Pesan Rahbar

Home » » Masih Soal Al Maidah 51, Cak Nun: Keponakan Iblis pun Bisa Jadi Gubernur

Masih Soal Al Maidah 51, Cak Nun: Keponakan Iblis pun Bisa Jadi Gubernur

Written By Unknown on Sunday, 6 November 2016 | 00:00:00


Emha Ainun Nadjib dalam ceramah rutinnya di pengajian Padhangmbulan (10/10) mengingatkan umat Islam ihwal fakta objektif yang terjadi. Bahwa umat Islam di Indonesia ini bukanlah mayoritas secara kualitatif meskipun kebanyakan penduduk Indonesia ber-KTP Islam. “Loh, bukan mayoritas kok minta gubernurnya ini, bupatinya itu,” sindir penulis buku Kyai Mbeling ini.

Bagi budayawan asal Jombang ini, jangankan Ahok jadi gubernur, keponakan iblis pun bisa saja jadi gubernur di negeri ini. Alasannya, penentu kemenangan bukan umat Islam yang bermutu, melainkan hanya besar dalam jumlah dan angka.

Cak Nun lalu memberikan ilustrasi. Sebagai pembawa risalah Allah, Kanjeng Nabi memiliki tekad dan karakter yang kuat dalam mempertahankan tauhid. Ketika orang-orang kafir Quraish menawarinya kedudukan, harta dan wanita dengan syarat dia meninggalkan dakwah Islam, Kanjeng Nabi spontan mengatakan: “Sekiranya matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, maka aku takkan meninggalkan perkara ini (dakwah kepada tauhid).”

Kini pewaris Kanjeng Nabi itu sudah tidak ada. Bahkan, lanjut Cak Nun, kebanyakan yang mengaku sebagai pewarisnya malah mencari-cari matahari dan rembulan. Tentu tidak dengan cara yang terlihat dan blak-blakan, tapi dengan cara oslob (sopan dan berputar). Misalnya dia bilang, “Wah sudah lama bangunan sekolah ini tidak kelar-kelar.” Lalu datanglah calon gubernur atau bupati yang memberinya sumbangan, sehingga terjadilah kontrak politik.

Cak Nun lantas bertanya, “Faktualnya mayoritas kita ini Muslim apa bukan? Faktualnya tidak. KTP iya. Shalawatan iya. Sembahyang juga iya. Jadi sudahlah memang begitu keadaannya.” Jika nanti Ahok terpilih, maka itu cermin orisinal dari mayoritas Muslim saat ini, secara kualitatif. “Ya makanya tidak perlu heran. Ya kalian ini memang tertindas,” tegasnya.

Maka itu, kata budayawan penulis buku Dari Pojok Sejarah ini, dia mendirikan komunitas Maiyah. Komunitas ini, katanya, melepaskan diri dari konsep-konsep dan atribut-atribut yang ada, demi melakukan pembaruan dari dalam. “Dan saya melepaskan diri dari konsep negara dan konsep segala macam. Apakah saya menolak NKRI? Saya tidak menolak NKRI. Cuma aku ga ngakoni (saya tidak mengakui). Jadi, makar? Loh tidak makar. Pakai KTP? Pakai, sebagai bentuk sodaqoh (buat negara). Saya tidak melanggar peraturan apapun di negeri ini.”

Sebelumnya, calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang lebih dikenal dengan Ahok menuai badai kontroversi setelah menyatakan bahwa publik jangan mau dibodohi menggunakan surah Al Maidah 51. Sejumlah kalangan menganggap pernyataan Ahok itu menodai dan menista Islam. Meski sudah meminta maaf, Ahok tetap harus menjalani proses hukum. Jum’at 14 Oktober ini rencananya juga ribuan elemen umat Islam akan berdemo untuk mengutuk pernyataan tersebut.

(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: