Bekalangan ini tersiar kabar dari media Israel dan stasiun-stasiun TV Amerika Serikat (AS) dan Inggris, termasuk Fox News dan Sky News, bahwa negara-negara Arab anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) sedang terlibat negosiasi pembelian sistem penangkis rudal Israel “Kubah Besi” (Iron Dome) melalui perantara perusahaan-perusahaan AS, termasuk Raytheon. Ini jelas melangkahi semua garis moral sekaligus rambu agama, dan justru akan menjadi bumerang bagi mereka sendiri, dari dalam sekaligus luar negeri.
Pemerintah Kuwait melalui sumber papan atasnya di Kementerian Pertahanan segera membantah laporan bahwa pihaknya terlibat dalam negosiasi pembelian kubah itu untuk pertahanan di depan ancaman sistem rudal Iran. Tapi pejabat itu juga mengakui pihaknya sedang mempelajari rencana pembelian sistem penangkis rudal dari AS, bukan dari Israel. Bantahan serupa juga dilakukan oleh pemerintah Bahrain melalui menteri informasi dan menteri luar negerinya.
Negara-negara Arab Teluk sedang tercekam ketakutan terhadap rudal-rudal Iran. Ketakutan ini bisa jadi beralasan sehingga mereka berhak melakukan segala antisipasi keamanan yang memadai di depan bahaya Iran serta terlibat perang proxy melawan Iran di lebih dari satu front.
Betapapun demikian, pembelian senjata bukan berarti harus dari Israel, sebab kubah itu gagal mengatasi rudal-rudal Hizbullah dalam Perang Juli 2006, sebagaimana juga gagal menangkis rudal-rudal sederhana Hamas dalam Perang Gaza 2014 sehingga sebagian rudal itu bahkan menjangkau bandara Tel Aviv dan telah menyebabkan lebih dari tiga juta orang Israel terpaksa bersembunyi di tempat-tempat perlindungan selama perang yang berlangsung 51 hari.
Apa yang ingin kami tegaskan di sini ialah bahwa “dosa” Arab Teluk itu akan menjadi dua kali lipat, sebab dana puluhan milyar US dolar akan habis untuk membeli sistem pertahanan Israel yang efektivitasnya tidak tergolong tinggi, dan itupun dari rezim yang menduduki tanah-tanah Arab, dan yang pasukan serta warga imigrannya menduduki Masjidil Aqsha, serta menerapkan eksekusi mati di lapangan untuk menumpas para pembela Masjidil Aqsha. Celakanya lagi, pembelian dilakukan ketika harga minyak dan pendapatan yang diperoleh dari minyak sedang anjlok hingga di bawal level separuh dari biasanya sehingga negara-negara Arab itu menerapkan kebijakan penghematan.
Ada beberapa alasan yang membuat kami menduga laporan-laporan mengenai pembelian kubah ala Israel itu benar, terutama adalah adanya komunikasi-komunikasi antara Israel dan rezim-rezim Arab Teluk, termasuk Arab Saudi, yang bahkan berlangsung intensif, dan dari yang semula dilakukan secara tertutup akhirnya dilakukan secara terbuka. Bukan satu kali Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memastikan dalamnya hubungan dan komunikasi itu, dan tak seorangpun membantahnya.
Kita juga mengetahui kunjungan Jenderal Saudi Anwar Eshki ke tanah pendudukan Baitul Maqdis serta pertemuan-pertemuannya dengan para pejabat Israel. Dia bahkan muncul di TV-TV Israel, dan kemudian Netanyahu memuji pemerintahan dan pasukan Saudi dengan berbagai alasan.
Kita juga ingat bahwa Presiden Israel Simon Peres pernah menjadi tamu terhormat dan istimewa di salah satu konferensi kemanan Teluk (Persia) tiga tahun silam. Dalam pertemuan yang melibatkan para pimpinan badan-badan keamanan itu dia berbicara dan mengundang decak kagum mereka mengenai kepentingan-kepentingan kolektif negaranya dengan negara-negara Arab Teluk.
Kita tidak tahu mengapa para penguasa Arab Teluk itu bergegas, atau bahkan sekedar berpikir, untuk membeli rudal-rudal Israel sementara mereka memiliki opsi lain dengan membeli dari AS dan Eropa. Padahal Israel sendiri mengucurkan puluhan milyar US dolar untuk membeli sistem penangkis rudal Patriot canggih dan teruji buatan AS?
Kita masih menantikan bantahan-bantahan resmi dari semua pemerintah Arab Teluk yang dilaporkan berniat membeli sistem-sistem penangkis rudal buatan Israel, bukan hanya dari Kuwait dan Bahrain semata. Bukan tak mungkin sikap bungkam justru memperparah kebocoran-kebocoran sedemikian rupa, apalagi Israel gigih bergerilya.
Kerajaan Arab Saudi, demikian pula pemerintah negara-negara Arab Teluk lainnya, menggelontorkan dana ratusan milyar US dolar untuk menugaskan humas-humas besar Barat agar memperbaiki citranya di AS dan Eropa. Tapi kami yakin mereka pergi ke tempat yang salah dan di waktu yang salah pula. Sebab mereka sebenarnya lebih memerlukan perbaikan citranya di mata rakyat masing-masing maupun di mata dunia Arab dan Islam.
Langkah pertama yang harus ditempuh dalam rangka ini ialah menjauhi Israel dengan semua persenjataan, media dan para pejabatnya. Sebab, ketika dunia justru mengucilkan Israel dan manakala darah para pemuda di Baitul Maqdis dan tanah pendudukan Palestina lainnya tumpah demi membela Masjidil Aqsha maka mendekati Israel tak ubahnya dengan aksi bunuh diri politik dan moral.
(Artikel ini diterjemahkan dari Editorial media online Ra’y al-Yawm, London, Inggris, 15 Oktober 2015)
(Liputan-Islam/Shabestan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email