Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Pol Rikwanto mengatakan, Islahudin Akbar telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang asal pengalihan kekayaan Yayasan Keadilan Untuk Semua.
Dalam kasus ini, selain disebut sebagai karyawan BNI Syariah, Islahudin merupakan orang suruhan Ketum GNPF-MUI Bachtiar Nasir untuk mencairkan dana dari rekening yayasan. Namun, Rikwanto enggan menyebut untuk apa dana tersebut dicairkan. Yang jelas, kata dia, pencairan tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya.
Setelah menetapkan pegawai bank tersebut, kini Bareskrim akan membidik ketua yayasan bernama Adnin Armas. Dia memberi kuasa pada IA untuk menarik dana.
“Penggunaan (dananya) nanti dinilai. Itu semua dalam pemeriksaan, tidak bisa diceritakan begini. Bisa jadi kegiatan yayasan yang bergerak di bidang sosial, kemudian terindikasi ada kegiatan-kegiatan lain di luar itu (ini tidak boleh),” kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, seperti dilansir beritasatu.com (14/2).
Islahudin, Boy melanjutkan, seharusnya tidak boleh mencairkan dana itu begitu saja meski dia sudah memegang surat kuasa. Ada ketidakhati-hatian dan untuk itu dia dijerat Pasal 49 ayat 2 UU Perbankan.
“Pokoknya UU Perbankan, Pasal 49 tadi ya, ketidakhati-hatian. Islahudin itu dari pegawai bank BNI Syariah. Berkaitan dengan kejahatan pokok, kemudian dilakukan penelusuran money laundering,” sambungnya.
Islahudin juga terancam dikenakan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 5 UU Yayasan, kemudian Pasal 5 UU TPPU.
“Jadi ada tiga pasal, Pasal 49 ayat 2 tindak pidana perbankan, pasal 55 KUHP juncto pasal 70, dan juncto pasal 5 UU yayasan, serta pasal 5 UU TPPU,” lanjutnya.
Terkait Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir menurut Boy akan kembali dimintai keterangan pada Kamis (16/2) besok.
“Iya nanti dilihat ya, karena perannya beda-beda, ada yang perbankan ada yayasan. Bachtiar Nasir kan berkorelasi dengan aktivitas yayasan,” tambahnya.
Bareskrim Polri telah mengidentifikasi penyimpangan dana yang digalang dari masyarakat untuk membiayai Aksi 212 dan 411. Temuan penyidik Bareskrim menunjukkan adanya dana publik melalui Yayasan Justice For All yang diselewengkan untuk kepentingan pribadi.
“Banyak bukti, tapi tidak boleh disampaikan,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigjen Agung Setya di kantor sementara Bareskrim di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, seperti dilansir jpnn.com (8/2).
Menurut Agung, dugaan penyimpangan dana yang kini diusut Bareskrim itu bukan berdasar delik aduan. Bareskrim justru menindaklanjuti temuan Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK).
“Data dari macam-macam. Dari PPATK juga ada. Kami dalami dulu, nanti disampaikan semua,” tandas Agung.[]
(JPNN/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email