Jawaban:
Tahaddi secara etimologis berarti mengajak berkompetisi dan secara terminologis berarti sebuah hakikat Qur’ani yang merupakan perintah Allah kepada para penentang dan pengingkar al-Qur’an dan kebenaran nubuwwah Rasulullah saww. Jika sesuai dengan klaim mereka bahwa al-Qur’an adalah buatan manusia, maka hendaklah mereka membawa yang semisalnya.[1]
Ayat tahaddi dalam al-Qur’an.
Ayat tahaddi terbagi dalam dua kelompok [2]:
1. Tahaddi dalam bentuk umum.
Ayat tahaddi yang berbentuk umum, sesuia dengan wkatu turunnya, adalah sebagai berikut:
a.
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا [3]
Katakanlah, jika jin dan manusia bekerja sama untuk membawa yang sesmial al-Qur’an, mereka tidak akan mampu membawanya meskipun mereka saling menolong dalam hal ini.[4]
b.
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّثْلِهِ وَادْعُواْ مَنِ اسْتَطَعْتُم مِّن دُونِ اللّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ [5]
Apakah mereka berkata: Dia telah berkata bohong dengan menisbahkan al-Qur’an kepada Allah? Katakanlah: Jika ucapan kalian benar, maka bawakanlah sebuah surah yang semisal dengannya dan mitalah bantuan dari siapa saja selain Allah.
c.
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُواْ بِعَشْرِ سُوَرٍ مِّثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُواْ مَنِ اسْتَطَعْتُم مِّن دُونِ اللّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Apakah mereka berkata: Ia telah berkata bohong dan menisbahkan al-Qur’an kepada Allah? Katakanlah: Jika ucapan kalian benar, bawalah sepuluh surah yang semisal dengan al-Qur’an dan ajaklah siapa saja selain Allah untuk melakukan pekerjaan ini.
d.
أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ بَل لَّا يُؤْمِنُونَ 6
Apakah mereka berkata: Al-Qur’an telah dinisbahkan kepada Allah sedangkan mereka tidak beriman.
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِّثْلِهِ إِن كَانُوا صَادِقِينَ
Jika mereka berkata benar maka hendaklah mereka membawa ucapan yang semisal dengan al-Qur’an.
e.
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ وَلَن تَفْعَلُواْ فَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ [7]
Jika kalian meragukan apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami maka bawalah sebuah surat yang semisal dengannya dan ajaklah semua saksi kalian jika kalian memang berkata benar. Dan jika kalian tidka mampu melakukannya maka takutlah akan api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan telah disediakan untuk manusia.
Dalam ayat al-Qur’an, terkadang tahaddi disebutkan untuk membawa satu kitab yang semisal dengan al-Qur’an, terkadang hanya 10 atau satu surah. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah yang menjadi rahasia dalam tahaddi ini?
Jawab: Jawaban yang dapat diberikan adalah bahwa dengan cara ini al-Qur’an telahmenantang dengan tahaddi terkecil dan terbesarsehingga kmeukjizatan al-Qur’an lebih jelas bagi manusia. Pada awalnya al-Qur’an mengajukan tantang untuk membawakan satu kitab yang semisal dengan al-Qur’an; dan setelah mereka berusaha melakukannya dan terbukti bahwa mereka tidak mampu melakukannyah, al-Qur’an kemudian meminta 10 surah saja yang semisal dengan surah al-Qur’an. Dan setelah usaha yang dilakukan oleh mereka dan terbukti lagi mereka tidak mampu melakukannya, al-Qur’an hanyamemnita sebuah surat saja. Oleh karena itu al-Qur’an telah mengajak ummat untuk membawakan yang semisal dengan al-Qur’an sebanyak 3 kali dengan beberapa rentang waktu. Dan katidak mampuan manusia dalam membawakan yang semisal dengan al-Qur’an telah dibuktikan sebanyak 3 kali dari tahapan tersulit sampai tahapan termudah.
Jawaban ini cukup kuat berdasarkan hipotesa bahwa turunnya ayat-ayat yang telah disebutkan di atas adalah berturut-turut dan ini memang berarti bahwa ayat tahaddi yang pertama adalah untuk kitab semisal al-Qur’an dan kemudian 10 surah dan terakhir hanya satu surah yang semisal al-Qur’an. Namun al-Qur’an sendiri secara eksplisit tidak menyebutkan demikian.
Selain itu, sesuai pendapat masyhur para mfassir dan ilmuwan Qur’an, surah Yunus yang menantang untuk membuat satu surah turun sebelum surah Hud yang menantang membuat 10 surah.[8] Oleh karena itu, jawaban di atas diragukan. Maka para mufassir berusaha mengajukan pembelaan untuk mengukuhkan jawaban di atas.[9]
Di sini, kami hanya akan menyampaikan pendapat yang paling sesuai dengan ayat tersebut di atas.
Meskipun sebagian besar kalangan menyakini pendapat para mufassir dan ilmuwan Qur’an yang menyatakan bahwa maksud dari ayat tahaddi untuk keseluruahn al-Qur’an, mka bisa pula diajukan kemunkinan bahwa maksud dari al-Qur’an dalam ayat ini adalah makna dari jenisnya bukan menjelaskan ukuran mukjizat. Sebab kata Qur’an berasal dari kata قرائت dan تلاوت dan ini berlaku bagi keseluruhan Qur’an dan bagian juznya. Selain itu ketika ayat tersebut turun semua al-Qur’an belum turun. Oleh karena itu tidak bisa dikatakan bahwa tahaddi dalam ayat ini adalah tahaddi untuk kesuluruhan Qur’an. Jika demikian maka pembahasan tentang urutan tahaddi tidak akan berguna. Tetapi dengan pengandaian menerima pendapat para mufassir dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ayat tahaddi pada tahapan awal menginginkan bahwa jika manusia meragukan bahwa al-Qur’an berasal dari Allah maka hendaklah mereka membawakan kitab yang semisal dengan al-Qur’an yang di dalamnya terdpaat semua keunggulan al-Qur’an. Dan setelah terbukti mereka tidak mampu melakukannya, diberikan kekringanan dan meminta mereka untuk membawakan satu surah yang dari semus aspek memiliki kesamaan dengan surah Qur’an dan memiliki semua keunggulan sebuah surah Qur’an. Dan setelah terbukti mereka tidak mampu melakukannya, keringanan diberikan kembali dan mereka diminta untuk membawa 10 surah yang masing-masing memiliki satu aspek kemukjizatan Qur’an sehingga kesepuluh surah itu memiliki semua karakter sebuah surah al-Qur’an. Dan adalah hal yang cukup jelas bahwa membawakan sebuah surah yang dari setiap aspek mirip dengan surah Qur’an lebih sulit dari membawakan beberapa surah yang masing-masing mereka memiliki satu kemiripan dengan al-Qur’an. Maka tahaddi memang dilakukan dari tahapan paling sulit sampai tahapan paling mudah dan ini cukup masuk akal.[10]
2. Tahaddi dalam bentuk khusus dan juz’i.
Dalam sebagian ayat Qur’an terdapat tahaddi dalam bentuk khusus[11] dan kami hanya akan mengisyaratkan beberapa di antaranya:
a. Tahaddi pada pembawa Qur’an.
b. Tahaddi pada kefasihan dan kebalighan Qur’an.
c. Tahaddi pada keserasian dan ketiadaan pertentangan.
d. Tahaddi pada peristiwa gaib.
Ruang Lingkup Tahaddi.
Ruang lingkup tahaddi yang paling luas adalah tahaddi yang terdapat dalam surah Isra ayat ketiga[12] karena audiens ayat ini adalah seluruh manusia dan jin yang berarti semua penghuni alam semesta. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa aspek kemukjizatan Qur’an tidak hanya terbatas pada kefasihan, kebalighan dan bahasa khususnya (Arab) tetapi kemukjizatannya memiliki berbagai aspek lainya. Jika tidak, maka ajakan untuk berkompetisi dengan orang selain Arab dengan bahasa Arab tidak akan cocok. [13]
Perlu diingat bahwa tahaddi bukan berarti harus membawa ayat yang selevel dan sama seperti ucapan Allah dari sisi ungkapan dan penyampaian, sebab kesamaan seperti ini hanya dapat dilakukan dengan meniru 100 persen (taqlid). Maksud tahaddi di sini adalah membawa ucapan yang mirip dengan Qur’an dari sisi makna memiliki kedudukan yang tinggi dan menduduki posisi kefasihan dan kebalighan yang tertinggi; ucapan yang kuat, kokoh, jelas dan memiliki pemikiran yang tinggi. Para ahli sastra dan bahasa telah menetapkan standart khusus untuk menentukan ketinggian dan kerendahan suatu ucapan. Keistimewan dan keutamaan suatu ucapan atas ucapan lainnya ditentukan dengan standart ini yang dikenal sebagai ilmu Balaghat.[14]
Penentangan Ayat al-Qur’an
Sebagian mutakalimin meyakini bahwa Allah melemahkan ambisi dan iradah orang-orang yang ingin menjawab tantangan al-Qur’an untuk membawa surah yang semisal dengannya dan mengeluarkan atau mengembalikan (صرف ) niat mereka dari melakukan pekerjaan ini. Oleh karena itu, pendapat para mutakallimin ini disebut dengan pendapat mengembalikan ( صرفه). [15] Pendapat ini tidak saja bisa disangkal dari sisi teori bahkan dari sisi amali juga salah; sebab sebagian penentangan yang dilakukan telah dicatat dalam sejarah dan dapat menjadi pelajaran berguna serta keajaiban. Oleh karena itu, penentangan telah berhadap-hadapan dengan tahaddi dan yang menjadi akhir bagi para penentang tak lain hanyalah kerugian dan aib. Akan kami sebutkan beberapa contoh dari para penentang itu:
Musailamah al-Kazzab yang mengaku bahwa dirinya adalah nabi dan rasul telah membuat sebuah surah untuk menentang surah al-Fil sebagai berikut:
الفيل ما الفيیل و ما ادراک ما الفيل له ذنب وبيل و خرطوم طويل[16]
Salah satu penulis Masihi yang mengaku telah menentang al-Qur’an telah menciptakan sebuah surah untuk surah Hamd sesuai dengan akidahnya,yang demikian bunyinya:
الحمد للرحمن رب الاکوان الملک الديان لک العبادة و بک المستعان اهدنا صراط الايمان [17]
Dan untuk surah Kausar, ia menulis demikian:
انا اعطيناک الجواهر فصل لربک و جاهر و لا تعتعد قول ساحر
Penulis ini dengan men-taqlid aturan dan susuan al-Qur’an berusaha mengganti lafaz al-Qur’an dan mengaku telah menentang al-Qur’an. Sesungguhnya ia telah mencuri susunan kalimat dari Musailamah al-Kazzab. Untuk menentang surah Kausar, Musailamah al-Kazzab menulis demikian:
انا اعطيناک الجماهر فصل لربک و هاجر و ان مبغضک رجل کافر [18]
Terdapat contoh lain yang serupa dengan penentangan khayali dan tak berdasar ini yang selalu tersimpan rapi dalam arsip sejarah.[19]
Referensi:
1. Bahauddin Khurramsyahi, Qur’an-e Pazuhi, Tehran, Dustan, cetakan 1, 1377, jilid 1, hal. 481.
2. Husain Jawad Arasteh, Dars Namhe-ye Ulum-e Qur’ani, Qom, Tablighat-e Islami, cetakan 1, 1377.
3. Al-Isra: 88.
4. Terjemahan ayat dari terjemahan Ayatullah nashir makarim Syirazi.
5. Yunus: 38
6. At-Thur: 33-34.
7. Al-Baqarah: 23-24.
8. Silahkan rujuk: Abdullah zanjani, Tarikhul Qur’an, Tehran: Manzumatul A’almul Islami, cetakan 1, 1404, hal. 55-64.
9. Silahkan rujuk: Muhammad Taqi Misbah Yazdi, idem, hal. 127-133.
10. Idem, hal. 125-133.
11. Silahkan rujuk, Muhammad Husain Thabthaba’I, al-Mizan, jilid 1, hal. 59-73.
12. Murthadha Muthahhari, Akhlak-e Jinsi dar islam va Jahan-e Garb, Tehra, Intisayarat- e Shadra, hal. 47.
13. Husain Jawad Arasteh, idem, hal. 352.
14. Bahauddin khurramsyahi, idem, jilid 1, hal. 481.
15. Silahkan rujuk: Al-Mizan, jilid 1, hal. 481.
16. Idem, hal. 69
17. Idem, hal. 94.
18. Idem, hal. 94-99.
19. Husain Jawad Arasteh, idem, hal. 358.
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email