Oleh: MOH ZEN
Empat belas abad lalu, pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriah, padang Karbala menjadi saksi pertarungan kekuatan hak dan batil.
Di hari seperti ini, para pemuja dunia dan mereka yang haus kekuasaan berpesta pora dengan dosa dan kehinaan.
Sementara Imam Husein as, cucu Rasulullah dan para sahabatnya yang setia, menggelar aksi heroik di padang Karbala demi membela nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Dengan berbekal iman dan keyakinan yang teguh, mereka korbankan jiwa raga mereka demi tegaknya cita-cita ilahi.
Mereka yang datang membela Imam Husein as di padang Karbala, adalah para satria mukmin di zamannya, yang tak pernah rela melihat ajaran Islam diinjak-injak dan diabaikan.
Imam Husein bersama para sahabatnya bangkit untuk menyebarkan kebenaran dan keutamaan di tengah-tengah umat.
Pada hari kesepuluh bulan Muharram yang dikenal sebagai hari Asyura, tentara kebenaran di bawah panji Imam Husein mementaskan epik jihad yang begitu indah, dan menjadikannya sebagai monumen abadi nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Di sisi Imam Husein as, nama Abbas bin Ali bin Abi Thalib, merupakan nama agung yang paling layak disandingkan di sisi Imam Husein.
Ia dikenal sebagai simbol kepahlawanan dan pengorbanan yang sejati. Beliau gugur syahid di padang Karbala dalam usianya yang masih muda, 24 tahun.
Selain dikenal sebagai pejuang Karbala yang tangguh, Abbas bin Ali yang dikenal dengan sebutan Abul-Fadzl Abbas, juga memiliki keutamaan akhlak dan keluasan ilmu yang tinggi.
Keutamaan yang beliau miliki merupakan hasil didikan suci ayahandanya, Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib, dan para saudaranya, Imam Hasan dan Imam Husein as.
Abbas adalah pemuda terkemuka Bani Hasyim, sehingga beliau pun mendapat gelar Qamar-u Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim.
Sejak kecil, beliau begitu sayang dengan kakaknya, Imam Husein as. Ia senantiasa memandang Imam Husein sebagai sosok pemimpin kaum muslimin yang paling layak, setelah syahidnya Imam Hasan as.
Dalam peristiwa Asyura, Abul-Fadzl Abbas diangkat oleh Imam Husein sebagai panglima perang. Dengan penuh keeranian dan kepahlawanannya, Abbas menampilkan aksi perjuangan paling indah di medan Karbala.
Di tengah-tengah kecamuk pertempuran, terkadang Abbas datang menyeruak ke medan laga, menyerang musuh-musuhnya dengan gagah berani, menolong mereka yang terluka, dan memberikan air kepada mereka yang haus. Sesekali dia mundur mengatur strategi, lantas memegang kembali bendera komando dan maju kembali ke medan laga.
Pernah suatu ketika, saat para sahabatnya dikepung pasukan musuh, dengan tangguhnya, Abbas berusaha mengoyak kepungan mereka sambil memainkan pedangnya dengan begitu lihai.
Saat tentara Yazid bin Muawaiyyah membendung aliran sungai Furat ke arah pasukan Imam Husein, dengan beraninya, Abbas menembus barisan musuh, dan mengambil air untuk melepas dahaga keluarga nabi dan sahabatnya yang tengah merana karena kehausan.
Ketika Abbas hendak mengambil air kembali untuk membasahi tenggorokan bocah-bocah kecil keluarga nabi, dahaga dan letih mulai mendera tubuh Abbas. Namun dengan sekuat tenaga ia berusaha menerobos kepungan musuh menuju sungai eufrat. Dia pun berhasil mencapai bibir sungai Eufrat.
Melihat gemercik segarnya air, dahaga Abbas pun tergoda untuk meneguknya, namun dia pun segera teringat wajah-wajah penuh rana keluarga nabi yang tengah kehausan, Abbas pun mengurungkan niatnya meneguk air. Dengan sepenuh dayanya, Abul-Fadzl Abbas pun segera membawa kantong airnya ke arah perkemahan Imam Husein, tapi serbuan tentara Yazid yang begitu besar, membuat gerak Abbas semakin tergontai lemah.
Pasukan musuh berusaha keras membendung langkah Abbas, hingga kedua tangannya ditebas musuh. Akhirnya pahlawan sejati Asyura, teladan keutamaan, kesetiaan, pengorbanan, dan keberanian, Abul-Fadzl Abbas akhirnya gugur mereguk madu kesyahidan. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Kebangkitan Asyura tidak hanya melahirkan satu-dua pahlawan syahadah yang besar. Ada banyak nama yang layak dipuji kepahlawanannya dalam tragedi Karbala. Salah satunya adalah sosok Ali Akbar, putra sulung Imam Husein as. Di kalangan keluarga Nabi, dia adalah sosok yang pertama kali mengajukan diri untuk maju ke medan laga.
Meski, Imam Husein begitu menyayanginya, namun belaiu pun akhirnya merelakan putra kesayangannya itu ke padang tempur. Saat ia melepas kepergian Ali Akbar, dengan nada pelan, Imam Husein berkata: "Ilahi, saksikanlah, pemuda yang berperang dengan tentara Yazid ini adalah sosok yang memiliki akhlak, wajah dan ucapan paling mirip dengan Rasulullah.
Tiap kali kami rindu dengan wajah Rasulullah, kami tatap wajahnya". Dengan penuh keberanian, Ali Akbar maju berperang dengan sepenuh dayannya. Sejumlah pasukan musuh pun berhasil ditundukkannya. Namun, tak lama kemudian, dengan liciknya tentara Yazid menyerang Ali Akbar dari belakang.
Ali Akbar pun lemah terdepak musuh, hingga akhiranya dia pun meneguk arak syahadah. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Salah satu moment heroik lainnya peristiwa Karbala, adalah ketika Qasim putra Imam Hasan as maju ke medan laga. Setelah syahidnya Imam Hasan as, Qasim dibesarkan oleh Imam Husein as.
Kala tragedi Asyura berlangsung, usia Qasim baru menanjak sekitar 13 tahun. Saat malam Asyura datang, Qasim mendatangi pamannya, Imam Husein as, dan bertanya: "Apakah aku akan syahid juga?" Dengan lembut, Imam bertanya balik, "Apa pendapatmu tentang syahadah?" Qasim segera menjawab, "Bagiku syahadah lebih manis ketimbang madu".
Meski usia Qasim masih begitu muda untuk disebut dewasa, namun dengan gagah beraninya dia berperang melawan musuh, hingga dia pun gugur dan menikmati manisnya kesyahidan. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Selain para pemuda, Karbala juga memiliki para pahlawan sejati yang berusia sepuh.
Pahlawan-pahlawan sepuh ini datang membela Imam Husein, demi memperoleh keridhaan Allah dan Rasulnya. Anas Kahili, Habib bin Madhahir, dan Muslim bin ‘Ausajah adalah singa-singa tua pahlawan Asyura. Mereka adalah para sahabat Nabi dan Imam Ali yang dikenal sebagai insan yang setia dan mukmin.
Habib bin Madhahir dan Muslim bin Saujah, keduanya adalah warga kota Kufah. Meski penduduk Kufah mengkhianati janjinya sendiri untuk membela Imam Husein, namun Habib dan Muslim tetap setia menepati janjinya dan bergabung dengan tentara Imam Husein. Saat malam Asyura tiba, Imam Husein mengumpulkan para sahabatnya, dan mengijinkan mereka untuk keluar dari medan perang. Namun, Saujah, Habib, dan para sahabat lainnya tetap bertekad untuk mendampingi Imam Husein hingga titik darah penghabisan. Akhirnya, singa-singa tua pahlawan Karbala ini pun gugur syahid, setelah bertarung dengan penuh beraninya dengan musuh-musuh Allah. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Salah satu pelajaran hikmah paling berharga dari tragedi Karbala, adalah peristiwa syahidnya Hur bin Yazid Al-Riyahi. Ia bukan hanya sahabat Imam Husein, tapi ia juga pernah menjadi komandan perang pasukan Yazid bin Muawaiyah. Selama di Karbala, Imam Husein selalu memperlakukan pasukan musuh dengan penuh hormat dan manusiawi. Melihat sikap Imam Husein yang begitu satria tersebut, Hur pun terpesona dengan kemuliaan akhlak cucu Rasulullah ini. Saat hari Asyura tiba, ketika perang tengah berkecamuk, hati Hur mulai bergejolak. Satu sisi, ia harus memimpin pasukan musuh memerangi Imam Husein, di sisi lain hatinya begitu berat hati untuk melawan keluarga dan sahabat setia nabi. Namun akhirnya, Hur pun berteguh hati untuk membela Imam Husein as. Dengan rasa penuh sesal dan linangan air mata, ia datang menghampiri Imam Husein as. Dengan penuh lapang dada, Imam Husein menyambutnya. Hur pun meminta ijin untuk berperang melawan tentara Yazid. Kali ini Hur maju ke medan laga membela kebenaran dan keadilan. Dengan lantang dan berani dia menebas pasukan musuh. Namun, tak lama kemudian, Hur terhuyung jatuh, dan dia pun gugur mereguk manisnya arak syahadah. Imam Husein pun berkata: "Engkau memang orang yang bebas, sebagaimana ibumu memberimu nama Hur, orang yang bebas". Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Post a Comment
mohon gunakan email