. Jika pembicaraan tidak dibatasi maka akan terjadi campur aduk yang tentunya akan menghilangkan siginfikansi pembicaraan dan berakhir pada pengaburan persoalan. Jika kita membaca beragam literatur dari pengusung hingga pembenci multikulturalisme, maka kita menemukan sederetan pemaknaan yang beragam bahkan sebagian terlihat cenderung untuk menghindar dari mendefenisikannya. Hal ini bisa saja mungkin karena anggapan kejelasan makna multikulturalisme itu sendiri sehingga lebih mudah merujuk pada faktanya daripada konsepnya. Karena itu, maka dimaklumi jika sebagian kalangan salah paham terhadap multikulturalisme—dan beberapa istilah lainnya—sehingga dianggap sebagai sarana pengkafiran, pemusyrikan, sehingga akan mengarahkan manusia pada neraka, seperti ditunjukkan oleh komentar situs voa-islam berikut ini :
  • “…Pemusyrikan baru yang dilancarkan di dalam pendidikan Islam di Indonesia dengan nama inklusivisme, pluralism agama, dan multikulturalisme itu menurut Al-Qur’an adalah lebih dahsyat bahayanya dibanding pembunuhan fisik. Karena kalau seseorang itu yang dibunuh badannya, sedang hatinya masih beriman (bertauhid), maka insya Allah masuk surga. Tetapi kalau yang dibunuh itu imannya, dari Tauhid diganti dengan kemusyrikan baru yakni inklusivisme ataupun pluralism agama, ataupun multikulturalisme, maka masuk kubur sudah kosong iman tauhidnya berganti dengan kemusyrikan; maka masuk neraka.”(lihat http://www.voa-islam.com/read/liberalism/2013/10/22/27261/bahaya-faham-inklusivisme-pluralisme-agama-dan-multikulturalisme/#sthash.E3EM7pFz.dpbs)
Tentu saja, komentar di atas lebih cenderung tendensius dalam menyikapi multikulturaslime ketimbang serius dalam mengkajinya. Untuk itu, pada kesempatan ini, kita akan melakukan analisis terhadap multikulturalisme.

Multikulturalisme yang tersusun dari tiga kata,
multi yang berarti majemuk atau beragam atau plural; kultur yang biasa diterjemahkan menjadi budaya;  dan isme yakni paham atau ideologi yang dianut. Dengan demikian, secara sederhana, multikulturalisme bermakna paham yang menerima kemajemukan budaya. Dengan begitu, multikulturalisme mengagungkan kebersamaan dalam keragaman; kesejajaran dalam perbedaan; keseimbangan dalam keanekaan; atau juga rasa saling memahami dan menerima realitas perbedaan kultural yang ada.

Bikhu Parekh dalam bukunya
National Culture and Multiculturalism, membedakan lima jenis multikulturalisme. Pertama, multikulturalisme isolasionis yang mengacu kepada masyarakat di mana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
Kedua
, multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat plural yang memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi bagi kebutuhan kultural kaum minoritas.
Ketiga
, multikulturalis otonomis, yakni masyarakat plural di mana kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan mengangankan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Kepedulian pokok kelompok-kelompok kultural terakhir ini adalah untuk mempertukarkan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok yang dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok dapat eksis sebagai mitra sejajar.
Keempat
, multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural di mana kelompok-kelompok tidak terlalu peduli dengan kehidupan cultural otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
Kelima
, multikulturalisme cosmopolitan, yakni paham yang berusaha menghapuskan batas-batas cultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu. Sebaliknya, mereka secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen intercultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan cultural masing-masing. Para pendukung multikulturalisme jenis ini, yang sebagian besar adalah intelektual diasporik dan kelompok-kelompok liberal yang memiliki kecenderungan postmodernis memandang seluruh budaya sebagai resources yang dapat mereka pilih dan ambil secara bebas (Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, 2009: 93-95).

Mungkin kita bingung dengan kelima model yang digambarkan oleh Parekh di atas. Untuk melihat benang merah yang menyatukannya, kata Charles taylor, multikulturalisme adalah recognition (pengakuan). Dari recognition inilah terhubungkan sekian banyak konsepsi tentang multikulturalisme seperti different (keberbedaan), equality (kesederajatan), equity (keadilan), dan lainnya. (lihat pembahasannya oleh Charles Taylor, Multiculturalism, Examining the Politics of Recognition, 1994)
Terlepas setiap orang berhak memilih dengan model multikulturalisme yang ada, tetapi model ketiga kelihatannya lebih tepat untuk masyarakat Indonesia. Karena faktanya masyarakat Indoensia terdiri dari beragam individual dan komunitas yang kemudian menciptakan kebudayaan, maka secara nyata akan muncullah keragaman sistem kebudayaan tersebut. Karena itu, keragaman merupakan realitas nyata di tengah-tengah kehidupan kita. Manusia secara faktual kita temukan beragam dalam warna kulit, bahasa, suku, ras, budaya, dan juga tentunya agama. Dimanapun kita menemukan komunitas masyarakat, maka di sana kita akan melihat keunikan mereka yang sekaligus membedakan mereka dari yang lainnya. Inilah kemajemukan yang dipersembahkan Tuhan, termasuk di Negara Indonesia ini. Sebagaimana dikatakan para peneliti bahwa Indonesia memiliki ratusan bahasa dan suku disamping beberapa perbedaan warna kulit, adat istiadat, budaya dan agama.

Azumardi Azra memandang bahwa realitas sosial masyarakat Indonesia yang semacam itu sangat sulit dipungkiri dan diingkari. Untuk itu keragaman, atau kebhinekaan atau multikulturalisme merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, lebih-lebih lagi pada masa kini, dan di waktu mendatang. Multikulturaisme secara sederhana dapat dipahami sebagai pengakuan, bahwa sebuah Negara atau masyarakat adalah beragam dan majemuk. Sebaliknya, tidak ada satu Negara pun yang mengandung hanya kebudayaan nasional tunggal.

Dengan demikian, multikulturalisme merupakan sunnatullah yang tidak dapat ditolak bagi setiap negara-bangsa di dunia ini. (Baidhawy,
Pendidikan Agama Berbasis Multikultural, 2005: vii)
Keragaman ini mendapatkan legalisasi teologis, karena Tuhanlah yang mempersembahkan keragaman tersebut, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu (manusia) dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa juga bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertawa diantara kamu. sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. al-Hujuran : 13). Dengan demikian keragaman atau kemajemukan sesuatu yang tak bisa diingkari, karenanya pula multikulturalisme sebagai pengakuan atas keberagaman merupakan hal yang niscaya.

Memang, tidak dapat dipungkiri umat manusia terdiri dari beragam suku, ras, bahasa, dan juga agama, baik itu secara esensial maupun aksidental. Tetapi bukan ini yang menjadi persoalan dalam multikulturalisme. Fokus utama multikulturalisme adalah bagaimana kita memandang keberagaman yang faktual itu? Apakah kita menerimanya secara positif atau secara negatif? Apakah kita memandangnya sebagai mosaik keindahan untuk saling berbagi atau sebagai hasrat untuk saling menguasai?

Voa Islam vs Kabar Islam


Sebelumnya, Liputan Islam telah mengulas singkat tentang keganjilan nasab dari pemimpin ISIS yaitu Abu Bakar al-Baghdady, dan bisa dibaca di sini. 
 
Analisa lainya, LI kutip dari blog Kabar Islam, sebagai berikut:
Nasab Amirul Mu’minin Daulah Islam Syam Abu Bakar al- Qurasyiy al-Huseniy al-Baghdadiy yang katanya berasal dari satu Imam Syiah Musa Al Kazim. Entah benar atau tidak, selama 1436 tahun ternyata hanya 30 generasi. Padahal menurut Syiah, nasab Imam Khamenei  ke  Nabi Muhammad sebanyak 39 generasi. Saya bandingkan ke nasab Habib Rizieq Shihab 38 generasi. Hanya beda 1-2 generasi tidak masalah. Tapi kalau terpaut 9 generasi lebih, 30% itu kejauhan. Artinya 1 generasi rata-rata hampir 48 tahun umurnya baru punya anak. Terlalu tua, sementara kalau 38 generasi cuma 37 tahun.
Ini nasab Habib Rizieq Shihab. Hitung “BIN” nya:
Nasabnya hingga ke Rasulullah S A W
Nasab Habib Muhammad Rizieq Syihab bin Husein bin Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Husein bin Muhammad bin Syeikh bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad Syihabuddin Al-Asghar bin Abdurrahman Al-Qadhi bin Ahmad Syihabuddin Al-Akbar bin Abdurrahman bin Syeikh Ali bin Abu Bakar As-Sakran bin Abdurrahman As-Segaf bin Muhammad Maulad Daawilah bin Ali bin Alwi Ibnul Faqih bin Muhammad Al-Faqihil Muqaddam bin Ali Walidil Faqih bin Muhammad Shahib Murbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa An-Naqib bin Muhammad Djamaluddin bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far As-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein As-Sibth bin Ali bin Abi Thalib wa Fathimah Az-Zahra binta Rasulullah Muhammad SAW
ISIS itu Daulah Islam Iraq dan Syam. Dari hadits Nabi, Dajjal itu muncul di daerah antara Iraq dan Syams:
Dari Annawwas bin Sam’an r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. menyebut-nyebutkan perihal Dajjal pada suatu pagi. Beliau s.a.w. menguraikan Dajjal itu kadang-kadang suaranya direndahkan dan kadang-kadang diperkeraskan dan Dajjal itu sendiri oleh beliau s.a.w. kadang-kadang dihinanya, tetapi kadang-kadang diperbesarkan hal ihwalnya sebab amat besarnya fitnah yang akan ditimbulkan olehnya itu, sehingga kita semua mengira seolah-olah Dajjal itu sudah ada di kelompok pohon kurma. Setelah pada suatu ketika kita pergi ke tempatnya, beliau s.a.w. kiranya telah mengetahui apa yang ada di dalam perasaan kita, lalu bertanya: “Ada persoalan apakah engkau semua ini?” Kita menjawab: “Ya Rasulullah, Tuan menyebut-nyebutkan Dajjal pada suatu pagi, Tuan merendahkan serta mengeraskan suara dan Dajjal itu Tuan hinakan, juga Tuan perbesarkan peristiwanya karena besarnya fitnah yang akan ditimbulkan olehnya, sehingga kita semua mengira bahwa ia sudah ada di kelompok pohon kurma.” Beliau s.a.w. lalu bersabda: “Kecuali Dajjal, itulah yang paling saya takutkan kalau menimpa atas dirimu semua. Jikalau ia keluar dan saya masih ada di kalangan engkau semua, maka sayalah penantangnya untuk melindungi engkau semua. Tetapi jikalau ia keluar dan saya sudah tidak ada di kalangan engkau semua, maka setiap manusia adalah sebagai penantang guna melindungi dirinya sendiri dan Allah adalah penggantiku dalam melindungi setiap orang Muslim. Sesungguhnya Dajjal adalah seorang pemuda yang rambutnya sangat keriting, matanya menonjol, seolah-olah saya menyamakannya dengan Abul ‘Uzza bin Qathan. Maka barangsiapa yang dapat bertemu dengannya, maka hendaklah membacakan atasnya ayat-ayat permulaan surat al-Kahfi. Dajjal itu akan keluar di Khallah, suatu jalanan yang terletak antara Syam dan Irak, lalu membuat kerusakan di bagian sebelah kanannya dan juga membuat kerusakan di bagian sebelah kirinya…” (Riwayat Muslim)
Ada lembaga yang menghimpun keturunan Nabi, diantaranya Rabhitah Alawiyah Indonesia. Di negara lain juga ada. Jadi tak bisa sembarangan mengklaim keturunan Nabi Muhammad Saw. Lagi pula sejak kapan Wahabi memuliakan keturunan Nabi?
Lagi pula jika ingin menyamakannya dengan Imam Mahdi juga sangat jauh. Nama Abu Bakar itu beda dgn nama Imam Mahdi yang dinubuatkan  sama dengan nama  Nabi Muhammad saw. Kemudian munculnya di daerah perbatasan Syams dan Iraq justru mengingatkan bahwa Dajjal itu muncul di perbatasan Syams dan Iraq dan membuat kerusakan di kanan kirinya. Inilah perlunya mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits tentang akhir zaman agar tidak tertipu.
“Andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku,namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku. Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan.” (HR Abu Dawud 9435)
Tulisan dari Kabar Islam diatas merupakan jawaban atas Voa Islam

Menjawab Teguran Voa-Islam


Pada awal Februari, Liputan Islam menurunkan artikel yang berjudul “Nama Khalifah Umar Dijadikan Nama Jalan di Iran.” Tak disangka, ternyata tulisan tersebut mendapatkan teguran dari Voa –Islam, sebuah situs yang menurut aktivis muda NU dari berbagai kalangan adalah situs penebar kebencian yang mengatasnamakan Islam. Propaganda dan fitnah dari Voa-Islam sudah sangat sering kami kupas secara mendalam, dan bisa di baca kembali di link-link berikut ini:
1. Fitnah Voa Islam atas Grand Mufti Suriah
2. Fitnah Voa Islam atas Ayatullah Khamenei
3. Fitnah Voa Islam atas kematian putra Mufti Suriah
4. Meluruskan makna mulkulturalisme yang ‘dicompang-campingkan’ oleh Voa Islam
5. Voa Islam vs Kabar Islam
Tanggapan LI akan ditulis menjadi beberapa bagian, dan ini adalah bagian Pertama.:
Menurut Voa Islam: “Nama jalan tersebut adalah salah satu nama jalan di kota Saqqez, propinsi Kurdistan barat laut Iran, di mana di daerah tersebut populasi penduduk mayoritas menganut ajaran Sunni (ahlussunnah). Maka wajar mereka memperjuangkan identitas mereka yang selama ini ditekan oleh pemerintah.
Dan tahun kemarin, ahlussunnah juga memberikan nama kepada taman umum di kota tersebut dengan nama Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, dimana pada akhirnya otoritas setempat memberikan izin penamaan tersebut. Namun apakah penamaan ini merupakan bukti toleransi mereka dan secara lapang dada diterima?
Banyak media syiah yang memprotes pemberian nama ini di salah satu kota di Iran seperti shiahonline. Jadi pemberian nama ini bukan jadi patokan karena pemberian nama ini pun kontroversial di kalangan syiah.
Apakah kita tidak membaca berita dari ahlussunnah Iran. Sudah banyak penuturan dari ulama besar bahkan ulama besar ahlussunnah di Iran sendiri yang sampai sekarang masih memberikan masukan kepada pemerintah Iran agar memperhatikan hak-hak ahlussunnah.”
Tanggapan LI:
Voa-Islam menyajikan teks yang kontradiksi. Di satu sisi mengingkari fakta bahwa Ahlussunah dihormati hak-haknya di Iran, namun di sisi lain Voa juga mengakui bahwa nama khalifah ketiga tersebut diabadikan sebagai nama jalan di salah satu kota Iran, yang artinya, pemerintah tidak menghalangi aspirasi masyarakat Ahlussunah untuk mengenang dan mengabadikan nama beliau.
Sebuah negara, diatur oleh pemerintah yang memegang kendali atas keputusan yang diambil. Voa-Islam sedang berusaha mengaburkan pemahaman karena tidak mampu membantah bahwa nama Khalifah Umar memang diabadikan menjadi nama sebuah jalan di Iran. Logikanya, apa susahnya bagi pemerintah Iran yang mayoritas Syiah untuk mengganti nama jalan tersebut dan melarang menggunakannya?

Jikalaupun ada media Syiah yang protes akan kebijakan tersebut, Voa-Islam sepertinya perlu berkaca deh. Bukankah Voa-Islam juga sering protes terhadap keputusan pemerintah Indonesia terkait isu-isu nasional? Keputusan pemerintah, di negara manapun di dunia pastinya akan menimbulkan pro-kontra dari berbagai pihak, baik itu elemen masyrakat, ormas, maupun media. Di Iran juga begitu. Tapi bukankah sampai berita ini dimuat, nama Sayyidina Umar juga masih  tidak diusik sama sekali oleh pemerintah Iran?

Mungkin Voa-Islam akan tambah kaget jika kami sodori fakta bahwa selain nama jalan yang mengagungkan Khalifah Ketiga, di Iran juga ada sebuah wilayah yang dipimpin oleh walikota – seorang wanita Ahlussunah dari etnis Baluchi.  Baluchzehi, demikian namanya, terpilih sebagai sebagai walikota di kota Kalat – salah satu kota di provinsi Sistan – Baluchistan. Al-Monitor telah membuat laporanya secara ekslusif. Wanita Baluchi ini baru  berusia 26 tahun, seorang insinyur, dan juga seorang Master dalam pengelolaan sumber daya alam dari Islamic Azad University di Teheran. Dia berasal dari keluarga kaya yang berpengaruh dan memiliki hubungan yang dekat dengan para ulama di wilayahnya.

Iran meskipun merupakan negara dengan mayoritas bermazhab Syiah,  terpilihnya seorang wanita dari etnis Persia dan bermazhab Syiah sebagai walikota masih jarang terjadi.  Dan terpilihnya wanita Baluchi yang bermazhab Sunni sebagai walikota merupakan hal yang baru pertama kali terjadi. Baluchzehi memimpin wilayah di daerah konservatif yang cukup  bermasalah. Para pendukung Salafi  ektrem bersenjata al-Qaeda, seperti Jaish al – Adl, yang merupakan cabang dari Jundallah,  juga beraktivitas aktif di sana. Dari waktu ke waktu ada konflik berdarah antara kelompok-kelompok ini dan angkatan bersenjata Iran. Militan ini, karena konservatisme agama dengan pemahaman radikal mereka, sangat menentang gagasan naiknya perempuan sebagai anggota aktif di ruang publik.
Make the lie big, make it simple, keep saying it, and eventually they will believe it (Adolf Hitler)
Rasanya bukan hal yang mudah  untuk menjelaskan kepada sebagian masyarakat yang telah tercuci otak atau telah terdoktrin oleh propaganda yang berulang-ulang diserukan kepada mereka. Apalagi kendalanya, yang menebar propaganda kebencian ini, tidak jarang merupakan tokoh agama ataupun lembaga yang menjadi rujukan umat.

Tanggapan LI akan ditulis menjadi beberapa bagian, dan ini adalah bagian kedua.

Masih dari artikel yang sama, Voa Islam menulis: Dan lagi, semenjak tahun 1980 sampai detik ini kaum mulsimin Sunni di teheran tidak memiliki masjid. Hal ini diakui sendiri oleh ulama dan tokoh Mesir, Dr Raghib As-Sirjany, yang sempat diwawancarai oleh voa-islam.com. Muslimin Sunni terpaksa mengadakan Shalat Jumat dan Shalat ‘Id di tempat seadanya. Bahkan tahun kemrin, 2013, petugas keamanan Iran melarang kaum muslimin Sunni untuk melaksanakan Shalat Idul Adha, di mana hal tersebut mendapat kecaman oleh Syaikh Abdul Hamid, Ulama Besar Ahlussunnah di Iran.
Tanggapan Liputan Islam:
Salah satu isu panas yang kerap dilemparkan kelompok takfiri adalah tuduhan menyangkut penindasan yang dilakukan pemerintah Syiah terhadap orang-orang Sunni di Iran. Dikatakan bahwa orang-orang Sunni dipersulit, atau bahkan dilarang membangun masjid di Iran. Narasi yang paling sering diulang-ulang adalah: tidak adanya masjid Sunni di Teheran, ibukota Iran. Benarkah demikian? Berikut ini adalah penjelasan dari Ustadz Ismail Amin, mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di Al-Mustafa International University

Kebijakan Pembangunan Masjid Menurut Fiqih.

Di Iran memang jarang ditemukan masjid. Pengertian “jarang” di sini adalah ketika dibuat perbandingan antara jumlah masjid di Iran dengan masjid di negara-negara Muslim lainnya. Misalnya, jika dibandingkan dengan Kairo, yang memiliki julukan kota seribu menara, tentu saja jumlah masjid di Teheran tidak seberapa. Bahkan dibandingkan dengan Indonesia yang masjid-masjidnya bisa ditemukan di setiap RW, Iran memang seperti neger “irit-masjid”. Jadi, jangankan masjid Ahlusunnah yang merupakan kelompok minoritas, masjid Syiah pun memang sangat jarang. Tapi, penyebab sedikitnya jumlah masjid di Iran lebih disebabkan masalah pandangan fiqih di kalangan para ulama Syiah.

Dalam pandangan Syiah, masjid adalah bangunan dengan spesifikasi hukum fiqih yang sangat khas. Misalnya, dalam pandangan Syiah, perempuan yang sedang menstruasi betul-betul dilarang masuk masjid. Sehingga ketika diadakan pengajian di masjid, tentulah kaum perempuan tidak bisa hadir di pengajian tersebut. Kedua, dalam shalat Jum’at, aturan fiqihnya adalah di sebuah kota hanya boleh diadakan secara terpusat di satu tempat di kota tersebut. Fiqih Syiah tidak membolehkan ta’addud al-jumu’ah (sholat Jumat berbilang). Ketika shalat Jumat dilarang berbilang, untuk apa membangun masjid sebanyak-banyaknya?

Meskipun demikian, bukan berarti tempat ibadah sulit didapat. Di Iran, orang-orang yang ingin beribadah di tempat umum bisa pergi ke majlis-majlis ta’lim yang dikenal dengan nama Hussainiyah. Tempat ibadah lainnya adalah haram atau astana para wali (mereka menyebutnya imamzadeh). Mushalla juga banyak dengan mudah ditemukan, baik berupa bangunan independen, atau mushalla-mushalla kecil yang ada di tiap bangunan publik seperti sekolah, perkantoran dan lain-lain.
Jadi, sedikitnya jumlah bangunan yang disebut masjid di Iran, lebih disebabkan faktor pandangan fiqih itu. Iran yang bercorak Syiah memang tidak memiliki kebijakan memperbanyak jumlah masjid kecil ke setiap pelosok, melainkan memperbagus, memperluas, dan memakmurkan beberapa masjid yang sudah berdiri.

Aturan  fiqih khas Syiah ini tidak pernah dipaksakan secara ketat kepada komunitas Sunni yang tinggal di Iran. Orang-orang Sunni tetap boleh mendirikan masjid. Tentu saja, izin pendirian itu harus tunduk kepada aturan tata kota yang ada. Jadi, seandainya ada izin pendirian masjid yang tidak terbit, bisa dipastikan pertimbangannya murni hal-hal yang bersifat teknis, seperti karena melanggar peruntukan tanah, tata kota, dan lain-lain. Dan ini bukan hanya terjadi kepada masjid Sunni, melainkan juga masjid Syiah, dan tempat-tempat ibadah agama lainnya di Iran (Kristen, Zoroaster, dan Yahudi).

Tingginya toleransi pemerintah Iran terhadap prinsip fiqih orang-orang Sunni bisa dilihat dari tetap diizinkannya orang-orang Sunni mendirikan masjid-masjid kecil di berbagai pelosok kota. Di Teheran, misalnya, kita akan bisa menemukan sembilan masjid Sunni. Seperti yang dikutip oleh Shia-online, masjid-masjid Sunni yang terdapat di Teheran adalah sebagai berikut.
  1. Masjid Sadeqieh yang terdapat di Falake-ye Dovvom Sadeqieh
  2. Masjid Tehran Pars, terdapat di Jalan Delavaran
  3. Masjid Shahre Qods, terdapat di KM 20 Jadeh Qadim
  4. Masjid Khaleeje Fars, terdapat di Bozorg-rahe Fath
  5. Masjid An-Nabi, terdapat di Distrik Danesh
  6. Masjid Haft Jub, terdapat di Jadeh Malard
  7. Masjid Vahidiah, terdapat Kawasan Shahriar
  8. Masjid Nasime Shahr, terdapat di Kawasan Akbar Abad
  9. Masjid Razi Abad, terdapat di Pertigaan Shahriar
Masih menurut Shia-online, aktivitas masjid-masjid tersebut memang tidak begitu semarak. Secara praktis, masjid-masjid itu hanya ramai di bulan suci Ramadhan untuk shalat tarawih, shalat Idul Fitri, Idul Adha, dan shalat-shalat Jumat. Itu disebabkan jumlah warga Sunni di Teheran sangat sedikit dan mereka tinggal di tersebar (membaur) bersama warga Syiah.

Data-data ini tentu saja menepis tuduhan yang sering diulang-ulang oleh kelompok takfiri yang menyatakan bahwa di Teheran tidak ada masjid Sunni. Bahkan, ada data bantahan lain yang lebih mencengangkan. Shianews mengutip data yang disampaikan Penasehat Presiden Urusan Kelompok Minoritas, Ali Yunesi, yang menyatakan bahwa jumlah masjid Sunni di seluruh Iran jauh lebih banyak dibandingkan masjid Syiah. Jumlah masjid Syiah di bawah 10.000, sedangkan masjid Sunni berjumlah lebih dari 15.000.

Masjid untuk Semua Mazhab
Isu masjid Sunni di Iran memang sangat kental dengan nuansa sektarianisme. Ini tentu saja bertentangan dengan upaya persatuan ummat Islam. Mestinya ummat Islam Indonesia tidak boleh tergoda lagi bermain-main dengan isu ini hingga terjebak lagi ke dalam perangkap perpecahan ummat. Kita tentu masih ingat bagaimana sebagian ummat Islam Indonesia sempat terjebak pada isu-isu Masjid NU, Masjid Muhammadiyyah, Masjid Persis, dan lain-lain. Lalu, terjadilah “perang pengeras suara” di antara dua masjid yang lokasinya sangat berdekatan. Sungguh isu murahan yang menghabiskan energi kita.

Di Iran, situasi seperti ini bisa dikatakan tidak terlihat. Pada dasarnya, tidak ada yang namanya Masjid Sunni atau Masjid Syiah. Seluruh masjid yang dibangun diperuntukkan bagi seluruh kaum Muslimin, tanpa memandang mazhab atau atau pandangan fiqihnya. Seandainya ada penamaan masjid sunni seperti yang dituliskan di atas, itu untuk menyederhanakan penyebutan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan “masjid Sunni” adalah masjid yang berada di kawasan yang banyak dihuni orang-orang Sunni.

Dari sisi praktikal-kultural, masjid-masjid Sunni ataupun Syiah, dan juga tempat-tempat ibadah lainnya, berfungsi secara lintas-mazhab. Di masjid Sunni akan ditemukan orang Syiah yang shalat, dan begitu juga sebaliknya. Para tamu negara dengan mazhab Sunni yang pernah berkunjung ke Iran tentulah akan mengatakan bahwa mereka dengan bebasnya bisa shalat di tempat-tempat ibadah orang-orang Syiah, tanpa adanya larangan apapun. Bahkan, cara shalat mereka yang berbeda tidak pernah dianggap aneh oleh orang-orang Syiah.


Voa Islam mungkin sesekali harus mengunjungi situs ulama Ahlusunnah di Iran, misalnya http://abdolhamid.net/english/ yang diasuh oleh Shaikh Abdolhamid Ismaeelsah, yang merupakan rektor dari Darululoom Zahedan, juga seorang Imam shalat Jum’at. Dan dalam salah satu artikel disebutkan; Iranian Sunnis love their country

“…thousands of Sunni students gathered in the Grand Makki Masjid, the rector of Darululoom Zahedan stated, “The Sunni community of Iran is abided by the sovereignty of the country. Iranian Sunnis are not traitors; they love their country as they sacrificed their souls during Iran-Iraq war.”
Ribuan mahasiswa Sunni berkumpul di Masjid Grand Makki, rektor Darululoom, Zahedan menyatakan, “Komunitas Sunni Iran mematuhi kedaulatan negara. Sunni Iran tidak pengkhianat, mereka mencintai negara mereka selayaknya mereka [para pahlawan Iran] yang telah mengorbankan jiwa mereka selama perang Iran – Irak.” Artinya adalah, masyarakat Sunni Iran mencintai tanah airnya. Bisakah mereka mencintai sebuah negara, jika di negara tersebut hak-hak mereka dirampas, dizalimi bahkan dibunuhi. Jikalaupun benar tuduhan tersebut, seharusnya mereka sudah mengungsi dari Iran untuk menyelamatkan diri, namun faktanya, di Iran terdapat masjid, universitas dan lembaga-lembaga Sunni, dan rakyatnya sendiri bilang: “Kami cinta Iran.”

“Maaf ya Om Voa-Islam, fakta ini terlalu menyakitkan dan terlalu pahit untuk Anda telan. Tapi siapapun masyarakat yang berpikir dengan menggunakan logika sehat bukan karena kebencian, akan lebih percaya terhadap apa yang dikatakan orang Iran, dibandingkan dengan apa yang Anda katakan tentang mereka. Yang hidup di Iran adalah mereka, bukan Anda. ”

Tanggapan LI akan ditulis menjadi beberapa bagian, dan ini adalah bagian ketiga
Voa Islam menulis: Tidak sekedar itu, salah seorang pejabat Iran, Mohsen Rezae, melalui akun di jejaring sosial facebook ia menyamakan Sayyiduna Umar bin Khattab dengan Menlu AS, John Kerry. Statmen Mohsen pun menuai kecaman dari pihak ahlussunnah Iran.

Tanggapan Liputan Islam:


Ada satu hal yang tidak diketahui (atau pura-pura tidak diketahui ) Voa-Islam bahwa Iran, adalah negara yang menganut system pemerintahan Wilayatul Faqih, yang mana pemegang kekuasaan tertinggi adalah seorang ahli agama (disebut Wali Faqih atau Rahbar) yaitu Ayatullah Khamenei. Sebelumnya, blog Satu Islam telah menayangkan fatwa dari Rahbar, tentang haram hukumnya melecehkan/ menistakan symbol-simbol Ahlussunah. Fatwa lengkapnya sebagai berikut:
Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Spiritual dari Iran, menerbitkan sebuah fatwa yang mengharamkan perlakuan buruk terhadap istri Nabi, Ummul mukminin Aisyah dan melecehkan simbol-simbol (tokoh-tokoh yang diagungkan) ahlusunah waljamaah.

Hal itu tertera dalam jawaban atas istifta’ (permohonan fatwa) yang diajukan oleh sejumlah ulama dan cendekiawan Ahsa, Arab Saudi, menyusul penghinaan yang akhir-akhir ini dilontarkan seorang pribadi tak terpuji bernama Yasir al-Habib yang berdomisili di London terhadap istri Nabi, Aisyah. Para pemohon fatwa menghimbau kepada Sayid Khamenei menyampaikan pandangannya terhadap “penghujatan jelas dan penghinaan berupa kalimat-kalimat tak senonoh dan melecehkan terhadap istri Rasul saw., Aisyah.”

Menjawab hal itu, Ayatullah Khamenei mengatakan, “…diharamkan melakukan penghinaan terhadap (tokoh-tokoh yang diagungkan) ahlusunah waljemaah apalagi melontarkan tuduhan terhadap istri Nabi saw. dengan perkataan-perkataan yang menodai kehormatannya, bahkan tindakan demikian haram dilakukan terhadap istri-istri para nabi terutama penghulu mereka Rasul termulia.”

Fatwa  Ayatullah Khamenei ini dapat dapat dianggap sebagai fatwa paling mutakhir dan menempati posisi terpenting dalam rangkain reaksi-reaksi luas kalangan Syiah sebagai kecaman terhadap pelecehan yang dilontarkan oleh (seseorang bernama) Yasir al-Habib terhadap Siti Aisyah ra.
Sebelumnya puluhan pemuka agama di kalangan Syiah di Arab Saudi, negara-negara Teluk dan Iran telah mengecam dengan keras pernyataan-pernyataan dan setiap keterangan yang menghina Siti Aisyah atau salah satu istri Nabi termulia saw.

Ketua Umum Ahlulbait Indonesia, Hassan Dalil Alaydrus mengutuk sikap pria kelahiran Kuwait yang mangaku orang Syiah tersebut. Menurutnya pernyataan Yasir tidaklah sama sekali mewakili sikap orang syiah, karena menurutnya menghina istri Nabi, Ummul Mu’minin Aisyah adalah haram sesuai dengan fatwa Ulama Syiah dan Ulama Ahlussunnah.

Hassan Dalil Alaydrus mengutip fatwa Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Spiritual dari Iran, yang mengharamkan perlakuan buruk terhadap istri Nabi, Ummul mukminin Aisyah dan melecehkan simbol-simbol (tokoh-tokoh yang diagungkan) ahlusunah waljamaah.
Fatwa Khamenei ini dapat dapat dianggap sebagai fatwa paling mutakhir dan menempati posisi terpenting dalam rangkain reaksi-reaksi luas kalangan Syiah sebagai kecaman terhadap pelecehan yang dilontarkan oleh (seseorang bernama) Yasir Habib terhadap Siti Aisyah ra.




Sedangkan menurut Ahmadinejad, mantan presiden Iran dalam pertemuannya dengan Grand Shaikh al-Azhar, mengungkapkan banyak unsur kesatuan yang dimiliki oleh seluruh muslimin, baik Sunni maun Syiah. Kita memiliki Tuhan satu, nabi satu, kitab satu, dan Kiblat satu.  Ahmadinejad kembali menegaskan, “Rasulullah saw tidak datang untuk menjadikan sekelompok sebagai Syiah dan sekelompok lain sebagai Sunni. Beliau datang untuk memuslimkan semua orang. Hal ini lantaran pandangan Islam adalah sebuah pandangan mendunia dan dimiliki oleh seluruh umat manusia.”
Selanjutnya, Presiden Ahmadinejad menandaskan, “Dari tribun ini saya tegaskan bahwa barang siapa di mana pun ia berada menghina sahabat Rasulullah saw, maka ia bukanlah seorang muslim dan tidak bergerak di atas jalan Islam. Ia tidak lebih hanyalah kaki tangan dan alat mainan musuh-musuh asing.”

Bagaimanapun telah menjadi fatwa resmi yang tidak boleh dilanggar bahwa haram hukumnya melecehkan simbol-simbol Ahlussunah. Dengan demikian, jika ada oknum yang melakukan hal tersebut maka dia tidaklah mewakili negara Iran ataupun pemerintahan Iran, melainkan murni mewakili pribadinya. Sama halnya dengan teroris Amrozi dkk yang meledakkan bom di Legian, Bali, dia tidaklah mewakili Islam secara keseluruhan. Gitu Om Voa, :D.

Tanggapan LI akan ditulis menjadi beberapa bagian, dan ini adalah bagian keempat.
Voa Islam menulis: “Apakah Liputan Islam tidak mengetahui bahwa makam pembunuh Sayyiduna Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu di Iran diagungkan oleh kaum syiah imamiyah. Di daerah Bagh-e Fein kota Kashan terdapat makam yang dinisbatkan kepada Abu Lu’lu’ah Fairuz. Terlepas ini makam benar atau tidak terbaringnya jasad Abu Lu’lu’ah si pembunuh Khalifah Umar. Di makam itu mereka ditulis Baba Syuja’uddin sebagai gelar yang diberikan oleh syiah kepada pembunuh Umar itu.”
Tanggapan Liputan Islam




Di kota Kashan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi Isfahan, Iran, terdapat sebuah bangunan makam yang diyakini sebagai tempat dikuburkannya Abu Lu’lu’. Siapakah Abu Lu’lu’? Ada tiga pendapat berbeda mengenai identitas Abu Lu’lu’ ini. Perbedaan pendapat ini berbarengan juga dengan perbedaan sikap atau perlakuan terhadap orang yang dikuburkan di tempat ini.

Pendapat pertama berasal dari orang-orang Syiah garis keras yang menyatakan bahwa Abu Lu’lu’ adalah pembunuh Khalifah Umar bin Khaththab. Menurut pendapat pertama ini. dia adalah orang Iran. Awalnya, dia adalah tawanan perang dalam kasus penaklukan Kerajaan Persia oleh tentara Muslim. Abu Lu’lu yang aslinya bernama Feiruz hampir saja dibunuh oleh Khalifah Umar gara-gara enggan masuk Islam. Akan tetapi, berkat protes keras Imam Ali, Abu Lu’lu’ terbebas dari pembunuhan. Ia ditebus oleh Imam Ali dan menjadi budak beliau. Saat menjadi budak itulah Abu Lu’lu’ masuk Islam dan menjadi pengikut setia Imam Ali.

Masih menurut versi kelompok Syiah garis keras, Abu Lu’lu kemudian mendengar kisah kematian Sayyidah Fathimah, istri Imam Ali, dan keterlibatan Umar dalam proses kematian beliau. Lalu, Abu Lu’lu’ melakukan pembunuhan atas Khalifah Umar sebagai bentuk balas dendam. Seterusnya, atas saran Imam Ali, Abu Lu’lu disuruh melarikan diri ke negeri asalnya, yaitu Iran (sumber:abulolo.persianblog.ir).

Sampai sekitar enam tahun yang lalu, kuburan Abu Lu’lu sering diziarahi oleh orang-orang Syiah garis keras itu. Jumlah mereka bisa dikatakan sangat minoritas. Jika makam-makam orang suci lainnya di Iran bisa dikunjungi sampai ratusan ribu orang per hari, maka makam Abu Lu’lu paling hanya diziarahi belasan orang saja per hari. Di hari-hari peringatan syahadah (hari wafat) dan wiladah (kelahiran) Sayyidah Fathimah, pengunjung kuburan ini menjadi banyak, sampai mencapai ratusan. Di hari-hari tersebut,  mereka melaksanakan acara pelaknatan terhadap Khalifah Umar (dan Abu Bakar), serta mengucapkan terima kasih kepada ruh Abu Lu’lu yang telah melakukan tindakan ‘balas dendam’.

Pendapat bahwa Abu Lu’lu yang dimakamkan di Kashan itu adalah pembunuh Umar juga diterima oleh kelompok takfiri. Inilah pendapat versi kedua.  Menurut kelompok takfiri, motif pembunuhan itu adalah dendam rasial Abu Lu’lu (mereka menyebutnya Abu Lu’lu’ah Majusi) sebagai orang Iran beragama Majusi terhadap Khalifah Umar yang merupakan orang Arab dan pemimpin Islam. Tentu saja, sebagaimana yang bisa kita baca di media-media sosial, kelompok takfiri menyebut perilaku sebagian kecil orang Syiah itu sebagai representasi seluruh orang Syiah. Takfiri menyebut isu Abu Lu’lu ini sebagai salah satu alasan untuk memerangi Syiah secara keseluruhan.

Pendapat dan sikap berbeda dikemukakan oleh mayoritas orang Syiah, termasuk para ulama besarnya. Menurut pendapat ketiga ini, Abu Lu’lu’ yang dimakamkan di Kashan bukanlah pembunuh Khalifah Umar. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sekjen Majelis Internasional Taqrib Baynal Madzahib, Ayatullah Muhsin Araki, Abu Lu’lu yang dimakamkan di Kashan adalah seorang wali. Hanya saja, namanya memang secara kebetulan sama dengan nama pembunuh Khalifah Umar (sumber:taqrib.info). Kesamaan ini muncul karena keduanya memiliki anak perempuan bernama Lu’lu’.

Memang, kalau kita merujuk kepada kitab-kitab sejarah, sangatlah aneh mengaitkan makam Abu Lu’lu’ yang ada di Kashan dengan pembunuh Khalifah Umar. Sejarah Sunni mencatat, pembunuh Khalifah Umar adalah seorang yang bernama asli Hormozan. Setelah melakukan pembunuhan, ia ditangkap. Abdullah bin Umar sebagai waliyyud-dam (wali darah) ayahnya melakukan qishash atas Hormozan sebagai pembunuh Khalifah Umar (Tarikh Dimasyq,  Jilid 38 halaman 68, tarikh Thabari, jilid 2 halaman 302, Tariksh Ya’qubi, Jilid 2 halaman 161). Sejarah bahkan mencatat, proses hukuman mati atas Hormozan sangat sadis, yaitu dimutilasi. Imam Ali disebut-sebut melancarkan protes keras atas cara hukuman mati seperti itu. Akan tetapi, Khalifah Utsman yang menggantikan Umar enggan menanggapi protes tersebut (Al-Khara`ij wal-Jara`ih, Jilid 1 halaman 213). Jadi, bagaimana mungkin jenazah pembunuh yang sudah ditangkap, bahkan dimutilasi, bisa sampai dibawa dari Madinah ke Kashan yang jaraknya hampir 4.000 kilometer?

Meskipun pemerintah Iran meyakini bahwa makam yang ada di Kashan itu bukanlah pembunuh Umar, akan tetapi, mengingat kemaslahatan ummat, pihak yang berwenang secara resmi telah menutup komplek pemakaman Abu Lu’lu sejak tahun 2008 yang lalu. Pengertian ditutup di sini adalah: makam tersebut tidak boleh lagi dimasuki orang untuk berziarah, apalagi sampai mengadakan acara-acara yang berisi pelaknatan kepada simbol-simbol yang dihormati Ahlu Sunnah, yaitu Khulafaur-Rasyidin dan para istri Nabi. Kini, kawasan yang tadinya merupakan makam Abu Lu’lu sudah berubah menjadi kawasan Kantor Polisi Wilayah Kashan.

Itulah yang dilakukan oleh pemerintah Iran yang bercorak Syiah. Demi persatuan ummat, mereka mengeluarkan fatwa larangan melaknat figur yang dimuliakan Ahlusunnah sebagaimana telah kami ulas dalam tanggapan ketiga. Kini,  Liputan Islam ingin bertanya kepada Voa-Islam, siapakah big boss Anda yang membayar Anda untuk memecah belah persatuan kaum muslimin?
CIA, atau Mossad? :D



Jawaban untuk Voa-Islam: Agenda Zionis Itu Memang Ada Lho!




Voa-Islam dalam artikel berjudul “Liputan Islam yang Mengelak” menulis tanggapan atas tulisan Liputan Islam yang berjudul “Menjawab Teguran Voa Islam”. Sebagai upaya tabayun, untuk mengklarifikasi berbagai tuduhan, kami memutuskan untuk menjawabnya dan karena jawabanya sangat panjang, kami membaginya dalam 4 bagian. Berikut ini bagian pertama.

Agenda Zionis Untuk Memecah Belah Umat Islam
Voa-Islam terlihat ‘gerah’ ketika kami bertanya begini: “ Liputan Islam ingin bertanya kepada Voa-Islam, siapakah big boss Anda yang membayar Anda untuk memecah belah persatuan kaum muslimin? CIA, atau Mossad? “

Ditanggapi seperti ini: “Begitulah karakter orang Syiah atau pro-Syiah saat sesorang berusaha mengungkap fakta tentang Syiah dan Iran selalu saja dengan latah menuduh orang tersebut dengan antek-antek AS dan Israel. Padahal kalau kita melihat tragedi Irak, maka sungguh kita akan tahu siapa sebenarnya yang merupakan antek AS. Bahkan Mantan Sekjen Hizbullah, Syaikh Shubhi Ath-Thufaili, pun mengatakan bahwa Hizbullah sebagai penjaga perbatasan untuk kepentingan Israel.”

Be calm Om Voa, ngga usah panic gitu deh. :D Jika Anda benar, Anda tidak perlu marah, namun jika Anda salah, Anda tidak layak marah.

Para pembaca yang budiman, harus kami tegaskan kembali bahwa saat ini terjadi pengulangan skenario hampir di seluruh belahan dunia oleh “invisible hands” (tangan tak terlihat) seperti yang diungkapkan oleh Asy-Syahid Syeikh Ramadhan al-Buthi – yang menghendaki keuntungan dari konflik yang berhasil mereka ciptakan. Contohnya Libya, Irak, Suriah, Ukraina, dan juga  Mesir. Di Timur Tengah yang diangkat adalah isu sektarian, sedangkan di Ukraina dibesar-besarkan sentimen Uni Eropa. Artinya, bila si “invisible hands” ini memiliki kepentingan terhadap negara-negara tertentu, maka dibuatlah konflik. Alurnya sebagai berikut : propaganda => demonstrasi => aksi anarkis => perang =>negara hancur =.invisible hands datang sebagai pahlawan dengan memberi bantuan melalui IMF atau World Bank =>  negara tersebut dijajah secara tidak langsung. 

Contoh nyata: Libya dan Suriah. Libya pada masa Qaddafi hutang luar negerinya nol dan jangankan kesehatan atau pendidikan, mobil pun dibagikan gratis ke warga. Saat itu, menurut data PBB, Libya adalah negara termakmur di Afrika. Namun setelah konflik, kini Libya berutang kepada negara-negara Barat. Hanya saja, pemerintah Suriah tetap tangguh; meski negerinya sudah tercabik-cabik akibat serangan para “mujahidin” yang berdatangan dari seluruh dunia,  tawaran utang dari IMF ditolak mentah-mentah.

“Invisible hands” dalam menggapai tujuannya,  tidaklah berjalan sendiri, bahkan nyaris tidak akan mengotori tangannya sama sekali. Yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuannya adalah kita. Ya, kita. Karenanya, mari simak sebuah pengakuan dari seorang warga Palestina yang menjadi agen Mossad.

Badan Intelijen Palestina mengizinkan harian Al-Hayat- London, dan televisi LBC-  Beirut untuk mewawancarai orang-orang Palestina yang menjadi agen Mossad yang tertangkap oleh Badan Intelijen Palestina. Mereka telah menyebabkan terbunuhnya sejumlah mujahidin.
Dalam sebuah wawancara, salah satu agen mengungkapkan cara perekrutan mereka serta peranan yang mereka lakukan dalam memantau para mujahidin dan memicu fitnah dalam perselisihan, perpecahan, dan kebencian demi merealisasikan kepentingan strategis Zionisme.

Wawancara ini diterbitkan oleh tabloid An-Nas nomor 127 mengutip harian Al-Hayat. Tabloid al-Basya’ir edisi akhir Shafar 1424 H atau awal April 2003 yang terbit di Sana’a, Yaman, kembali menurunkan transkrip wawancara tersebut mengingat pentingnya fakta-fakta yang diungkapkan oleh agen ini. Wawancara di bawah ini, diterjemahkan oleh Jati Utomo Dwi Hatmoko, M.Sc. , mahasiswa Structural Engineering and Construction Management University of Newcastle Upon Tyne United Kingdom, dan dikutip dari Hidayatullah.com, laporan Bahrum A. Rambe. Berikut terjemahan hasil wawancara dimaksud :

Bagaimana para zionis itu dapat memperalat Anda untuk kepentingan mereka dalam konspirasi dan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara Anda?
Awalnya saya membaca iklan di koran lokal tentang adanya pusat studi strategis kemasyarakatan yang bertempat di Singapura, mereka membutuhkan reporter di Tepi Barat untuk melakukan studi sosial dan publisistik tentang lingkungan, kemiskinan, dan lain-lain.

Lalu saya kirim biodata dan ijazah saya. Setelah dua pekan, datang balasan penerimaan saya di lembaga tersebut yang ternyata dikendalikan oleh Intelejen Zionis Mossad, dan dilaksanakan oleh orang-orang Palestina yang bekerja sama dengan Zionisme untuk merekrut orang Arab Palestina dengan cara jahannam yang tidak terpikir oleh siapa pun. Mereka meminta kepada saya untuk menyiapkan laporan kemasyarakatan strategis. Mereka memberi imbalan uang yang cukup banyak. Dari situ, Pusat Studi Strategis palsu itu meminta tambahan laporan-laporan sensitif. Dan saya memenuhinya dengan teratur. Dengan memperhatikan permintaan-permintaan mereka saya mengetahui bahwa lembaga ini ada di bawah Mossad.

Tapi saya tidak bisa mundur karena saya sudah memberi laporan-laporan yang sangat sensitif tentang keamanan nasional, tokoh-tokoh mujahidin, posisi tempat tinggal mereka,dan keberadaan mereka. Informasi ini memudahkan mereka untuk membunuh para mujahidin terbaik dari Hamas dan Jihad Islam. Kondisi berkembang sedikit demi sedikit sampai permainan ini tersingkap, mereka memberi kepada saya lisensi untuk menemui orang-orang penting di Tel Aviv. Di sana mereka menyambut saya di sebuah hotel bintang lima. Mereka memberi saya seluruh sarana kenikmatan. Tapi ternyata mereka merekam saya ketika saya berada dalam kondisi memalukan dengan seorang wanita, hal ini sebagai salah satu cara mereka untuk memperbudak dan mengendalikan saya di kemudian hari.
Dari sini pekerjaan menjadi lebih akurat. Mereka melatih saya seluruh dasar kerja intelejen. Dan komunikasi kami lewat internet, mengirim informasi lewat telepon seluler yang mereka berikan. Dari sini saya mulai mengumpulkan informasi yang paling akurat dan vital tentang tokoh-tokoh intifadhah secara rutin. Posisi saya sebagai reporter, membuat saya dapat bergabung dengan seluruh unsur mujahidin.

Saya mendapatkan informasi yang sangat penting karena saya dianggap sebagai pejuang. Karena kedekatan saya dengan para pemimpin perlawanan, dan pantauan saya terhadap posisi gerakan dan tempat tidur mereka saya telah memudahkan pembunuhan banyak melalui pesawat, penangkapan malam hari atau dengan menembak kendaraan. Dan saya telah merekrut banyak orang untuk kepentingan Zionis dengan upah rendah tidak lebih dari 1.500 chikel per bulan.

Kami mengetahui bahwa Anda dapat mengintervensi beberapa Jamaah Islamiyyah, bagaimana itu?
Sesungguhnya Zionis sudah memanfaatkan kepolosan dan ketidakhati-hatian orang-orang Palestina. Kami ditugaskan membuat beberapa situs dengan nama: Palestine Islamiyyah, al-Jihad al-Muqaddas, Tahrir al-Quds, Syababul Intifadhah, … Dengan situs-situs ini kami bisa berhubungan dengan banyak anak muda yang bersemangat dan memiliki semangat jihad. Kami janjikan kepada mereka untuk membiayai mereka dengan uang dan senjata. Atas dasar bahwa dana tersebut bersumber dari orang-orang kaya dari Teluk dan aktivis Islam di Mesir, Yordan dan Kuwait. Begitulah kami dapat menembus banyak mata rantai mujahidin dan merasuk ke dalam tubuh mereka dengan mengatasnamakan Islam dan Jihad.

Dan yang lebih berbahaya, kami dapat memperalat orang-orang yang bersemangat tinggi, khususnya orang-orang salafi untuk menyebarkan buku-buku yang menimbulkan fitnah dan perpecahan dikalangan umat Islam. Buku-buku ini dicetak dan dibiayai dengan biaya Mossad untuk membuat pertempuran marginal antara aktivis Islam, khususnya antara Syiah dan Sunnah di Palestina, Pakistan, Yaman, dan Yordan.

Telah dicetak puluhan judul; buku-buku yang menyerang Syiah dengan cara menjijikkan, dan buku lain yang menyerang Sunnah dengan cara yang sama. Dan dimanfaatkan juga orang-orang yang fanatik dari kedua belah pihak dengan dasar bahwa buku-buku tersebut dicetak oleh para dermawan Teluk dengan cetakan luks. Dan selebihnya, pekerjaan akan dilakukan oleh orang-orang yang tidak sadar dari para fanatik Salafy. Tujuan utama dari pencetakan dan penyebaran buku ini adalah menimbulkan fitnah dan kebencian serta saling mengkafirkan antar pihak dan menyibukkan mereka dengan pertarungan sampingan sesama mereka agar Israel dapat merealisasikan tujuan mereka, dengan menghancurkan Islam, menelan tanah air, menghapus identitas generasi muda baik dengan menjadikan mereka rendah moral, atau orang-orang yang tersingkir di luar kehidupan, fanatik dan keras kepala, hati mereka penuh dengan kebencian terhadap saudara mereka sesama muslim baik Sunnah atau Syiah.

Mossad telah berhasil banyak dalam hal ini. Anda dapat melihat kira-kira semua mesjid dan perkumpulan anak muda di Yaman, Pakistan, dan Palestina tenggelam dengan buku-buku ini, yang dicetak dan dan dibagikan secara gratis bahwa ini semua dibiayai oleh para donatur Saudi, padahal Mossad ada di belakang semua ini. Sayang sekali banyak orang-orang yang tak sadar, dan para imam mesjid, khatib-khatib, dan da’i-da’i yang menyibukkan diri secara ikhlas dan serius dengan menyebarkan buku-buku ini, yang minimal bisa dikatakan buku-buku lancang dan fitnah. Fitnah lebih berbahaya dari pembunuhan. Karena pikiran mereka sempit, maka mereka tidak berfikir tentang tujuan sebenarnya dari penyebaran buku-buku ini yang meniupkan kebencian, perpecahan dan fitnah khususnya hari-hari ini.

Buku-buku ini telah mulai pengaruhnya di Pakistan di mana orang-orang Sunnah membentuk “Tentara Shahabat” dan menyerang kaum Syiah dalam ritual dan rumah-rumah mereka ketika shalat, membunuh mereka ketika sholat Shubuh. Sebuah pembantaian ganas yang menyedihkan meninggalkan ribuan mayat. Di lain pihak orang-orang Syiah membentuk “Tentara Muhammad” bereaksi dengan balasan yang lebih, ratusan orang terbunuh di kedua belah pihak tiap bulan, pembantaian berdarah, kedengkian, membuat-buat pertempuran sampingan, fitnah yang berbahaya dengan pahlawan “Khawarij” zaman sekarang, dimanfaatkan oleh Mossad untuk menyulut fanatisme, pengkafiran, pembunuhan, untuk melemahkan negara Islam pertama yang memiliki bom atom, Pakistan.

Sedangkan rencana mereka di Yaman, sampai saat ini pekerjaan masih berjalan dengan serius dan hasilnya sebentar lagi akan bisa dilihat, sangat disayangkan.Khusus tentang pemicuan fitnah di Palestina, seluruh tujuan tidak tercapai seperti di Pakistan dan Yaman.

Sekarang apakah Anda menyesal? Di mana mata hati Anda ketika Anda menunjukkan tempat-tempat persembunyian tokoh-tokoh perlawanan kepada Zionis, agar dibunuh dengan keji beserta keluarga mereka dengan pesawat Apache dan roket-roket mereka?
Apalah gunanya penyesalan. Saya merasa sedih ketika mereka memusnahkan sebuah bangunan beserta penghuninya hanya untuk membunuh salah seorang mujahidin yang dicari, di mana operasi ini menyebabkan terbunuhnya 17 anak kecil dan wanita juga sang mujahid yang dicari. Sayalah penyebabnya, sungguh sayang. Karena itu saya berhak dihukum dengan hukuman yang diputuskan pengadilan, yaitu eksekusi.

Sumber Catatan ini :
  1. SUARA HIDAYATULLAH, Edisi 01/XVI/Mei/ 2003
  2. Pernah dimuat dalam Website resminya hidayatullah.com
  3. Dimuat pula dalam Majalah Risalah Mujahidin (Majalah Resmi Majelis Mujahidin Indonesia / MMI), Edisi 7 (April 2007) di halaman 42-46, yang berjudul “Mengenal Agen Mossad dalam Gerakan Islam”. Bahkan pemuatannya sampai menyulut reaksi dari kelompok Salafy (Wahaby) di Tanah Air, berita selengkapnya bisa di baca di sini :

Voa-Islam dalam artikel berjudul “Liputan Islam yang Mengelak” menulis tanggapan atas tulisan Liputan Islam yang berjudul “Menjawab Teguran Voa Islam”. Sebagai upaya tabayun, untuk mengklarifikasi berbagai tuduhan, kami memutuskan untuk menjawabnya dan karena jawabanya sangat panjang, kami membaginya dalam 4 bagian. Berikut ini bagian kedua.

Sebagaimana telah kami ungkapkan di bagian pertama, ada agenda Zionis untuk memceah-belah umat Islam, dan cara yang sangat efektif adalah dengan memicu konflik Sunni-Syiah, sebagaimana diakui oleh orang Palestina mantan agen Mossad. Berikut ini adalah pengakuan yang tak kalah pentingnya yang harus diketahui oleh seluruh kaum muslimin di dunia.

Sebuah buku berjudul “A Plan to Divide and Destroy the Theology” telah terbit di AS. Buku ini berisi wawancara detail dengan Dr. Michael Brant, mantan tangan kanan direktur CIA.

Dalam wawancara ini diungkapkan hal-hal yang sangat mengejutkan. Dikatakan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta US dolar untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah. Dr. Michael Brant sendiri telah lama bertugas di bagian tersebut, akan tetapi ia kemudian dipecat dengan tuduhan korupsi dan penyelewengan jabatan.

Tampaknya dalam rangka balas dendam, ia membongkar rencana-rencana rahasia CIA ini. Brant mengatakan:
Sejak beberapa abad silam dunia Islam berada di bawah kekuasaan negara-negara Barat. Meskipun kemudian sebagian besar negara-negara Islam ini sudah merdeka, akan tetapi negara-negara Barat tetap menguasai kebebasan, politik, pendidikan, dan budaya mereka, terutama sistem politik dan ekonomi mereka. Oleh sebab itu, meski telah merdeka dari penjajahan fisik, mereka masih banyak terikat kepada Barat.

Pada tahun 1979, kemenangan Revolusi Islam telah menggagalkan politik-politik kami. Pada mulanya Revolusi Islam ini dianggap hanya sebagai reaksi wajar dari politik-politik Syah Iran. Dan setelah Syah tersingkir, kami (AS) akan menempatkan lagi orang-orang kami di dalam pemerintahan Iran yang baru, sehingga kami akan dapat melanjutkan politik-politik kami di Iran.

Setelah kegagalan besar AS dalam dua tahun pertama (dikuasainya Kedubes AS di Teheran dan hancurnya pesawat-pesawat tempur AS di Tabas) dan setelah semakin meningkatnya kebangkitan Islam dan kebencian terhadap Barat, juga setelah munculnya pengaruh-pengaruh Revolusi Islam Iran di kalangan Syiah di berbagai negara–terutama Libanon, Irak, Kuwait, Bahrain, dan Pakistan–akhirnya para pejabat tinggi CIA menggelar pertemuan besar yang disertai pula oleh wakil-wakil dari Badan Intelijen Inggris. Inggris dikenal telah memiliki pengalaman luas dalam berurusan dengan negara-negara ini.

Dalam pertemuan tersebut, kami sampai pada beberapa kesimpulan, di antaranya bahwa Revolusi Islam Iran bukan sekadar reaksi alami dari politik Syah Iran. Tetapi, terdapat berbagai faktor dan hakikat lain, di mana faktor terkuatnya adalah adanya kepemimpinan politik Marjaiyah dan syahidnya Husein, cucu Rasulullah, 1400 tahun lalu, yang hingga kini masih tetap diperingati oleh kaum Syiah melalui upacara-upacara kesedihan secara luas. Sesungguhnya dua faktor ini yang membuat Syiah lebih aktif dibanding Muslimin lainnya.

Lebih lanjut, Brant mengungkapkan bahwa dalam pertemuan CIA itu, telah diputuskan bahwa sebuah lembaga independen akan didirikan untuk mempelajari Islam Syiah secara khusus dan menyusun strategi dalam menghadapi Syiah. Bujet awal sebesar 40 juta US dolar juga telah disediakan. Untuk penyempurnaan proyek ini, ada tiga tahap program:
1. Pengumpulan informasi tentang Syiah, markas-markas dan jumlah lengkap pengikutnya.
2. Program-program jangka pendek: propaganda anti-Syiah, mencetuskan permusuhan dan bentrokan besar antara Syiah dan Sunni dalam rangka membenturkan Syiah dengan Sunni yang merupakan mayoritas Muslim, lalu menarik mereka (kaum Syiah) kepada AS.
3. Program-program jangka panjang: demi merealisasikan tahap pertama, CIA telah mengutus para peneliti ke seluruh dunia, di mana enam orang dari mereka telah diutus ke Pakistan, untuk mengadakan penelitian tentang upacara kesedihan bulan Muharram. Para peneliti CIA ini harus mendapatkan jawaban bagi soal-soal berikut:
a. Di kawasan dunia manakah kaum Syiah tinggal, dan berapa jumlah mereka?
b. Bagaimanakah status sosial-ekonomi kaum Syiah, dan apa perbedaan-perbedaan di antara mereka?
c. Bagaimanakah cara untuk menciptakan pertentangan internal di kalangan Syiah?
d. Bagaimanakah cara memperbesar perpecahan antara Syiah dan Sunni?
e. Mengapa mereka kuatir terhadap Syiah?

Dr. Michael Brant berkata bahwa setelah melalui berbagai polling tahap pertama dan setelah terkumpulnya informasi tentang pengikut Syiah di berbagai negara, didapat poin-poin yang disepakati, sebagai berikut:
-Para Marja Syiah adalah sumber utama kekuatan mazhab ini, yang di setiap zaman selalu melindungi mazhab Syiah dan menjaga sendi-sendinya. Dalam sejarah panjang Syiah, kaum ulama (para Marja) tidak pernah menyatakan baiat (kesetiaan) kepada penguasa yang tidak Islami. Akibat fatwa Ayatullah Syirazi, Marja Syiah saat itu, Inggris tidak mampu bertahan di Iran.

-Di Irak yang merupakan pusat terbesar ilmu-ilmu Syiah, Saddam dengan segala kekuatan dan segenap usaha tidak mampu membasmi Syiah. Pada akhirnya, ia terpaksa mengakhiri usahanya itu.
-Ketika semua pusat ilmu lain di dunia selalu mengambil langkah beriringan dengan para penguasa, Hauzah Ilmiyah Qom justru menggulung singgasana kerajaan tirani Syah.

-Di Libanon, Ayatullah Musa Shadr memaksa pasukan militer Inggris, Perancis, dan Israel melarikan diri. Keberadaan Israel juga terancam oleh sang Ayatullah dalam bentuk Hizbullah.

Menurut Brant, “Setelah semua penelitian ini, kami sampai pada kesimpulan bahwa berbenturan langsung dengan Syiah akan banyak menimbulkan kerugian, dan kemungkinan menang atas mereka sangat kecil. Oleh sebab itu, kami mesti bekerja di balik layar. Sebagai ganti slogan lama Inggris: Pecah-belah dan Kuasai (Divide and Rule), kami memiliki slogan baru: Pecah-belah dan Musnahkan (Divide and Annihilate).”

Rencana mereka adalah sebagai berikut:
1. Mendorong kelompok-kelompok yang membenci Syiah untuk melancarkan aksi-aksi anti-Syiah.
2. Memanfaatkan propaganda negatif terhadap Syiah, untuk mengisolasi mereka dari masyarakat Muslim lainnya.
3. Mencetak buku-buku yang menghasut Syiah.
4. Ketika kuantitas kelompok anti-Syiah meningkat, gunakan mereka sebagai senjata melawan Syiah (contohnya: Taliban di Afghanistan dan Sipah-e Sahabah di Pakistan).
5. Menyebarkan propaganda palsu tentang para Marja dan ulama Syiah.

Brant menyatakan bahwa orang-orang Syiah selalu berkumpul untuk memperingati tragedi Karbala. Dalam peringatan itu, seorang akan berceramah dan menguraikan sejarah tragedi Karbala, dan hadirin pun mendengarkannya. Lalu mereka akan memukul dada dan melakukan upacara kesedihan (azadari). Penceramah dan para pendengar ini sangat penting bagi kita. Karena, azadari-azadari seperti inilah yang selalu menciptakan semangat menggelora kaum Syiah dan mendorong mereka untuk selalu siap memerangi kebatilan demi menegakkan kebenaran.

Untuk itu, CIA mengagendakan hal-hal berikut ini:
1. Kita harus mendapatkan orang-orang Syiah yang materialistis dan memiliki akidah lemah, tetapi memiliki kemasyhuran dan kata-kata yang berpengaruh. Karena, melalui orang-orang inilah kita bisa menyusup ke dalam upacara-upacara azadari.
2. Mencetak atau menguasai para penceramah yang tidak begitu banyak mengetahui akidah Syiah.
3. Mencari sejumlah orang Syiah yang butuh duit, lalu memanfaatkan mereka untuk kampanye anti-Syiah. Sehingga, melalui tulisan-tulisan, mereka akan melemahkan fondasi-fondasi Syiah dan melemparkan kesalahan kepada para Marja dan ulama Syiah.
4. Memunculkan praktik-praktik azadari yang tidak sesuai dan bertentangan dengan ajaran Syiah yang sebenarnya.
5. Tampilkan praktik azadari (seburuk mungkin), sehingga muncul kesan bahwa orang-orang Syiah ini adalah sekelompok orang dungu, penuh khurafat, yang di bulan Muharram melakukan hal-hal yang mengganggu orang lain.
6. Untuk menyukseskan semua rencana itu harus disediakan dana besar, termasuk mencetak penceramah-penceramah yang dapat menistakan praktik azadari. Sehingga, mazhab Syiah yang berbasis logika itu dapat ditampilkan sebagai sesuatu yang tidak logis dan palsu. Hal ini akan memunculkan kesulitan dan perpecahan di antara mereka . 7. Jika sudah demikian, tinggal kita kerahkan sedikit kekuatan untuk membasmi mereka secara tuntas.
8. Kucurkan dana besar untuk mempropagandakan informasi palsu.
9. Berbagai topik anti-Marjaiyah harus disusun, lalu diserahkan kepada para penulis bayaran untuk disebarkan kepada masyarakat luas. Marjaiyah, yang merupakan pusat kekuatan Syiah, harus dimusnahkan. Akibatnya, para pengikut Syiah akan bertebaran tanpa arah, sehingga mudah untuk menghancurkan mereka.

Sumber : http://umatyangsatu.blogspot.com/p/stereotip-terhadap-mazhab-syiah.html

Dari kedua informasi itu (yang disampaikan oleh warga Palestina agen Mossad dan Dr. Michael Brant, mantan tangan kanan direktur CIA), kesimpulan yang bisa diambil adalah:
  1. CIA dan Mossad bekerja sama untuk mengancurkan umat Islam dengan mengadu domba satu sama lain
  2. CIA dan Mossad selain mengadu antar mazhab, juga mengadu domba dalam internal satu mazhab.
  3. CIA dan Mossad memperalat  sekelompok umat Islam yang memiliki semangat yang tinggi dalam berjihad – untuk digunakan sebagai ‘prajurit’   mereka.
  4. Dihabiskan dana yang sangat besar untuk membiayai aktivitas adu – domba kaum muslimin.
Salah satu bukti yang tidak bisa dibantah lagi adalah di akhir tahun 70-an, saat Amerika membentuk, mempersenjatai dan mendidik  milisi jihad yaitu al-Qaeda untuk mereduksi pengaruh Uni Sovyet. Dan setelah Uni Sovyet hengkang, maka al-Qaeda pun menjadi musuh – yang diberi predikat teroris. 

Berikut ini bukti-bukti lainnya:
Brzezinski dan “Mujahidin” tahun 1979


Pengakuan Hillary Clinton: “We created al-Qaeda..”


Yang diperangi oleh Amerika Serikat hari ini adalah “anak kandung” yang mereka lahirkan di masa lalu. Namun tentu saja, Amerika akan selalu bermain di dua kaki, di satu sisi seolah-olah memerangi “mujahidin” dengan memburu mereka di Afghanistan dan negara-negara lainnya, namun di sisi lain secara diam-diam Amerika akan dengan senang hati membantu “mujahidin”  dengan memberikan pasokan senjata, dana, dan pendidikan militer, sehingga seorang senator sekaliber McCain rela berbusa-busa untuk mengungkapkan kepada Parlemen bahwa “Al-Qaeda butuh bantuan kita”.
Pengakuan Mc Cain : “Al-Qaeda need our help..”

Nah, dengan segala bukti-bukti di atas, kalau ada media yang getol sekali menyebarkan fitnah terhadap Syiah, dengan tujuan mengadu-domba umat Islam, artinya media tersebut….? Simpulkan sendiri ya :D

Jawaban Untuk Voa-Islam : Yasser Habib Kok Didengar?!


Voa-Islam dalam artikel berjudul “Liputan Islam yang Mengelak” menulis tanggapan atas tulisan Liputan Islam yang berjudul “Menjawab Teguran Voa Islam”. Sebagai upaya tabayun, untuk mengklarifikasi berbagai tuduhan, kami memutuskan untuk menjawabnya dan karena jawabanya sangat panjang, kami membaginya dalam 4 bagian. Berikut ini bagian ketiga.

Yasser Habib: Ulama yang Bukan Ulama
Voa- Islam menulis:
“Dalam sebuah video yang diunggah di youtube, Yasir Habib menuntum seorang untuk masuk agama syiah dengan syahadat yang berbeda. Pada kesempatan itu ia mengakui bahwa sebagaian syiah tidak tasyayyu’ haqiqi, namun tasyayyu’ siyasi. Dan tidak mengherankan, karena syiah imamiyyah memiliki akidah taqiyyah untuk menyembunyikan akidahnya. Memang ada ulama syiah yang jelas-jelas tidak mencela sahabat seperti Syaikh Fazlullah. Namun beliau pun menjadi bahan “serang” oleh ulama-ulama syiah lain. Maka silahkan lihat ulama-ulama syiah saling menghujat dan bahkan mengkafirkan”.

Jawaban kami:
Pertama, emang siapa tuh Yasser Habib? Dalam penelitian ilmiah ‘sekuler’-pun, kita musti merujuk pendapat para pakar, bukan orang di pinggir jalan. Contohnya, apa mungkin meneliti masalah sistem politik Indonesia dengan merujuk pendapat penjual tahu di pasar? Tentu tidak, kita musti mencari narasumber yang sudah diakui kepakaran, misalnya ilmuwan politik dari LIPI. Apalagi masalah agama.

Dalam mazhab Syiah, yang dianggap ‘pakar’ dan rujukan yang valid adalah para Ayatullah (sudah setingkat profesor), dan posisi tertinggi di antara mereka adalah Rahbar atau Wali Faqih, yaitu Ayatullah Al Uzhma, Sayyid Ali Khamenei. Beliau mengatakan, “Syiah yang dipropagandakan melalui media massa London dan Amerika dengan target memecah belah umat tidaklah berada di jalur Syiah yang sesungguhnya.”.

Nah, siapa itu yang dimaksud ‘propagandis Syiah dari London’ ? Tak lain, Yasser Habib.

Kedua, Mari Kenalan Dulu dengan Yasser al-Habib
Dia dilahirkan di Kuwait pada tahun 1979—masih muda untuk jadi ukuran ulama “terkemuka”. Dia adalah lulusan Ilmu Politik Universitas Kuwait, artinya tidak ada latar belakang keilmuan hauzah ilmiah. Pandangannya dalam agama sangat ekstrim, termasuk mengenai sejarah wafatnya Fatimah putri Nabi saw. yang kerap kali kecaman dialamatkan kepada Khalifah Abu Bakar, Umar serta Ummul Mukminin Aisyah ra. Makiannya yang dilakukan dalam sebuah ceramah tertutup ternyata tersebar dan membuatnya dipenjarakan oleh pemerintah Kuwait pada tahun 2003.

Belum setahun, ia dibebaskan di bawah pengampunan Amir Kuwait (menurut pengakuannya dia bertawasul kepada Abul Fadhl Abbas), namun beberapa hari kemudian ditangkap lagi. Sebelum dijatuhi hukuman selama 25 tahun, ia pergi meninggalkan Kuwait. Karena tidak mendapat izin dari pemerintah untuk tinggal di Irak dan Iran, ia mendapat suaka dari pemerintah Inggris.

Sejak berada di Kuwait, ia sudah memimpin Organisasi Khaddam Al-Mahdi. Setelah mendapat suaka dari pemerintah Inggris, entah bagaimana organisasinya semakin “makmur”. Punya kantor, koran, hauzah (semacam pesantren), majelis, yayasan dan juga website sendiri. Karena perkembangannya yang cepat inilah muncul kecurigaan bantuan dana dari pemerintah Inggris. Kita semakin curiga, karena pemerintah Kuwait berulang kali meminta agar Yasser Al-Habib ditangkap namun ditolak oleh Interpol.

Hubungan Yasser Habib dengan Mesir, Iran, dan sebagian besar ulama Syiah nampaknya tidak harmonis. Dalam situsnya, ia kerap kali mengecam ulama rujukan sekelas Imam Khomeini dan Ayatullah Ali Khamenei, bahkan tidak menganggapnya sebagai mujtahid dan marja’. Jadi bisa dikatakan bahwa Yasser Al-Habib sangat tidak merepresentasikan mayoritas ulama Syiah yang menghendaki persatuan dan perbaikan umat muslim. Tidak adil jika Anda mengutip pendapatnya dan menuliskan bahwa itu adalah pandangan (mayoritas) pengikut Syiah, padahal hanyalah pandangan pribadinya. Dan karena itu kita perlu waspada dan mengetahui mengenai rancangan CIA dalam menciptakan “ulama-ulama” palsu.

Ayatullah Makarim Shirazi: Yasser Al Habib itu Tidak Tahu Apa-apa, dan Wahabi Lebih Bodoh Lagi.




Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah al-Uzhma Makarim Shirazi dalam perkuliahannya (tanggal 3/10) menyikapi munculnya fitnah terbaru yang dihadapi umat Syiah dengan keberadaan Yasser al Habib yang mengatasnamakan Syiah telah melakukan penghinaan terhadap istri Nabi Ummul Mukminin Aisyah ra. Beliau berkata, “Apakah kamu mendengar ada seseorang yang tidak tahu apa-apa namun menyebut diri sebagai ulama Syiah yang sekarang menetap di London yang telah mengucapkan perkataan-perkataan yang tidak sepantasnya disematkan kepada istri Nabi saww?”

Beliau menegaskan bahwa individu tersebut (Yasser Habib-red) tidak layak mengatasnamakan diri sebagai ulama Syiah sebab tidak memiliki kapasitas apa-apa, “Orang itu memang tidak tahu apa-apa, atau memang sedang tidak waras, namun lebih bodoh dari itu adalah ulama-ulama Wahabi yang bersandar dengan ucapan-ucapan Yasser dengan mengatakan, “Syiah telah menampakkan hakekat aslinya.” Ini menunjukkan mereka berdalil dengan sesuatu yang tidak logis sebab hanya menyandarkan pendapatnya pada satu orang yang tidak dikenal, dan tidak bersandar pada pendapat ulama-ulama Syiah lainnya. Saya menulis sekitar 140 kitab mengenai aqidah, tafsir, dan ilmu-ilmu lainnya dan tidak satupun dalam kitab saya, saya menulis penghinaan terhadap istri Nabi, sementara Yasser tidak menghasilkan karya apapun dan berbicara tanpa sanad.”

Ulama besar yang merupakan marja taklid (ulama yang diikuti fatwa-fatwanya) dalam dunia Syiah ini melanjutkan, “Kami mengatakan bahwa ucapan orang tersebut adalah perkataan buruk dan bohong besar, dan ia tidak tahu apa-apa namun ulama-ulama Wahabi justru bersandar pada ucapannya. Ada kemungkinan ceramah-ceramah tidak senonoh dari orang yang bermukim di London ini adalah sebuah konspirasi, dan Wahabi yang berada di Hijaz memanfaatkan ceramah-ceramah itu untuk merusak citra Syiah dan menimbulkan kebingungan di kalangan umat Islam sampai mereka mendapatkan keuntungan pribadi dari tipu muslihat ini.”

Ayatullah Shirazi melanjutkan, “Di antara syubhat lainnya, yang ulama-ulama Wahabi lontarkan, mereka berkata, kalau memang perbuatan Yasser tersebut sesuatu yang terlaknat lantas mengapa Ayatullah-ayatullah kalian tidak mengatakan apa-apa?  Mereka melontarkan syubhat tersebut dengan terus bertanya padahl kami telah mengutuk perbuatan tersebut dan mengatakan bahwa kita tidak mengenal bentuk penghinaan apapun terhadap istri-istri Nabi, yang kita tahu, penghinaan terhadap istri-istri Nabi sama halnya menghina Nabi sendiri.”

“Apakah Wahabi lupa mengenai fatwa mati Imam Khomeini terhadap Salman Rusdi yang telah menghina Islam dan menyatakan bahwa ia telah murtad dari Islam? Apa mereka ulama-ulama Wahabi itu tidak mengetahui bahwa Salman Rusdi dalam buku Ayat-ayat Syaitan-nya itu bukan hanya menghina Nabi namun juga melakukan penghinaan terhadap istri-istri Nabi tetapi mengapa mereka berdiam saja dan tidak mengeluarkan kutukan apapun terhadap Salman Rusdi sementara Imam Khomeini melakukannya? Ini menunjukkan bahwa mereka bukan ahli logika dan tidak lagi mampu berpikir sehat. Berseberangan dengan mereka, di antara ulama-ulama Sunni mengetahui fatwa-fatwa dan pengecaman kami (ulama-ulama Syiah) dan mereka menyatakan kegembiraannya dengan itu,” tegasnya.

Ayatullah Shirazi di akhir pembicaraannya mengatakan, “Kita harus lebih waspada dan berhati-hati dalam setiap diskusi dan dialog, jawablah setiap pertanyaan dengan dalil dan hujjah yang tegas, dengan argumen-argumen yang sehat dan kuat dan jangan melakukan hal-hal yang dapat memicu perselisihan dan semakin memperlebar jurang perpecahan. Saya yakin umat Islam pada akhirnya akan bergandengan tangan satu sama lain dan tidak terjebak dalam fitnah perpecahan yang gencar dihembuskan musuh-musuh Islam.”.

Yasser al-Habib Salah Kostum
Penampilan Yasser al Habib memang seperti ulama: ia menggunakan pakaian yang merupakan ciri khas pakaian ulama Syiah. Namun sesungguhnya itu adalah pakaian khusus yang hanya boleh dikenakan oleh lulusan atau alumni dari Hauzah Ilmiyah; padahal Yasser bukanlah lulusan Hauzah Ilmiyyah manapun.

Yasser al Habib selama bulan Ramadhan kemarin dengan provokatif mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang memicu pertikaian dengan menyematkan hal-hal yang tidak pantas kepada Ummul Mukminin Aisyah. Ulama-ulama Syiah dari Arab Saudi dan Kuwait di antaranya, Syaikh Amri, Syaikh Husain Mu’tawaq, Syaikh Hasan Safaar, Syaikh Al al-Muhsin, Syaikh Hasyim as Salman dan lain-lain telah mengecam keras pernyataan-pernyataan Yasser al Habib yang dianggap telah melukai hati umat Islam.

Sesuatu yang mengherankan, di tengah kecaman kaum muslimin dan para ulama, baik Sunni maupun Syiah, Yasser al Habib justru mendapat perlindungan dan pembelaan dari pemerintah Inggris. Inilah yang dimaksud dengan pernyataan Ayatullah Khamenei : Syiah yang dipropagandakan melalui media massa di London maupun Amerika adalah Syiah yang tidak berada di jalur sesungguhnya. Inilah mereka yang berkedok Syiah padahal sesungguhnya antek Zionis.

Gaya Yasser Habib dan Gaya Voa-Islam
Ada fakta yang aneh tapi nyata di sini: Yasser Habib mengaku Syiah, tapi perilakunya berlawanan dengan fatwa-fatwa dan nasehat para ulama besar Syiah. Hasilnya: muncul perpecahan dan kebencian di antara kaum muslimin. Di sisi lain, Voa-Islam dan media sejenisnya selalu berkeras kepala menyebarluaskan ucapan-ucapan seorang Yasser Habib, tanpa peduli pada tabayun yang kami lakukan (dan dilakukan oleh banyak pihak lainnya). Hasilnya: kebencian dan perpecahan di tengah muslim Indonesia. 

Lho..lho.. kok output ‘gaya’ Yaser Habib dan Voa-Islam (dkk) sama ya? Apa mereka berada di barisan yang sama? :D

Ini bukan cuma penilaian LI lho ya… Syafi’ Alielha, pemimpin redaksi NU Online, mendampingi Direktur Eksekutif Matriks Indonesia Agus Sudibyo, pun pernah mendaftar situs-situs Islam yang menebar kebencian, “Setidaknya ada empat situs yang sangat tinggi rate-nya di dunia maya: ar-rahmah.com, dakwatuna.com, voa.islam.com, hidayatullah.com,” paparnya. http://www.muslimedianews.com/2014/03/inilah-4-situs-islam-penebar-kebencian.html#ixzz2yI7nmqpX



Jawaban Untuk Voa-Islam: Perang Media



Voa-Islam dalam artikel berjudul “Liputan Islam yang Mengelak” menulis tanggapan atas tulisan Liputan Islam yang berjudul “Menjawab Teguran Voa Islam”. Sebagai upaya tabayun, untuk mengklarifikasi berbagai tuduhan, kami memutuskan untuk menjawabnya dan karena jawabanya sangat panjang, kami membaginya dalam 4 bagian. Berikut ini bagian keempat.


Televisi Yasser Dibiarkan, Al Manar Dibungkam
Ada bukti lain yang menunjukkan bahwa Yasser al-Habib memang di-backing Inggris dan Zionis: televisinya (Fadak TV) dibiarkan tayang dengan alasan kebebasan pers. Padahal di saat yang sama, televisi Al Manar (Lebanon), televisi Al Aqsa (milik Hamas), dan Press TV (Iran) yang gencar menyuarakan perlawanan terhadap Zionis Israel dibungkam, tidak bisa tayang di Eropa.
FadakTV bukan satu-satunya channel yang jelas-jelas menyebarluaskan fitnah dan perpecahan di kalangan muslim. Masih ada lagi televisi-televisi lain yang menebar kebencian atapun penebar paham-paham yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, yang dibiarkan bebas beroperasi di Inggris dan Amerika Serikat. Berikut ini di antaranya (kami kutip dari situs IslamTimes):

1. Ahl-e-Bait TV (www.ahl-e-bait.com)
TV ini dipimpin oleh warga Afganistan bernama Hasan Allahyari.  Sejak awal lahirnya, TV ini menonjolkan perbedaan antar mazhab Islam, bahkan menyelenggarakan acara pesta Idul Zahra sebagai perayaan atas meninggalnya Khalifah Umar bin Khathab. Padahal tradisi Idul Zahra tidak dikenal oleh kaum Syiah umumnya, termasuk di Iran. Stasiun TV ini juga menyebarluaskan upacara pukul kepala dan badan dengan senjata tajam untuk memperingati perjuangan Imam Husain as.

Padahal, para ulama besar Syiah seperti Ayatullah al Uzhma Sayyid Ali Khamenei melarangnya.
Allahyari dalam pernyataannya menyatakan, stasiun TV ini didukung oleh para marji taqlid, tapi pernyataan ini ditolak tegas oleh para ulama, bahkan Ayatullah Qurbanali Muhaqiq Kabuli marji’ taklid Afganistan yang tinggal di Qom dan yang semula mendukung stasiun ini, setahun setelah mengetahui substansinya yang memecah belah umat mengeluarkan pernyataan resmi tentang pentingnya persatuan umat Islam.

Ayatullah Qurbanali menegaskan, “Kepada seluruh pengikut Ahli Bait as dan Syiah, sesungguhnya kami mohon dengan sangat untuk sama sekali tidak memberikan bantuan materi dan maknawi kepada Ahl-e-Bait TV. Menurut kami, pemberian bantuan kepada stasiun ini atau stasiun-stasiun serupa dan acara lain –apa pun namanya- yang beraktivitas memecah belah umat bukan hanya tidak sah menurut syariat Islam, bahkan terhitung sebagai perbuatan membantu tindakan dosa dan melampaui batas.”.

Hasan Allahyari berdomisili di Amerika. Perlu diketahui bahwa di Amerika ada undang-undang yang menyebutkan bahwa bila stasiun TV –yang disiarkan melalui parabola-melakukan pelecehan terhadap hal-hal yang sakral menurut kelompok mazhab, pemikiran, atau sosial tertentu, stasiun itu akan dibubarkan dan surat izinnya dicabut. Tapi untuk stasiun Ahl-e-Bait TV pemerintah AS tidak membubarkannya dan tidak juga mencabut surat izinnya. Pemerintah Iran sendiri telah memerintahkan penyegelan kantor stasiun TV itu di kota Qom. Sebagai reaksi atas penyegelan itu, televisi itu pun semakin gencar menjelek-jelekkan Republik Islam Iran.

2. Salaam TV (http://www.salaamtv.org/)
Direktur Salaam TV membentuk jaringan atas nama “Kelompok Ruhaniawan Tradisional Iran Kontemporer” dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan keras yang mendukung kerusuhan-kerusuhan di Republik Islam Iran.

Stasiun TV ini disiarkan melalui Satelit Hotbird yang tentu saja menuntut biaya sewa yang tinggi. Ditambah lagi dengan biaya pendirian dan pengelolaannya sehingga mampu mencakup seluruh benua, padahal iklan yang masuk sangat terbatas, dipastikan televisi ini memiliki sumber dana besar.

Mereka secara terbuka meminta donasi dari pemirsa, yang bisa disalurkan ke sekian banyak nomor rekening di negara-negara seperti Amerika, Jerman, Australia, dan Dubai. Namun, tetap saja, sulit dibantah bahwa biaya operasional mereka tidak mungkin ditutupi oleh donasi pemirsa saja. Dan sampai sekarang, direktur dan administratornya tidak memberikan penjelasan yang transparan mengenai hal ini.

Salah satu propaganda Salaam TV ini adalah memperkenalkan aksi pukul kepala dan badan dengan senjata tajam sebagai salah satu tradisi Islam. Di salah satu acara itu, Muhammad Hidayati Direktur TV Salaam yang sekaligus merupakan ahli agama di Voice of Amerika mengatakan, “Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran, ternyata aksi pukul kepala dan badan dengan senjata tajam ini mempunyai latar belakang yang kuat di dalam Al-Quran”.

Ruhaniawan palsu ini memutarbalikkan ayat Al-Quran berusaha mengatasnamakan aksi itu sebagai ajaran Al-Quran. Sedemikian salah kaprahnya argumentasi Hidayati sampai-sampai ahli agama di ‘kandang’ yang sama tidak tahan untuk berdiam diri. Mahdi Khalaji, ‘ulama’ yang juga bermarkas di AS mengkritik Hidayati, “Apa yang dikatakan oleh Hidayati betul-betul salah kaprah dan merupakan pemalsuan terhadap Al-Quran.”.

Salaam TV juga menekanan sekularisme atau pemisahan agama dari politik, dan menentang sistem pemerintahan Islam Iran. Televisi ini juga gencar mengobarkan perpecahan antar mazhab dan melakukan pelecehan terhadap Ahli Sunnah.

Nah, masih mau percaya pada televisi yang di-backing oleh pihak-pihak (terutama Barat dan Zionis) yang memang menginginkan perpecahan umat Islam? Pliiis deh Om Voa, emang dibayar berapa sih ? :D


Info untuk Voa-Islam : Di Iran, Sunni Memiliki 12.000 lebih Masjid



Beberapa waktu yang lalu, liputanislam.com (selanjutnya ditulis LI) memberikan kritikan kepada situs voa-islam.com (selanjutnya ditulis VOA saja) karena memberikan informasi yang keliru tentang perkembangan masyarakat ahlussunnah di Iran. Ternyata, informasi yang valid dari LI ditanggapi dengan reaksional oleh VOA dengan menurunkan artikel  berjudul  ”Liputan Islam yang Mengelak“ dengan menunjukkan data-data yang jauh dari memadai, dan hanya sekedar komentar miring oleh segelintir orang. Termasuk tentang tidak adanya masjid di Iran. Namun, sebagaimana visi LI, maka pada kesempatan ini kami akan menurunkan kembali informasi dengan data-data yang tajam, berimbang, dan terpercaya dengan sumber yang valid dari hasil penelitian oleh lembaga dunia. Data-data di liputan ini berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Majma’ al-Taqrib Bayna al-Mazhahib al-Islamiyah (Lembaga Pendekatan Antar Mazhab dalam Islam). 


VOA menyatakan :
“Namun, apakah ulama Ahlussunnah yang pernah mengunjungi Iran, lebih khusus Teheran dan mengatakan tidak ada masjid khusus buat Ahlussunnah di Teheran adalah dusta. Di antara Ulama Ahlussunnah yang mengatakan demikian adalah Syaikh Musa Jarullah. Ulama Sunni asal Rusia yang mencoba melakukan taqrib antara Sunni dan Syiah. Dalam upaya taqrid ini, ia mengunjungi wilayah-wilayah terdapat populasi mayoritas Syiah dan juga menjalin komunikasi dengan Abdul Husain Syarafuddin al-Musawi.
Namun subhanallah, Allah pun menyingkap tabir syiah. dalam proses taqrib itu, al-Mousawi menulis buku berjudul “Abu Hurairah” yang di dalamnya melecehkan sahabat Nabi yang agung tersebut. Dan setelah mengkaji secara observasi dan studi pustaka, maka Syaikh Musa pun menulis buku tentang syiah yang berjudul “al-Wasyi’ah fi Naqdi ‘Aqaidisy Syiah”. Maka dari itu, Dr Raghib As-Sirjany yang kami wawancarai mengatakan bahwa tidak ada satu masjid di Teheran. Apakah Dr Raghib As-Sirjany berdusta?
“Jika belum puas, maka kami sarankan agar Liputan Islam mengunjungi situs resmi Ahlussunnah Iran yang diampu oleh Syaikh Abdul Hamid (http://arabic.sunnionline.us/). Dalam jumpa pers beliau dengan jelas mengatakan bahwa Ahlussunnah sangat membutuhkan masjid untuk melaksanakan shalat fardhu. Kalau memang ada masjid, mengapa ulama Ahlussunnah yang moderat dan menjadi rujukan di Iran ini mengatakan kalau Ahlussunnah membutuhklan masjid.” (lihat : ”Liputan Islam yang Mengelak“)
Tanggapan LI :
Walaupun syiah dan Iran punya pengalaman dicurangi, yang mana banyak penulis buku tentang syiah melakukan manipulasi dan kedustaan seperti halnya Husain al-Musawi al-Kadzab yang menulis buku Lillahi Tsumma Li at-Tarikh (edisi Indonesia berjudul “Mengapa Saya Keluar dari Syiah”), tetapi, untuk menyatakan dusta atau tidak sebuah informasi maka harus dilakukan validasi dan kofirmasi data. Misalnya, yang sedang kita dibahas ini, yakni kasus tentang Masjid Sunni di Teheran. Ada dua informasi yang muncul (1). Voa menyatakan “Tidak ada masjid sunni di Teheran”; (2) LI menyatakan “Ada 9 Masjid Sunni di Teheran”. Sekarang mari kita badingkan kedua informasi tersebut.
VOA yang menyatakan “Tidak ada masjid sunni di Teheran” berpegang pada pernyataan ulama yang katanya datang ke Iran yakni Musa Jarullah dan Raghib as-Sirjani, dan juga situs Syaikh Abdul Hamid.

Sedangkan LI menyatakan “Terdapat 9 buah Masjid di Teheran” berpegang situs syiah yang memberikan data nama-nama kesembilan masjid tersebut disertai dengan alamatnya. Dari sisi ini LI memberikan data yang lebih tajam, berimbang, dan terpercaya, karena informasi itu disertai detail lokasi masjidnya. Artinya, informasi itu didasari atas penelusuran langsung di lapangan untuk mengetahui masjid-masjid tersebut. Dan informasi yang dilakukan dengan penelusuran lapangan secara detil (investigasi) jelas lebih valid dari informasi yang tidak berdasarkan penelusuran yang memadai. Dari sisi ini informasi LI jauh lebih valid dari informasi VOA. Dan jika VOA ingin menolak informasi LI, semestinya VOA menelusuri informasi tersebut, dan membuktikan di lapangan apakah informasi itu benar atau tidak. Tanpa penelusuran yang memadai, VOA tidak layak menolak informasi tersebut.

Adapun menggunakan Musa Jarullah sebagai informasi juga tidak memadai, karena Musa Jarullah mengemukakannya hal itu puluhan tahun silam. Jadi, dari sisi ini, VOA menggunakan informasi yang ketinggalan zaman, alias “sudah basi”. Anggap saja Musa Jarullah benar datang ke Iran dan menyatakan tidak menemukan masjid sunni di Iran, tetapi apakah informasinya itu masih berlaku sampai sekarang setelah puluhan tahun kemudian? Bahkan Musa Jarullah, dalam menulis buku tentang syiah juga banyak melakukan kekeliruan dan manipulasi sebagaimana dibuktikan oleh Sayid Syarafuddin al-Musawi dalam bukunya yang berjudul Ujubah Masail Jarullah.

Begitu pula informasi Raghib as-Sirjani juga tidak bisa dijadikan pegangan, karena apakah beliau telah mengelilingi seluruh Iran dan melakukan penelitian tentang masjid-masjid sunni di sana? Kalau hanya sekedar kunjungan singkat dan hanya melihat-lihat sekedarnya saja, maka tentu informasi yang diberikan oleh LI dengan menyebutkan lokasi tempat tersebut lebih valid. Selain itu, data yang dikeluarkan oleh Majma al-Taqrib berdasarkan penelitian data pada tahun 1997 terdapat lebih dari 12.000 masjid sunni di Iran yang tersebar di seluruh Iran (dalam kesempatan ini, LI nantinya akan membawakan keseluruhan data tersebut dan wilayah-wilayah dimana saja masjid itu berada, dan sekarang ini tahun 2014 diperkirakan ada lebih dari 15.000 masjid sunni. Bandingkan dengan Indonesia, ada berapa masjid komunitas syiah di Indonesia ini?, dan apakah VOA akan mendukung jika komunitas syiah Indoensia mendirikan masjid untuk mereka?). Dari sini tentu kita bisa menyimpulkan data yang dilakukan dengan penelitian oleh lembaga dunia tentang kondisi masjid sunni di Iran, sembari menyebutkan wilayah-wilayahnya dan jumlahnya secara detil lebih dapat dipercaya dari sekedar kunjungan singkat saja. Jadi, mungkin saja Raghib Sirjani tidak berdusta, hanya saja beliau kurang informasi saja, seperti VOA yang kurang informasi, sehingga cenderung memprovokasi.

Adapun VOA yang membawakan situs Syaikh Abdul Hamid yang membutuhkan Masjid di Teheran, bukan berarti menafikan adanya masjid di Teheran. Mungkin saja kaum sunni merasa memang membutuhkan masjid lebih banyak di Teheran dari yang sudah ada yakni 9 masjid, tetapi sampai kini belum dibangun. Beda antara tidak ada masjid dengan membutuhkan lebih banyak masjid. Agar lebih jelas, LI akan menurunkan data-data tentang kondisi masyarakat, pelajar agama, sekolah agama dan masjid sunni di Iran.



Beberapa waktu yang lalu, liputanislam.com (selanjutnya ditulis LI) memberikan kritikan kepada situs voa-islam.com (selanjutnya ditulis VOA saja) karena memberikan informasi yang keliru tentang perkembangan masyarakat ahlussunnah di Iran. Ternyata, informasi yang valid dari LI ditanggapi dengan reaksional oleh VOA dengan menurunkan artikel  berjudul  ”Liputan Islam yang Mengelak“ dengan menunjukkan data-data yang jauh dari memadai, dan hanya sekedar komentar miring oleh segelintir orang. Termasuk tentang tidak adanya masjid di Iran. Namun, sebagaimana visi LI, maka pada kesempatan ini kami akan menurunkan kembali informasi dengan data-data yang tajam, berimbang, dan terpercaya dengan sumber yang valid dari hasil penelitian oleh lembaga dunia. Data-data di liputan ini berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Majma’ al-Taqrib Bayna al-Mazhahib al-Islamiyah (Lembaga Pendekatan Antar Mazhab dalam Islam). 


Gambaran Umum
Istilah ahlussunnah wal jamaah (sunni) adalah mazhab mayoritas yang dianut oleh umat Islam di dunia yang mengacu kepada empat mazhab yakni : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Adapun di Iran, umumnya pengikut sunni terfokus pada dua mazhab besar yakni mazhab Syafi’i dan mazhab Hanafi. Mayoritas menganut mazhab Syafi’i tinggal di Pesisir Barat dan Selatan Iran. Sedangkan para pengikut mazhab Hanafi bertempat di Timur dan Utara (Baluchistan dan Khurasan), wilayah Turkmen Sahara, Propinsi Golestan. Jumlah penganut ahlussunnah di Iran berjumlah sekitar 10 persen dari seluruh jumlah penduduk Iran.

Pelajar dan Guru Agama
Pembagian Pelajar dan Guru Agama sunni terbagi ke dalam empat bagian :
-  Penganut mazhab Syafi’i di wilayah Barat Iran
-  Penganut mazhab Syafi’i di wilayah Selatan Iran
-  Penganut mazhab Hanafi di wilayah Timur Iran
-  Penganut mazhab Hanafi di wilayah Utara Iran

Jumlah pelajar dan guru agama ahlussunnah adalah sebanding dengan jumlah pelajar dan guru agama kelompok sunni (Syafi’i dan Hanafi) di Iran, yang diperkirakan mencapai 33.317 orang. Ini menjelaskan pertumbuhan jumlah pelajar dan guru agama dari mazhab Hanafi dan Syafi’i setelah kemenangan Revolusi Islam, juga menunjukkan perkembangan positif bagi kondisi masyarakat sunni di Iran.

Tabel Perbandingan Jumlah Pelajar, Guru Agama dan Sekolah Agama/Madrasah Sunni di Iran
Provinsi
Jumlah pelajar dan Guru Agama
Prosentase (Perbandingan dengan Jumlah Penduduk)
Sekolah Agama
Sistan dan Baluchistan
15.150
45,50
94
Kalistan
4.500
13,50
93
Azarbaijan Barat
2.776
8,40
90
Khurasan
3.000
9,00
41
Hormozgan
4.012
12,00
29
Kurdistan
2.228
6,60
113
Kermanshah
700
2,10
15
Fars
537
1,60
5
Busher
159
0,47
2
Gilan
255
0,76
2
Jumlah Total
33.317
100
484

Jumlah Masjid Sunni di Iran
Masjid merupakan tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk melakukan ibadah, khususnya yang dilakukan oleh kaum ahlussunnah dalam melaksanakan salat jum’at dan salat berjamaah. Selain itu masjid difungsikan sebagai tempat berkumpulnya umat dari berbagai golongan melaksanakan kinerja agama dan politik. Menghidupkan masjid dilakukan oleh kaum muslimin Iran tanpa membedakan golongan ahlussunnah maupun syiah khususnya terjadi setelah kemenangan Revolusi Islam Iran.



Kemenangan Revolusi Islam Iran ini menciptakan iklim yang tepat bagi kaum sunni Iran untuk mencari kesejahteraan di berbagai bidang, di antaranya di bidang agama; yang menunjukkan peningkatan atas jumlah guru, pelajar, sekolah-sekolah agama dan masjid-masjid. Dari sisi lain, meningkatkan kesadaran beragama secara luas tidak terkecuali dari kelompok sunni dari sisi pertambahan jumlah pembangunan masjid-masjid sunni. Dalam hal ini, pemerintah Republik Islam Iran pun menyokong dan memberikan fasilitas bagi pembangunan masjid-masjid sunni di wilayah-wilayah pusat komunitas mereka.
Masjid di Iran baik sunni maupun syiah bergerak menyerukan persaudaraan, persatuan, cinta pada tanah air dan Islam di antara kaum muslimin. Jadi di samping ibadah ritual, masjid juga menjadi tempat ibadah sosial, politik, dan kebudayaan. Salat jumat dan berjamaah juga dilakukan di masjid sunni yang bermazhab Syafi’i atau Hanafi yang tersebar di berbagai tempat di Iran. Sesuai dengan pendataan, kelompok sunni ini memiliki 12.222 masjid di Iran.
Pembangunan masjid sunni di Iran setelah Revolusi Islam Iran tahun 1979, semakin pesat dibandingkan dengan pertumbuhannya sebelum revolusi. Misalnya, di Kota Zahidan, sebelum revolusi hanya terdapat 16 masjid sunni, tetapi setelah revolusi, kini terdapat sekitar 516 masjid sunni. Begitu pula yang terdapat di kota Kermanshah sebelumnya hanya berjumlah 123 masjid, tetapi kini berjumlah 420 masjid.

Tabel : Jumlah Mesjid Ahlussunnah di Iran
Provinsi
Jumlah Masjid
Fars
232
Bushehr
115
Kurdistan
2000
Khurasan
1025
Hormozgan
1193
Azarbaijan Barat
1800
Sistan dan Baluchistan
4029
Kalistan
1233
Gilan
175
Kermanshah
420
Jumlah Total
12.222

Perlu disebutkan bahwa kaum Syafi’iyyah berkisar 58,2 % memiliki 5.935 masjid atau 48,5 % dari seluruh jumlah masjid sunni yang ada di Iran. Adapun kaum Hanafiyah memiliki 6.287 masjid yang tersebar di wilayah Utara dan Timur Iran atau 51,5 % dari seluruh jumlah masjid yang ada di Iran.

Tabel : Perbandingan Jumlah Masjid Syafi’iyyah dan Hanafiyah
Mazhab
Jumlah Masjid
Prosentase (%)
Syafi’i
5.935
48,50
Hanafi
6287
51,50
Jumlah
12.222
100


Dengan data-data di atas, maka tuduhan dari VOA bahwa di Iran tidak ada masjid sunni adalah kebohongan dan propaganda belaka. Karenanya kewaspadaan kepada umat Islam untuk berhati-hati dalam menerima dan menganalisis informasi.

(Liputan-Islam/ABNS)

Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: