Jawaban:
Persiapan yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. untuk kepemimpinan Imam Ali as. atas umat Islam setelah beliau dapat diklasifikasi dalam tiga kategori umum:
1- Pembinaan Imam Ali as. dari sejak kecil, sehingga beliau memiliki berbagai keutamaan, kesempurnan, dan ilmu yang luar biasa istimewa;
2- Penyampaian nas tentang wilayah, imamah dan kepemimpinan Imam Ali as.;
3- Pelimpahan tugas-tugas tertentu dengan cara tertentu pula kepada Imam Ali as. di periode akhir kehidupan beliau.
Masing-masing dari tiga kategori persiapan itu akan kami uraikan secara ringkas sebagai berikut:
A. Pembinaan
Mengingat akan dilantik dan ditugaskan sebagai pemimpin umat sepeninggal Rasulullah saw., maka sejak Allah swt. menghendaki agar mulai kecil Amirul Mukminin Ali as. dididik, dibesarkan dan dibina oleh beliau dengan wahyu Ilahi.
1- Hakim Nisyaburi mengatakan, 'Salah satu anugerah besar Allah swt. untuk Ali bin Abi Thalib as. adalah bertepatan dengan paceklik yang melanda masyarakat Quraisy pada masa kecilnya, sementara Abu Thalib as. ketika itu harus menanggung seluruh biaya hidup keluarganya yang besar, maka Rasulullah saw. mendatangi pamannya Abbas yang termasuk orang kaya dari Bani Hasyim seraya menyarankan, 'Wahai Abu Fadhl, saudaramu sekarang mempunyai tanggungan keluarga yang berat sekali, paceklik sedang mencekik kehidupan masyarakat, oleh karena itu marilah kita mendatangi dia dan mengurangi beban yang dipikulnya. Saya memilih satu anaknya untuk dan kamu memilih satu anaknya yang lain, maka dengan cara menanggung kehidupan anak itu kita dapat meringankan biaya hidup yang harus dia keluarkan untuk keluarganya.'
Paman Abbas menerima saran itu, lalu bersama-sama mereka pergi menuju rumah Abu Thalib as. dan menyampaikan niat tersebut. Abu Thalib as. menanggapi dengan berkata, 'Biarkan Aqil bersamaku. Adapun sisanya, terserah siapa yang kalian pilih untuk mengasuhnya.' Maka Rasulullah saw. memilih Ali, sedangkan Abbas memilih Ja'far. Sejak itu, Ali bin Abi Thalib as. hidup bersama Rasulullah saw., mengikuti jejak beliau bahkan mengimaninya.' [1]
2- Kala itu, Rasulullah saw. sering pergi ke Masjidil Haram untuk melakukan shalat, Ali as. dan Khadijah s. mengikuti beliau untuk sama-sama melakukan shalat di hadapan masyarakat umum, sementara pada zaman itu tidak ada seorang pun di muka bumi yang melakukan shalat selain tiga orang tersebut; Rasulullah saw., Khadijah, dan Ali as. [2]
Ubbad bin Abdullah mengatakan, 'Aku pernah mendengar Ali as. berkata, 'Aku adalah hamba Allah, saudara Rasulullah, dan siddiq yang akbar; tiada seorang pun setelahku yang mengaku demikian kecuali dia adalah pembohong dan pendusta. Aku adalah orang yang menunaikan shalat bersama Rasulullah saw. tujuh tahun sebelum orang lain shalat.' [3]
Ibnu Sabbagh Maliki dan Ibnu Thalhah Syafi'i serta yang lain-lain meriwayatkan, 'Pra dakwah Islam, setiap kali Rasulullah saw. ingin melakukan shalat maka beliau keluar dari Mekkah dan pergi ke sekitar lembah-lembah untuk melakukannya secara tertutup, dalam pada itu beliau mengajak Ali untuk shalat bersama sampai yang batas yang mereka inginkan sendiri. Setelah itu mereka kembali lagi ke Mekkah.' [4]
3- Imam Ali as. mengingatkan masa kecilnya di pengasuhan Rasulullah saw. seraya berkata, 'Kalian sendiri tahu bagaimanakah posisiku di sisi beliau! Sewaktu masih kecil, beliau memangkuku, mendekapku dan menidurkanku di tempat tidurnya sehingga seringkali tubuhku menempel dengan tubuh beliau dan dengan itu aroma wangi beliau meliputi diriku, terkadang beliau mengunyah makanan lalu mendulangnya ke mulutku. Beliau tidak pernah mendengar kebohongan dariku atau melihat kesalahan pada diriku.
Sejak dipisahkan dari susu, Allah swt. mengutus malaikatnya yang paling besar untuk menemani beliau siang dan malam agar beliau dapat menempuh jalan-jalan kemuliaan dan menghiasi diri dengan etika yang unggul.
Aku senantiasa bersama beliau baik di tempat maupun di perjalanan, persis seperti anak unta yang membuntuti induknya. Setiap hari beliau menunjukkan akhlak yang mulia kepadaku dan memotivasiku untuk menirunya. Setiap tahun beliau pasti menyendiri di gua Hira, aku selalu melihat beliau saat pergi ke sana dan tidak ada orang lain yang mengetahui hal itu. Kala itu, Islam belum masuk ke rumah siapa pun kecuali rumah yang dihuni oleh Rasulullah saw. bersama Khadijah, akulah orang yang ketiga muslim bersama mereka. Aku bisa menyaksikan cahaya wahyu dan merasakan aroma kenabian beliau.
Manakala wahyu turun untuk Rasulullah saw., aku mendengar jeritan setan. Maka aku bertanya kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, suara apakah ini?' beliau menjawab, 'Ini adalah jeritan setan, dia putus asa dan gelisah karena tidak mereka sembah. Sungguh kamu mendengar apa yang aku dengar dan melihat apa yang aku lihat. Hanya saja, kamu bukan seorang nabi, tapi kamu adalah menteriku dan berjalan di jalur yang benar.' [5]
4- Ketika Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, beliau memilih Ali as. untuk tidur di atas tempat tidur beliau. Setelah itu, Imam Ali as. menyampaikan amanat-amanat beliau kepada ahlinya, dan kemudian beliau menyusul hijrah ke Madinah sambil mengawal kaum hawa dari Bani Hasyim. [6]
5- Di usia muda, Rasulullah saw. memilih Imam Ali as. sebagai menantu beliau; menjadi istri bagi penghulu wanita surga dan sebaik-baik wanita di alam semesta, yaitu Fatimah Zahra binti Muhammad Rasulullah saw., beliau dipilih untuk itu padahal lamaran Abu Bakar dan Umar bin Khatthab ditolak. [7]
Rasulullah saw. bersabda, 'Aku nikahkan kamu dengan seorang yang paling terdepan dalam Islam, paling banyak ilmunya dan paling mulia kemurahan hatinya.' [8]
6- Di mayoritas peperangan muslimin Anshar, Muhajirin atau mereka semua, panji pasukan Islam diserahkan kepada Imam Ali as. [9]
7- Imam Ali as. ikut berserikat dengan Nabi Muhammad saw. dalam hal korban di Haji Wada'. [10]
8- Sepanjang hidupnya, Rasulullah saw. senantiasa memberi kelebihan tersendiri kepada Imam Ali as., kelebihan yang tidak dimiliki oleh siapa pun selain dia; yaitu, beliau mengijinkannya untuk menyita sebagian waktu beliau menjelang sahar untuk berkonsultasi dan tanya-jawab. [11]
Imam Ali as. berkata, 'Setiap hari saya mengadakan pertemuan dengan Rasulullah saw., sekali malam, dan sekali lagi siang.' [12]
9- Ketika ayat (وَاْمُراَهلَكَ بِالصَّلَاة) turun, setiap subuh Rasulullah saw. berhenti sejenak di samping rumah Imam Ali as. seraya bersabda, 'Shalat, semoga Allah merahmati kalian, "Sesungguhnya Allah hanya menghendaki untuk menyingkirkan kotoran dari kalian Ahli Bait dan menyucikan kalian sesuci-sucinya." [13]
10- Pada kejadian perang Khaibar, ketika Abu Bakar dan Umar bin Khatthab tidak sukses menjalankan tugas maka Rasulullah saw. bersabda, 'Panji ini akan aku serahkan kepada seorang yang mencintai Allah dan rasul-Nya, Allah dan rasul-Nya juga mencintainya, Allah tidak akan pernah menghinakannya, dia tidak akan kembali kecuali setelah kemenangan yang diberikan oleh Allah swt. melaluinya. Ketika itu, Ali as. bangkit, dan Rasulullah saw. menyerahkan panji itu kepadanya seraya berdoa untuknya. Setelah itulah, kemenangan diperoleh Muslimin dengan kepemimpinannya.' [14]
11- Suatu saat Rasulullah saw. mengirim Abu Bakar sebagai amir haji dengan membawa surat Bara'ah, tapi kemudian –berdasarkan perintah Allah swt.- beliau menarik kembali surat itu dari tangan Abu Bakar dan hendaknya menyampaikannya kepada umat. Abu Bakar tidak terima dan berunjuk rasa, lalu Rasulullah saw. menjawab, 'Aku diperintahkan untuk menyampaikan sendiri surat ini, atau jika tidak maka orang yang termasuk dariku yang harus menyampaikannya (Imam Ali as.).' [15]
12- Sebagian sahabat Nabi saw. membuka pintu rumahnya ke arah masjid, tapi kemudian beliau memerintahkan agar semua pintu itu ditutup kecuali pintu rumah Imam Ali bin Abi Thalib as. [16]
13- Aisyah meriwayatkan, 'Ketika menjelang wafat Rasulullah saw. bersabda, 'Panggillah kekasihku untuk datang kemari.' Mereka memanggil Abu Bakar, tapi pada saat melihatnya maka beliau hanya menundukkan kepala pertanda bukan dia yang dimaksud oleh beliau. Beliau kembali lagi bersabda, 'Panggillah kekasihku untuk datang kemari.' Mereka memanggil Umar, tapi begitu melihatnya beliau menundukkan kepala pertanda bukan dia yang dimaksud oleh beliau. Kemudian untuk ketiga kalinya beliau bersabda, 'Panggillah kekasihku untuk datang kemari.' Lalu mereka memanggil Ali (as.), dan pada saat dia datang maka beliau mempersilahkannya untuk duduk di sisi beliau dan mendekatkannya di bawah kain yang menyelimuti beliau, dalam kondisi seperti itulah beliau menggenggam tangan Ali (as.) dan kemudian meninggal.' [17]
Ummu Salamat mengatakan, 'Pada waktu akan meninggal, Rasulullah saw. berbicara khusus dengan Ali (as.) dan menyampaikan rahasia-rahasia tertentu kepadanya. Lalu dalam kondisi itu pula beliau wafat. Atas dasar itulah manusia yang paling dekat dengan Rasulullah saw. dari sisi perikatan dan perjanjian adalah Ali as.' [18]
14- Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa suatu saat Rasulullah saw. mengikat tali persaudaraan di antara sahabat-sahabatnya. Dalam pada itu, Ali (as.) datang ke sisi beliau sambil menangis seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, engkau telah mengikat tali persaudaraan di antara sahabat-sahabatmu, tapi kenapa engkau belum mengikat tali persaudaraanku dengan seorang pun? Maka beliau menjawab, 'Engkau adalah saudaraku, di dunia dan akhirat.'
Perhatian istimewa yang diberikan Rasulullah saw. kepada Imam Ali as. tiada lain karena untuk mempersiapkannya menjadi khalifah Allah swt. atas umat manusia sepeninggal beliau, dan menunjukkan bahwa dialah satu-satunya orang yang mempunyai hak untuk menduduki posisi yang mulia dan memikul tanggungjawab yang berat itu.
B. Penyampaian nas tentang wilayah, imamah dan kepemimpinan Imam Ali as.
Salah satu bentuk persiapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. untuk kepemimpinan Imam Ali as. atas umat Islam sepeninggal beliau adalah, kapan saja ada kesempatan yang tepat selama 23 tahun dakwah beliau pasti menperingatkan umatnya akan masalah yang sangat penting tersebut. Berikut ini kami akan menyebutkan pernyataan-pernyataan beliau secara singkat:
Ayat
1- Ayat Wilayah:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ (المائدة: 55)
Artinya: "Hanya sesungguhnya pemimpin kalian adalah Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang mendirikan shalat dan memberi zakat (sedekah) pada saat mereka ruku'." (QS. 5: 55).
2- Ayat Indzar (peringatan pertama dalam dakwah Nabi saw. secara terang-terangan):
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ (الشعراء: 214)
Artinya: "Dan berilah peringatan kepada kerabatmu." (QS. 26: 214).
3- Ayat Tablig (penyampaian misi istimewa kepemimpinan umat Islam sepeninggal beliau):
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (المائدة: 67)
Artinya: "Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu, dan jika tidak engkau kerjakan maka (berarti) engkau tidak menyampaikan risalah-Nya (sama sekali), dan Allah memelihara engkau dari (bahaya) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir." (QS. 5: 67).
4- Ayat Ikmal (penyempurnaan Islam dengan masalah imamah):
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا (المائدة: 2)
Artinya: "Pada hari ini orang-orang kafir putus asa untuk (mengalahkan) agama kalian, sebab itu janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku, pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Aku cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian." (QS. 5: 3).
5- Ayat Tathhir (jaminan kesucian Ahli Bait as. dari segala kotoran):
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا (الاحزاب: 33)
Artinya: "Hanya sesungguhnya Allah menghendaki supaya menghilangkan kotoran dari kalian Ahli Bait (keluarga suci Nabi saw.) dan menyucikan kalian sesuci-sucinya." (QS. 33: 33)
6- Ayat Ulil Amar (Kewajiban taat kepada pemimpin umat Islam):
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً (النساء: 59)
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul dan kepada Ulil Amri (pemangku kekuasaan) di antara kalian, maka jika kalian berselisih dalam suatu (urusan), kembalikanlah ia kepada (kitab) Allah dan (sunnah) rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, itulah yang lebih baik dan lebih bagus kesudahannya." (QS. 4: 58).
Hadis
1- Hadis Ghadir Khum:
مَن كُنتُ مَولاهُ فَعَلِِيٌّ مَولَاهُ
Artinya: "Barangsiapa yang aku adalah maula(pemimpin)nya maka Ali adalah maula(pemimpin)nya." [19]
2- Hadis Dua Belas Khalifah:
يَكُونُ بَعدِي اِثنَا عَشَرَ اَمِيرًا كُلُّهُم مِن قُرَيش
Artinya: "Akan ada setelahku dua belas amir (pemimpin), mereka semua adalah dari kalangan Quraisy." [20]
3- Hadis Wilayah:
وَ هُوَ وَلِيُّ كُلِّ مُؤمِنِ بَعدِي
Artinya: "Dia (Ali) adalah wali (pemimpin) bagi setiap orang mukmin setelahku." [21]
4- Hadis Wishayah:
اِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ وَصِيًّا وَ وَارِثًا وَ اِنَّ عَلِيًّا وَصِيِّي وَ وَارِثِي
Artinya: "Sesungguhnya setiap nabi mempunyai wasi (penerus yang berdasarkan wasiat nabi itu sendiri) dan perawis, dan sesungguhnya Ali adalah wasi dan pewarisku." [22]
5- Hadis Manzilah (kedudukan):
اَنْتَ مِنِّيْ بِمَنزِلَةِ هَارُوْنَ مِنْ مُوسَی اِلَّا اَنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِيْ
Artinya: "Kamu (Ali) di sisiku berposisi seperti Harun di sisi Musa, namun bedanya adalah tiada nabi lagi setelahku." [23]
6- Hadis Khilafah:
اَنتَ اَخِيْ وَ وَصِيِّيْ وَ خَلِيفَتِيْ فِيكُمْ فَاسْمَعُوْا لَهُ وَ اَطِيعُوْا
Artinya: "Kamu (Ali) adalah saudaraku, wasiku, dan khalifahku di tengah kalian, maka simaklah dia dan patuhilah." [24]
7- Hadis Tsaqalain (Dua Pusaka Besar):
اِنِّيْ تَارِكٌ فِيكُمْ الثَّقَلَينِ، كِتَابَ اللهِ وَ عِتْرَتِيْ، مَا اِنْ تَمَسَّكتُم بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِيْ اَبَدًا
Artinya: "Sesungguhnya aku adalah peninggal dua pusaka besar di tengah kalian; yaitu kitab Allah (Al-Qur'an) dan keluargaku (Ahli Baitku), keistimewaan dua pusaka itu adalah selama kalian berpegang teguh pada dua-duanya niscaya kalian tidak akan sesat sepeninggalku." [25]
8- Hadis Madinah Ilmu (Kota Ilmu):
اَنَا مَدِيْنَةُ العِلمِ وَ عَلِيٌّ بَابُهَا، فَمَنْ اَرَادَ الْعِلمَ فَلْيَأتِهَا مِن بَابِهَا
Artinya: "Aku adalah madinah (kota) ilmu, sedangkan Ali adalah gerbangnya, oleh karena itu siapa saja yang menginginkan ilmu maka hendaknya dia mendatangi madinah itu melalui gerbangnya." [26]
9- Hadis Safinah (Bahtera):
مَثَلُ اَهْلِ بَيْتِيْ كَسَفِيْنَةِ نُوحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَی وَ مَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا زَخَّ فِيْ النَّارِ
Artinya: "Perumpamaan Ahli Baitku adalah seperti bahtera –nabi- Nuh, siapa saja yang menumpanginya pasti selamat, dan siapa saja yang berpaling darinya pasti terjerumus ke dalam neraka." [27]
10- Hadis Keamanan:
اَلنُّجُومُ اَمَانٌ لُاَهْلِ السَّمَاءِ، وَ اَهلُ بَيْتِيْ اَمَانٌ لِاُمَّتِيْ مِنَ الاِخْتِلَافِ فَاِذَا خَالَفَتْهَا قَبِيلَةُ العَرَبِ اِخْتَلَفُوْا فَصَارُوْا حِزْبَ اِبْلِيس
Artinya: "Bintang-bintang adalah keamanan (ketentraman, perlindungan) bagi penduduk langit, dan Ahli Baitku adalah keamanan (ketentraman, perlindungan) untuk umatku dari perselisihan, maka apabila sebagian dari kabilah arab ada yang menentang mereka niscaya mereka akan berselisih dan menjadi partai Iblis." [28]
11- Hadis Haq (Kebenaran):
عَلِيٌّ مَعَ الحَقِّ وَ الحَقُّ مَعَ عَلِيٍّ يَدُورُ حَيْثُمَا دَارَ
Artinya: "Ali bersama haq (hakikat dan kebenaran), dan haq bersama Ali, dia berputar (beredar) dimanapun ia berputar." [29]
12- Hadis Al-Qur'an:
عَلِيٌّ مَعَ الْقُرْآنِ وَ الْقُرْآنُ مَعَ عَلِيٍّ
Artinya: "Ali bersama Al-Qur'an dan Al-Qur'an bersama Ali." [30]
C. Langkah Praktis
Di akhir hayatnya, Rasulullah saw. mengambil langkah-langkah praktis untuk menetapkan kepemimpinan (status khalifah, wali, wasi, dan amir) Imam Ali as. sepeninggal beliau dan melumpuhkan tipu daya mereka untuk merampas kedudukan itu darinya. Tapi sayang sekali langkah-langkah praktis itu juga tidak ditangkap secara serius oleh umat Islam, karena kelompok penentang dan munafik juga gigih sekali dalam menghalangi langkah-langkah praktis Nabi saw., berikut ini kami akan menyebutkan contoh langkah praktis beliau untuk misi yang penting itu:
1- Mengangkat tangan Imam Ali as. di hari Ghadir Khum
Di akhir hayatnya, Rasulullah saw. pergi ke Mekkah untuk menunaikan haji yang terakhir dikenal dengan sebutan Haji Wada', melihat fenomena itu banyak sekali sahabat beliau yang ikut pergi haji bersama beliau melebihi jumlah jamaah haji-jamaah haji sebelumnya.
Di bumi Arafah, Rasulullah saw. berpidato di hadapan jamaah haji, di pidato itu beliau ingin memperkenalkan imam-imam (pemimpun islami) umat sepeninggal beliau agar jangan sampai mereka tersesat di tengah gelombang fitnah. Akan tetapi, kelompok penentang Bani Hasyim yang sangat tidak setuju dengan kepemimpinan Ahli Bait as. sudah berpencar di sela-sela masyarakat untuk bersiap-siap mengacau suasana apabila Rasulullah saw. hendak menyampaikan persoalan tersebut.
Jabir bin Samurah Sawa'i meriwayatkan, 'Aku sengaja memilih tempat dekat Rasulullah (saw.) agar bisa mendengar sabda-sabda beliau. Di pidatonya, beliau menunjukkan pemimpin-pemimpin sepeninggal dirinya, beliau bersabda, 'Para imam (khalifah, pengganti) setelahku ada dua belas orang.' Jabir melanjutkan riwayatnya, 'Ketika pidato beliau sampai keterangan itu, mulailah sekelompok orang mengacau suasana dan membuat keramaian sehingga aku tidak bisa mendengar dengan baik apa yang sedang disabdakan oleh Rasulullah (saw.). Akhirnya aku bertanya kepada ayahku yang saat itu posisinya lebih dekat dengan posisi beliau berpidato, dia menjawab bahwa Rasulullah saw. bersabda, 'Semua pemimpin itu dari golongan Quraisy.'
Riwayat musnad Jabir bin Samurah yang disinyalir oleh Ahmad bin Hanbal di dalam kitab Musnadnya ini betul-betul menakjubkan, di sebagian riwayatnya disebutkan bahwa ketika Rasulullah saw. berpidato dan sedang menerangkan dua belas imam setelah beliau, sebagian orang berteriak-teriak, sebagian riwayat lagi menyebutkan bahwa ketika itu maka mereka mengulang-ulang ucapan takbir dengan suara keras –agar keterangan Rasulullah saw. tidak bisa didengar-, sebagian lagi menyebutkan bahwa mereka membuat keributan, dan sebagiannya lagi menyebutkan bahwa mereka duduk-berdiri dan duduk-berdiri lagi –dengan maksud yang serupa-.
Semua riwayat itu sepakat menunjukkan fakta bahwa di acara tersebut ada sekelompok penentang yang sengaja menyebarkan anggotanya untuk mengacau acara, target mereka adalah menggagalkan rencana Rasulullah saw. dalam masalah kepemimpinan sepeninggal beliau. Masing-masing dari anggota utusan mereka itu menjalankan tugas yang berbeda untuk mengacau acara.
Mereka relatif berhasil membuat keributan sehingga Rasulullah saw. mengurungkan keinginannya untuk mengumumkan persoalan itu di bumi Arafah. Beliau merencanakan tempat lain untuk menjalankan misi Ilahi tersebut, yaitu menetapkan Imam Ali as. sebagai imam setelah beliau dengan langkah praktis yang tidak lagi bisa diingkari oleh siapa pun.
Setelah manasik haji dan sebelum jamaah haji berpencar ke negeri mereka masing-masing, Rasulullah saw. mengumpulkan mereka di sebuah lembah yang dikenal dengan sebutan Ghadir Khum, beliau perintahkan jamaah haji yang bersamanya untuk berhenti di sana dan memanggil jamaah yang sudah lebih dulu dari mereka serta menanti jamaah yang belum sampai ke daerah itu, lalu beberapa langkah pendahuluan beliau lakukan untuk menyukseskan misi itu dan menuntut perjanjian dari Muslimin.
Rasulullah saw. sendiri tahu pasti orang-orang munafik akan bersembunyi di sela-sela masyarakat dan menghalangi beliau untuk menetapkan Ali as. sebagai imam setelahnya, tapi beliau juga telah mempersiapkan segala hal untuk melumpuhkan niat busuk mereka. Beliau perintahkan massa untuk mengumpulkan tandu-tandu unta dan menumpuknya menjadi seperti bukit kecil yang tinggi. Setelah itu, beliau mengajak Imam Ali as. untuk naik ke atas tumpukan tanduk itu sekiranya semua orang bisa melihat mereka walau dari kejauhan.
Beliau memulai pidatonya dengan pendahuluan-pendahuluan tertentu yang mengingatkan mereka akan hal-hal penting dan menuntut pengakuan bahkan perjanjian mereka tentangnya. Setelah pengakuan dan perjanjian mereka itulah beliau mengangkat tangan Imam Ali as. setinggi mungkin seraya mengumumkan manusia pilihan Allah swt. sebagai pemimpin, imam, wali dan wasi bagi umat Islam sepeninggal beliau.
Dengan demikian, Rasulullah saw. berhasil menggagalkan rencana kotor orang-orang munafik dan menjalankan misi Ilahinya secara sempurna, mereka tidak pernah menyangka bahwa beliau akan melakukan persiapan-persiapan itu untuk mengumumkan kepemimpinan Imam Ali as., dan praktis mereka tidak berkutik di hadapannya.
2- Pengiriman pasukan Usamah
Ketika itu Rasulullah saw. dalam keadaan sakit, tapi beliau sangat mengkhawatirkan keadaan umatnnya, beliau khawatir kalau mereka terjebak di lembah perselisihan dan kesesatan, khawatir kalau mereka tidak mengindahkan misi besar Ilahi yang telah beliau sampaikan secara gamblang dan tegas, khawatir kalau mereka menyimpangkan jalur kenabian, kerasulan, dan syariat. Di sisi lain, beliau gelisah jangan sampai kedengkian musuh besar seperti kerajaan Rum yang bala tentaranya siap siaga di perbatasan negeri Islam mencuri kesempatan dari perselisihan umat beliau untuk menyerang dan membinasakan mereka semua.
Sungguh berat sekali tugas dan tanggungjawab Rasulullah saw., di satu sisi beliau harus menghadapi musuh-musuh dari luar, sehingga beliau mengirim pasukan untuk menghadapi pasukan mereka. Di sisi lain, beliau hendak menetapkan manusia pilihan Allah swt. sebagai khalifah dan pengganti beliau yang sebenarnya. Tapi apa boleh buat, bukan saja musuh luar yang dihadapinya, melainkan beliau juga sangat disulitkan oleh musuh-musuh dalam selimut yang senantiasa waspada dalam menghalangi rencana-rencana beliau untuk menegakkan kepemimpinan Imam Ali as.
Pada kondisi seperti itu, Rasulullah saw. mengambil kebijakan khusus dan memerintahkan semua orang untuk bersiap-siap jihad dan keluar dari Madinah serta bergabung dengan pasukan Usamah. Ketika itu ada sejumlah orang-orang tertentu yang membangkang dan tidak mau keluar dari Madinah dengan alasan yang mereka buat-buat, bahkan terkadang mereka memprotes beliau karena telah memilih Usamah yang masih muda sebagai panglima perang, padahal menurut mereka di tengah mereka terdapat senior-senior yang lebih tua?!
Rasulullah saw. menolak protes mereka bahwa jika memang usia yang menjadi kendala bagi kalian, nyatanya ketika bapak Usamah yang kami pilih jadi panglima perang kalian juga memprotes kebijakan itu. Dengan membalikkan alasan mereka tersebut beliau ingin agar mereka segera keluar dari Madinah dan bergabung dengan pasukan Usamah. Sampai-sampai ketika beliau melihat mereka masih tetap membangkang, termasuk di antara mereka Umar, Abu Bakar, Abu Ubaidah, Sa'ad bin Abi Waqash dan lain-lain, maka beliau secara terang-terangan melaknat mereka seraya bersabda, 'Ya Allah, laknatlah siapa saja yang membelot dari pasukan Usamah.' [31]
Kendatipun Rasulullah saw. sudah memerintahkan mereka dengan tegas untuk keluar dari Madinah bergabung dengan pasukan Usamah, menolak protes mereka, bahkan melaknat siapa saja yang membangkang terhadap perintah itu, akan tetapi mereka tetap tidak mempedulikan semua itu.
Di antara alasan yang mereka buat-buat untuk membelot dari perintah itu adalah, kami tidak bisa meninggalkan Nabi saw. sendiri pada saat beliau menjelang kematian. Dengan demikian, mereka ingin menutup-nutupi hakikat yang sebenarnya mereka inginkan. Mereka tahu bahwa Rasulullah saw. menahan sebagian sahabatnya yang sejalan dengan Bani Hasyim dan menerima kepemimpinan (imam, khalifah, washi, amir) Ali bin Abi Thalib as. di Madinah, sehingga dengan itu beliau berharap saat akan meninggal bisa mewasiatkan perkara yang sangat penting itu kepada pemimpin setelahnya, kemudian para sahabat yang lain berbaiat lagi kepada imam yang beliau wasiatkan. Akan tetapi, sekelompok sahabat pembangkang itu berusaha dengan segala cara untuk menggagalkan rencana Rasulullah saw. tersebut, walau harus membangkang perintah beliau dan mendapat kutukan dari Allah swt. beserta rasul-Nya.
Patut digarisbawahi pula soal kenapa Rasulullah saw. mengangkat Usamah yang relatif muda saat itu sebagai panglima perang dan menolak usulan atau protes sebagian sahabat untuk menggantikannya, bahkan kebalikan dari itu beliau menegaskan kepanglimaan Usamah atas mereka dalam perang tersebut? Apa rahasia di balik pengangkatan sahabat muda itu?
Rasulullah saw. mengetahu bahwa sepeninggal beliau, sekelompok sahabat akan menentang kepemimpinan (imam, khalifah, washi, amir) Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. dengan alasan beliau masih muda. Maka dengan pengangkatan Usamah yang masih muda sebagai panglima perang mereka, beliau ingin menegaskan kepada para sahabat khususnya, dan umat Islam pada umumnya bahwa kepemimpinan diukur dari kelayakan seseorang dan bukan dari usianya, oleh karena itu jangan sampai kalian menentang kepemimpinan Ali bin Abi Thalib as. dengan alasan dia masih muda kemudian merebut haknya. Jika seseorang layak menjadi pemimpin, maka semua orang harus mentaatinya, baik mereka orang tua, anak muda, lelaki atau perempuan. Tapi sayang sekali rencana beliau ini tidak berjalan mulus, sebagian sahabat itu tetap bersikeras untuk membelot dari pasukan Usamah dan tidak mau keluar dari Madinah dengan alasan-alasan yang mereka buat-buat sendiri, lalu dengan kehadiran mereka di sana mereka senantiasa waspada untuk menggagalkan rencana-rencana akhir beliau, khususnya soal kepemimpinan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. [32]
Bukankah di dalam Al-Qur'an telah disinyalir bahwa Allah swt. sangat menekankan mereka pada khususnya, dan umat manusia pada umumnya untuk mentaati Rasulullah saw., Dia berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
Artinya: "Apa yang didatangkan Rasul kepada kalian maka ambillah, dan apa yang dilarangnya kepada kalian maka hentikanlah." (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
Allah swt. juga berfirman:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا
Artinya: "Tetapi tidak, demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan engkau sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka, kemudian di dalam hati mereka tidak terdapat rasa keberatan atas apa yang engkau putuskan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. Al-Nisa' [4]: 65).
3- Wasiat Tertulis
Setelah menyaksikan pembangkangan mereka dan praktis rencana beliau untuk mengutus mereka bersama pasukan Usama tidak terlaksana, maka beliau bermaksud menuliskan wasiat utama yang berulangkali pernah beliau sampaikan selama 23 dakwah Islam.
Maka pada hari kamis, berapa hari sebelum beliau meninggal, ketika beliau beristirahat di atas ranjang dan kamarnya dipadati oleh para sahabat dari berbagai kelompok, beliau berkata kepada mereka, 'Ambilkan aku kertas dan pena untuk menuliskan wasiat yang apabila kalian lakukan niscaya sepeninggalku kalian tidak akan tersesat.'
Bani Hasyim dan istri-istri Nabi saw. –yang berada di balik tabir- berusaha untuk memenuhi permintaan beliau dalam rangka menulis surat wasiat untuk umat. Sebaliknya, ada sekelompok orang di dalam ruangan itu yang menghalangi jangan sampai permintaan beliau tersebut dipenuhi, merekalah orang-orang dulu di Arafah juga pernah membuat keributan pada saat beliau berpidato agar tidak berhasil menyampaikan misi kepemimpinan setelahnya dengan mudah.
Ketika itu, Umar bin Khatthab mengerti seandainya wasiat itu berhasil ditulis niscaya seluruh rencananya untuk merebut tampuk pemerintahan terancam gagal total, tapi pada saat yang sama dia juga mengerti bahwa tidak maslahat baginya untuk terang-terangan menghalangi permintaan Rasulullah saw. tersebut. Oleh karena itu, dia berpikir bagaimana solusi yang tepat, dan pada akhirnya dia menemukan cara yang efektif, yaitu memberikan sifat tertentu kepada beliau yang sekiranya dengan adanya sifat itu otomatis penulisan wasiat jadi tidak berarti di tengah mereka. Untuk itu dia menyeru hadirin di sana seraya bersuara lantang, 'Tidak perlu kalian membawakan kertas dan pena untuknya, karena dia sedang mengigau. Sungguh cukup bagi kita kitab Allah (Al-Qur'an) –dan kita tidak perlu lagi kepada wasiat beliau atau yang lain-!'
Mendengar seruan itu, para pendukung Umar, Bani Umayyah dan Quraisy mengulang-ulang seruan itu membuat suasana menjadi ribut. Sementara Bani Hasyim tetap bersikeras untuk memenuhi permintaan Rasulullah saw. dan menentang sikap mereka yang kurang ajar.
Apa coba yang harus dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika mendengar fitnah yang tidak senonoh dan kurang ajar itu, fitnah yang menginjak-injak kepribadian beliau? Tiada lain beliau mengusir mereka semua dari rumahnya seraya bersabda, 'Keluarlah kalian dari sisiku, sungguh tidak pantas terjadi pertikaian di sisi Rasulullah.' [33]
Hal yang mengerankan di sini adalah, para pendukung Umar bin Khatthab pada khususnya, dan pengikut Aliran Khilafah (lawan dari Aliran Imamah) pada umumnya, berusaha untuk menutup-nutupi cemoohan Umar kepada Rasulullah saw. dengan cara yang licik; yaitu ketika mereka ingin menceritakan kisah cemoohan 'mengigau', mereka menisbahkannya kepada sekelompok orang di sekitar Rasulullah saw. (قالوا: هجر رسول الله), dan ketika mereka hendak menceritakan peran Umar di sana mereka mengatakan bahwa dia berkata, 'Sungguh Nabi telah dikalahkan oleh penyakit.' (قالوا: ان النبي قد غلی علیه الوجع). Tapi, pernyataan Abu Bakar Jauhari di dalam kitab Al-Saqîfah mengungkap fenomena ini sebagaimana adanya; bahwa cemoohan itu pertama kali diserukan oleh Umar bin Khatthab, setelah itu para pendukungnya ikut menyerukannya. Abu Bakar Jauhari menceritakan bahwa Umar mengucapkan sesuatu yang maknya mirip dengan kalimat
(ان النبي قد غلی علیه الوجع)
Berarti, sebenarnya kalimat yang diucapkan oleh Umar bukan itu, namun karena kata-kata dia terlampau buruk maka Jauhari tidak menukilnya secara langsung, tapi menukilnya dengan mengubah kalimat Umar menjadi kalimat yang tampak lebih sopan.
Sayang sekali, Bukhari dan Muslim tidak menukil kata-kata Umar secara langsung, melainkan hanya menukil makna yang serupa dengan kalimat yang tidak sama. Namun demikian, dari penjelasan Ibnu Atsir di dalam kitab Al-Nihâyah dan Ibnu Abi Hadid di dalam Syarh Nahj Al-Balâghoh dapat dipastikan bahwa Umar bin Khatthab menyerukan cemoohan itu secara langsung.
Apa yang terjadi setelah mereka diusir oleh Rasulullah saw. dari rumahnya adalah hanya sahabat-sahabat sejati dan murni yang tinggal bersama beliau, dan beliau pun menyampaikan wasiatnya sebagaimana yang beliau inginkan. Menurut riwayat yang ditulis oleh Sulaim bin Qais, beliau mewasiatkan satu persatu imam sepeninggal beliau dari kalangan Ahli Bait as. [34] Ahli Sunnah juga menyinggung wasiat Nabi saw. ini di dalam kitab-kitab hadis mereka, tapi mereka berusaha mengaburkan tema pokok wasiat beliau.
Ibnu Abbas di akhir riwayatnya mengatakan, 'Di akhir hayatnya Rasulullah saw. mewasiatkan tiga hal; pertama, mengeluarkan orang-orang musyrik dari jazirah arab. Kedua, memberikan ijin lewat kepada kafilah-kafilah yang masuk ke sana.' Tapi kemudian, ditulis bahwa Ibnu Abbas tidak menyebutkan yang ketiga dan hanya berdiam saja. Dan menurut versi lain, dia lupa apa wasiat beliau yang ketiga. [35]
Tidak pernah ada pengalaman sebelumnya Ibnu Abbas mengatakan dirinya lupa tentang hadis tertentu, atau tahu tapi tidak menukilnya. Hal itu, tiada lain karena dia takut pada ancaman Umar bin Khatthab, karena sudah barang tentu wasiat Nabi saw. yang ketiga berkenaan dengan wilayah, khilafah dan imamah Imam Ali as. beserta Ahli Baitnya. Oleh karena itu, dia menahan diri untuk menukilnya kepada orang lain karena takut pada ancaman Umar. Hal itu bukan satu-satunya persoalan Ibnu Abbas takut pada Umar, selama masa hidup Umar dia tidak pernah menerangkan masalah 'aul dan ta'shib kepada orang lain, sampai kemudian Umar meninggal dunia dan akhirnya dia menerangkan kebenaran yang sesungguhnya dalam persoalan itu. Dan ketika dia ditanya kenapa kamu menunda-nunda keterangan itu, dia menjawab, 'Aku takut perlawanan dari Umar.'
Kenapa Umar menghalangi penulisan wasiat oleh Nabi saw.?
Sebuah pertanyaan pasti melintas di benak setiap orang yang membaca sejarah kejadian ini, kenapa Umar bin Khatthab dan para pendukungnya tidak membiarkan niat dan keinginan Rasulullah saw. berjalan mulus? Bukankah beliau menjanjikan keselamatan umat dari kesesatan dengan mengamalkan isi wasiat itu? Apa berita gembira yang lebih besar daripada itu? Lalu kenapa mereka menghalanginya? Kenapa mereka mencegah umat Islam dari kebahagiaan dan keberuntungan itu?
Tidak ada yang bisa kita katakan lagi selain bahwa cinta kedudukan, kedengkian, dan hasut seringkali mengalahkan akal dan menyingkirkan kebijakan rasional. Kita tahu apa niat yang memadati otak Umar saat itu. Dia juga tahu persis apa yang ingin dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika meminta kertas dan pena dari orang-orang di sekitarnya, dia mengerti beliau akan menuliskan wasiat kepemimpinan Ali bin Abi Thalib as. dan Ahli Baitnya yang selama puluhan tahun dakwah beliau sampaikan secara lisan, oleh karena itu dia menghalangi jangan sampai itu terjadi. Ini bukan sebuah klaim hampa, melainkan banyak sekali bukti-bukti pasti untuk itu, dan di sini kami akan menyebutkan dua di antaranya:
1- Di akhir-akhir kehidupan Rasulullah saw., Umar bin Khatthab sering sekali mendengar beliau menyabdakan Hadis Tsaqalain (dua pusaka besar), di dalam hadis itu beliau menyatakan dirinya telah meninggalkan dua pusaka besar yang sangat berharga, dan keistimewaan dua pusaka itu adalah apabila umat berpegang teguh pada kedua-duanya niscaya mereka tidak akan tersesat sepeninggal beliau. Dengan demikian, kata-kata 'tidak akan tersesat' sering sekali didengar oleh Umar berkenaan dengan dua hal 'Al-Qur'an dan Ahli Bait', maka ketika di ruangan itu dia mendengar beliau meminta kertas dan pena untuk menuliskan wasiat yang membuat umat 'tidak tersesat' jika melaksanakan isinya, maka seketika itu juga Umar sadar bahwa Rasulullah saw. akan menuliskan wasiat tentang 'Al-Qur'an dan Ahli Bait'. Maka dari itu, dia langsung menghalanginya.
2- Ibnu Abbas mengatakan, 'Di awal periode kepemimpinan Umar, aku pernah datang ke tempatnya, lalu dia memandangku seraya berkata, 'Celakalah kamu jika kamu menutup-nutupi jawaban apa yang akan aku tanyakan kepadamu sekarang! Apakah Ali masih memandang dirinya paling berhak dalam masalah kepemimpinan? Apakah dia masih mengira bahwa Rasulullah saw. telah mewasiatkan hal itu secara nas? Aku jawab pertanyaan dia, 'Iya. Aku juga pernah menanyakan persoalan ini dari ayahku, dan dia juga membenarkannya. Lalu Umar berkata, 'Aku ingin katakan sesuatu padamu bahwa ketika Nabi masih sakit, dia ingin menyatakan secara langsung bahwa Ali adalah orang yang paling berhak menjadi imam khalifah setelahnya, tapi aku menghalangi hal itu.' [36]
Sumber: Syi'eh Syenosi wa Posukh beh Syubahot, Ali Asghar Ridhwani, jld. 2, hal. 616 – 630.
Referensi:
1. Hakim Nisyaburi: Al-Mustadrok, jld. 2, hal. 182.
2. Ahmad bin Hanbal: Musnad, jld. 1, hal. 209; Thabari: Târîkh, jld. 2, hal. 211.
3. Thabari: Târîkh, jld. 2, hal. 56.
4. Al-Fushûl Al-Muhimmah, hal. 14; Mathôlib Al-Sa'ûl, hal. 11; Târîkh Al-Thobarî; jld. 2, hal. 58.
5. Nahj Al-Balâghoh, pidato ke-192.
6. Musnad Ahmad, jld. 1, hal. 448; Târîkh Al-Thobarî; jld. 2, hal. 99; Al-Mustadrok Al-Hâkim, jld. 4, hal. 4; Syarh Ibn Abî Al-Hadîd, jld. 14, hal. 242.
7. Al-Khoshô'ish, hadis ke-120.
8. Musnad Ahmad, jld. 5, hal. 26.
9. Al-Ishôbah, jld. 2, hal. 40.
10. Kâmil Ibn Al-Atsîr, jld. 2, hal. 402.
11. Al-Khoshô'ish, hadis ke- 112.
12. Al-Sunan Al-Kubrô, jld. 5, hal. 1414, hadis ke-8520.
13. Tafsîr Al-Qurthubî, jld. 11, hal. 174; Tafsîr Fakhr Al-Rôzî, jld. 22, hal. 147; Rûh Al-Ma'ânî, jld. 16, hal. 284.
14. Sîroh Ibnu Hisyâm, jld. 4, hal. 216; Târîkh Al-Thobarî, jld. 4, hal. 12; Kâmil Ibn Al-Atsîr, jld. 2, hal. 219.
15. Musnad Ahmad, jld. 1, hal. 4; Sunan Al-Tirmidzî, jld. 5, hal. 3719, jld. 5, hadis ke-8461.
16. Musnad Ahmad, jld. 1, hal. 441; Sunan Al-Tirmidzî, jld. 5, hal. 4742; Al-Bidâyah wa Al-Nihâyah, jld. 7, hadis ke-474.
17. Al-Riyâdh Al-Nadhiroh, hal. 26; Dzakhô'ir Al-'Uqbâ, hal. 72.
18. Mustadrok Al-Hâkim, jld. 4, hal. 148; Musnad Ahmad, jld. 6, hal. 400.
19.Musnad Ahmad, jld. 4, hal. 401, hadis ke-18506.
20. Shohîh Al-Bukhôrî, bab Al-Istikhlâf.
21. Al-Mu'jam Al-Kabîr, jld. 12, hal. 78.
22. Târîkh Damesyq, jld. 42, hal. 392.
23. Shohîh Al-Tirmidzî, jld. 5, hal. 641, hadis ke-3730.
24. Kâmil Ibnu Atsîr, kejadian tahun ke-3 hijriah.
25. Shohîh Al-Tirmidzî, jld. 5, hal. 621.
26. Mustadrok Al-Hâkim, jld. 3, hal. 136.
27. Nihâyah Ibnu Atsîr, pokok kata zakhkho.
28. Mustadrok Al-Hâkim, jld. 3, hal. 149.
29. Ibid. jld. 3, hal. 135; Shohîh Al-Tirmidzî, jld. 5, hal. 592.
30. Ibid. jld. 3, hal. 34.
31. Al-Milal wa Al-Nihal, Syahrestani, jld. 1, hal. 23.
32. Thobaqôt Ibnu Sa‘d, jld. 4, hal. 66; Târîkh Ibnu ‘Asâkir, jld. 2, hal. 391; Kanz Al-‘Ummâl, jld. 5, hal. 313; Târîkh Ya‘qûbî, jld. 2, hal. 93; Syarh Ibn Abî Al-Hadîd, jld. 2, hal. 21; Al-Maghôzî, Waqidi, jld. 3, hal. 111; Târîkh Ibnu Kholdûn, jld. 2, hal. 484; Sîroh Al-Halabiyah, jld. 3, hal. 207.
33. Shohîh Al-Bukhôrî, kitab Al-Mardhô, jld. 7, hal. 9; Shohîh Muslim, kitab Al-Washiyyah, jld. 5, hal. 75; Musnad Ahmad, jld. 4, hal. 456, hadis ke- 2992.
34. Kitâb Sulaim bin Qois, jld. 2, hal. 658.
35. Shohîh Al-Bukhôrî, kitab Al-Maghôzî, bab 78; Shohîh Muslim, kitab Washiyyah, bab 5.
36. Syarh Nahj Al-Balâghoh, Ibnu Abi Hadid, jld. 12, hal. 21.
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email