Pesan Rahbar

Home » » Bantahan Hakekat.com Tentang Menggugat Tulisan “Imam atau Tuhan” Dan Studi Kritis Imam Maksum Bermuka Masam

Bantahan Hakekat.com Tentang Menggugat Tulisan “Imam atau Tuhan” Dan Studi Kritis Imam Maksum Bermuka Masam

Written By Unknown on Sunday, 26 April 2015 | 22:48:00


Menggugat Tulisan “Imam atau Tuhan”

Syiah meyakini adanya dua belas imam yang menjadi washi atau pewaris kenabian. Mereka adalah penjaga syariat Islam dan Hujjah Allah di muka bumi. Bagi Syiah, Imamah adalah masalah yang ushul dan barang siapa yang mendustakan para Imam maka ia seorang pendosa. Seandainya ia telah mengetahui dalil-dalil yang kuat soal Imamah tetapi tetap saja mendustakannya maka ia adalah pembangkang dan seandainya belum sampai ilmu kepadanya tentang imamah maka keadaannya kembali kepada Allah SWT. Bagi Syiah, saudara mereka yang Sunni tetaplah seorang muslim sebagaimana yang telah dikatakan oleh para Imam Ahlul bait.
Hakekat.com dalam tulisannya yang berjudul Imam atau Tuhan? mengatakan hal bodoh sebagai berikut
Sudah tentu penting, karena syiah meyakini bahwa para imam adalah penerus kenabian. Barangkali pembaca bertanya-tanya apakah syiah meyakini bahwa misi kenabian Nabi Muhammad belum selesai sehingga masih diperlukan penerus lagi?
Cih, justru dengan Rasulullah SAW menunjuk washi atau Imam yang menggantikan Beliau maka saat itu pula misi Kenabian selesai dan agama Islam sudah sempurna. Bagi Syiah, syariat Islam dan hadis-hadis Rasulullah SAW dibawa oleh para Imam Ahlul Bait. Hal ini memang tidak pernah diakui oleh salafi nasibi.

Seorang Imam jelas memiliki kelebihan dibanding manusia biasa. Bukankah mereka para Imam adalah pewaris ilmu Rasulullah SAW. Bukankah Rasulullah SAW mengatakan bahwa umat islam harus berpedoman pada Kitab Allah dan Ahlul bait agar tidak tersesat. Bukankah mereka para Imam Ahlul bait adalah orang-orang yang dikatakan Rasul selalu bersama Al Quran dan tidak akan berpisah. Lantas samakah para Imam dengan orang biasa. Ooooh saya baru ingat kalau salafi nasibi seperti hakekat.com tidak pernah mau mengakui hadis tsaqalain yang mewajibkan umat islam berpegang teguh pada Al Quran dan ahlul bait.

Kemudian lagi-lagi kita lihat keangkuhan yang muncul dari kebodohan hakekat.com ketika ia berkata:
Lalu mana dalil dari Al Qur’an? Semestinya dalam Al Qur’an telah disebutkan hal di atas, karena imam sama dengan Nabi. Tetapi sampai saat ini saya belum menemukan satu ayat pun yang menerangkan adanya imam yang menjadi penerus para Nabi. Jika dalam Al Qur’an termaktub bahwa Allah mengutus para Nabi, dan memang Allah menjadikan imam sebagai penerus Nabi, mestinya hal itu disebutkan dalam Al Qur’an. Kita lihat Al Qur’an banyak sekali memuat ayat yang memerintahkan kita beriman pada Nabi.
Betapa sombongnya, apakah memang ia telah membaca habis Al Quranul Karim, tidakkah ia mengetahui kalau Allah SWT telah menjadikan imam-imam bagi bani israil, tidakkah ia membaca As Sajdah ayat 23 dan 24:
dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), Maka janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (Al-Quran itu) dan Kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. dan Kami jadikan di antara mereka itu Imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.
Para Imam Ahlul Bait memiliki keutamaan yang tinggi, tetapi sayang sekali hal ini hanya diakui oleh Syiah saja sedangkan ahlussunnah tidak mengakui kelebihan para Imam Ahlul Bait. Bukankah hakekat.com sendiri mengatakan:
Tidak ada kitab ahlussunnah yang menerangkan kelebihan dua belas imam syiah. Karena tidak ada, terpaksa kita meng”explore” kitab syiah lagi
Tanpa disadari, ia sendiri mengakui kalau ahlussunnah memang meninggalkan ahlul bait dan hanya syiah yang dengan tulus berpedoman pada ahlul bait sampai-sampai hanya Syiah yang mencatat kelebihan para Imam Ahlul bait.

Hakekat.com mengutip riwayat kelebihan Imam ahlul bait dalam al kafi:
Riwayat dari kitab Al Kafi jilid 1 hal 192, dari Abu Ja’far mengatakan: Kami adalah wali perintah Allah, kami adalah pembawa ilmu Allah dan penyimpan wahyu Allah.
Riwayat ini memang benar, tetapi seperti biasa si dungu hakekat.com lagi-lagi tidak bisa memahami maksudnya. Sehingga lucunya, ia melaju terus dengan tafsiran dungu yang mungkin hanya ia sendiri yang memahami seperti itu, lihat tafsiran versi hakekat.com berikut:
Sepertinya Allah dianggap memerlukan para imam untuk menyimpan ilmuNya, jadi harus “dititipkan” pada para imam syiah. Para imam menyimpan ilmu Allah berarti para imam mengetahui segala sesuatu tanpa batas. Karena ilmu Allah tidak ada batasannya. Bahkan dalam Al Qur’an ilmu Allah sebegitu luas sehingga jika ditulis dengan tinta sebanyak tujuh lautan masih kurang. Sebegitulah ilmu para imam. Ini jelas menyamakan antara imam dengan Allah, karena ilmu Allah dianggap sama dengan ilmu para imam. Lalu bagaimana dengan para Nabi?
Kasihan, kasihan. Ilmu Allah memang tidak terbatas dan adalah kehendak Allah untuk memberikan ilmu kepada siapapun yang ia kehendaki. Bukankah para Nabi adalah pengemban risalah, utusan Allah yang menyampaikan perintah dan larangan Allah, menyampaikan kabar-kabar ghaib, menyampaikan firman-firman Allah SWT. Apakah itu semua bukan ilmu Allah SWT? Dan apakah dengan ini sang Rasul tidak layak kita sebut sebagai wali Allah, pembawa Ilmu Allah dan penyimpan wahyu Allah?. Bukankah Rasul SAW sendiri telah menjadikan para Imam Ahlul bait sebagai pedoman umat islam selepas beliau agar umat islam tidak tersesat. Jadi apa yang patut diherankan jika para Imam juga disebut sebagai wali Allah, pembawa Ilmu Allah dan penyimpan wahyu Allah.

Mengenai perkataan si dungu hakekat.com bahwa riwayat tersebut telah menyamakan ilmu imam dengan ilmu Allah yang tanpa batas, maka saya katakan bahwa ucapan ini adalah kedustaan yang muncul karena kebodohan. Tidakkah ia membaca riwayat-riwayat dalam ushul al kafi bab 44 berikut:
Ali bin Muhammad dan Muhammad bin al-Hasan, daripada Sal bin Ziyad, daripada Muhammad bin al-Hasan bin Syammun, daripada Abdullah bin ‘Abd al-rahman, daripada Abdullah bin al-Qasim, daripada Sama‘ah, daripada Abu Abdillah a.s telah berkata: Sesungguhnya Allah mempunyai dua (jenis) ilmu: Satu ilmu yang Dia telah menzahirkannya kepada para malaikat-Nya, para nabi-Nya, apa yang Dia telah menzahirkan kepada para malaikat-Nya, para rasul-Nya dan para nabi-Nya kami telah mengetahuinya. Dan satu ilmu lagi ialah khusus untuknya. Apabila Allah menzahirkan sesuatu daripadanya (badaa llahu fi syai’in min-hu), Dia memberitahunya kepada kami (a‘lama-na dhalika) dan Dia telah membentangkannya kepada para imam sebelum kami.
Beberapa orang sahabat kami, daripada Ahmad bin Muhammad, daripada al-Husain bin Sa‘id, daripada al-Qasim bin Muhammad, daripada Ali bin Abi Hamzah, daripada Abu Basir, daripada Abu Abdillah a.s telah berkata: Sesungguhnya Allah mempunyai dua (jenis) ilmu: Satu ilmu yang Dia tidak membenarkan seorang pun daripada makhluk-Nya mengetahuinya dan satu ilmu lagi Dia telah meninggalkannya kepada para malaikatnya dan para rasul-Nya. Dan apa yang Dia telah meninggalkannya (nabadha-hu) kepada para malaikat-Nya dan para rasul-Nya, maka ia berakhir kepada kami.
Ali bin Ibrahim, daripada Salih bin al-Sanadi, daripada Ja‘far bin Basyir, daripada Dhuraisy berkata: Aku telah mendengar Abu Ja‘far a.s telah berkata: Sesungguhnya Allah mempunyai dua (jenis) ilmu: Satu ilmu yang diberikan secara bebas (‘ilm mabdhul) dan satu ilmu lagi ditahan, tidak diberikan kepada sesiapapun (‘ilm makfuf). Adapun ilmu yang diberikan secara bebas (al-Mabdhul), tiada suatupun (ilmu) yang diketahui oleh para malaikat dan para rasul melainkan kami juga mengetahuinya. Adapun ilmu yang ditahan, tidak diberikan kepada sesiapapun (al-Makfuf), maka ia ada di sisi Allah a.w pada Umm al-Kitab, apabila ia keluar, akan dilaksanakannya.
Abu Ali al-Asy‘ari, daripada Muhammad bin ‘Abd al-Jabbar, daripada Muhammad bin Isma‘il, daripada Ali bin al-Nu‘man, daripada Suwaid al-Qala, daripada Abu Ayyub, daripada Abu Basir, daripada Abu Ja‘far a.s telah berkata: Sesungguhnya Allah mempunyai dua (jenis) ilmu: Ilmu yang tidak diketahui selain daripadaNya dan ilmu yang Dia telah mengajarnya kepada para malaikat-Nya dan para rasul-Nya. Apa yang Dia telah mengajar kepada para malaikat-Nya dan para rasul-Nya, maka kami mengetahuinya”.
Adakah semua riwayat itu menyamakan ilmu Allah dan ilmu imam. Cih, jangan sok pintar wahai pendusta –hakekat.com-, kalau memang dirimu tidak ada ilmunya maka tidak perlu menghujat sana sini.
Hakekat.com ini juga mempermasalahkan kalau para Imam bisa mengetahui hal-hal yang ghaib dan mengatakan bahwa itu berarti menyamakan ilmu imam dengan ilmu Allah. Duhai, betapa naifnya. Memang segala hal yang ghaib adalah ilmu Allah SWT tetapi Allah SWT juga bisa memberikan kepada siapapun yang ia kehendaki. Bukankah Allah SWT mengatakan dalam Al Quran kalau para Rasul yang diridhaiNya juga mengetahui hal-hal ghaib.
(dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya Dia Mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Al Jin ayat 26-27).
Begitu pula dengan para Imam, mereka tidak akan mengetahui yang ghaib kecuali atas izin Allah SWT. Lihat dalam kitab Ushul Al Kafi bab 45:
Ahmad bin Muhammad, daripada Muhammad bin al-Hasan, daripada ‘Abbad bin Sulaiman, daripada Muhammad bin Sulaiman daripada bapanya, daripada Sudair berkata: Aku, Abu Basir, Yahya al-Bazzaz dan Daud bin Kathir telah berada pada majlis Abu Abdillah a.s, tiba-tiba beliau a.s telah keluar di dalam keadaan marah. Manakala beliau a.s telah mengambil tempatnya, beliau a.s telah berkata: Alangkah anehnya beberepa kumpulan menyangka bahawa kami mengetahui perkara yang ghaib, hanya Allah sahaja yang mengetahui perkara ghaib.
Kemudian juga riwayat berikut dalam bab yang sama:
Ahmad bin Muhammad, daripada Muhammad bin al-Hasan, daripada Ahmad bin al-Hasan bin Ali, daripada ‘Umru bin Sa‘id, daripada Musaddiq bin Sadaqah, daripada ‘Ammar al-Sabiti berkata: Aku telah bertanya Abu Abdillah a.s tentang imam? Adakah imam mengetahui perkara ghaib? Beliau a.s telah berkata: Tidak, tetapi apabila ia mahu mengetahui sesuatu, maka Allah memberitahunya kepadanya.
Semua riwayat ini sudah cukup untuk menyingkirkan riwayat-riwayat ghuluw yang sering dikutip dan disalah artikan oleh para pendusta sejenis hakekat.com

Kita tutup tulisan ini dengan serangan mematikan kepada hakekat.com. Ia dengan polosnya mengutip ayat Al Quran mengenai sahabat Nabi yang memberikan baiat di bawah pohon:
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. 48:18)
Kemudian ia berkata mengenai mereka yang memberikan baiat di bawah pohon:
Dengan keridhaan Allah ini cukuplah kebanggaan bagi mereka, cukuplah alasan bagi kita untuk mencintai mereka, sebagai konsekwensi kecintaan kita kepada Allah. Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk membenci mereka yang dicintai Allah. Tidak ada alasan bagi anda untuk membenci mereka, jikalau anda masih beriman pada ayat di atas.
Cih, tidak perlu sok wahai hakekat.com. tidak tahukah anda kalau ternyata salafi nasibi -termasuk anda sendiri- telah mencela dan membenci sahabat yang memberikan baiat di bawah pohon. Hanya saja ahlussunnah dengan licik menutup-nutupinya. Tidak tahukah anda bahwa beberapa sahabat yang memberikan baiat di bawah pohon juga ikut mengepung sampai membunuh usman bin affan dan dengan lucunya salafi nasibi mengatakan kalau yang mengepung dan membunuh usman adalah orang munafik pengikut abdullah bin saba’-orang fiktif yang tidak pernah ada-. Kalau salafi nasibi membenci dan melaknat para pembunuh usman maka mereka sudah membenci dan melaknat sahabat yang telah ikut memberikan baiat di bawah pohon. Naudzubillah

Studi Kritis Imam Maksum Bermuka Masam


Nabi Muhammad SAW adalah seorang Nabi yang diutus Allah SWT untuk seluruh umat manusia. Tidak memandang siapapun manusianya baik kaya atau miskin, terhormat atau tidak, terpandang atau tidak, cacat atau tidak, buta ataupun tidak, semuanya adalah manusia yang untuk merekalah diutus Nabi Muhammad SAW. Sehingga tak terbayangkan oleh kita jika seorang Nabi yang dijaga oleh Allah SWT, seorang Nabi yang merupakan suri tauladan umat manusia, seorang Nabi yang dipuji akhlaknya oleh Allah SWT, seorang Nabi yang sangat menyayangi umatnya tiba-tiba dikatakan telah bermuka masam kepada seorang buta yang mau belajar agama kepadanya. Adakah yang salah dengan si buta sehingga Nabi bermuka masam padanya?.

Salahkah jika seorang buta ingin belajar agama kepada sang Nabi?. Tidak, tidak, sungguh tidak salah, oleh karena itu sudah selayaknya kita meragukan tuduhan-tuduhan yang mengatakan kalau Nabi bermuka masam.
Syiah dengan akidahnya yang meyakini kemaksuman Nabi SAW telah berusaha mensucikan pribadi yang mulia ini dari sikap-sikap yang menodai kesucian dan kemaksumannya. Bagi syiah, seorang Nabi tidak mungkin bermuka masam terhadap sesuatu yang baik. Nabi tidak akan bermuka masam terhadap orang yang mau belajar agama kepadanya, Nabi tentu akan menyambut dengan penuh keramahan dan kasih sayang orang yang bersemangat untuk mendengarkan risalah Tuhan walaupun ia seorang buta. Tidakkah kita ingat ayat Al Quran yang mengatakan kalau Rasulullah SAW sangat penyayang kepada orang mukmin.
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, yang berat memikirkan penderitaanmu, sangat menginginkan kamu (beriman dan selamat), amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min” [At-Taubah : 128].
Tidakkah kita membaca ayat:
Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” [Ali Imran : 159].
bukankah ini cermin akhlak agung Rasulullah yang disebutkan Allah.
Sungguh, kamu mempunyai akhlak yang agung” [Al-Qalam : 4]
Aneh sekali, ternyata sikap baik Syiah ini justru mendapat hujatan dari mereka yang mengaku ahlussunnah yaitu salafi nasibi. Memang salafi nasibi ini selalu menampakkan kebencian atas kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh Syiah. Kita lihat contoh kebencian mereka ini adalah tulisan si pendusta hakekat.com yang berjudul Imam maksum juga bermuka masam. Orang yang dangkal pikirannya ini mengutip riwayat yang menunjukkan kalau Imam Ali juga bermuka masam. Riwayat yang mustahil dipahaminya dengan baik karena tingkat kecerdasannya yang memang jauh di bawah rata-rata.

Mari kita perhatikan, riwayat yang dikutip oleh hakekat.com
Tetapi sayangnya perilaku buruk itu dilakukan juga oleh salah satu imam syiah yang konon maksum, yaitu Ali bin Abi Thalib. Saat itu Ali memanggil Ashim’ bin Ziyad, yang meninggalkan kehidupan dunia dan mengurung diri:
Ashim datang, Ali pun bermuka masam melihatnya, dan berkata: Apakah kamu tidak malu pada keluargamu? Apa kamu tidak kasihan pada anakmu…
Nahjul Balaghah Khutbah 167
Tafsir Nur Ats Tsaqalain jilid 5 hal 189
Wasa’il Syiah jilid 5 Bab Dibenci bagi orang yang berkeluarga untuk berpakaian kasar dan mengasingkan diri dari kehidupan dunia.
Majma’ul Bayan jilid 5 hal 88
Thaharatul Maulid 261 – 267
Riwayat ini menunjukkan kalau Imam Ali bermuka masam kepada Ashim bin Ziyad karena tingkah lakunya yang meninggalkan kehidupan dunia dan mengurung diri bahkan menelantarkan keluarganya. Tidak diragukan lagi kalau perilaku yang ditunjukkan Ashim bin Ziyad adalah perilaku yang tidak baik dalam pandangan Islam. Islam tidak pernah menganjurkan pemeluknya untuk meninggalkan kehidupan dunia dan mengurung diri sampai menelantarkan keluarga bahkan sebaliknya islam menganjurkan pemeluknya untuk aktif dalam kehidupan dunia dan menerapkan semua syariat Islam dalam setiap aktivitas dunia yang dijalani. Oleh karena itulah Imam Ali tidak senang dan bermuka masam terhadap perilaku Ashim bin Ziyad yang tidak baik itu. Disini menunjukkan sikap mulia imam Ali yang prihatin dan peduli terhadap Ashim sehingga Imam menasehatinya agar kembali ke jalan yang benar.

Begitulah, mudah sekali untuk memahami bahwa Imam yang bermuka masam kepada Ashim adalah tindakan yang layak dan benar karena merupakan akhlak terpuji sang Imam untuk tidak senang terhadap perilaku yang tidak baik dan kezaliman. Celakanya, orang yang dungu seperti hakekat.com tidak mampu mengerti dengan baik riwayat yang ia bawa. Dengan seenaknya ia mengatakan kalau perilaku Imam Ali itu adalah perilaku yang buruk, memang selicik apapun disembunyikan mental nasibinya kelihatan juga.
Dengan gaya sok pintar, hakekat.com mengajukan pertanyaan bodoh
Lalu mengapa Nabi mustahil untuk bermuka masam dan Ali boleh melakukannya? Jika Nabi tidak layak untuk bermuka masam maka demikian dengan Ali.
Cih betapa memalukannya jika orang yang tampak jelas kebodohannya tiba-tiba bertanya dengan gaya sok pintar. Tidakkah ia mengetahui permasalahannya dengan baik. Apakah sekedar bermuka masam tanpa tahu sebabnya maka kita dapat menentukan perilaku itu baik atau tidak?. Yang manakah yang lebih berat bermuka masam atau marah?. Apakah Nabi tidak pernah marah? Apakah Nabi tersenyum-senyum jika Beliau melihat kemungkaran yang dilakukan dihadapannya? Apakah seorang maksum tidak boleh menunjukkan rasa tidak suka, bermuka masam dan marah terhadap sesuatu yang tidak baik?. Cih pahami dulu wahai orang dungu, kedua kasus yang anda -hakekat.com- bandingkan memiliki esensi yang berbeda. Nabi mustahil bermuka masam terhadap orang yang mau belajar agama kepadanya, Nabi sudah pasti menyambut si buta dengan penuh keramahan karena memang untuk itulah Nabi diutus. Sedangkan dalam riwayat yang dikutip anda -hakekat.com-, Imam Ali bermuka masam terhadap Ashim yang perilakunya tidak baik yaitu meninggalkan kehidupan dunia dan mengurung diri sampai menelantarkan keluarganya. Bukankah sikap Ashim ini adalah suatu bentuk kezaliman maka oleh karena itu Imam Ali menunjukkan raut muka tidak senang, memang sangat pantas seorang Imam bermuka masam terhadap kezaliman.

Sepertinya pembaca lebih beruntung untuk melihat betapa hakekat.com tidak memiliki kecerdasan yang cukup bahkan untuk memahami satu riwayat yang ia baca. Tetapi tidakkah anda para pembaca prihatin, ternyata kedunguan hakekat.com diiringi pula dengan kesombongan
Sepertinya pembaca lebih beruntung, karena kita berkesempatan menelaah isi kitab syiah lebih banyak dari penulis kitab sejarah Nabi di atas – Ja’far Murtadha- yang menulis 10 jilid tentang sejarah Nabi. Begitulah ulama syiah, belum banyak menelaah sudah sok menulis buku.
Ulama yang mulia, Ja’far Murtadha tidak memerlukan pembelaan dari perkataan seorang yang dungu dan sombong seperti hakekat.com. Sungguh tidak tahu malu ia berani mengkritik seorang ulama sekaliber Ja’far Murtadha padahal ia sendiri perlu dikoreksi pikirannya. Memahami satu riwayat yang ia tulis saja ia tidak mampu apalagi mengkritik ulama. Sungguh kasihan

(Menjawab-Tuduhan-Wahabi-Salafi/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: