Pesan Rahbar

Home » » Pembahasan Sayyidah Khadijah, istri Setia Rasulullah Saw dan Ada Manipulasi Sejarah Berkenaan dengan Usia Siti Khadijah

Pembahasan Sayyidah Khadijah, istri Setia Rasulullah Saw dan Ada Manipulasi Sejarah Berkenaan dengan Usia Siti Khadijah

Written By Unknown on Monday, 8 February 2016 | 02:20:00


Khadijah, Istri Setia Rasulullah sawPada hari seperti sekarang, 10 Ramadhan 10 H, Sayyidah Khadijah As, istri Rasulullah Saaw dan perempuan pertama yang memeluk Islam itu berpulang ke rahmatullah. Peristiwa ini merupakan titik akhir masa kebersamaan Khadijah dengan Rasulullah Saaw selama 25 tahun.

Dengan wafatnya sang istri, Rasulullah pun merasa sangat sedih, apalagi peristiwa tak berselang lama dengan wafatnya Abu Thalib, paman beliau. Sedemikian sedihnya beliau, hingga tahun itu dikenal dengan sebutan ‘Amul Khuzn’, tahun duka. Ketika Khadijah As wafat, Rasulullah Saaw sangat menangisi kepergiannya.
Beliau menuturkan, “Di mana lagi ada yang seperti Khadijah? Ketika masyarakat menafikanku, beliau membenarkanku.

Beliau membantuku dalam (menyebarkan) agama Allah dan menolongku dengan hartanya”. Sayyidah Khadijah berasal dari keluarga terhormat di kalangan masyarakat Quraisy. Sebelum Rasulullah Saaw diutus menjadi nabi, Khadijah merupakan seorang penganut agama tauhid Ibrahimi. Selain dikenal sebagai perempuan yang mulia, beliau juga memiliki kekayaan yang besar dan termasuk salah seorang niagawan terbesar di Hijaz.

Khadijah As adalah sosok perempuan yang bijaksana dan berwawasan luas. Beliau sangat menyenangi persoalan spiritual dan cukup mengenal ajaran kitab-kitab samawi. Perempuan mulia ini juga merupakan salah seorang penanti kedatangan nabi akhir zaman yang dijanjikan kedatangannya dalam kitab-kitab samawi.

Terkadang beliau juga bertanya kepada pamannya, Waraqah bin Naufal dan para ilmuan lain tentang tanda-tanda kenabian. Akhirnya, jauh hari sebelum Rasulullah Saaw diangkat sebagai Rasulullah Saaw, Khadijah As telah terlebih dahulu mengenal beliau. Suatu ketika, beliau menyerahkan tanggung jawab pimpinan kafilah dagangnya kepada Rasulullah Saaw yang kala itu dikenal sebagai pemuda yang jujur dan amanah.

Perjalanan niaga itu, membuat keelokan akhlak dan kepribadian Rasulullah Saaw semakin tampak jelas di mata Khadijah. Beliau pun akhirnya meyakini bahwa pemuda mulia itu merupakan seorang yang berhati suci dan sangat berbeda dengan yang lain. Rasulullah Saaw adalah pemuda yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan jiwanya selalu terhiasi dengan keindahan spiritual.

Khadijah juga tahu, Rasulullah Saaw adalah seorang yang sangat menyayangi kaum fakir-miskin dan selalu membela orang-orang yang terzalimi. Karena itu, Rasulullah begitu dihormati lantaran sifat-sifat kepribadiannya yang mulia seperti amanah, santun, jujur, dan sifat-sifat terpuji lain. Sayyidah Khadijah juga sadar betul, kehidupan Rasulullah telah menempatkan dirinya melangkah di jalan yang benar.

Namun demikian, pujian Khadijah As terhadap Rasulullah dan niatnya untuk menikahi beliau, menyulut reaksi keras masyarakat jahiliyah di Mekkah saat itu. Sebab, masyarakat jahiliyah selalu menjadikan kekayaan material sebagai tolak ukur kehormatan seseorang. Sementara Rasulullah bukanlah pemuda kaya.

Karena itu, setelah Khadijah As menikah dengan Rasulullah Saaw, muncul sekelompok perempuan Quraisy yang selalu mencaci dan menghina Khadijah lantaran menikah dengan pemuda miskin. Menjawab hinaan itu, Khadijah berkata, “Adakah seseorang seperti Rasulullah di antara kalian? Adakah seorang manusia yang berakhlak mulia seperti dia di Negeri Hijaz ini? Aku menikah dengannya karena sifat-sifatnya yang mulia”.

Tentu saja, alasan yang dilontarkan Khadijah As itu merupakan hal yang tidak bisa dipahami oleh masyarakat jahiliyah di zaman itu. Karena itu, perempuan-perempuan Quraisy memusuhi Khadijah. Ironisnya, setelah Rasulullah Saaw diangkat sebagai nabi, tindakan jahat kalangan perempuan Quraisy terhadap Khadijah makin keras. Bahkan pada saat Sayidah Fatimah Az-Zahra As lahir, mereka tak juga sudi menolong Khadijah As. Tentu saja, hal itu menjadi ujian besar bagi istri pertama Rasulullah Saaw itu.

Meski demikian, Allah swt senantiasa membantu Khadijah dalam memperjuangkan agama ilahi dan tak pernah membiarkannya sendiri. Sebagaimana yang terjadi saat kelahiran putrinya, Fatimah Az-Zahra. Allah swt mengirimkan para perempuan termulia, seperti Sarah, istri Nabi Ibrahim As; Asiah, istri Firaun; Maryam, ibu Nabi Isa; dan Kultsum, saudara perempuan Nabi Musa As untuk membantunya.

Meski Khadijah seorang perempuan kaya dan memiliki posisi terpandang, namun beliau senantiasa bersikap rendah hati dan penuh hormat terhadap Rasulullah Saaw. Beliau juga tahu, Rasulullah Saaw sangat mencintai ibadah. Karena itu, beliau selalu memberikan kesempatan bebas kepada beliau untuk beribadah.

Sebelum diutus sebagai nabi, setiap bulannya Rasulullah Saaw senantiasa pergi berkhalwat atau menyendiri untuk beribadah di gua Hirah yang terletak di gunung Nur. Selama berkhalwat, Khadijah selalu mengutus Ali bin Abi Thalib As untuk mengantar makanan kepada beliau. Bahkan Ali As terkadang juga turut menemani Rasulullah Saaw berkhalwat. Setelah Rasulullah Saaw diangkat sebagai nabi, banyak kalangan dan sanak famili yang meninggalkannya sendirian.

Namun Khadijah As tak pernah menyerah untuk selalu mendampingi sang suami berjuang menyebarkan agama Islam. Dengan penuh keyakinan dan ikhlas, beliau pun mengakui kenabian Rasulullah dan menjalin sumpah abadi dengannya.

Khadijah mengimani Islam bukan hanya dengan lisan. Beliau bahkan menyerahkan seluruh harta kekayaannya untuk dibaktikan di jalan perjuangan Islam. Apalagi ketika umat Islam diasingkan dan diboikot oleh masyarakat kafir Quraisy di lembah tandus, Sya’b Abu Thalib, bantuan materi dan pemikiran Khadijah As sungguh terasa nyata.

Bahkan pasca boikot pun, harta Khadijah berperan penting dalam menyelamatkan perjuangan dakwah Islam. Sampai-sampai Rasulullah Saaw berkata, harta Khadijah As sangat membantuku. Selama hidup bersama dengan Rasulullah Saaw, Khadijah As selalu mengedepankan kesabaran dan ketabahan.

Sebab beliau sungguh meyakini jalan yang dipilih suaminya sebagai utusan Allah yang terakhir untuk menyelamatkan umat manusia. Baik sebelum maupun sesudah masa pengutusan, Khadijah As selalu mencintai Rasulullah Saaw dengan penuh ketulusan. Beliau selalu mendampingi Rasulullah Saaw baik dalam keadaan suka maupun duka. Khadijah sungguh percaya kepada Rasulullah. Beliau selalu meyakini apa yang dituturkannya dan membantu beliau. Allah Saaw menenangkan hati Rasulullah Saaw melalui perantara Khadijah.

Dikisahkan, suatu hari sekelompok orang musyrik Mekah melempari Rasulullah Saaw dengan batu hingga beliau terluka dan terus mengejarnya hingga di rumah Khadijah, bahkan rumah Khadijah itu pun juga menjadi sasaran lemparan batu mereka. Menyaksikan hal itu, Khadijah pun keluar dan berkata kepada mereka, “Apakah kalian tidak malu melempari batu rumah seorang perempuan yang paling terpandang di antara kalian?”. Mendengar ucapan itu, mereka pun akhirnya merasa menyesal dan menghentikan aksinya.

Khadijah pun segera mengobati luka Rasulullah Saaw dan di saat itulah, Allah swt menyampaikan salam kepada Khadijah dan berjanji memberinya istana yang terbuat dari zamrud di surga yang bebas dari segala duka. Saat umat Islam diblokade di lembah Sya’b Abu Thalib, boikot ekonomi kaum kafir Quraisy membuat tantangan yang dihadapi kaum muslimin begitu berat.

Sedemikian beratnya, hingga Sayidah Khadijah As jatuh sakit dan akhirnya beliau pun memenuhi panggilan ilahi. Menjelang wafatnya, saat beliau terbaring lunglai, beliau berkata, “Wahai Rasulullah Saaw, Aku belum memenuhi hak-hak mu secara penuh, dan aku tidak melaksanakan apa yang semestinya. Maafkanlah aku, kini tak ada yang kuinginkan selain kerelaanmu”. Maka, setelah 25 tahun hidup bersama Rasulullah dalam pasang surutnya kehidupan, Khadijah As pun akhirnya mengucapkan selamat jalan untuk selamanya dan berpulang ke hadirat ilahi.

Baca disini: http://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/2014/07/khadijah-istri-setia-rasulullah-saw.html
_________________________________

Siti Khadijah isteri Rasulullah saw


“Demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik dari dia, yang beriman kepadaku saat semua orang ingkar, yang percaya kepadaku ketika semua mendustakan, yang mengorbankan semua hartanya saat semua berusaha mempertahankannya dan … darinyalah aku mendapatkan keturunan.”

Begitulah Rasulullah saw berkata tentang kepribadian Khadijjah, istrinya. Seorang isteri sejati, muslimah yang dengan segenap kemampuan dirinya berkorban demi kejayaan Islam.

Siti Khadijah berasal dari keturunan yang terhormat, mempunyai harta kekayaan yang tidak sedikit serta terkenal sebagai wanita yang tegas dan cerdas. Bukan sekali dua kali pemuka kaum Quraisy cuba untuk mempersunting dirinya. Tetapi pilihannya justru jatuh pada seorang pemuda yang bernama Muhammad, pemuda yang begitu mengenal harga dirinya, yang tidak tergiur oleh kekayaan dan kecantikan.

Saidatina Khadijah RA merupakan wanita pertama beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Beliau banyak membantu dan memperteguhkan tekad Rasulullah SAW melaksanakan risalah dakwah. Beliau sentiasa berusaha meringankan kepedihan hati dan menghilangkan keletihan serta penderitaan yang dialami oleh suaminya dalam menjalankan tugas dakwah. Inilah keistimewaan dan keutamaan Khadijah dalam sejarah perjuangan Islam. Beliau adalah sumber kekuatan yang berada di belakang Rasulullah SAW.


KESETIAAN YANG BERSEJARAH

Mari kita singkap kembali peristiwa yang sungguh mendebarkan jantung Rasulullah SAW. Peristiwa itu ialah penerimaan wahyu yang pertama di Gua Hira. Sekembalinya ke rumah, baginda berkata kepada isterinya yang tercinta, Aku berasa khuatir terhadap diriku.

Khadijah berusaha menabahkan hati suami yang ditaatinya dengan berkata, Wahai kekanda, demi Allah, Tuhan tidak akan mengecewakanmu kerana sesungguhnya kekanda adalah orang yang selalu memupuk dan menjaga kekeluargaan serta sanggup memikul tanggungjawab. Dirimu dikenali sebagai penolong kaum yang sengsara, sebagai tuan rumah yang menyenangkan tamu, ringan tangan dalam memberi pertolongan, sentiasa berbicara benar dan setia kepada amanah.

Apakah ada wanita lain yang dapat menyambut sedemikian baik peristiwa bersejarah yang berlaku di Gua Hira seperti yang dilakukan oleh Khadijah kepada suaminya? Apa yang dikatakan oleh Khadijah kepada suaminya pada saat menghadapi peristiwa besar itu menunjukkan betapa besarnya kepercayaan dan kasih sayang seorang isteri kepada suami yang dilandasi iman yang teguh. Sedikit pun Khadijah tidak berasa ragu-ragu atau syak di dalam hatinya. Persoalannya, dapatkah kita berlaku demikian?

Khadijah merupakan wanita kaya dan terkenal. Beliau boleh hidup mewah dengan hartanya sendiri. Namun semua itu dengan rela dikorbankannya untuk memudahkan tugas-tugas suaminya. Hal ini jelas menunjukkan beliau merupakan wanita yang mendorong kemajuan pahlawan umat manusia, melindungi pejuang terbesar dalam sejarah dengan mewujudkan kedamaian dalam kehidupan suaminya. Sikap inilah yang menjadi sumber kekuatan kepada Rasulullah SAW sepanjang kehidupan mereka bersama. Oleh itu, kita perlu berdoa semoga Allah memberi kita kekuatan untuk membantu menguatkan semangat jihad golongan lelaki yang seangkatan dengan kita.


KESETIAAN YANG MENDORONG KEGIGIHAN

Mari kita teliti, fahami serta hayati beberapa gambaran kesetiaan Khadijah yang telah membina kekuatan pada diri dan kehidupan penegak risalah Islam itu.

Sepanjang hidupnya bersama Rasulullah SAW, Khadijah begitu setia menyertai baginda dalam setiap peristiwa suka dan duka. Setiap kali suaminya ke Gua Hira, beliau pasti menyiapkan semua bekalan dan keperluannya. Seandainya Rasulullah SAW agak lama tidak pulang, beliau akan meninjau untuk memastikan keselamatan baginda. Sekiranya baginda khusyu bermunajat, beliau tinggal di rumah dengan sabar sehingga baginda pulang. Apabila suaminya mengadu kesusahan serta berada dalam keadaan gelisah, beliau cuba sedaya mungkin mententeram dan menghiburkannya sehingga suaminya benar-benar merasai ketenangan. Setiap ancaman dan penganiayaan dihadapi bersama. Malah dalam banyak kegiatan peribadatan Rasulullah SAW, Khadijah pasti bersama dan membantu baginda seperti menyediakan air untuk mengambil wuduk.

Kecintaan Khadijah bukanlah sekadar kecintaan kepada suami, sebaliknya yang jelas adalah berlandaskan keyakinan yang kuat tentang keesaan Allah SWT. Segala pengorbanan untuk suaminya adalah ikhlas untuk mencari keredaan Allah SWT. Allah Maha Adil dalam memberi rahmat-Nya. Setiap amalan yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan pasti mendapat ganjaran yang berkekalan. Firman Allah yang bermaksud:
Barang siapa yang mengerjakan amalan saleh, baik lelaki mahupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 97)

Janji Allah itu pasti benar. Kesan kesetiaan Khadijah bukan sekadar menghasilkan kekuatan yang mendorong kegigihan dan perjuangan Rasulullah SAW, malah membawa barakah yang besar kepada rumah tangga mereka berdua. Anak-anak yang lahir juga adalah anak-anak yang saleh. Keturunan zuriat ahlul-bait Rasulullah SAW merupakan insan yang sentiasa taat melaksanakan perintah Allah SWT. Semua ini menghasilkan kekuatan yang membantu meningkatkan perjuangan Islam.

Wahai muslimah, sekarang adalah masa untuk kita hidupkan kembali hakikat ini dalam kehidupan kita. Semoga kekuatan Islam akan kembali mentadbir kehidupan insan.

_______________________________________
Ada Manipulasi Sejarah Berkenaan dengan Usia Siti Khadijah


Warasncara ABNA dengan Syaikh Najmuddin Tabasi

Malam kesepuluh Ramadhan ditahun kesepuluh bi'tsat adalah malam penuh duka cita bagi Rasulullah Saw. Malam telah berpulangnya istri terkasih beliau yang telah menemani kehidupannya selama 25 tahun, Hadhrat Khadijah Kubra (sa). Perempuan yang dalam catatan sejarah disebut sebagai perempuan pertama yang memeluk agama yang dibawa Nabi dan mengorbankan banyak hartanya dalam upaya penyebaran Islam.

Hari wafat Siti Khadijah hanya berselang beberapa hari dengan wafatnya Abu Thalib paman dan pelindung Nabi Saw. Karena kepergian dua orang yang begitu dikasihinya, Nabi menyebut tahun kesepuluh bi'tsat sebagai tahun kesedihan.

Namun berlepas dari musibah yang menimpa Rasulullah dengan kepergian istri terkasihnya dan paman yang sangat dicintainya, musibah turut pula menimpa kaum muslimin dengan adanya penyelewengan sejarah berkenaan dengan kehidupan dua kekasih Rasulullah tersebut dan perannya dalam penyebaran Islam. Abu Thalib oleh rekayasa sejarah disebut mati dalam keadaan kafir, sementara siti Khadijah dikecilkan keberadaannya.

Berikut adalah wawancara wartawan ABNA dengan Hujjatul Islam wa Muslimin Ustad Najmuddin Tabasi, pakar sejarah Islam yang bermukim di Qom Iran yang akan membeberkan fakta-fakta sejarah yang sengaja disembunyikan berkenaan dengan keutamaan Hadhrat Khadijah yang hari kesepuluh Ramadhan ini kita peringati syahadahnya.

ABNA: Malam Ini, malam kesepuluh Ramadhan dan malam yang dikenal dalam tarikh Islam sebagai malam wafatnya Ummul Mukminin Hadhrat Khadijah Kubra (sa). Bolehkan anda menyampaikan, apa yang dirasakan dan dilakukan Nabi dan putrinya Az Zahra pada malam itu?

-Bismilllahirrahmanirrahim. Almarhum Syaikh Haji Abbas Qomi meriwayatkan dalam kitabnya Hadhrat Khadijah dimalam ia hendak berpulang, ia berkata kepada Rasulullah Saw suaminya tercinta, "Ya Rasulullah, saya hendak menyampaikan beberapa hal kepadamu. Pertama, maafkan saya karena keterbatasan pengetahuanku tentangmu sehingga saya sering memperlakukanmu tidak selayaknya, pengabdianku padamu banyak cela dan cacatnya." Nabi menanggapi, "Tidaklah demikian istriku. Kamu telah melakukan semua yang semestinya kamu lakukan."

Siti Khadijah melanjutkan, "Yang kedua, dengan kepergianku putri kita akan mejadi yatim. Saya amanahkan putri 3 tahun ini untuk anda jaga baik-baik."

"Yang ketiga, saya malu menyampaikan langsung kepadamu. Dengan penuh rasa hormat, saya meminta kepadamu ya Rasulullah, bawa putriku kesini dan biarkan kami berdua, aku hendak menyampaikan satu hal padanya yang kemudian disampaikannya kepadamu." Nabi memenuhi permintaan istrinya tersebut. Dibawanya Fatimah disisi istrinya itu. Lalu meninggalkan mereka berdua. Fatimah mendekatkan telinganya ke bibir bunda tercintanya. Dengan kekuatan yang tersisa siti Khadijah berkata, "Anakku, sampaikan kepada ayahmu. Saya telah menyerahkan semua yang saya miliki untuk perjuangan di jalan Islam, sampai saya tidak lagi memiliki uang yang tersisa untuk membeli kain kafan. Saya takut dengan azab kubur, saya ingin pakaian yang ayahmu kenakan digunakan sebagai pengganti kain kafan untuk membungkus jasadku sehingga saya bisa aman dari siksa kubur."

Siti Fatimah menyampaikan permintan ibunya tersebut kepada Nabi. Dengan penuh rasa sedih, Nabi Saw menyanggupinya. Namun tiba-tiba Malaikat Jibril as datang dan berkata, "Allah Azza wa Jalla berfirman, karena Khadijah telah mengorbankan dan mempersembahkan semua harta yang dimilikinya di jalan-Ku, maka sudah selayaknya Kami berikan padanya kain kafan." Demikianlah, sesaat setelah wafatnya, jasad mulia Siti Khadijah dibungkus dengan kain kafan yang berasal dari surga. Nabi Saw tetap memenuhi permintaan istrinya. Beliau mendirikan shalat malam dan menghadiahkan pahala-pahala ibadahnya untuk istrinya. Dengan demikian, siti Khadijah dibungkus dengan dua kain, kain dari surga dan kain dari pakaian Rasulullah, kemudian dimakamkan dengan penuh pemuliaan.

ABNA: Dengan adanya persembahan Ilahi itu, apa hal itu menunjukkan ketinggian derajat Siti Khadijah?

-Iya. Hadhrat Khadijah adalah seseorang yang memiliki keutamaan yang sangat besar. Jika seseorang meninggal dunia, maka Nabi mengenang kematiannya di hari pertamanya, di hari ketujuhnya, dihari keempat puluhnya, namun ketika siti Khadijah meninggal dunia, Nabi menyatakan kesedihannya sepanjang tahun sampai menyebut tahun wafat siti Khadijah sebagai tahun kesedihan.

Siti Khadijah adalah perempuan pertama yang menyatakan keimanan terhadap aqidah yang dibawa Nabi. Beliaupun telah mengorbankan semua hartanya di jalan Islam sampai kemudian tidak ada yang lagi tersisa hatta untuk membeli kain kafan sekalipun. Dan kami katakan, perempuan teragung setelah siti Fatimah as adalah siti Khadijah sa.

ABNA: Mungkin karena besarnya keutamaan yang dimiliki siti Khadijah itulah yang kemudian dijadikan kebanggaan oleh Maksumin as dalam berhadapan dengan para musuh-musuhnya, bahwa mereka adalah putera-putera Khadijah?

-Iya. Mereka setelah memperkenalkan diri sebagai putera Fatimah mereka as juga menyebut diri sebagai putera-putera Khadijah sa. Para Aimmah maksum diri mereka sendiri sebenarnya adalah cahaya yang memiliki maqam yang sangat agung dan tinggi dan tidak ada orang biasa yang menyamai maqam mereka namun untuk mereka, mereka tetap menjadikan siti Khadijah sebagai kebanggaan dan sebuah keutamaan menjadi keturunannya.

ABNA: Banyak syubhat yang berkenaan dengan berapa usia Siti Khadijah saat menikah dengan Nabi. Dari penelitian dan pengkajian anda, diusia berapa siti Khadijah menikah dengan Nabi?

-Mengenai usia beliau tidaklah penting. Yang penting adalah peran beliau dalam penyebaran Islam. Namun karena anda mempertanyakan, maka saya katakan, selama ini ada manipulas sejarah yang terus dipelihara dan disebarkan. Siti Khadijah diperkenalkan sebagai perempuan tua yang menikah dengan Muhammad muda. Meninggalnya pun disebutkan karena termakan usia. Namun bukan itu yang sebenarnya.

ABNA: Yang benar seperti apa?

-Yang benar menurut saya dan itu yang terkuat adalah usia beliau ketika menikah dengan Nabi dibawah 30 tahun, bukan 40 tahun. Azd Dzahabi, salah seorang ahli hadits Ahlus Sunnah menyatakan, usia siti Khadijah ketika menikah dengan Nabi berusia 28 tahun. Tidak berbeda dengan hasil tahkik yang saya temukan, diriwayatkan dari Ibnu Abbas usia beliau dibawah 30 tahun. Sebagian lagi mengatakan usianya masih 25 tahun. Namun rekayasa sejarah usia beliau disebut 40 tahun, dikenal sebagai janda tua yang tidak menarik lagi.

ABNA: Apa keuntungannya jika disebut Siti Khadijah usianya 40 tahun kala itu?

-Inilah yang disayangkan, sepanjang sejarah musuh-musuh Islam dengan gigih menyebarkan kedustaan tersebut. Sampai pada tingkat, hadits-hadits keutamaan Ahlul Bait disingkirkan dan tidak diperkenalkan secara massif sebagaimana hadits-hadits keutamaan sahabat dikaji dan disampaikan. Kaum muslimin diperhadapkan oleh perbandingan siti Khadijah yang tua dengan Aisyah yang masih muda dan cerdas. Nabi dikatakan menikah dengan Khadijah janda tua, dan bocah perempuan yang masih berusia dibawah 9 tahun –pendapat masyhur 7 tahun- yang saat dinikahi Nabi masih gemar bermain dengan bonekanya. Bukankah kesenjangan itu akan menjadi lelucon bagi musuh-musuh Islam?.

ABNA: Masyarakat Barat sampai saat ini menyebut pernikahan Nabi dengan Aisyah diusianya yang masih sangat muda sebagai titik kelemahan Islam. Benar begitu?

-Iya. Jika kita memperhatikan dan menganalisa catatan sejarah secara seksama usia Aisyah tidak semuda itu. Kembali Adz Dzahabi menyatakan, Asma saudara perempuan Aisyah pada malam hijrah berusia 27 tahun. Selisih umur Asma dan adiknya Aisyah 10 tahun. Jadi usia Aisyah pada malam hijrah 17 tahun. Dan pada saat hijrah itu, Nabi belum menikahi Aisyah, melainkan beberapa tahun setelah hijrah. Yaitu usia pernikahannya dengan Nabi sekurang-kurangnya 19 tahun. Namun sebagian pihak secara gigih mengatakan usianya jauh lebih muda dari itu sementara usia siti Khadijah ditambahkan sehingga tampak terhitung perempuan tua.

ABNA: Mengapa sampai rekayasa itu terjadi?

-Banyak alasan yang bisa dikemukakan. Diantaranya adalah rekayasa Bani Umayyah. Kita tahu Bani Umayyah diawal penyebaran Islam berada dalam posisi sebagai musuh. Mereka berperang melawan Nabi dan kaum muslimin sampai akhirnya takluk dan menyerah saat fathul Makah. Pasca Fathul Makahpun tidak sedikit dari mereka yang termasuk golongan munafikin yang hendak merusak Islam dari dalam. Karenanya sesuatu yang bisa diduga ada upaya dari mereka yang tidak henti-hentinya untuk menciderai Islam. Ada dua jenis Islam yang hidup saat Bani Umayah yang berkuasa atas kaum muslimin. Islam Muhammadi sebagaimana Islam yang diusung siti Khadijah dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib yang menjadi penyokong dan pendukung setia dakwah Nabi dan Islam Umawi yang disponsori Muawiyah dan Marwan. Dimasa kekuasaan Bani Umayyah urusan kaum muslimin ditangan mereka. Mereka punya kuasa penuh atas versi sejarah Islam yang harus beredar ditengah masyarakat. Mereka banyak melakukan manipulasi terhadap sejarah generasi awal, bukan hanya berkenaan dengan siti Khadijah melainkan juga istri-istri Nabi yang lain termasuk Ummu Salamah. Menurut kami, Ummu Salamah berada pada posisi kedua sebagai istri terbaik Nabi setelah Siti Khadijah. Namun diceritakan semua kecintaan dan perhatian Nabi seakan tertumpu dan terfokus hanya pada Aisyah, semua keutamaan ada pada Aisyah, keilmuan, kecerdasan, kecantikan, usia yang muda dan seterusnya. Bahkan secara ekstrim mereka memposisikan Nabi tidak berlaku adil terhadap istri-istrinya yang lain, karena lebih mengutamakan Aisyah. Apakah –nauzubillah- seseorang yang tidak bisa menegakkan keadilan dalam rumah tangganya mampu menegakkan keadilan dalam masyarakat?.

Oleh karena itu, kelompok Islam Umawi dan para pendukung mereka, mengecilkan peran dan posisi siti Khadijah, Imam Ali dan Sayyidah Fatimah dengan menyebarkan riwayat-riwayat palsu yang dengan itu akan mengokohkan kepentingan mereka.

ABNA: Argumentasi lain yang bisa diberikan?

-Satu hal lain yang patut ditekankan adanya pernyataan kerinduan Nabi kepada Khadijah yang disampaikan berkali-kali dan terbuka. Diantara sabdanya, "Khadijah mempercayaiku disaat yang lain menolak dakwahku, disaat Khadijah mengimani apa yang kubawa, kamu dan ayahmu justru memerangiku." Menurut Ibnu Abi al Hadid dan ulama besar Ahlus Sunnah lainnya menyatakan bahwa perkataan Nabi tersebutlah yang menimbulkan kedengkian dihati Muawiyah.

Keistimewaan lainnya siti Khadijah adalah beliau satu-satunya istri yang memberikan Nabi keturunan yang mampu hidup lebih lama sampai mempunyai keturunan, yaitu Siti Fatimah az Zahrah. Asbabun Nuzul turunnya surah al Kautsar berkenaan dengan lahirnya Sayyidah Fatimah tersebut. Siti Khadijah juga dikaruniai cucu, imam Hasan dan Husain yang keduanya adalah penghulu pemuda di surga. Keutamaan itulah yang tidak dimiliki yang lain.

ABNA: Apakah dengan lebih banyaknya riwayat dari Aisyah dalam literatur Ahlus Sunnah juga menunjukkan adanya tujuan tersebut?

-Bayangkan, Siti Khadijah bersama Nabi selama kurang lebih 25 tahun. 15 tahun sebelum bi'tsat dan 10 tahun pasca bi'tsat. Sementara Aisyah hidup bersama Nabi ada berapa tahun?. Nabi menikahi Aisyah tahun kedua Hijriyah dan wafat awal tahun 11 H, jadi hidup bersama Nabi sekitar 8 tahun. Dan juga Nabi saat itu tidak setiap hari bersama Aisyah, sebab juga memiliki istri-istri yang lain, yang bahkan bila dikumpulkan, bisa jadi untuk satu tahun penuhpun Nabi tidak selalu bersama Aisyah. Jika satu tahun itu, dalam satu hari Aisyah meriwayatkan satu hadits dari Nabi, maka akan ada 365 hadits dari periwayatan Aisyah, jika dua hadits perharinya ada 730 hadits dan jika 3 hadits perhari ada 1095 hadits. Namun yang kita dapati dalam kitab Shahih Bukhari misalnya, Aisyah meriwayatkan lebih dari 2000 hadits dari Nabi. Namun bandingkan dengan siti Khadijah yang hidup bersama Nabi, satu-satunya istri Nabi selama 25 tahun dan ada 10 tahun disaat Muhammad telah diangkat menjadi Nabi, dalam shahih Bukhari hadits yang beliau riwayatkan tidak lebih dari 25 buah hadits. Menurut kamu ada apa ini? Mengapa periwayatan dari siti Khadijah disensor sedemikian rupa?. Tentu kita tidak mengatakan yang melakukan semua rekayasa ini adalah siti Aisyah, melainkan orang-orang setelah beliau. Yaitu dimasa kekuasaan Bani Umayyah.

ABNA: Dalam kitab-kitab hadits Syiah sendiri bagaimana? Apa periwayatan dari Siti Khadijah ada?

-Dalam kitab-kitab Syiahpun demikian, dalilnya, jika ulama-ulama hadits kita bersikeras untuk tetap meriwayatkan hadits melalui periwayatan Ahlul Bait khususnya siti Khadijah dan Sayyidah Fatimah maka kitab-kitab mereka akan dibakarnya, ulama dibunuhi dan sebagainya. Mengapa itu bisa terjadi? Pemerintahan dalam penguasaan mereka, dan itu sangat memungkinkan terjadi.

ABNA: Bisa jadi dalihnya seperti ini, siti Khadijah ketika bersama Nabi hidupnya di Mekah disaat kaum muslimin berada dibawah tekanan dan saat itu kondisi umat Islam masih lemah, sementara tidak demikian dengan masa Aisyah, bersama Nabi di Madinah dan dalam kondisi aman dan Islam memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk tersebar, sehingga masyarakat Islam saat itu bisa dengan mudah mendapatkan periwayatan hadits melalui Aisyah. Bagaimana menurut anda?

-Jika mereka berargumentasi seperti itu, maka kami tanyakan kepada saudara kami Ahlus Sunnah, lantas dimana periwayatan dari Sayyidah Fatimah as?. Beberapa pendapat sejarahwan Ahlus Sunnah menyebutkan sayyidah Fatimah wafat diusia 28 tahun, 6 bulan kemudan setelah wafatnya Nabi. Jadi beliau tinggal bersama Nabi 27 tahun 6 bulan. Sebut saja jika dalam 1 tahun Sayyidah Fatimah hanya meriwayatkan 1 hadits dari Nabi, maka tentunya setidaknya ada 28 hadits dalam kitab mereka. Namun bisakah anda menemukan ke 28 hadits itu?. Atau sebut saja 1 hadits dalam 2 tahun, maka ada setidaknya 14 hadits. Dalam kitab paling mu'tabar mereka, tunjukkan saya ke 14 hadits itu.

Anda tidak akan bisa menemukan 14 hadits ataupun separuhnya dalam kitab Sahih Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan oleh Sayyidah Fatimah az Zahrah. Dalam shahih Bukhari hanya 1 hadits dari Sayyidah Fatimah. Apakah mungkin putri Nabi sepanjang usianya hanya meriwayatkan satu hadits dari ayahnya?. Dalam kitab mu'tabar Ahlus Sunnah, hanya dalam Musnad Ahmad yang meriwayatkan 8 hadits, yang lima riwayat diantaranya berkenaan dengan Fatimah bukan dari Fatimah. Berarti dalam Musnad Ahmad pun riwayat dari Fatimah hanya ada 3 hadits.

Bayangkan dari istri paling utama Nabi dan dari putrinya, hadits yang dinukilkan dari keduanya bisa dihitung jari, sementara dari yang lain sampai ribuan hadits. Inilah yang membuat tugas kita menjadi sangat berat.

ABNA: Atas penyampaian dan kesempatan yang anda berikan, kami ucapkan terimakasih.

____________________________________


Istriku, Sang Pesona Bintang

Mengenang ibunda kaum Muslimin, Khadijah. Perempuan yang pesonanya senantiasa menerangi langit zaman. Bintang yang sinarnya tak pernah redup meski terus digosok waktu.

Telah tergaris takdir bahwa dibutuhkan seorang Khadijah untuk menemani Rasulullah memulai misi kenabian. Saat wahyu pertama turun di Gua Hira, berat terasa oleh Sang Rasul, seperti seluruh tanggung jawab dunia dipikulkan di pundaknya. Pulanglah beliau ke rumah dengan keringat bercucuran. Rasa takut tak terperi menyergap hingga wajahnya pucat pasi. Tanpa banyak tanya, Khadijah, perempuan mulia dengan segudang keanggunan itu mendekap lembut suaminya, menjalarkan gelombang ketenangan yang menjadi modal untuk kesuksesan suaminya di fase-fase perjuangan selanjutnya.

“Ia beriman padaku saat yang lain ingkar, ia berikan hartanya saat yang lain pelit,” begitu beliau menjelaskan saat Aisyah cemburu tentang keutamaan Khadijah. Bayangkan, saat yang lain mencibir, menghina, menolak, saat itulah Khadijah hadir, tidak hanya untuk mendengar dan menerima, tapi juga ikut berjuang bersama Rasulullah. Maka wajar bila posisi Khadijah di hati Sang Nabi tidak pernah tergantikan. Pesonanya terus membekas, bahkan setelah lama Khadijah meninggal.

Begitulah pesona bintang, ia terasa meski tak terlihat, meski tak bersama. Bintang, itulah dia yang terus diingat-ingat, kenangan tentangnya terus terbayang. Maka ketika seorang teman menggoda saya dengan bertanya, “Ga takut kecantol cewek Eropa, nih?” Saya tersenyum, lalu menghadirkan kenangan di depan debur ombak Kuta malam itu, dua hari setelah saya menikah. Pada istri saya bilang, “Aku telah memilih seseorang untuk menjadi bintang dalam hidupku, dan itu adalah kamu. Maka teruslah kamu menjadi bintangku. Kamulah bintang di langit hatiku….”

Jadi, bukannya tidak ada orang lain yang lebih cantik, lebih tampan, atau lebih keren. Hanya saja, ketika kita telah memutuskan seseorang untuk menjadi bintang di langit hati kita, dan kita memang mempertahankannya sebagai bintang, pesona milik orang lain bukanlah sesuatu yang harus dipusingkan.
Perjalanan Munchen-Berlin, 26 November 2011
[Dedi Setiawan]
________________________________

Siti Khadijah Istri Nabi Muhammad SAW

Siti Khadijah masih satu keturunan dengan nabi Muhammad SAW, yaitu bertemu pada Qushai.


Silsilah Nabi Muhammad sebagai berikut : Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai.

Silsilah Siti Khadijah sebagai berikut : Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul 'Uzza bin Qushai.

Jadi, diantara istri-istri Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah inilah yang paling dekat nasabnya dengan Rosululloh SAW.
Siti Khadijah adalah seorang janda keturunan bangsawan Quraiasy. Ia telah dua kali menikah, yang pertama dengan 'Atieq bin 'Aabid Al Makhzumy
seorang lakilaki masih tergolong keluarga bangsawan Quraisy.

Perkawinan Siti Khadijah dengan suaminya yang pertama ini lama berlangsung, hanya menurunkan seorang puteri bernama Hindun, karena 'Atieq meninggal dunia.

Lalu Siti Khadijah menikah dengan Nabbasy bin Zurarah Attaimy, juga seorang laki-laki masih keturunan keluarga bangsawan Quraisy.

Perkawinan Siti Khadijah dengan Nabbasy menurunkan seorang putera bernama Halal dan seorang puteri juga bernama Hindun.

Perkawinan Siti Khadijah dengan Nabbasy inipun tidak berlangsung lama, karena Nabbasy meninggal pula.

Siti Khadijah memiliki pribadi luhur dan ahlak yang mulia. Dalam kehidupan kesehariannya senantiasi memelihara kesucian dan martabat dirinya.

Ia menjauhi adat istiadat yang tidak senonoh wanita-wanita arab jahiliyah pada waktu itu, sehingga oleh penduduk Mekkah ia diberi gelar "At Thahirah". Ia memiliki pikiran yang tajam, lapang dada, kuat himmah dan tinggi cita-citanya. Ia suka menolong orang-orang yang hidup dalam kekurangan dan sangat penyantun kepada orang-orang yang lemah. Disamping itu ia adalah seorang wanita yang pandai berdagang.

Perdagangannya tidak dikerjakannya sendiri, melainkan dibawa oleh beberapa orang kepercayaannya atau oleh orang-orang yang sengaja mengambil upah untuk membawakan dagangannya ke negeri Syam dan lain-lain.

Perdagangannya sangat maju, sehingga ia terhitung salah seorang wanitayang kaya raya dan sangat dermawan dalam masyarakat Quraisy kota Mekah pada masa itu.

Meskipun Siti Khadijah telah dua kali menikah dan memiliki anak, tetapi banyak laki-laki yang meminangnya. Tetapi semua pinangan yang diajukan pada dirinya ditolak dengan cara yang bijaksana dan sangat halus sehingga mereka tidak merasa tersinggung atau merasa dihina.

Sumber :
1. Al Qur'an dan Terjemahnya
2. Khadim al Haramain asy Syarifain
3. Raja Fahd ibn' Abd al 'Aziz Sa'ud
4. halaman 55.


SITI KHADIJAH ISTRI RASULULLAH
2007-12-04 |

DAN setengah daripada tanda-tanda kebesaran-Nya bahawa Dia ciptakan untuk kamu daripada dirimu sendiri akan isteri-isteri, agar tenteramlah kamu kepadanya. Dan Dia jadikan di antara kamu cinta dan kasih sayang.Sesungguhnya pada yang demikian adalah tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (ar-Rum: 21)

SITI Khadijah merupakan seorang wanita yang berasal daripada suku kaum Asadiyah, iaitu satu keturunan Quraisy yang amat dihormati dan disegani.

Beliau dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijrah iaitu 15 tahun sebelum tahun gajah, tahun kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibu bapanya dengan penuh kasih sayang serta diberikan tarbiah yang sempurna.

Pendidikan dan tunjuk ajar oleh ibu bapanya diterima dengan patuh dan taat, sehingga beliau tampil sebagai seorang wanita budiman dan berakhlak luhur serta tidak pernah bangga atau sombong dengan taraf kebangsawanannya. Kaumnya memanggil beliau dengan gelaran Al-Tahirah yang bermaksud perempuan suci.

Sebelum berkahwin dengan Rasulullah, beliau pernah berkahwin dua kali, tetapi kedua-dua suaminya telah meninggal dunia. Ketika berkahwin dengan baginda, umur beliau ialah 40 tahun, manakala umur baginda 25 tahun.

Walaupun berbeza usia 15 tahun, tetapi rumah tangga mereka penuh dengan kedamaian dan ketenteraman, aman bahagia dan tidak pernah berselisih faham terhadap sesuatu masalah.

Beliau juga merupakan Ummul Mukmin pertama yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang tersendiri, berbeza dengan isteri-isteri baginda yang lain. Beliau bukan sahaja wanita yang jelitawan tetapi mempunyai harta kekayaan dan tergolong di antara orang-orang yang ternama di Mekah.

Beliau sangat pandai mentadbir perniagaannya sehingga berjaya sampai ke Yaman dan Syam. Beliau pernah menyerahkan urusan perniagaannya kepada baginda kerana percaya dengan kejujuran baginda. Sehinggalah sampai suatu ketika beliau jatuh cinta dengan kebaikan dan kelembutan Rasulullah, lalu menyatakan hasrat untuk mengahwini baginda.

Beliau hidup bersama Rasulullah selama 24 tahun. Sepanjang menjadi isteri baginda, beliau menjadi suri rumah tangga dan kekal menjadi satu-satunya isteri baginda sehinggalah beliau meninggal dunia. Beliau telah melahirkan enam orang anak sedangkan isteri-isteri baginda yang kemudian tidak seorangpun yang melahirkan anak sepertinya.

Beliau juga menanggung berbagai-bagai penderitaan bersama-sama Rasulullah dalam usaha berdakwah dan menyeru kepada Islam. Ketika dua orang anak lelakinya iaitu Kasim dan Abdullah meninggal dunia, beliau bersama dengan baginda berdukacita menangisi pemergian anak-anaknya itu.

Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah untuk pergi ke Gua Hira kerana ingin bertafakur dan bermunajat kepada Allah seorang diri. Setiap kali baginda ke sana, baginda akan membawa sedikit bekalan yang disediakan oleh isterinya, Siti Khadijah. Apabila makanan sudah habis, baginda turun semula ke Mekah dan tawaf di Kaabah sebanyak tujuh pusingan, kemudian barulah kembali menemui isteri tercinta. Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah, berulang alik dalam tempoh masa lebih kurang lima tahun di Gua Hira.

Sungguhpun demikian, Siti Khadijah tidak pernah berasa kecil hati terhadap Rasulullah. Malah, beliau berusaha agar baginda lebih memperoleh ketenangan dalam bermunajat kepada Allah. Oleh yang demikian, apabila Rasulullah pulang ke rumah, beliau tidak pernah bersungut apatah lagi bermasam muka. Beliau melayan suaminya dengan baik, penuh hormat dan kasih sayang.

Begitulah tanggungjawab sebagai seorang isteri yang taat dan setia kepada suami sehinggalah beliau meninggal dunia dalam usia 64 tahun dan enam bulan. Semenjak pemergian Siti Khadijah, Rasulullah sangat sedih dan murung kerana begitu terasa kehilangan seorang kawan, teman, isteri, pembantu dan pembela ketika baginda menjalankan seruan Allah.


- Petikan daripada buku Untaian 366 Kisah Daripada al-Quran, Edusystem Sdn. Bhd. Tel: 03-6137 9220 atau e-mel: edusb@streamyx. com.


PENGAJARAN:
* Sebagai isteri yang solehah, si isteri hendaklah sentiasa menghormati, setia, taat dan patuh kepada suami kerana syurga seorang isteri terletak di bawah tapak kaki suami.


PERBENDAHARAAN KATA:
1. tarbiah: pendidikan atau pengasuhan.
2. bermunajat: mendekati atau mendampingi Allah dengan cara berdoa, berzikir dan lain-lain.
3. tawaf: mengelilingi Kaabah.


INFORMASI:
* Nama penuh Siti Khadijah iaitu Siti Khadijah binti Khuwalid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai, yang tergolong daripada golongan bangsawan dan ternama di Mekah.

Silahkan Ini Perlu direnungkan, Wallahu'alam

(ABNA/ZA&dunia/Tour-Mazhab/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: