Mengapa saudara-saudara keberatan bila seorang muslim yang salih,
yang tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh orang yang tidak
berdosa, yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya
disebut terjaga dari dosa? Apakah saudar-saudara menganut paham dosa
warisan atau ‘original sin’?
Apalagi Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan (segala)
kenistaan dari padamu,hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33).
Yang dimaksud Al-Qur’an adalah ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain.
Ahlussunah pun percaya bahwa semua sahabat adil, dan semua tindakan
mereka adalah ijtihad. Dan tindakan mereka mendapat pahala termasuk
diantaranya sahabat yang melaksanakan pembunuhan berdarah dingin,
pezinah, pemabuk, pembohong, pembakar orang hidup-hidup atau memerangi
Imam zamannya dan perbuatan-perbuatan yang tidak terlukiskan dengan
kata-kata.
Ada juga kisah Khalid bin walid yang memenggal kepala Malik bin
Nuwairah1 dan memperkosa istri Malik yang cantik malam itu juga. Ia
menggunakan kepala Malik sebagai tungku.
Ini bukan tuduhan kaum Syi’ah, tetapi catatan sejarawan Sunni! Umar
bin Khattab menyebut Khalid bin Walid sebagai pembunuh dan pezinah yang
harus dirajam. Abu Bakar menyatakan bahwa Khalid hanya sekedar salah
ijtihad, dan menamakannya ‘syaifullah’ atau pedang Allah. “Aku tidak
akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk memerangi
musuhmusuhNya.”, kata Abu Bakar.
Khalid pula yang membakar Bani Salim hidup-hidup di zaman Abu
Bakar. Umar mengingatkan Abu Bakar, dengan membawa hadits Rasulullah
SAWW bahwa tidak boleh menghukum dengan hukuman yang hanya Allah boleh
melakukannya. Dan Abu Bakar mengatakan, seperti diatas “Aku tidak akan
menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk memerangi
musuh-musuhNya.” Banyak pula ulah Khalid yang lain, yang oleh
‘Abdurrahman bin ‘Auf dikatakan sebagai perbuatan jahiliyah, yaitu
tatkala ia membunuh Bani Jazimah secara berdarah dingin.
Baca buku-buku yang berada dalam lemari saudara-saudara. Sekali
lagi, tuduhan ini disampaikan oleh Umar bin Khattab, Ibnu Umar dan Abu
Darda’. Kedua sahabat terakhir ini, ikut dalam pasukan Khalid dan
membuat penyaksian. Peristiwa inilah yang melahirkan adagium di kemudian
hari bawah semua sahabat itu adil dan tiap tindakan mereka merupakan
ijtihad dan kalau benar mereka dapat dua pahala, kalau salah satu pahala.
Pantaslah kalau Mu’awiyah yang meracuni Hasan, cucu Rasulullah,
atau ‘Abdullah bin Zubair yang hendak membakar Ahlul Bait di gua ‘Arim
atau Yazid yang membantai cucu Rasulullah, Husain dan keluarganya di
Karbala, mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan ‘sunnah’ atau contoh
para sahabat sebelumnya.
Umar memecat Khalid bin Walid –yang oleh sejarawan disebut sebagai
shahibul khumur, pemabuk– tatkala Umar menggantikan Abu Bakar dikemudian
hari. Apakah orang Syi’ah harus mengangkat mereka sebagai Imam? Sebab
memiliki Imam, wajib hukumnya? Bukankah Rasulullah SAWW bersabda:
“Barangsiapa tidak mengenal Imam zamannya, ia mati dalam keadaan
jahiliyah.”? Dan hadits yang mengatakan bahwa sepeninggal Rasulullah
SAWW ada 12 Imam, yang semuanya dari keturunan Quraisy. Bacalah
hadits-hadits shahih enam seperti Bukhari dan Muslim!
Mengkritik akidah mazhab lain tidak boleh berdasarkan prasangka dan
sinisme. Hormatilah akidah mereka. Benarlah kata orang, “Jangan
melempar rumah orang lain bila rumah Anda terbuat dari kaca.” Bacalah
buku sejarah. Bukan ‘asal ngomonng’. Bukan zamannya lagi berbohong
dengan ayatayat dan hadits, sebab umat sekarang sudah banyak yang
pandai.