“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. …” QS. Al Baqarah: 187
Dalam banyak kesempatan, Al Quran memberikan analogi sederhana dalam menerangkan sesuatu. Dan inilah salah satu metode dalam memberikan pemahaman kala berdakwah, sehingga mudah dicerna siapa pun termasuk kalangan awam.
Metode sederhana dengan analogi ini memungkinkan kita menelaah dengan mudah apa yang dimaksudkan. Dalam psikologi komunikasi, menyampaikan pesan harus sesederhana mungkin hingga mudah dipahami, seperti dengan kisah-kisah maupun perumpaan sejarah masa silam. Karena menyampaikan suatu pemahaman dengan cara yang njlimet, bisa jadi bukti ketidakpahaman dengan apa yang akan disampaikan.
Dalam ikatan rumah tangga, Al Quran mengumpamakan suami dan istri layaknya pakaian. Banyak makna bisa digali dari analogi ‘pakaian’ ini, kata sederhana sarat makna dari kitab wahyu:
– Pakaian dalam dunia fashion memiliki filosofinya sendiri. Pakaian harus sesuai dengan karakter dan suasana hati si pemakai. Pakaian yang dipakai untuk musim apa dan suasana hatinya bagaimana. Begitu juga warna, bentuk dan ukuran si pemakai. Begitu pula seorang istri harus sepadan dan sesuai dengan suami, sejalan dengan pikiran dan kepribadian pasangannya. Karena jika tidak serasi, binasalah biduk rumah tangga yang dibina.
– Pakaian adalah hiasan si pemakai. Di kalangan tertentu, warna dan bentuk pakaian adalah sumber ketenangan. Seorang istri pun demikian bagi suaminya; dia pun ibu bagi anak-anaknya. Dialah sumber ketenangan anggota keluarganya yang lain.
– Pakaian adalah penutup aurat, karena jika aurat terbuka sama dengan membuka aib pemiliknya. Maka suami dan istri harus menutupi aib pasangannya, tidak mudah membuka aib rumah tangganya ke pihak lain. Keduanya harus saling menutupi dan menjaga kehormatan masing-masing.
– Pakaian adalah sumber perlindungan, melindungi manusia kala panas menerjang maupun dingin menghantam. Suami dan istri pun sumber kehangan bagi masing-masing pasangan dan anak-anaknya. Seorang istri menjaga biduk rumah tangganya dari beragam bahaya dan selalu berusaha mempertahankan hangatnya kehidupan.
– Pakaian adalah kehormatan manusia. Tidak berpakaian mendatangkan celaan orang lain. Begitu juga tidak menikah atau jauh dari pasangan hidup bisa mengundang aib dan menyebabkan penyimpangan. Maka kata Nabi, menikah adalah sunnah yang sangat dianjurkan.
– Kala cuaca dingin orang terbiasa memakai pakaian tebal namun di kala panas memakai katun tipis. Jika sebaliknya bisa dianggap tidak waras. Artinya, suami istri harus menyesuaikan pasangan masing-masing. Jika suami marah seorang istri harus meredam dengan prilaku lemah lembut, jika marah jangan dilawan dengan marah pula, bisa terjadi ‘ledakan’. Jika suami lelah, seorang istri salehah berusaha menghibur dan mengurangi rasa penat suaminya.
– Manusia harus menjaga pakaiannya dari kotoran dan bahaya yang bisa merusak busananya. Suami istri pun harus menjaga pasangannya dari perbuatan dosa dan maksiat, karena prilaku buruk salah satu pasangan bisa mengotori bahtera yang ditumpangi bersama.
(Darut-Taqrib/Islam-Indonesia/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email