Pesan Rahbar

Home » » Ulama Sunni [Ahlus Sunnah] yang meyakini adanya tahrif Al Qur’an termasuk Mujahid bin Jabr Al Makkiy dan Utsman bin Abi Syaibah

Ulama Sunni [Ahlus Sunnah] yang meyakini adanya tahrif Al Qur’an termasuk Mujahid bin Jabr Al Makkiy dan Utsman bin Abi Syaibah

Written By Unknown on Wednesday 8 April 2015 | 06:06:00


Penjelasan saya ini berorientasi pada persatuan Sunni-Syiah dengan memberikan pemikiran berimbang.
Jangan hiraukan para pendengki itu. Mental kami terlalu kuat hanya untuk berciut-nyali menghadapi kicauan para pendengki.

Apakah Ada Ulama Sunni Yang Meyakini Tahrif Al Qur’an?
Sebelumnya kami pernah mengatakan di dalam blog ini bahwa terdapat ulama Sunni [Ahlus Sunnah] yang meyakini adanya tahrif Al Qur’an. Ulama yang dimaksud adalah Mujahid bin Jabr Al Makkiy dan Utsman bin Abi Syaibah. Silakan ikuti pembahasan ini dan nilailah dengan objektif

.حدثني محمد بن عمرو قال، حدثنا أبو عاصم، عن عيسى، عن ابن أبي نجيح، عن مجاهد في قوله: وإذ أخذَ الله ميثاق النبيين لما آتيتكم من كتاب وحكمة، قال: هي خطأ من الكاتب، وهي في قراءة ابن مسعود: وإذ أخذَ الله ميثاق الذين أوتوا الكتاب

Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin ‘Amru yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aashim dari Iisa dari Ibnu Abii Najiih dari Mujaahid tentang ayat “waidz ‘akhadzallaahu miitsaaqan nabiyyiin lamaa ataytuukum min kitabin wa hikmatinn”. [Mujahid] berkata “itu adalah kesalahan dari juru tulis, dan dalam bacaan Ibnu Mas’ud adalah “waidz ‘akhadzallahu mitsaaqal ladziina ‘uutul kitaab” [Tafsir Ath Thabariy 6/553].

Riwayat ini sanadnya shahih hingga Mujahid, para perawinya tsiqat berikut perinciannya
  1. Muhammad bin ‘Amru adalah Muhammad bin ‘Amru bin ‘Abbas Al Bahiliy termasuk syaikh [guru] Ath Thabariy yang tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Khatib menyebutkan dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Yusuf bahwa Muhammad bin ‘Amru Al Bahiliy tsiqat [Mu’jam Asy Syuyukh Ath Thabariy no 307 hal 556-564]
  2. Abu ‘Aashim Dhahhak bin Makhlaad termasuk perawi kutubus sittah [Bukhariy, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah]. Yahya bin Ma’in berkata “tsiqat”. Al Ijliy berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Abu Hatim berkata “shaduq, ia lebih aku sukai dari Rawh bin ‘Ubadah”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat faqiih”. Ibnu Qaani’ berkata “tsiqat ma’mun”. [Tahdzib At Tahdzib juz 4 no 793]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit” [Taqrib At Tahdzib 1/444]
  3. Iisa bin Maimun Al Jarsyiy termasuk perawi Abu Dawud dalam Naasikh Wal Mansuukh. Yahya bin Ma’in berkata “tidak ada masalah padanya”. Ia telah dinyatakan tsiqat oleh Abu Hatim, Abu Dawud, Ali bin Madiniy, As Saajiy, Tirmidziy, Abu Ahmad Al Hakim, dan Daruquthniy. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “hadisnya lurus” [Tahdzib At Tahdzib juz 8 no 439]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [Taqrib At Tahdzib 1/776]
  4. Abdullah bin Abi Najih termasuk perawi kutubus sittah. Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Abu Zur’ah, Nasa’iy dan Al Ijliy menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Tahdzib At Tahdzib juz 6 no 102].
  5. Mujahid bin Jabr Al Makkiy termasuk perawi kutubus sittah. Yahya bin Ma’in dan Abu Zur’ah berkata “tsiqat”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat faqih alim banyak meriwayatkan hadis”. Ibnu Hibban berkata “faqih wara’ ahli ibadah mutqin”. Al Ijliy berkata “tabiin tsiqat” [Tahdzib At Tahdzib juz 10  no 68]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat imam dalam tafsir dan ilmu” [Taqrib At Tahdzib 2/159].
Ada sedikit illat [cacat] pada sanad ini yaitu Abdullah bin Abi Najih dikatakan melakukan tadlis dan ia dikatakan tidak mendengar tafsir dari Mujahid. Ibnu Hibban berkata dalam biografi Abdullah bin Abi Najiih

قَالَ يحيى الْقطَّان لم يسمع التَّفْسِير بْن أبي نجيح من مُجَاهِد قَالَ أَبُو حَاتِم بن أبي نجيح وَابْن جريج نظرا فِي كتاب الْقَاسِم بْن أبي بزَّة عَن مُجَاهِد فِي التَّفْسِير فرويا عَن مُجَاهِد من غير سَماع

Yahya Al Qaththaan berkata Ibnu Abi Najih tidak mendengar tafsir dari Mujahid, Abu Hatim berkata Ibnu Abi Najih, Ibnu Juraij melihat dalam kitab Al Qaasim bin Bazzah dari Mujahid maka keduanya meriwayatkan dari Mujahid bukan dari mendengar langsung [Ats Tsiqat Ibnu Hibban 7/5 no 8759].

وسئل علي: سمع ابن أبي نجيح التفسير من مجاهد ؟ قال: لا، قال سفيان: لم يسمعه أحد من مجاهد إلا القاسم بن أبي بزة أملاه عليه، وأخذ كتابه الحكم وليث وابن أبي نجيح

Aliy pernah ditanya “apakah Ibnu Abi Najih mendengar tafsir dari Mujahid?. Ia berkata “tidak, Sufyan berkata tidak seorangpun mendengar dari Mujahid kecuali Al Qaasim bin Abi Bazzah, ia mengimla’kan kepadanya, dan telah berpegang pada kitabnya Al Hakam, Laits dan Ibnu Abi Najih [Ma’rifat Wal Tarikh Ya’qub Al Fasawiy 1/215].

Maka illat [cacat] tersebut tergolong illat yang tidak menjatuhkan karena tafsir Ibnu Abi Najih dari Mujahid adalah melalui perantara Al Qaasim bin Abi Bazzaah dan ia seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 2/18]. Apalagi riwayat Ibnu Abi Najih dari Mujahid telah diambil Bukhariy dan Muslim dalam kitab Shahih mereka. Kesimpulannya riwayat diatas sanadnya shahih.

Matan riwayat di atas menyatakan dengan jelas bahwa Mujahid bin Jabr Al Makkiy telah mengatakan ada kesalahan dalam Al Qur’an Ali ‘Imran ayat 81 yaitu:

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ

Dan [ingatlah] ketika Allah SWT mengambil perjanjian dari para Nabi “Sungguh apa saja yang Aku berikan kepadamu dari Kitab dan Hikmah…[QS Aliy Imran ; 81].

Menyatakan ada kesalahan dalam Al Qur’anul Karim baik sedikit ataupun banyak sama halnya dengan meyakini adanya tahrif Al Qur’an. Dalam menyikapi atsar Mujahid ini kami katakan bahwa perkataan Mujahid tersebut mungkar dan tertolak, Al Qur’an terjaga dari kesalahan karena Allah SWT telah menjaganya.

أنا أَبُو نُعَيْمٍ أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَحْيَى الطَّلْحِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيَّ، يَقُولُ: قَرَأَ عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ: فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسِنَّوْرٍ لَهُ نَابٌ، فَقَالَ لَهُ بَعْضُ أَصْحَابِهِ: إِنَّمَا هُوَ {بِسُورٍ لَهُ بَابٌ} [الحديد: 13] فَقَالَ: أَنَا لَا أَقْرَأُ قِرَاءَةَ حَمْزَةَ، قِرَاءَةُ حَمْزَةَ عِنْدَنَا بِدْعَةٌ

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abdullah Al Haafizh yang berkata aku mendengar ‘Abdullah bin Yahya Ath Thalhiy mengatakan aku mendengar Muhammad bin ‘Abdullah Al Hadhramiy mengatakan Utsman bin Abi Syaibah membaca ayat “fadhuriba baynahum bisinnawril lahu naab”. Maka sebagian sahabatnya mengatakan kepadanya, sesungguhnya ayat itu adalah “bisuuril lahu baab” [QS Al Hadiid ; 13]. Maka ia berkata “aku tidak membaca dengan bacaan Hamzah, bacaan Hamzah di sisi kami bid’ah” [Al Jaami’ Li Akhlak Ar Raawiy Wa Adab As Saami’ Al Khatib 1/464-465 no 648].

Atsar di atas sanadnya shahih hingga Utsman bin Abi Syaibah, para perawinya tsiqat berikut rinciannya
  1. Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abdullah Al Hafizh adalah Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaaq bin Muusa bin Mihraan, Abu Nu’aim Al Ashbahaniy seorang Imam hafizh tsiqat allamah syaikh islam [As Siyaar Adz Dzahabiy 17/454]
  2. Abdullah bin Yahya bin Mu’awiyah Ath Thalhiy, ia telah dinyatakan tsiqat oleh Al Haafizh Muhammad bin Ahmad bin Hammaad [Tarikh Al Islam Adz Dzahabiy 26/210]
  3. Muhammad bin ‘Abdullah Al Hadhramiy seorang hafizh shaduq muhaddis kufah, Daruquthniy menyatakan ia tsiqat, Al Khaliliy berkata “tsiqat hafizh” [As Siyaar Adz Dzahabiy 14/42-43]
  4. ‘Utsman bin Abi Syaibah termasuk perawi Bukhariy, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah. Ia termasuk gurunya Bukhariy dan Muslim. Yahya bin Ma’in menyatakan ia tsiqat. Abu Hatim berkata “shaduq”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Tahdzib At Tahdzib juz 7 no 299]
Atsar di atas membuktikan bahwa ‘Utsman bin Abi Syaibah mengingkari salah satu ayat Al Qur’an surah Al Hadiid ayat 13 yaitu pada lafaz berikut

فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ

Lalu diadakan diantara mereka dinding yang mempunyai pintu [QS Al Hadiid ; 13].

Utsman bin Abi Syaibah justru tidak menerima bacaan Al Qur’anul Kariim ini dan menyatakannya sebagai bid’ah. Hal ini membuktikan bahwa dalam keyakinannya bacaan Al Qur’an surah Al Hadiid ayat 13 yang ada sekarang adalah bacaan yang bid’ah atau diada-adakan. Keyakinan seperti ini sama saja dengan menyatakan adanya tahrif Al Qur’an.

Sebagian orang akan melakukan pembelaan basa-basi dengan mengatakan bahwa hal itu hanya merupakan perbedaan qira’at atau qira’at syaadz dan bukan menunjukkan adanya tahrif Al Qur’an. Pembelaan ini tidak ada gunanya karena hanya permainan kata-kata yang tidak bermakna. Terserah apapun para pembela itu menyebut qira’at begini qira’at begitu faktanya kedua ulama tersebut Mujahid dan Utsman bin Abi Syaibah menolak bacaan Al Qur’an yang jelas-jelas sudah beredar di kalangan kaum muslimin. Meyakini adanya bacaan lain kemudian mengingkari bacaan Al Qur’an yang beredar di kalangan kaum muslimin sama halnya dengan meyakini adanya tahrif Al Qur’an.
Atau ada pembelaan lain terkait kasus Utsman bin Abi Syaibah, mereka menyatakan bahwa Utsman bin Abi Syaibah itu tidak menghafal Al Qur’an maka apa yang ia baca bukan menunjukkan tahrif Al Qur’an tetapi ia hanya tidak menghafalnya. Pembelaan inipun tertolak karena kalau memang hakikatnya Utsman bin Abi Syaibah tidak menghafal Al Qur’an maka ketika ia diingatkan oleh para sahabatnya maka ia akan mengoreksi hafalannya bukannya malah menyatakan bacaan yang sebenarnya sebagai bid’ah. Justru atsar tersebut menunjukkan bahwa Utsman bin Abi Syaibah hafal dan yakin akan bacaannya dan mengingkari bacaan Al Qur’an yang beredar di kalangan kaum muslimin dengan berkata bid’ah.

Tulisan ini kami buat bukan bertujuan untuk merendahkan mazhab Ahlus Sunnah melainkan hanya ingin menyajikan informasi yang berimbang terkait masalah tahrif Al Qur’an. Para nashibiy suka merendahkan mazhab Syi’ah dan mengkafirkan mazhab Syi’ah karena didapati sebagian ulama Syi’ah meyakini tahrif Al Qur’an. Padahal hakikat sebenarnya sebagian ulama Syi’ah yang lain mengingkari keyakinan adanya tahrif Al Qur’an dan dalam mazhab Sunnipun ternyata ditemukan ada juga ulama yang meyakini tahrif Al Qur’an.

Tentu kita tidak dapat mengkafirkan suatu mazhab hanya karena pernyataan sebagian ulama mazhab tersebut dimana sebagian ulama lain mengingkari pernyataan mereka. Kami akan menawarkan solusi yang sederhana, siapapun ulamanya baik dalam mazhab Sunni atau Syi’ah yang menyatakan adanya tahrif Al Qur’an maka pernyataan ini tertolak dan tidak perlu dihiraukan karena bertentangan dengan Al Qur’anul Kariim yang jelas-jelas dijaga oleh Allah SWT.

(Syiahali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: