Pesan Rahbar

Home » » Ekstremisme dan Islamofhobia; Poros Pertemuan Dortmund

Ekstremisme dan Islamofhobia; Poros Pertemuan Dortmund

Written By Unknown on Thursday, 23 February 2017 | 21:58:00


Pertemuan guna mengkaji topik ekstremisme, xenophobia, dan Islamofhobia diselenggarakan oleh faksi-faksi dan anggota parlemen propinsi Nordrhein-Westfalen, Jerman di kota Dortmund.

Menurut laporan IQNA, atase kebudayaan Iran di Berlin mengumumkan, para anggota parlemen propinsi Nordrhein-Westfalen Jerman bersama sejumlah faksi parlemen ini lewat sebuah pertemuan bersama dengan komunitas muslim dan himpunan-himpunan Kristen di propinsi tersebut mengkaji dan membahas masalah ekstremisme, xenophobia, dan Islamofhobia.

Dalam laporan pertemuan tersebut, yang diselenggarakan di kota Dortmund dikemukakan:

Isu imigrasi di masyarakat Jerman setelah arus terakhir ini mendapati pelbagai tantangan. Sementara itu, terdapat kelompok sayap kanan dan ekstrem, yang memanfaatkan gereja-gereja Islamofhobia dan anti xenophobia dan menjadikannya sebagai sarana. Dalam pertemuan tersebut, mayoritas mengupas solusi melawan ekstremisme dan Islamofhobia.

Salah satu penceramah pertemuan tersebut mengungkapkan, gerakan-gerakan ekstrem yang mencuat di negara-negara barat lainnya dan atau sedang muncul, juga akan berpengaruh terhadap masyarakat kita. Masalah Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa), terpilihnya Trump sebagai presiden sebuah negara penting barat dan penyebaran gerakan sayap kanan Austria dan sejenisnya, semuanya berpengaruh terhadap lingkup masyarakat.

Ia menambahkan, kita demikian juga khawatir atas perkembangan gerakan-gerakan ekstrem di negara-negara tetangga kita, seperti Perancis, Belanda, dan Denmark. Sejumlah peristiwa dua tahun terakhir telah membuat masyarakat kita mengalami banyak tantangan. Dengan demikian kita harus bangkit untuk melawan terciptanya kesenjangan antar masyarakat.

Di bagian lain pertemuan Dortmund tersebut, Prof. Heitmeyer, pengajar sosiolog menganggap tantangan utama dalam masyarakat adalah tidak adanya keselarasan tolok ukur bersama antara minoritas dan mayoritas masyarakat.

Ia mengisyaratkan fenomena masa tidak aman dan mengatakan, kita harus lebih menguragi jarak dan kesenjangan antara masyarakat minoritas dan mayoritas. Pada kedua masyarakat dirasakan banyak kekurangan. Salah satu tantangan terpenting sekarang yang menimpa banyak masyarakat adalah masalah globalisasi.

Prof. Heitmeyer menambahkan, globalisasi membahayakan kondisi sosial individu melebihi segala hal. Kita menghadapi sejumlah fenomena baru, seperti ketakutan sosial. Ironisnya, bahasa takut, kebencian, permusuhan dan konflik sekarang ini dengan mudah ditempatkan dalam pelayanan kelompok-kelompok ekstrem terhadap Islam dan kaum muslim.

Profesor ini mengkaji oposisi dan kekurangan dalam masyarakat minoritas dan mayoritas sekitar 10 tahun. Di akhir kesimpulannya dapat diketahui sekitar 46% orang-orang yang dikaji mengakui bahwa Islam memiliki banyak pengaruh dalam masyarakat Jerman.

Sosiolog ini berpendapat harus mengkaji fakta dan angka serta memperkenalkan masyarakat mayoritas dengan banyak realita. Jika tidak demikian, ketakutan sosial akan bertambah setiap hari.

(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: