Pesan Rahbar

Home » , » Kenang Perjalanan Al Husain Dalam Ritual ‘Tabut Menjara’ di Bengkulu

Kenang Perjalanan Al Husain Dalam Ritual ‘Tabut Menjara’ di Bengkulu

Written By Unknown on Saturday, 15 October 2016 | 19:45:00

Keluarga Kerukunan Tabot saat menggelar ritual duduk penja (Foto: Bengkulu Ekspress)

Ritual ‘Tabut Menjara’ adalah ritual dimana para keturunan tabut saling mengunjungi dimalam hari. Ritual menjara dilakukan selama 2 malam berturut- turut.

Malam pertama keluarga tabut Bansal yang mengunjungi keluarga tabut Imam. Malam selanjutnya kebalikannya, keluarga tabut Imam yang mengunjungi para keluarga tabut Bansal. Dalam Menjara ini, Rombongan membunyikan dol dan membawa panji-panji (bendera) kebesaran keluarga masing-masing.

“Lebih tepatnya saling mengunjungi dan bersilahturahmi antar keluarga tabut. Malam kemarin kita yang menunggu sedangkan malam ini kita yang mengunjungi keluarga tabut bansal,” ujar Ketua KKT Bencoleen Ir Syiafril Syahbuddin di sekretariat KKT Bengkulu jumat 7 Oktober 2016.

Setelah menjara ritual tabut selanjutnya arak penja dan sorban yang akan di laksanakan pada tanggal 7dan 8 Muharram.

Prosesi ritual ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada kebesaran Hasan-Husain. Kegiatan ini dilakukan oleh semua Keluarga Kerukunan Tabot (KKT) di Gerga Tabot Imam di Jalan Kerapu, Kelurahan Berkas Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu, Rabu 5 Oktober 2016.

Penja sendiri merupakan benda yang terbuat dari kuningan, perak, atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia. Ukurannya pun beragam, ada yang kecil, sedang, dan besar lengkap dengan jari-jarinya, dan juga ada penja yang berbentuk pedang yang digunakan para nabi saat berperang menegakkan Islam.

Penja ini dianggap sebagai benda keramat yang mengandung unsur magic, dan harus dicuci dengan air limau atau air jeruk setiap tahunnya. Menurut Syiafril, ritual duduk penja ini bermakna menegakkan tiang Islam. Oleh sebab itu, penja yang berbentuk tangan manusia tersebut menandakan bahwa dalam menegakkan Islam haruslah dalam keadaan bersih yang dimulai dari telapak tangan.

Adapun tiang Islam yang dimaksud tersebut ialah 5 rukun dan 5 shalat maka disimbolkan dengan penja atau 5 jari.

“Kalau tangan kotor, ya jadi kotor semua apa yang dilakukan. Nah, kalau bersih apapun yang dimakan itu bersih. Jadi baik secara rohani maupun jasmani, tangan itu harus duluan untuk menegakkan tiang Islam tadi,” terang Syafril kepada Bengkulu Ekspress (BE), usai memimpin ritual duduk penja, kemarin.

Prosesi ritual ini berlangsung sekitar 2 jam dan erjalan dengan khidmat yang diawali dengan doa, penja diturunkan untuk di cuci, dilengkapi sesajen berupa kemenyan, emping, air serobat, susu murni, air kopi pahit, nasi kebuli, pisang emas dan tebu.

Setelah dicuci, keluarga pembuat tabot langsung mengantarkan Penja yang dibungkus ke gerganya, dengan diiringi bunyi dol dan tassa untuk disimpan kembali selama upacara perayaan tabot.

“Awalnya kita sampaikan doa, salam, salawat dan menyampaikan Alfatihah kepada Al Husain dan segala yang syahid di Padang Karbala. Setelah itu, baru mulai mencuci penja pakai air limau dan bunga, kemudian barulah penja itu disusun dan ditegakkan baru dibungkus dengan kain putih,” ungkapnya.

Setelah melakukan doa, para keluarga tabot pun tampak berbaris dan mengelilingi gerga sebanyak 7 kali dengan membawa bendera, jari-jari, tunas pohon pisang, penja yang sudah dicucikan dan dibungkus kain putih, serta beberapa makanan seperti nasih kebuli, pisang mas, tebu dan lainnya.

Usai mengelilingi 7 kali, secara spontanitas masyarakat sekitar langsung berebutan untuk mendapatkan makanan yang sudah diarak tersebut, bahkan tak hanya makanan, air limau bekas cucian penja pun habis diambil warga menggunakan teko/termos untuk di minum.

“Kalau tunas pisang itu artinya simbol penghasilan. Artinya kita itu jangan mati dulu sebelum menghasilkan sesuatu, maka kita harus berbuat,” ucap Syiafril.

Tak lama setelah melakukan proses ritual inti, para keluarga tabot ini secara sendiri-sendiri memanjatkan doa di depan Gerga. Namun, menariknya selama proses ritual berlangsung rupanya para makhluk gaib pun juga mengikuti proses ritual tersebut, buktinya beberapa anggota keluarga tabot tersebut mengalami kesurupan. Meski sempat mencuri perhatian warga sekitar, namun kejadian tersebut sudah menjadi hal yang biasa, dan tidak membutuhan waktu lama akhirnya keadaan kembali normal setelah keluarga tabot lainnya saling membantu untuk menetralisirkan keadaan.

Usai melakukan duduk penja, ritual yang dilakukan selanjutnya yakni Menjara yang dilakukan pada hari Kamis dan Jum’at malam atau pada 6 – 7 Muharram.

Menjara merupakan simbol perjalanan panjang di malam hari dengan arak – arakan musik dol, bendera dan panji-panji kebesaran yang diibaratkan ketika perjalanan dari Madinah menuju Padang Karbala Iraq pada tahun 61H / 680M.

Keluarga Kerukunan Tabot (KKT) saat melakukan ritual menjara di malam 6 Muharram, kemarin malam (6/10). Selain memainkan alunan musik dol, tassa dan seruling bambu, juga dilakukan pembakaran daun kelapa kering (Foto: Bengkulu Ekspress)

Genderang peperangan kembali dibunyikan di malam yang dingin yang dilengkapi dengan rintikan hujan, bahkan tumpukan daun kelapa kering dibakar agar menciptakan kobaran api yang besar. Ritual ini mengambarkan semangat peperangan antara Husain yang melawan penguasa tiran Yazid dalam rangka menegakkan keadilan yang telah dicabk-cabik anak Muawiyah itu.

Ritual menjara atau dengan kata lain saling menyerang ini dilakukan di lapangan terbuka dengan diiringi bunyian Dol, Tassa dan seruling bambu yang bertalu-talu pada malam hari mulai pukul 20.00 hingga 24.00 WIB, Kamis malam 6 Oktober 2016 lalu.

Tak heran, jika suasana menjadi sangat meriah karena tak hanya alunan musik tradisional, tetapi juga diikuti dengan hentakan dan teriakan para penabuh dol seraya melakukan lompatan-lompatan kecil.

“Sebenarnya makna menjara ini mengenang terjadi perang di Karbala,” katanya.

Dalam upacara menjara ini dilakukan dibeberapa titik yang digelar selama 2 hari berturut-turut. Pada tanggal 6 Muharram kelompok Tabot Bangsal mendatangi kelompok Tabot Berkas, kemudian pada tanggal 7 Muharram, kelompok Tabot Berkas mendatangi kelompok Tabot Bangsal.

“Malam ini dari Kampung Bali ke Bajak, Tengah Padang, kemudian menuju Kebun Ros, lalu ke Benteng Malborought, kemudian arah Malabero melewati Penurunan sampai ke Lempuing. Jadi mereka yang datang nanti sambil membawa dol dan jari-jari,” terangnya.

“Menjara pada dasarnya perjalanan panjang pada malam hari dari Madinah ke Kuffa, tetapi terhenti di Karbala. Akhirnya menjadi proses saling mengunjungi pada malam hari,” ujarnya

Saat melakukan pawai, di setiap mereka saling menyambut dan jika dalam perjalanan ada kelompok lain yang menyalakan api, itu menandakan untuk berhenti dan bergabung menjadi satu.

“Saat kita jalan, kalau mereka minta berhenti maka mereka harus panggang daun kelapa kering. Berarti minta supaya berenti,” ungkapnya.

Adapun makna lain dari ritual menjara ini, menurut Syiafril, merupakan ajang silaturahmi antar keluarga besar tabot. Karena di dalam perjalanannya setiap kelompok nantinya akan saling bertemu dan menyatu dalam pawai besar yang dilakukan hingga batas waktu yang ditentukan.

Usai melakukan ritual menjara, pada 8 Muharram nanti para keluarga tabot ini akan menggelar ritual meradai atau pemberitahuan Imam Husain (cucu Rasulullah) gugur di medan tempur.

Adapun jenis irama Dol yang digunakan yakni suvena atau musik dol irama berduka cita. Meradai bukanlah prosesi minta sumbangan seperti pmahaman saat ini, tetapi masa duka cita dimana kepala Imam Husein terpenggal dan terpisah-pisah bagian tubuhnya karena kekejian Yazid Bin Ummayah di Padang Karbala Irak kala itu.

Suvena juga dipakai pada prosesi pada Arak Penja, Arak Seroban, Arak Gedang dan Tabot Tebuang.

Disisi lain, pihaknya juga mengharapkan keberhasilan festival tabot 2016 dengan mendapatkan dukungan dan partisipasi berbagai pihak, baik itu masyarakat Bengkulu, pihak swasta dan instansi terkait serta dunia usaha. Melalui kebersamaan, rasa ikut memiliki dan kemauan untuk berperan serta dalam melestarikan kebudayaan daerah diharapkan Festival Tabot ini akan dapat berjalan dengan sukses dan dapat menjadi magnet daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Bengkulu

(Bengkulu-Ekspress/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: